Bad Omen

Chapter 1

Disclaimer :

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Warning : AU! Typo(s), OOC, Yaoi, BL

Pair : AkaKi, Kami!AkaKid!Kise, Slight!KagaKuro

Genre : Angst, Hurt/Comfort, Romance

Rating : T

Summary: Seijuurou adalah dewa pembawa kematian, semua yang ada padanya hanyalah hal buruk. Ryouta adalah seorang anak periang yang sangat manis, kasih sayang selalu tercurah padanya, semua yang ada padanya adalah hal baik. Hari itu, atas seizin langit sebuah pertemuan terwujud, hal baik bagaikan langit cerah sukses tersapu oleh sebuah badai kecil, sebuah hal buruk yang menimpa Ryouta, di mana cinta kasih tidak akan dapat menolongnya.


"Uncle aku pergi dulu!"

"Ouh! Berhati-hatilah di jalan Ryouta! Jangan bermain di sungai!"

"Ha'i~ ssu!"

Dengan senyum cerah anak bersurai pirang itu berlari keluar. Mendapat izin dari paman galaknya itu adalah hal langka, kalau saja bukan karena paman biru kesayangannya, mungkin sisa libur musim panasnya hanya akan dihabiskan di rumah saja.

"Hah~ liburan di desa itu memang bagus ssu, tapi jika hanya dihabiskan di rumah itukan tidak menyenangkan!"

Desahan penuh keluhlah yang dilayangkan si pirang ketika dirinya telah berjalan cukup jauh dari rumah sang paman. Kaki mungil itu terus melangkah, karena tidak mendapat izin bermain di sungai, anak berusia delapan tahun itupun memilih untuk menjelajah hutan, bukankah sungai dan hutan adalah tempat yang paling menarik ketika kau berada di desa? Setidaknya itulah yang Ryouta kecil pikirkan.

Langkah kecilnya terhenti, baru beberapa langkah dirinya memasuki hutan kedua manik madu itu mengerjap tidak percaya. Ini pertama kalinya dia melihat hutan secara langsung, kalau sebelumnya hanya bisa melihat dari buku ataupun televisi, melihat secara langsung adalah yang terbaik. Senyum senang kembali terukir pada wajahnya. Ryouta mulai bersemangat, dan kembali melangkahkan kedua kakinya.

"Yosh! Saatnya penjelajahan dimulai!"

Kembali kedua kaki mungil itu melangkah, memberikan senyum yang jauh lebih cerah dibanding sebelumnya adalah hal pertama yang Ryouta kecil lakukan ketika dirinya memasuki hutan lebih jauh. Si pirang kecil itu benar-benar bersemangat sampai dirinya tidak menyadari ada sepasang mata beda warna mengawasinya.

"Waaaaah."

Raut takjub dan penuh kekaguman ditunjukkan oleh si pirang kecil, mendapati diri berada di tengah hutan dengan banyak jenis bunga berhambur, Ryouta benar-benar tidak bisa menahan diri, terlebih ketika kedua manik emasnya menangkap sebuah aliran sungai kecil berada tepat di tengah-tengah hutan. Benar-benar hal sempurna yang harus dimiliki sebuah desa. Begitulah menurutnya.

"Ikan!"

Berlari. Kali ini Ryouta benar-benar melupakan pesan pamannya, melihat sekumpulan ikan hias berkumpul pada aliran sungai itu sukses membuat rasa penasaran dan rasa ingin tahu menghampirinya. Dia terus berlari sampai ada sebuah suara menghentikan langkahnya.—

"Jarang sekali melihat anak kecil bermain di sini."

—Tepat sebelum dirinya menceburkan diri pada sungai kecil di tengah sana.

"Hum?"

Ryouta berbalik, melayangkan pandangan pada daerah di belakangnya, rasa penasaran akan ikan-ikan kecil itu kini tergantikan pada sosok dibalik suara yang baru saja menghentikannya. Kedua manik emasnya bergulir menatap satu persatu pepohonan yang ada disana, mungkinkah ada seseorang yang tengah bersembunyi disana?

"Da—dare dessu ka?"

Gugup. Tidak menemukan darimana suara itu berasal, Ryouta kecil mulai gemetar. Dia pernah melihat ini sebelumnya, dari salah satu film horror yang pernah diberikan oleh pamannya. Ketika ada anak nakal yang bermain di hutan tanpa seizing orang tuanya, sesosok makhluk yang biasa disebut sebagai Hikiko akan membunuh dan memutilasinya, awalnya Ryouta tidak mempercayai hal itu, tapi mendapati hal ini —akan— terjadi padanya, dia benar-benar tidak bisa membuat dirinya untuk tidak takut.

"Hahaha, aku tidak tahu kalau kau akan ketakutan seperti itu."

Kedua iris keemasan Ryouta kini dapat melihat dengan jelas, bukan sosok anak kecil jelek seperti Hikiko, tapi seorang pria dengan surai kemerahan, wajahnya terbilang cukup 'keren' walau pakaiannya cukup aneh dimata si pirang kecil, mengenakan montsuki ditambah dengan hakama dan haori di musim panas, itu benar-benar aneh, apa pria itu tidak kepanasan?

Pria dengan surai merah itu kini tersenyum —lembut— ke arahnya, seakan tahu apa yang tengah berada dalam pikiran si pirang kecil, tangan pria itu terulur, melambai memberi isyarat bagi Ryouta untuk mendekat, sebelum akhirnya isyarat itu diperjelas dengan sebuah panggilan kecil untuknya.

"Kemarilah, di sana berbahaya."

Ryouta tidak punya pilihan selain menuruti apa yang dikatakan pria itu, nyatanya walaupun itu hanya sungai kecil, sungai tetaplah sungai dan itu memang berbahaya, terlebih pamannya telah melarang untuk mendekati sungai bukan? Tidak peduli besar ataupun kecil. Jadi yang bisa dia kakukan saat ini adalah menjauh dari sungai, dan membuat jarak yang cukup antara dirinya dan pria bersurai merah itu.

"U—Uncle bilang… untuk tidak dekat-dekat dengan orang yang tidak dikenal."

"Begitukah? Kalau begitu, bagaimana jika berkenalan?"

Kedua manik Ryouta mengerjap, raut wajahnya tampak serius sebelum berganti dengan sebuah senyum cerah 'terbit' di sana. Itu bukan penawaran yang buruk, setidaknya Ryouta dapat bertanya banyak hal pada pria itu, karena bagaimanapun pria itu terlihat cukup pandai, bahkan melebihi kedua pamannya.

"Um! Ore wa, Kise Ryouta dessu! Oji-san wa?"

Pria bersurai merah itu hanya bisa tersenyum, seperti biasa, sikap penuh semangat dari Ryouta selalu sukses menggerakkan hati orang-orang di sekitarnya. Bahkan untuk beberapa orang yang belum dikenalnya. Pria itu kini berjalan menuju sebuah pohon besar dan memilih untuk menyamankan diri di bawahnya. Dia kembali melambaikan tangannya dan memberi isyarat bagi Ryouta untuk mendekat. Dan Ryouta mendekat padanya.

"Akashi Seijuurou."

"Um… Sei… Um… Seiju… Sei Oji-san?"

"Apa 'Seijuurou' terlalu sulit untukmu? Kalau begitu kau bisa menggunakan 'Akashi' bukan?"

Menggeleng secepatnya, Ryouta menolak keras atas usul yang baru saja diberikan padanya.

"Hm? Kenapa?"

"A—Akashi terdengar sedikit menakutkan… um… itu terdengar seperti 'kematian merah' ssu."

Sekali lagi tawa kecil terlepas dari pria merah, jawaban dari Ryouta memang lucu, kini tangannya terulur dan meraih tubuh mungil si pirang, membawanya untuk lebih dekat, sementara tangannya yang lain beralih untuk mengambil satu ranting kecil yang ada di sekitar mereka. Dan mulai mengukir sesuatu pada tanah basah yang tengah mereka pijaki tersebut.

"Lihatlah, ini yang kau maksud dengan 赤死 (kematian merah) bukan? Sementara milikku ditulis seperti ini 赤司 yang artinya Raja Merah, dan jika ditambahkan dengan 征 (sei) itu akan menjadi Raja Merah sang Penakluk, setidaknya kau bisa menganggapnya begitu, kau mengerti?"

Namun sayang penjelasan itu benar-benar tidak dapat Ryouta mengerti, dia bahkan tidak bisa membaca kanji atau apalah huruf yang baru saja dituliskan oleh paman barunya. Jadi hanya ekspresi kebingunganlah yang dia tunjukkan. Seijuurou mengerti, anak kecil itu tidak mengerti sedikitpun dan elusan penuh kelembutan pada puncak kepalalah yang di dapatkan oleh Ryouta.

"Baiklah, kau boleh memanggilku dengan Sei Oji-san. Bagaimana, Ryouta?"

Sebuah senyum cerah bagai matahari kembali terkembang pada wajah si pirang seraya menyahut dengan penuh kebagaiaan disana.

"Um! Mochiron! Sei Oji-san!"

oOo

"Jadi, kau sedang berlibur disini, Ryouta?"

"Hu'um! Tapi… Uncle Taiga tidak mengizinkanku untuk bermain di sungai ssu!"

"Dan mungkin dia juga tidak akan membiarkanmu bermain di hutan."

Cemberut, Ryouta mulai menggembungkan pipinya, paman yang satu ini ternyata tahu betul bagaimana merusak kesenangan seseorang. Karena Ryouta tahu, hal itu memang benar. Dan meskipun dia merengek pada paman biru kesayangan, hal itu juga akan sangat sulit untuk terwujud.

"Jadi, kau hanya tinggal berdua dengan Uncle Taiga?"

"Hum?"

Cepat-cepat Ryouta menggelengkan kepalanya dan raut penuh kekesalanpun tergantikan oleh ekspresi penuh semangat serta kegembiraan. Terang saja, saat ini dia akan menceritakan tentang paman biru favorite-nya, jadi bersemangat adalah hal wajib bagi si pirang kecil.

"Tentu saja tidak ssu! Kami juga tinggal bersama dengan Tetsuya Oji-san!"

"Tetsuya Oji-san?"

"Hu'um! Tetsuya Oji-san dan Uncle Taiga menikah dua tahun lalu, dan mereka memutuskan untuk tinggal di Jepang ssu. Etto… mungkin Sei Oji-san akan bingung kenapa laki-laki menikah bersama dengan laki-laki… tapi! Tetsuya Oji-san bilang itu adalah hal wajar, karena mereka saling mencintai!"

"Hm… jadi begitu?"

"Hu'um! Dan nanti, jika aku besar, aku akan mencari seseorang yang seperti Tetsuya Oji-san! Dia manis dan sangat imut! Dia juga baik! Dan dan dan Tetsuya Oji-san menyayangiku ssu!"

"Hahaha, kau sepertinya tidak akan 'mencari seseorang yang seperti Tetsuya Oji-san', karena sepertinya Ryouta menyukai Tetsuya Oji-san, bukan begitu?"

Ryouta menunduk, ada semburat kemerahan di wajahnya, dan dengan suara kecil dia menjawab pertanyaan dari paman barunya.

"Um… mu—mungkin Sei Oji-san benar… ta—tapi… Tetsuya Oji-san hanya menyukai Uncle Taiga… bahkan ketika mereka masih tinggal di Amerika ssu."

Tanpa Ryouta sadari sebuah senyum kecil terukir pada wajah paman barunya, walau mungkin ada kilat penuh luka bersarang pada kedua manik beda warna milik Seijuurou. Tangan kanannya kembali terulur, menarik tubuh kecil itu untuk duduk pada pangkuannya. Sementara tangan kirinya mulai bergerak untuk membelai helaian pirang manis yang kini berada di pangkuan.

"Hm… bagaimana jika Ryouta menceritakan tentang dirinya? Oji-san sedikit penasaran, apa Ryouta tidak tinggal di Jepang selama ini?"

"Um… etto… aku tidak tinggal di sini ssuTou-san, Kaacchan Neecchan dan Neecchi… etto, kami semua tinggal di um… California, dan tahun ini Kacchan mengizinkanku untuk berlibur bersama Uncle Taiga dan Tetsuya Oji-san."

"Hm, jadi Ryouta tidak berasal dari sini?"

"Tidak ssu! Tou-san dipindah tugaskan, jadi kami sekeluarga harus tinggal di California. Dulu juga Uncle Taiga tinggal bersama kami, tapi setelah menikah Uncle memutuskan untuk kembali ke Jepang ssu!"

Seijuurou kembali tertawa kecil, walau masih terbilang anak-anak Ryouta bisa menjelaskan semuanya dengan mudah. Ada perasaan bangga ketika tangannya terus bergerak, mengelus helaian demi helaian milik si pirang.

"Begitukah? Lalu, bagaimana dengan sekolahmu?"

"Huft!"

"Hm? Ada apa? Apa sekolah tidak begitu menyenangkan?"

Kembali kedua pipi gembul itu membesar, mendongakkan kepalanya, Rytouta menatap Seijuurpu dengan wajah cemberut khasnya.

"Sejak tadi, Sei Oji-san terus bertanya ssu! Padahal… aku juga ingin tahu tentang Sei Oji-san!"

"Hahaha, memang apa yang ingin kau ketahui, eh?"

"Um… Sei Oji-san tinggal sendiri ssu?"

"Um… rahasia."

"Ugh— apa Sei Oji-san sudah memiliki seorang anak?"

"Itu juga rahasia."

"Ugh— mou! Sei Oji-san curang ssu!"

Tempat itu seketika dipenuhi tawa dari yang lebih tua dan geraman penuh kekesalan milik si kecil pirang. Hari ini adalah hari yang menyenangkan bagi Ryouta, bertemu dengan seorang paman baik hati dan 'misterius' dia belajar beberapa hal darinya kelembutan dan perlakuan penuh kasih adalah apa yang telah Ryouta dapatkan hari ini. Dan ada satu hal yang sangat dia sukai dari paman Seijuurou, itu adalah sentuhan penuh dengan kelembutan dari paman Seijuurou.

"Um… kalau begitu, apa besok Sei Oji-san akan ke sini lagi ssu?"

"Hm… entahlah, mungkin ya, mungkin juga tidak."

Sepertinya membuat Ryouta cemberut, menggembungkan pipi dan memasang ekspresi menggemaskan adalah hal baru yang akan menjadi hobi Seijuurou.

"Hufft! Kalau begitu aku tidak peduli ssu! Oji-san datang atau tidak, aku akan ke sini dan bermain sendirian! Walau aku ingin bermain dengan Sei Oji-san…"

"Kalau begitu, baiklah."

"Um? Hontou?!"

"Hontou ni."

"Yakusoku?"

Senyum milik Seijuurou sekali lagi terkembang, tangan kanannya kini beralih dan meraih jari-jemari kanan milik Ryouta, menautkan jari kelingking mereka, dan mengayunkannya beberapa kali.

"Yakusoku."

oOo

"Tadaima ssu~"

"KAU TERLAMBAT RYOUTA!"

"Taiga-kun, tolong kecilkan suaramu. Okaeri Ryouta-kun."

Hal pertama yang menyambut kepulangan si pirang kecil adalah potret sang paman yang berdecak pinggang dengan penuh kedutan kemarahan pada wajahnya. Ryouta memang salah karena pulang terlalu larut untuk ukuran anak berusia delapan tahun, tapi disisi lain dirinya juga tidak menyukai ketika uncle kesayangannya itu berteriak bagai singa yang siap menerkam. Ryouta yakin itu terlihat mengerikan baginya.

"But… I'm not too late for dinner, Uncle."

"O-M-A-E—"

"Taiga-kun, yamete kudasai. Lalu, Ryouta-kun kau tidak terlambat untuk makan malam tapi,"

Belum sempat uncle kesayangan menyelesaikan kalimatnya, paman biru itu sukses memotongnya, berjongkok tepat di depan Ryouta, dan mulai mengelus helaian pirang milik pirang, dia benar-benar paman yang sangat pengertian, salah satu alasan kuat kenapa Ryouta menyukainya.

"kau harus mandi sebelum makan malam, kau mengerti?"

"Haaa'i~ ssu!"

Segera setelah menjawab pertanyaan itu Ryouta melepas kedua sepatu dan berlari menuju kamar mandi. Sementara Tetsuya sibuk membereskan kekacauan yang ada, Taiga hanya menatap sang 'istri' seakan memberikan protes atas sikap 'terlalu memanjakan' milik Tetsuya.

"Dia hanya anak-anak, Taiga-kun. Jangan terlalu keras padanya."

Dan seakan mengerti, Tetsuya segera memberikan kalimat favoritnya, serta kembali mengingatkan Taiga untuk menyiapkan makan malam mereka. Kehadiran si pirang kecil itu memang suatu kesenangan untuk keluarga kecil mereka, setidaknya untuk Tetsuya yang nyatanya memang menyukai anak-anak.

oOo

"Jadi bagaimana dengan penjelajahanmu hari ini, Ryouta-kun?"

Ryouta yang sedari tadi sibuk menyisihkan beberapa sayur yang kini sudah tidak memiliki bentuk yang jelas sukses berhenti, dan menatap penuh tanda tanya pada paman biru di depannya. Selang lima detik kemudian raut cerah bak matahari kembali tergambar pada si pirang. Dia akan menceritakan semua hal yang dia temukan hari ini, tentu saja tidak termasuk hutan dan sungainya.

"Um! Itu menyenangkan ssu! Apalagi aku juga bertemu dengan Sei Oji-san!"

"Sei Oji-san?"

Kali ini Taiga-lah yang mempertanyakan siapa itu Sei Oji-san, sepertinya rasa takut dan khawatir akan pelecehan pada anak di bawah umur mulai menghantuinya terlebih ketika mendengar Ryouta menyebutkan bertemu dengan seorang 'Oji-san', itu benar-benar hal buruk untuk Taiga.

"Hu'um! Dia paman aneh yang keren! Dan dia tahu banyak hal ssu!"

"A—aneh?"

Warna pucat menghiasi wajah sang uncle ketika Ryouta memberikan jawabannya. Taiga benar-benar memiliki banyangan tidak enak, berbagai kemungkinan atas satu kata itu berterbangan di dalam kepalanya. Apakah orang itu adalah seorang pedofil yang melakukan hal aneh pada keponakan kesayangannya? Atau mungkin—

"Hu'um ssu! Sei Oji-san benar-benar aneh! Dia mengenakan montsuki di musim panas! Bukankah itu aneh? Karena aku hanya pernah melihat Tou-san mengenakannya ketika tahun baru ssu. Dan ketika Uncle dan Tetsuya Oji-san menikah."

—tapi semua kekhawatiran berlebihannya kini sirna, setelah Ryouta kecil kembali menjelaskan apa definisi aneh tersebut, entah kenapa itu sedikit melegakan untuknya.

"Jadi itu yang Ryouta-kun maksud dengan aneh? Dalam beberapa hal mengenakan montsuki di musim panas tidaklah aneh, Ryouta-kun. Mungkin saja Sei Oji-san adalah salah satu dari keluarga yang mempertahankan tradisionalisme."

"Um… tra—tradi—?"

"Maksudnya keluarga yang masih berpaham pada tradisi, seperti para bangsawan yang mengenakan pakaian adatnya, Ryouta-kun mengerti?"

Entah Ryouta mengerti atau tidak tapi dia hanya bisa mengangguk ketika Tetsuya menjelaskan tentang apa itu 'tradisionalisme', dan senyumlah tipis yang Tetsuya berikan, wajar jika keponakannya tidak mengerti akan hal itu, mengingat dia hanyalah seorang anak kecil. Tangannya terulur dan beralih pada salah satu pipi berisi milik si pirang kecil, mencubitnya perlahan, Tetsuya kembali melanjutkan.

"Kalau Ryouta-kun penasaran, kenapa tidak menanyakannya ketika kalian bertemu lagi nanti?"

"Hu'um! Mochiron ssu!"

"Tapi sebelum itu, Ryouta habiskan sayurmu!"

"EEEEHHHHH?!"

"Atau kau tidak akan pernah diizinkan untuk bertemu dengan Sei Oji-san lagi."

"HEEEEEEEEEEEEE? Uncleeeeeeeeeee!"

oOo

"Hahaha, jadi Uncle Taiga melarangmu keluar rumah jika tidak menghabiskan sayuran yang ada di piringmu?"

"Hu'um… dia curang sekali ssu!"

"Tidakkah Ryouta berpikir bahwa Uncle Taiga hanya terlalu menyayanginya?"

"Um… tapi…."

Seijuurou tersenyum, tangannya beralih dan mulai menyisiri helaian lembut milik si kecil Ryouta. Dia tersenyum lembut pada si pirang kecil. Wajah cemberut milik Ryouta memang imut, dan Seijuurou tidak akan pernah menyangkalnya. Namun sayang ada sesuatu yang berubah pada wajah manis itu, ada satu warna yang menghilang, Seijuurou tahu, dia dapat melihat hal itu, lebih tepatnya hanya dia yang dapat melihatnya, dan jujur dari hati terdalamnya, hal itu akan sangat menyedihkan ketika dirinya harus melihat seluruh warna itu menghilang, nantinya.

"Apa ada sesuatu yang ingin Ryouta tanyakan?"

Ryouta menikmati setiap elusan yang dirinya dapat, dia menyukai setiap jari-jemari itu mengelusnya, rasanya nyaman dan menyenangkan. Sei Oji-san benar-benar seperti sosok seorang ayah untuknya, dan disisi lain dia juga senang mempuyai teman seperti Sei Oji-san. Terlebih ketika dirinya mendengar sebuah pertanyaan yang penuh akan pengertian dari paman bersurai merah itu, seperti tahu apa yang telah dia rencanakan bersama paman biru kesayangan.

"Etto…"

Kedua iris keemasan milik Ryouta menatap lekat pada wajah sang paman barunya. Ada banyak pertanyaan mengenai sosok paman tersebut. Tapi ada satu hal yang benar-benar menggangguya, bukan masalah kenapa Sei Oji-san mengenakan montsuki di musim panas, ataupun apa itu tradisionalisme, pertanyaannya itu lebih pribadi —mungkin. Ryouta menundukkan kepalanya, ragu—takut— akan pertanyaannya yang dirinya akan ucapkan.

"Tidak perlu takut, Oji-san tidak akan marah jika Ryouta menanyakan hal yang aneh. Dan karena Ryouta telah menghabiskan banyak sayur, Oji-san akan menjawabnya dengan sungguh-sungguh kali ini."

Si pirang kecil mengangkat kepalanya, menatap dalam pada manik dwiwarna paman barunya. Apa itu benar? Kedua manik emas itu berusaha mencari kebohongan dibalik kilatan sang paman. Dan hal itu tidak pernah dia temukan. Sejurus setelahnya sebuah cengiran khas terukir di wajah si pirang.

"Ano nee, Sei Oji-san, sebenarnya, kenapa etto… Sei Oji-san memiliki… warna mata yang berbeda ssu?"

Seijuurou membelalakkan matanya, dari sekian banyak pertanyaan, dia tidak pernah menduga pertanyaan itulah yang akan diucapkan oleh si pirang kecil. Bingung adalah apa yang tengah dirasakan oleh Seijuurou, sebenarnya mudah saja jika harus memberikan sebuah jawaban 'palsu' untuk seorang anak, terlebih anak polos seperti Ryouta. Tapi dia telah berjanji untuk menjawab semua pertanyaannya dengan kejujuran, tidak mungkin Seijuurou mengingkari apa yang dia katakana sebelumnya. Sementara, jika dia mengatakan yang sebenarnya, itu hanya akan membuat masalah lain tercipta.

"Sei Oji-san?"

Terlepas dari lamunannya, Seijuurou kembali mengalihkan pandangan pada anak pirang di dalam pangkuannya. Sambil mendongak si pirang kecil itu kini hanya menggumbungkan pipi dan kembali memasang raut merajuk, terlihat jelas bahwa dia ingin mengatakan 'Kau bahkan tidak berniat untuk menjawab pertanyaanku!' dan tentu saja Seijuurou tidak bisa untuk tidak membiarkan tangannya beralih, memberikan sebuah cubitan pelan pada salah satu pipi berisi milik Ryouta.

"Alasan untuk orang-orang, kenapa mereka memiliki warna iris yang berbeda adalah karena kelainan pada gen mereka, tapi jika itu untuk Oji-san, maka itu adalah untuk melihat sesuatu yang tak terlihat."

"Um… melihat sesuatu… yang tak terlihat ssu?"

"Begitulah."

Seijuurou tersenyum, dan Ryouta ketakutan, dua ekspresi yang sungguh kontras. Dengan suara gemetar Ryouta mencoba membuat konfirmasi dengan perkataan paman merahnya barusan.

"Yu—yuurei ka?"

Jawaban yang sungguh menggelikan untuk didengar oleh seorang Seijuurou, tapi dia juga tidak bisa menyalahkan bagaimana Ryouta bisa menyimpulkan bahwa hal yang tak terlihat itu sebagai hantu. Karena memang caranya menjelaskanlah yang membuat si pirang kecil itu berpikir demikian.

"Bukan sesuatu seperti itu, tapi sebenarnya Oji-san juga bisa melihat yang seperti itu."

"Be—benar kah?"

"Begitulah."

"U—uso!"

"Uso janai."

Wajah ketakutan semakin jelas pada Ryouta, sementara Seijuurou hanya bisa tersenyum penuh arti. Wajah ketakutan si pirang kecil benar-benar manis, Seijuurou tidak bisa menahan tangannya untuk mencubit pelan salah satu pipi berisi milik si kecil Ryouta.

Dan Seijuurou hanya bisa meringis kecil ketika tahu bahwa satu warna cerah kembali menghilang dari wajah ceria si pirang kecil. Berapa lama lagi ini harus berlangsung? Haruskan dia melihat semua prosesnya? Mengapa takdir begitu kejam padannya, pada mereka. Sungguh sebuah permainan langit yang mengerikan.

"Sei Oji-san… ada apa ssu?"

Seijuurou tidak menjawab, hanya tangannya yang kembali bergerak ke atas helaian surai lembut si pirang kecil, mengacaknya gemas.

oOo

"A-n-a-k-i-t-u— lagi-lagi dia terlambat!"

"Taiga-kun, tenanglah… Ryouta-kun pasti akan kembali sebentar lagi."

"Sudah kuduga! Seharusnya aku tidak pernah mengizinkannya pergi untuk bertemu Sei atau siapalah itu!"

"Taiga-kun, tenanglah."

Bukan hal mudah bagi Tetsuya untuk menenangkan 'suami'-nya, jika hal ini sama seperti ketika mereka berada di sekolah menengah atas beberapa tahun lalu, mungkin itu tidak sulit, dia hanya perlu memukul ulu hati si rambut merah gelap, dan semua 'pun kembali tenang. Tapi kali ini jelas berbeda, terlebih ini menyangkut keponakan kesayangan. Karena nyatanya, Tetsuya juga mengkhawatirkan keponakan manis mereka.

"Dia pikir sudah jam berapa ini?!"

"… Ryouta-kun… di mana dia?"

"Aku akan mencarinya!"

"Taiga-kun, aku ikut denganmu."

oOo

"Ryouta."

"Um…?"

"Sepertinya, cukup sampai di sini saja."

"Ehhh?"

Seijuurou berjongkok, tangan kirinya yang bebes beralih untuk mengacak rambut anak pirang yang tengah protes di depannya.

"Kemarin Sei Oji-san juga cuma mengantarku sampai di sini,"

Ryouta mengeratkan gandengan tangan mereka, kedua pipinya sukses dikembungkan sebagai aksi protes, tidak terima akan keputusan yang sama dari paman merahnya.

"padahal aku ingin memperkenalkan Sei Oji-san pada Uncle Taiga dan Tetsuya Oji-san, Uncle Taiga pasti senang kalau bertemu dengan Sei Oji-san!"

"Mungkin lain kali."

"Ehhhhhhhh?!"

Ryouta merajuk, Seijuurou menghela napas pelan. Genggaman anak itu kini murni berubah menjadi cengkraman kuat, si pirang kecil benar-benar tidak mau melepaskan paman merahnya.

"Ryouta…"

Seijuurou menatap penuh pada anak di depannya, kembali kilatan penuh luka menghampiri manik dwiwarna miliknya. Warna itu, si pirang kecil telah kehilangan dua warnanya. Seijuurou dapat mendengar langkah kaki yang mendekat, dan sebelum langkah-langkah itu datang lebih dekat, Seijuurou segera mencium kening milik si kecil Ryouta. Menentang takdir langit dengan berani ia memberikan satu warna penyelamat untuk si pirang kecil.

Setelah ini, akankah semuanya baik-baik saja?

Untuk beberapa saat Ryouta kecil hanya bisa membeku, bukan karena dia tidak pernah mendapatkan kecupan pada keningnya, hanya saja semua itu begitu mendadak, ini bukan waktunya untuk tidur bukan? Akibat kaget yang dia alami, kini cengkraman yang dia berikan sukses terlepas. Sebagai gantinya Ryouta kecil dapat merasakan cubitan pada pipi kirinya, berasal dari tangan yang barusan berada dalam cengkramannya.

"… kita akan bertemu lagi, sampai jumpa,Ryouta."

oOo

"Di sini kau rupanya!"

Baru saja Ryouta ingin memanggil kembali paman merah yang telah menjauh, sebuah suara sukses mengejutkannya. Dengan gerakan pelan dan penuh ketakutan dia memutar kepala dan menemukan penampakan penuh kemarahan milik Uncle-nya.


To be Continue


A/N: Fiuuuh~ akhirnya saya membuat ini. Awalnya sih pengen dibikin oneshot, tapi karena jadi panjang banget, akhirnya saya pilih twoshot aja. Entah kenapa saya jadi bikin Sei kayak pedofil…/digorok/ Soal kanji Sei, sebenarnya saya kurang ngerti, jadi maaf kalau itu gak sesuai kebenarannya/?/

Oh iya, saya baru nonton Hotarubi no Mori E, dan entah kenapa ada kemiripan di settingnya, kayak hutan sama musim panasnya, saya baru tahu kalau kebetulan itu ternyata agak mengerikan, mengingat saya udah lama banget bikin Bad Omen, dan kayaknya udah jamuran juga gegara kelamaan dianggurin/GAK!/. Tapi katanya sih Hotarubi no Mori E endingnya juga menyedihkan, saya masih belum kelar nontonnya. Harapan saya sih bisa nyelesaiin chapter dua Bad Omen secepatnya, tapi kayaknya mustahil/hiksu/

Nah terakhir, mohon review-nya ya ^^ masukannya juga, saya terima kritik, tapi jangan terlalu pedas(?) kokoro saya gak sekuat itu soalnya ehehehe~