Shingeki no Kyojin milik Isayama Hajime.
Saya meminjamnya tanpa mendapat keuntungan apapun.
Cover bukan milik saya.
.
EreMika ficlet collection.
The Dream of Ours
SATU : Earphone
(c) Leandra Saluja
.
.
Tap. Tap. Tap.
Klik.
"Mikasa, aku datang membawakanmu—" kalimat Eren terputus saat mata hijaunya menangkap sosok Mikasa tengah berbaring nyaman di atas kasur mungilnya. Mata gadis itu tampak terpejam, sepertinya dia tengah tidur dan begitu menikmati alam mimpinya.
Eren mengangkat bahu seraya melepas tarikan napasnya. "Kalau begitu kutaruh di sini saja." Remaja tampan ini lalu meletakkan segelas susu hangat yang memang ia bawakan untuk si gadis ke atas meja.
Setelah itu ia tak langsung pergi begitu saja, Eren menyempatkan diri menatap sosok Mikasa yang tengah terlelap nyenyak. Terlihat earphone berwarna hitam menyumpal kedua telinganya.
Eren mendekat.
"Jika diperhatikan baik-baik, dia memang cantik," ucap Eren dengan sangat jelas. Tak ada rasa khawatir jika Mikasa akan mendengar kalimatnya barusan. Ah, lagipula Mikasa tidak akan mendengarnya mengingat gadis itu masih tidur sambil mendengarkan musik menggunakan earphone—memblokade segala jenis suara lain yang akan masuk ke indra pendengarnya.
"Eh? A—apa yang baru saja kukatakan?" Eren mendadak salah tingkah sendiri, "sepertinya ada yang aneh dengan diriku." Eren kembali menatap wajah pulas Mikasa, kali ini matanya lebih fokus memperhatikan bibir merekah gadis tersebut.
"Baka! Kenapa jantungku malah berdebar begini?!" Eren makin tak bisa menahan perasaan aneh yang mendesak dadanya. Sebelum keadaan semakin memburuk, ia pun memutuskan untuk segera pergi dan menenangkan diri.
"Eren."
DOR!
Segala saraf yang tengah aktif bekerja pada tubuh Eren seketika terhenti paksa saat terdengar ada suara perempuan yang memanggil namanya. Tangannya yang telah menggenggam gagang pintu mendadak kram tak bergerak. Dengan keberanian yang tersisa, Eren pun menoleh ke belakang. "Mikasa...?"
Mata Mikasa tampak segar, tak terlihat seperti orang yang baru bangun dari tidur, tak ada sedikit pun kantuk di sana.
"Kau mendengarku?"
Mikasa mengangguk.
"Tapi di telingamu...?" Eren melirik earphone yang masih terpasang di telinga Mikasa.
"Handphone-ku sudah mati sejak setengah jam lalu," ujar Mikasa datar.
Krik. Krik. Krik.
"Tapi bukannya tadi kau sedang tidur?"
"Aku hanya memejamkan mataku. Aku belum bisa tidur di jam segini."
"Kalau begitu kau harus tidur sekarang!" perintah Eren tegas. "Jangan biasakan tidur terlalu larut malam, nanti kau bisa sakit. Ayah dan ibuku pasti akan marah jika kau sampai sakit."
Mikasa lagi-lagi hanya mengangguk.
"Jangan lupa minum susu yang tadi kubawakan untukmu."
"Terimakasih."
Merasa tak ada lagi hal lain yang harus dilakukannya di sini, Eren pun membuka pintu dan melangkah keluar.
"E—eren."
"Apa lagi?"
Mikasa terlihat gusar, "Aku ..., apa aku ..., menurutmu aku ini ...," Mikasa sulit mengutarakan apa yang ada di benaknya. "Apa aku ini tidak cantik, Eren?"
Eh?
Mata Eren sontak membulat mendengar pertanyaan Mikasa.
BLAM!
Eren segera menutup daun pintu kamar Mikasa. Ia tak ingin gadis tersebut melihat wajahnya yang ia pastikan saat ini tengah memerah semerah tomat segar di kebun sayur ibunya.
"Eren? Kau marah?" tanya Mikasa dari dalam kamarnya.
Eren tak langsung menjawab, sibuk menormalkan kembali keadaan tiap sudut tubuhnya yang tiba-tiba bekerja lebih cepat dari biasanya.
"Eren?"
Eren menarik napas panjang, "Haaahh," lalu melepasnya perlahan. "Mikasa...," panggilnya pelan. Ia masih berdiri di balik pintu kayu yang memisahkan kamar Mikasa dan ruang tengah rumahnya.
"...hmm?" Mikasa menjawab dari dalam kamarnya.
"Kau ..., kau adalah gadis tercantik kedua yang pernah kulihat setelah ibuku."
-fin-
Notes : absurd hahahahaha XD
Tapi lega sih akhirnya bisa lepasin imajinasi saya buat mereka di sini. hehehww :")
Makasih udah mau mampir~!
- Leandra Saluja. 09 Desember 2013
