Free! – Dancing Time, Dish, and Stocking Anarchy
A/N: ARRGGGHHH...! SAYA LAGI STRESS LEVEL DEWAAAA! #sfx: duarrrrr!
UAS beneran bikin gregetan! Nah, puncaknya, saya nggak tahan buat nulis sesuatu untuk menjernihkan pikiran yang terkontaminasi (?) kejenuhan akibat BLANK pas ngerjain sebundelan soal matematika, PKn, dan sejarah IPA. Sekali lagi, gue tegaskan, FANFIC INI LAHIR AKIBAT KETIDAKWARASAN AUTHOR, jadi maaf banget kalo ada yang nyeleneh dan aneh bin aneh saibun (?)
Disclaimer: I didn't own Free! But this story is mine. Hohohohoho...
Warning: perverted/fetishist!Makoto, ecchi/lime, bahasa kasar, komedi abal-garing-kriuk, yaoi. Mohon maaf dengan sentilan beberapa pihak di fic ini...
Makoto berjalan menuju rumah Haruka dengan menenteng laptop dan chargernya. Hari ini mereka berdua akan mengadakan latihan modern dance untuk perlombaan modern dance antar SMA se-region Iwatobi. Benar-benar saat yang tepat. Cuaca yang mendukung, nggak ada hujan celana dalam cewek berenda yang bisa membuat lelaki lupa diri (bahkan meski digebukin berkali-kali).
Pokoknya, hari ini benar-benar cihui abisssss...
Dan Makoto tampak senang dengan rencana latihannya bareng Haruka. Meski suhu udara hari ini cukup menusuk, namun mungkin bisa diatasi waktu melakukan dance nanti. Hitung-hitung olahraga, 'kan?
Dan sampailah ia di sebuah rumah bergaya Jepang tradisional milik Haruka. Ketika pemuda bongsor itu memasuki halaman rumah Haruka, hidungnya menangkap bau harum. Bau itu sontak membuat perutnya berkeruyuk kelaparan. Ia ingat kalau dirinya belum makan siang. Mungkin Haruka sedang memasak. Namun, ia jadi sangsi untuk makan di rumah Haruka. Bukannya ngejaga gengsi, tapi ia bosan karena Haruka selalu memasak ikan makarel untuk menu makanannya. SELALU, sampai-sampai imaji liar Makoto membayangkan Haruka akan bertransformasi menjadi ikan makarel raksasa yang kemudian menyantap seluruh penghuni Iwatobi... dan Bikini Bottom.
Tunggu, itu lain cerita.
Merasa kalau Haruka terlalu sibuk untuk sekedar membuka pintu, Makoto pun masuk lewat pintu belakang. Untuk soal ini ia nggak terlalu gengsi atau takut dikira maling bahkan penguntit, karena toh Haruka tak keberatan. Mereka 'kan sudah bersahabat sejak masih bocah yang suka meler dan berbau kencur (meskipun gue nggak yakin ada kencur di Jepang). Wajar, dong.
Seperti yang sudah diduga, Haruka ada di dapur. Penampilannya tampak seperti koki amatir di salah satu program kompetisi memasak di TV dengan celemek biru dan sibuk memainkan teflon, membolak-balik ikan dengan sentuhan akrobat.
Asik, deh...
Tapi, kekecewaan muncul di raut muka Makoto, karena ternyata Haruka (lagi-lagi) memasak makarel. Ugh, kalau begini mending ia makan di rumah duluan dan telat sedikit daripada makan makarel terus-terusan. Perutnya juga bisa berdemonstrasi akibat tidak diberi asupan yang lebih beraneka, rewelnya melebihi anak yang masih cengeng-cengengnya. Parah, deh.
"Haru-chan, makarel lagi?" Makoto bertanya pelan pada pemuda bersurai hitam yang sibuk mengoleskan saus steak di atas ikan yang dimasaknya.
"Nggak usah sok imut, deh," Haruka sebal setengah mampus kalau sudah dipanggil dengan embel-embel '-chan', kesannya terlalu 'cewek' dan merendahkan harga dirinya sebagai cowok macho. "Kalo bosen, ya, terserah lo."
JLEB! Senjata pembunuh milik Haruka adalah lidahnya yang setajam pisau dapur. Benar-benar sukses bikin Makoto tersenyum kecut kayak abis nelen segelas air jeruk nipis tanpa tambahan apapun.
"Tapi kali ini gue nyoba varian baru. Steak makarel. Gimana?" Haruka balik bertanya.
Varian? Ceilah, bahasa lo... Makoto nyengir kuda, sarkastik. Tetap aja bahan dasarnya ikan, geblek... Tapi Makoto tak berani berkata demikian. Bisa-bisa kena serangan teflon bertenaga kuda dan pulangnya mesti ngesot turun tangga. Kalau ini jadi film, judulnya 'Legend of Makoto: Ikemen Ngesot'.
Oke, kembali ke topik.
Mata Makoto menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya. Haruka memakai stocking berwarna hitam yang menutupi kakinya sampai setengah pahanya. Naluri bejat Makoto muncul. Sejak dulu, diam-diam Makoto memiliki fetish terhadap stocking. Dia seringkali gugup begitu melihat kaki ber-stocking yang menutupi kaki sampai sebagian paha.
Haruka merasa ada yang tak beres. Ia pun mendapati Makoto yang ngos-ngosan tak jelas dan mendesah, seperti habis lari marathon keliling Jepang. "Lo kenapa, Makoto?"
Makoto langsung sadar kembali. "Ah... Nggak! Nggak apa-apa. Cuma...," Makoto menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Tumben pake stocking?"
"Oh. Cuaca hari ini dingin, sih. Gue nggak mau kaki gue mati rasa pas latihan dance nanti," jawab Haruka enteng. "Ngomong-ngomong, serius nih, lo nggak mau makan di sini?"
"Nggak usah...," Makoto menggeleng, daripada overdosis makarel. "Maunya makan... lo."
Haruka cengok. "Hah?"
"GUE. KEPINGIN. MAKAN. ELO."
Empat kata tersebut membuat Haruka terkejut bukan kepalang. Sebelum Haruka sempat berpikir apa yang terjadi, Makoto sudah meraup bibirnya dengan ganas. Lidahnya menjelajahi rongga mulut Haruka, membuat pemuda bermata biru safir itu tak nyaman dan langsung mendorong Makoto.
"Hah... hah...," Haruka mengambil napas dengan terengah-engah. "Apa-apaan lo?!"
"Maksud gue itu," Makoto tersenyum nakal. "Tapi sebelum lo gue 'santap', lo harus mau nurutin perintah gue. Atau gue bakal langsung 'makan' lo dengan kasar. Gimana?"
BUAAAGGGHHHH! Haruka memberi hadiah kepada Makoto berupa upper cut yang langsung membuat Makoto terjengkang di lantai.
"Lo kira gue apa, heh? Perek lo, gitu? Sori aja, ya!" Haruka sewot, mukanya memanas. Ucapannya juga makin kasar. Namun, dalam hatinya ia memikirkan jika Makoto akan menerkamnya dengan kasar. Tak disangka, sahabat baiknya yang dikenal lembut bisa seliar ini.
"Berarti lo minta gue makan secara paksa, dong?" Makoto menyeringai.
Ukh, skak mat, dah! Haruka ketar-ketir, terpaksa. "Oke. Apa yang lo mau?"
Haruka benar-benar malu berat sekarang, karena dia kini menghadap Makoto dalam kondisi tanpa busana, memakai celemek berenda milik ibunya, dan memakai stocking hitam yang membuat Makoto tergila-gila. Ini benar-benar penghinaan level akut. Makoto, gue bunuh lo nanti! Haruka mengumpat dalam hati.
"Fufufu... seksi...," Makoto bersiul. "Nah, sekarang gue bakal muter musik. Dan lo mesti striptease di depan gue."
APA-APAAN, NEH?! Haruka benar-benar ingin membunuh Makoto sekarang. Udah bikin dia kesiksa akibat udara dingin yang menerpa kulit, sekarang mesti striptease di depannya?! Buset, dah. Ingin rasanya ia mencoret-coret muka Makoto dengan saus steak-nya dan memanggangnya di teflon, biar jadi 'Steak Makoto Saus Lada Hitam' yang bikin dia meraih hadiah Nobel... Tunggu, itu mah bukan buat masakan, goblok.
"Ayo!" Makoto sudah menyetel lagu Sexy and I Know It-nya LMFAO. Lagu yang benar-benar cocok dengan kondisi Haruka saat ini (dan sukses bikin gue mesti nyetok darah dari PMI).
Sial. Haruka pun melakukan striptease sebisanya, menggerakan tubuhnya seerotis mungkin. Makoto makin bernafsu saat Haruka menggerakkan kakinya dengan sensual, sukses membuat daerah privasinya aktif.
"Haru... Haruka...," Makoto kini menggamit tungkai Haruka, mencium bagian dalam pahanya perlahan dan menggigit stocking-nya. Haruka menggeliat tak nyaman. Musik terus mengalun, membuat suasana makin panas.
"Ukh... Mako, Makoto...," Haruka berusaha menyingkir. Namun, tubuhnya seolah menginginkan perlakuan lebih dari Makoto. Gawat, kalau begini, bisa berbahaya!
"Jangan ragu-ragu. Keluarkan aja suara lo," Makoto tersenyum sembari menelusupkan kepalanya ke balik celemek Haruka dan mencium area pribadinya dengan sensual.
"AAAAAKKKKHHHH! SIALAN, LO, PAUS BEJAT!" Haruka mengumpat. Lengannya menarik helaian rambut Makoto yang kini mempermainkan daerah terlarangnya yang belum pernah dijamah dengan liar oleh siapapun selain dirinya sendiri. Makoto tak peduli. Permainan ini semakin nikmat, dan Makoto tak sudi melewatkannya barang sedetikpun.
Benar-benar paus nggak tau malu.
Makoto pun mendekatkan wajahnya dengan wajah Haruka yang memerah karena malu. Matanya setengah terpejam, makin terlihat seksi. Kembali bibir Haruka dikulum oleh Makoto. Tangan kanannya bergerilya dengan dada Haruka dan memelintir tonjolan cokelat kemerahan di dadanya. Tangan kirinya mempermainkan bagian privasi Haruka yang sudah sangat mengeras. Suasana bak syuting film porno itu berlangsung sampai 10 menit lebih, hingga Haruka akhirnya menendang Makoto dengan kakinya yang dibalut stocking.
DUESSSHHH! BRAK! BRAK! Makoto menabrak meja dan kepalanya mengeluarkan sedikit darah. Tapi karena nafsu udah bikin otaknya keracunan, rasa sakit itu nggak kerasa sama sekali.
"Bajingan, lo!" Haruka dilanda amarah, mukanya semakin memerah.
Makoto tersenyum mesum. "Makasih, Haru. Tendangan lo bener-bener nikmat."
CTEK! Perempatan muncul di dahi Haruka. Dihajarnya Makoto dengan piring berisi steak makarel buatannya sampai badan cowok bongsor itu berlepotan saus dan berbau amis ikan. Belum cukup sampai disitu...
DUAK! DESHHH!
Haruka memberi jackpot kepada Makoto berupa tendangan beruntun. Bukannya kesakitan, Makoto justru semakin sumringah.
"Haruka!" Makoto melepaskan celananya, memperlihatkan daerah privasinya yang sudah menegang dan menunjuknya. "Harusnya tendang di sini, dong! Tendangan stocking berkilau!"
"DASAR SIALAAAAANNNNNN!"
Dan Makoto pun babak belur dihajar Haruka. Fetish terkutuknya membawanya berakhir dengan jalan pincang sepulang dari rumah pemuda bermata biru yang gagal di-'makan'-nya (masih beruntung, ia tidak pulang dalam keadaan ngesot).
END?
