Disclaimer : Characters bukan milikku. Mereka memiliki diri masing-masing, milik Tuhan dan EXO milik SM, tapi Kai milik D.O dan D.O milik semua orang. /dicekik Kai/

Pair : KaiSoo

Length : Chapter(s).

Cast : EXO Member

Genre : Romance. Hurt/Comfort

Warning : Typo(s). Gender switch, OoC, AU. Edited!

DON'T LIKE? DON'T READ!

.

.

My Stalker, My Love

©Shinkyu

.

Do Kyungsoo menurutnya dia adalah gadis yang biasa-biasa saja. Dia anak kedua dari keluarga sederhana, ayahnya pekerja kantoran dan sang ibu hanya ibu rumah tangga. Mempunyai kakak perempuan yang tiga tahun lebih tua darinya.

Dia bukanlah gadis yang sangat baik hati seperti cinderella juga bukanlah seseorang yang berperan sebagai tokoh antagonis di jalan hidupnya. Kyungsoo sama seperti manusia pada umumnya, memiliki hati yang baik namun ego yang cukup besar juga.

Parasnya tak semenawan dewi. Namun, Kyungsoo sedikit berbangga hati karena banyak yang mengatakan kepadanya bahwa ia imut, cantik apa adanya.

Wajahnya yang terlihat babyface membuat teman-temannya iri. Sebenarnya ia tak perduli tapi terkadang hal itu membuat para adik kelas kenalannya di sekolah tidak pernah memanggilnya dengan embel-embel eonni, nunna atau sunbae. Mereka bahkan berbicara dengan bahasa informal kepadanya. Dasar tidak sopan!

"Kau itu seperti anak SMP. Tidak cocok,"

Alasan mereka menohok hatinya walau begitu Kyungsoo tidak dapat menyangkal. Apa lagi ditambah postur tubuhnya yang mungil, sangat mendukung sekali, bagaikan anak kecil.

Kyungsoo juga bukanlah murid yang pandai hingga bisa sekolah gratis karena beasiswa. Namun dia cukup pintar untuk selalu mendapat ranking sepuluh besar di kelasnya.

Kyungsoo bergabung dengan klub cheerleaders. Namun, bukan pula seseorang yang sangat populer yang berada di piramida tingkat atas. Mungkin dia hanyalah penambah background saja. Karena selalu memandu sorak di barisan paling belakang.

Sekali lagi, Kyungsoo bukanlah gadis istimewa, menurutnya. Tapi menurut seseorang dia memiliki segalanya.

Menurut stalker-nya.

Gadis berambut hitam panjang itu merasa dia bisa gila. Berkali-kali mencoba mencari alasan mengapa dia bisa mempunyai seseorang yang selalu menguntitnya. Tapi dia tidak tahu, Kyungsoo menjadi heran sendiri. Kepalanya buntu.

Ini semua bermula ketika suatu hari Kyungsoo mendapatkan pesan dari sebuah nomor asing.

Hanya pesan singkat berisi satu kata;

'Hai.'

Kyungsoo sih tak ambil pusing, mungkin hanyalah orang iseng. Dia cukup berpengalaman dengan hal ini. Jadi, jalan keluarnya adalah diamkan saja. Toh, siapapun yang mengirimnya pesan tersebut akan lelah dan bosan jika tak pernah ditanggapi.

Waktu terus berlalu dan pesan itu tak kunjung berhenti juga. Kyungsoo telah mencoba mengganti nomor ponselnya beberapa kali. Tapi, entah mengapa 'orang' itu selalu tahu akan hal itu dan kembali mengiriminya pesan ke nomor barunya. Isinya kadang-kadang tidak jelas atau basa-basi berlebihan. Kerap kali Kyungsoo merasa ingin muntah saat membacanya.

Kyungsoo muak sekali dan juga sangat ketakutan apalagi belakangan ini isi pesan itu menjadi lebih menuntut dan berisi komentar kegiatan sehari-hari yang Kyungsoo lakukan.

Bukankah berarti orang itu selalu mengawasinya?

Bulu kuduknya meremang seketika.

.

.

.

Pagi itu cuaca kawasan Seoul cukup cerah sama seperti suasana hatinya. Kyungsoo melangkahkan kaki dengan semangat di koridor. Ia tersenyum lebar menyapa siapapun yang berpapasan dengan ramah. Rambut hitamnya digerai begitu saja, membingkai wajahnya yang menggemaskan. Bando ungu mempermanis penampilannya. Surai lembutnya bergoyang-goyang ketika ia berlari menuju kelas.

Para lelaki yang berjumpa dengannya secara kebetulan—ataupun tidak—ikut tersenyum melihatnya. Mereka mencoba menyapa… sedikit mencari perhatian. Kyungsoo tidak menyadari bahwa dia itu sebenarnya cukup populer dikalangan siswa, sama seperti teman-temannya, Baekhyun dan Luhan hanya saja mereka sudah memiliki namjachinggu. Hanya Kyungsoo yang masih lajang. Kesempatan bagus bukan? Maka dari itu tak akan para lelaki itu sia-siakan.

Kyungsoo melirik jam tangannya. 07:40—oh! Sebentar lagi masuk.

Berniat mempercepat langkah kaki, tiba-tiba tubuhnya menghantam sesuatu yang keras. Gadis itu tersungkur ke belakang. Ia tak memperhatikan jalan hingga menabrak seseorang. Sepertinya seorang lelaki, karena tubuhnya keras dan tenaganya besar juga. Beberapa kertas yang lelaki itu bawa berhamburan di lantai. Retina Kyungsoo membesar kaget, mulutnya membulat imut.

Kyungsoo memproses kejadian yang baru terjadi. Ini terlalu cepat untuknya. Ia membetulkan roknya yang sedikit tersingkap seraya memperhatikan lelaki yang terus menunduk di hadapannya. lelaki itu dengan tangan bergetar memunguti kertas yang sebelumnya ia bawa.

Kyungsoo diam karena penuh rasa bersalah. Ia bergegas berdiri lalu membungkuk dalam, "Mianhamnida, aku tidak sengaja."

"Anniya... tidak apa-apa." jawab lelaki itu dengan suara pelan.

Kyungsoo berinisiatif membantu lelaki itu mengumpulkan kertas.

Beberapa murid yang lewat hanya memperhatikan kemudian pergi begitu saja tanpa ada niatan untuk membantu mereka.

Kyungsoo menyelipkan surainya ke belakang telinga karena cukup mengganggu pandangan. Tanpa sengaja saat mengambil kertas terakhir, tangannya bersentuhan dengan tangan lelaki itu.

"Maaf!" lelaki itu langsung menarik tangannya cepat dan langsung meletakkan tangan itu di depan dada.

Kyungsoo tersenyum kikuk, tidak tahu harus berekspresi seperti apa melihat respon lelaki itu yang berlebihan. Ia serahkan kertas-kertas yang berhasil ia kumpulkan, "Sekali lagi maaf… ini, aku pergi dulu."

"Iya," lelaki itu diam memperhatikan punggung Kyungsoo yang mulai menghilang menaiki anak tangga. Ia tersenyum kecil kemudian kembali berjalan menuju ruang guru sambil memperhatikan tangannya yang tadi bersentuhan dengan Kyungsoo.

Bruk.

Kini lelaki itu tersandung ke depan, sungguh sial sudah dua kali dia jatuh hari ini. Kertas-kertasnya kembali berhamburan. Ia menegadahkan kepalanya untuk melihat kaki siapa yang menghalanginya dan sengaja membuatnya tersandung. Sosok itu tersenyum sinis menatapnya.

"Jangan dekati Kyungsoo lagi!" suaranya terkesan dalam dan menakutkan.

Mata lelaki itu terbelalak, "Tapi—" kerahnya dicengkram oleh sosok itu. Ia meringis kesakitan lehernya tercekik dan ia kesusahan bernapas.

"Dia milikku." bisik sosok itu di telinganya dengan penuh penekanan.

Ia dihempaskan ke lantai yang keras. Sosok itu menginjak-injak kertasnya tanpa perduli.

lelaki itu merintih, memegang lehernya yang memerah. Menatap kepergian sosok itu dengan perasaan campur aduk. Sosok itu berjalan menuju tangga, seperti ingin menyusul Kyungsoo yang sudah pergi lebih dulu.

Kyungsoo merasakan ponselnya bergetar—menandakan sebuah pesan masuk.

From: Stalker gila

Ikat rambutmu! Aku tidak suka. Lainkali kalau jalan lihat kedepan.

"Apa-apaan!?" Kyungsoo menengok kesana-kemari. Mood-nya hancur seketika, dia menghentakan kakinya ke lantai kesal dan langsung berlari menuju kelas, tanpa berniat membalas pesan tersebut.

Dari balik tembok, sepasang mata setajam elang menatapnya lekat. Terus memperhatikan gerak-gerik Kyungsoo yang menggemaskan dengan bibir yang terangkat membentuk senyuman.

Baekhyun mengerenyit melihat Kyungsoo cemberut memasuki kelas. Kyungsoo menghampirinya dan meletakkan tasnya asal.

"Kenapa kau?" tanya Baekhyun menatap penasaran Kyungsoo yang sudah duduk di sebelahnya.

Kyungsoo menggeleng malas menjelaskan.

"Biarku tebak... stalker lagi?"

"Hm..." gadis itu memandang sendu sahabatnya—Baekhyun. Hanya dia dan eonninya—Lay—yang tahu masalah mengenai stalker itu. "Bagaimana ini? Aku takut."

Baekhyun menghela napas. Ia beringsut memeluk tubuh Kyungsoo berusaha menenangkannya.

"Gwenchana, Kyungie. Ada aku."

.

.

.

Baekhyun dan Kyungsoo merapikan buku-buku mereka setelah sonsaengnim keluar kelas untuk istirahat. Murid-murid berhamburan keluar karena penat dan juga lapar. Mereka pun akan melakukan hal yang sama jika saja Baekhyun tidak lelet.

"Ayo, Bekkie. Lama sekali!" omel Kyungsoo yang sudah selesai merapikan mejanya. Mereka berniat ke kelas Luhan lebih dulu lalu ke kantin bersama karena mereka dan Luhan berbeda kelas.

"Tunggu..." ujar Baekhyun sedikit merengek, "Oke, kajja," lanjutnya setelah memasukkan buku terakhir ke dalam tas.

Seperti biasa kantin tampak ramai oleh celotehan murid-murid. Meja-meja pun hampir penuh. Kyungsoo, Baekhyun dan Luhan menghampiri meja dan tiga bangku di pojok yang masih kosong.

"Luhan kau saja yang pesan makanan. Kami tunggu di sini." Baekhyun memerintah seenaknya dan langsung duduk disalah satu kursi bagaikan seorang bos besar.

"Kenapa aku?" protes Luhan kesal.

"Karena tadi kami lama menunggumu." Baekhyun menjawab datar diikuti anggukan semangat oleh Kyungsoo.

Gadis cantik dengan mata cemerlang itu menggerutu tapi tetap mengiyakan. "Kalian mau pesan apa?"

"Aku sama sepertimu saja."

"Aku juga" Kyungsoo ikut-ikutan.

"Arraseo... tunggu." Luhan berjalan dengan malas memesan makanan untuknya dan kedua temannya yang menyebalkan.

Setelah Luhan pergi tidak ada yang memulai percakapan. Baekhyun sibuk dengan ponselnya. chattingan dengan namjachingu-nya—Chanyeol. Sedangkan Kyungsoo hanya diam memperhatikan meja dengan pandangan kosong.

Gadis dengan surai coklat tua itu melirik sahabatnya, mulai risih dengan keheningan ini. Ia memasukan ponselnya ke dalam saku blazer sebelum menopang dagu menatap Kyungsoo prihatin.

"Kyungie... apa kau kepikiran stalker itu?" tanyanya membuat Kyungsoo menoleh kaget. Namun gadis itu tak menjawab ia mengalihkan kembali sorotnya ke depan. Memperhatikan kumpulan gadis-gadis lain di seberang meja yang tengah bercanda riang tanpa beban.

Padahal banyak orang lain yang tentunya lebih cantik dan menarik tapi mengapa harus dia?

"Sepertinya kau harus mempunyai namjachingu, yang dapat menjagamu." Baekhyun memberi solusi.

"Entahlah."

Kyungsoo tidak mau memanfaatkan orang lain untuk kepentingannya sendiri.

"Tapi Kyungsoo, punya stalker itu menyeramkan, aku sering lihat di film-film, mereka sangat berbahaya."

Dalam hati Kyungsoo juga cemas akan dirinya sendiri. Ia memutar otak memikirkan jalan keluar lain. "Bagaimana kalau aku menyewa seorang bodyguard?" tanya Kyungsoo, berkedip polos.

Baekhyun memekik mendramatisir, "Itu berlebihan! Seperti anak Presiden saja, lagipula akan mencolok sekali. Lalu bagaimana dengan bayarannya? Memang uang jajanmu berapa hah?"

Baekhyun memang terkadang menyebalkan. Tapi perkataannya betul juga.

Ponsel di saku Kyungsoo bergetar menghentikan perbincangan mereka. Dengan jantung berdentum keras Kyungsoo membuka pesan masuk secara perlahan.

"Siapa? Siapa?" Baekhyun bertanya. Merapatkan bangkunya dengan bangku Kyungsoo. Melihat pesan masuk bersama.

From: Stalker gila

Aku melihatmu dari bangkuku. Kau sangat manis, Babysoo. Makan yang banyak ya!

"Omona! Kyungie..." Baekhyun memekik tertahan, segera membekap mulutnya sendiri. ia melirik kesana-kemari dengan sorot ketakutan.

Kyungsoo sendiri wajahnya sudah pucat pasi. Ia menyandarkan kepalanya pada meja kantin—frustasi.

"Sepertinya kau harus memikirkan saranku tadi Kyungsoo..." gumam Baekhyun turut prihatin.

Kyungsoo menatap Baekhyun ragu sebelum menghela napas, 'Apa boleh buat' pikirnya, "...baiklah"

"Apa?"

Kyungsoo mendelik sebal, "Aku akan mencari namjachingu."

Baekhyun tertawa senang—ia segera diam setelah mendapat hadiah deathglare mematikan dari Kyungsoo.

Baekhyun berdehem sebelum bicara, "...jadi, apa kau punya calon?" dia bertanya mulai serius.

"Ha?"

Baekhyun memutar bola matanya, "Begini, apa kau punya seseorang yang kau sukai?" tanya Baekhyun lebih spesifik sambil berkedip menggoda Kyungsoo.

Detik itu juga pipi Kyungsoo merona bagai buah peach. Manis sekali. Ia buang muka, malu. "Obseo." ujarnya setengah berbisik.

"Ei, kotjimal."

"Ada apa ini?" Luhan datang dengan membawa nampan berisi makanan mereka. Ia segera duduk lalu memberi isyarat pada Baekhyun—menanyakan kenapa Kyungsoo tersipu begitu.

"Uri Kyungsoo akan mencari namjachingu..." Baekhyun mengangkat alisnya menatap jahil ke arah Kyungsoo.

"Jinjja? Kyungsoo?!" Luhan bertanya antusias dengan mata berbinar-binar.

"Hmm"

Luhan pura-pura terisak, "Akhirnya kau berniat pacaran juga..." Luhan dan Baekhyun tidak bisa menahan tawa cekikikan mereka. Diantara mereka memang hanya Kyungsoo yang paling anti soal masalah lelaki. Dia bahkan tak pernah menerima pernyataan cinta.

"Yak!"

.

.

Pelajaran sekolah telah usai. Beberapa murid yang tidak memiliki kegiatan lain langsung pulang. Namun, sebagian memilih mengikuti kegiatan klub yang mereka ambil.

Saat ini matahari memancarkan cahayanya tanpa ampun—terik sekali. Bulir-bulir keringat menetes dari dahi Kyungsoo, walaupun ia memakai seragam cheerleaders yang cukup terbuka tetap saja kegerahan. Klub cheerleaders tengah berlatih menggunakan pom-pom di lapangan sekolah. Gedung olahraga mereka sedang digunakan oleh klub basket.

Kyungsoo meneguk air mineral yang ia bawa. Matanya bergerilya memperhatikan teman-temannya yang sedang istirahat. Ia melirik Baekhyun yang sibuk mengipas-ngipas wajahnya yang sudah memerah karena panas.

Kyungsoo dan Baekhyun mengambil klub yang sama yaitu cheerleaders dan vocal sedangkan Luhan, hanya vocal. Kyungsoo menghampiri Baekhyun lalu mengambil tempat duduk di sebelahnya. Mereka mengobrol sambil sesekali tertawa bersama.

Ponsel di pangkuan Kyungsoo bergetar. Ikon amplop menghiasi layar. Jari-jari Kyungsoo bergerak membuka pesan masuk.

From: Stalker gila

Rokmu terlalu pendek. Apa-apaan itu? ! Kau mau pamer, hah?!

Kyungsoo menelan salivanya susah payah. Ia memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Memang banyak lelaki yang menonton tim cheerleaders berlatih saat ini. Mungkin stalker itu salah satu dari mereka?

"Waeyo, Soo?" tanya Baekhyun heran. Kyungsoo segera memberikan ponselnya tanpa bicara. Baekhyun segera membaca pesan masuk tersebut dengan ekspresi was-was.

Baekhyun mendengus setelah selesai membacanya. Ia mulai muak sekarang. Kasihan sahabatnya, dia pasti tertekan. Baekhyun memberikan ponsel Kyungsoo dalam diam. Pikirannya berkecamuk. Sama seperti Kyungsoo, ia pun hanya bungkam. Tak tahu harus bagaimana lagi. Hingga panggilan dari Tiffany- sunbae ketua klub cheerleaders membuyarkan lamunan kedua gadis itu.

Mereka kembali latihan dengan perasaan tak menentu.

.

.

.

Senja telah tiba. Sang mentari akan pergi ke arah barat. Burung-burung berterbangan menuju sarang. Gemericik air sungai menjadi suara yang menenangkan bagi kedua gadis yang tengah berjalan pulang bersama.

"Aku rasa kau harus punya namjachingu yang cukup berpengaruh di sekolah," Baekhyun memecah keheningan. Ia menatap sepatunya sebelum beralih pada Kyungsoo yang sedari tadi terus diam di sebelahnya. Jika dilihat dari pesan-pesan dari sang Stalker yang Kyungsoo dapatkan dapat Baekhyun tebak jika Stalker tersebut juga seorang murid seperti mereka karena Stalker tersebut tahu setiap kegiatan Kyungsoo di sekolah karena akan sulit bagi orang luar untuk masuk ke sekolah mereka.

"Begitu?" tanya Kyungsoo lirih, "Apa ada yang menyukaiku?" lanjutnya balik menatap Baekhyun ragu.

"Kau selalu merendah, Kyung. Kau cukup populer. Aku rasa tidaklah sulit untukmu mencari namjachingu... Jika kau mencoba membuka hatimu, selama ini kau terlalu menutup diri," ujar Baekhyun menatap langit berwarna oranye. Semilir angin menyapu wajah mereka.

"Bukan begitu..." Kyungsoo ingin mengelak, namun ia terdengar ragu.

Baekhyun melirik Kyungsoo melalui ekor matanya, "Sudahlah... oh! Apa ada salah satu teman Chanyeol yang membuatmu tertarik? Nanti aku akan bicara pada Chanyeol agar menjodohkanmu dengan temannya"

Kyungsoo menggaruk pipinya bimbang.

"Bagaimana dengan Kai?"

Kyungsoo seperti tersedak saliva-nya sendiri. Ia berdehem sebelum menjawab. "...maksudmu, Jongin?"

Jongin. Kim Jongin seorang lelaki yang masih di tingkat satu yang berhasil menarik perhatiannya. Berhasil membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama, ketika mereka pertama kali bertemu. Waktu itu Sehun kekasih Luhan mengenalkannya dengan Jongin. lelaki berkulit tan dengan paras tampan. Kyungsoo hanya bisa terpaku seperti orang bodoh, menatap mata elang Jongin dalam.

Tapi, perasaannya harus Kyungsoo kubur dalam-dalam karena Ia merasa tak pantas bersama Jongin. Jongin sangat populer, mahir dalam dance dan ia juga merupakan cucu dari pemilik sekolah.

Walaupun begitu Kyungsoo diam-diam tetap berusaha keras agar Jongin melihatnya. Maka dari itu dia megikuti Baekhyun untuk masuk klub cheerleaders.

Kyungsoo menutup diri dari semua lelaki yang mendekatinya. Karena ia terlalu berharap pada Jongin... tapi Jongin sendiri hanya bersikap biasa padanya.

Sorot mata Kyungsoo berubah sendu. Pandangannya tak fokus ke depan. "... mollayo..."

"Wae? Eh ada apa dengan wajahmu?" Baekhyun menangkap mimik putus asa dari wajah Kyungsoo.

"Aniyaa..." gadis berambut hitam itu tertawa dipaksakan membuat Baekhyun mengerenyit lalu mengedikkan bahu acuh.

"Kai itu baik, Kyungie... aku rasa dia tertarik padamu."

Kyungsoo mendengus mendengarnya. "Lelucon macam apa itu?"

"Aish, aku serius. Saat kau tak ada dia selalu cerewet menanyakan keberadaanmu, Kai bilang kau adalah tipenya dan dia itu aneh jika ada dirimu, aku rasa dia punya dua kepribadian." jelas Baekhyun panjang lebar sambil memperhatikan seorang anak yang berjalan bersama ibunya di depan mereka.

Kyungsoo cukup tertarik akan pembicaraan ini, ia tidak tahu jika Kai bersikap seperti itu, apa selama ini dia tidak peka?

"Aneh bagaimana?"

"Kalau tidak ada kau... dia itu kekanakan tidak jauh seperti Sehun. Tapi jika kau ada dia itu sok pendiam… Umm, Seharusnya aku tak mengatakan ini..." Baekhyun menghela napas membuat Kyungsoo semakin penasaran.

"Apa? Cepat katakan!" pekiknya tak sabaran.

"Tapi kau tidak boleh mengatakannya pada siapapun. Ini rahasia, aku sendiri tak sengaja mendengarnya. saat Chanyeol, berbicara lewat telepon dengan Kai."

"Oke, aku janji." Kyungsoo semakin penasaran. Ia mengangguk antusias.

"Dulu kita pernah jalan-jalan ke mall bersama. Aku, kau, Chanyeol, Kai, Luhan dan Sehun. Kau ingat?"

Kyungsoo mengangguk. Bagaimana ia bisa lupa. Hari di mana bisa jalan-jalan bersama orang yang ia sukai. Sekaligus hari yang sangat memalukan untuknya.

"Saat itu kan ada anak kelas sebelah menabrakmu dan gelas minuman yang ia bawa membasahi bajumu. Rokmu tersingkap membuat celana dalam strawberry yang kau kenakan kelihatan. Kau menangis karena banyak orang yang melihat itu." Baekhyun terkikik mengingatnya. Kyungsoo sangat konyol waktu itu.

"YA! Sudah jangan diungkit lagi."

Baekhyun mencubit pipi Kyungsoo yang memerah bagai tomat.

Hari itu yang membuat Kyungsoo menangis bukanlah ia yang diperhatikan seisi mall tapi lebih karena. Ia malu dipermalukan di depan Jongin.

"Arra... Setelah itu kau tidak masuk sekolah kan? Karena demam."

Kyungsoo bergumam mengiyakan, "Terus kenapa?"

Baekhyun mendesis sebal. "Diam dulu, aku belum selesai."

"Oh. Mian... mian." Kyungsoo nyengir.

"Saat kau tidak masuk sekolah. Anak yang menabrakmu juga sama. Dia masuk rumah sakit. Setelah dihajar Jongin."

"MWO?!"

Gadis bermata sipit itu mengusap kedua telinganya ia mendelik ke arah Kyungsoo, "YA! Jangan berteriak padaku."

Kyungsoo kembali bergumam minta maaf.

"Tanpa sepengetahuan kita, Jongin menghajar anak itu habis-habisan sepulang dari mall. Apa kau tak menyadarinya? Anak itukan sudah pindah sekolah."

"Woh... Jeogmalyo? Pantas saja aku tidak pernah lihat dia lagi."

"Itu bukti, kalau Jongin sangat perhatian padamu... Walau dilakukan diam-diam dan dengan caranya yang berlebihan"

Mulut Kyungsoo terkatup rapat. Ia bingung harus senang atau bagaimana.

"Kai itu punya maksud baik, dia juga sangat kuat. Pasti stalker itu takut padanya, aku akan berusaha mendekatkanmu dengannya, oke?" senyum tulus terukir di wajah manis milik Baekhyun.

Kyungsoo balas tersenyum merasa tersentuh akan kepedulian Baekhyun. " Gomapta, Baekhyun-ah"

Jadi... Setelah ini semua bisakah ia berharap. Bahwa Kai juga mempunyai perasaan yang sama kepadanya?

Persimpangan jalan terlihat di depan mata kedua sahabat itu. Mereka melambai ceria sebelum berpisah karena dari sana arah rumah mereka berbeda.

Kyungsoo menendang kerikil di depannya. Dalam hati gadis itu menduga-duga dan setengah berharap. Kai juga mencintainya. Ia menghela napas lalu melirik pasangan kekasih yang menyeberang dengan bergandengan tangan.

Kapan dia bisa seperti itu?

Kapan ada yang mengisi ronga kosong di jari-jarinya... dengan pandangan sendu Kyungsoo menatap jemarinya sendiri seraya tersenyum pahit.

Ponselnya bergetar. Memberikan sensasi tersendiri bagi hati Kyungsoo. Ia was-was, jikalau ternyata orang sama yang mengirimi sms.

From: Stalker gila

Kau kenapa...apa sakit? Lalu kenapa kau memperhatikan jarimu seperti itu? Jangan membuatku cemas.

Tuhan... stalker itu ada disekitarnya saat ini, eothoke?

Kyungsoo ketakutan ia berlari sekencang mungkin. Napasnya memburu, dadanya mulai sesak karena larinya. Bibirnya tertarik membentuk senyum lega—melihat rumahnya di depan mata.

Gadis imut itu secepatnya membuka gerbang rumahnya dan melesat menuju pintu masuk. Ia langsung mengunci pintu depan dengan dua kali putaran.

Kakinya lemas. Kyungsoo merosot begitu saja. Kepalanya menyandar lelah pada pintu kayu yang dingin. Napasnya berhembus tak beraturan.

Setidaknya ia cukup lega saat ini. Kyungsoo aman di dalam rumahnya sendiri.

"Kyungsoo? Apa yang kau lakukan di situ?"

Kyungsoo tersentak kaget mendengar suara eonninya. Lamunannya buyar seketika.

"Ayo bangun jangan duduk-duduk di situ," Lay terkikik geli.

Kyungsoo dengan bibir terpout menurut saja.

Lay berinisiatif membantu adiknya. "Ganti bajumu dan bantu aku masak makan malam," Lay memerintah seraya membersihkan debu yang menempel pada seragam Kyungsoo.

"Ne... Eonni," Kyungsoo mengangguk.

Bel rumah mereka berbunyi. Adik dan kakak itu saling melirik. "Kau yang buka." titah Lay kemudian.

"Kenapa aku?" Kyungsoo cemberut.

"Masa kau menyuruhku? Aku kan eonni-mu!"

Kyungsoo cuma bisa mendengus sebal.

Ceklek.

Mata Kyungsoo terbelalak terpantul dalam maniknya sosok Kai tersenyum tipis kepadanya. Lay mengintip dari celah bahu Kyungsoo.

"Anyeong, nunna." suara baritone milik Kai menyadarkan Kyungsoo bahwa ini bukan khayalan. Kai benar-benar berada di hadapannya.

Kyungsoo terbatuk gugup. "A-nyeong Kai. E-mm.. Ada apa?"

"Ini, untukmu." Kai menyerahkan kantong plastik berwarna putih.

Walau diliputi rasa heran Kyungsoo tetap menerimanya. Dia membuka plastik itu dengan penasaran. "...vitamin. Obat?" gumam Kyungsoo pelan membuat Kai tersenyum.

"Untuk apa?" tanya Kyungsoo bingung.

Kai tertawa kecil. "Untuk diminum nunna... Kau kan sakit."

"Hah? Dari mana kau dapat persepsi kalau aku sakit?"

Kai menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Aniya... aku pergi." lelaki berkulit tan itu mengecup pipi chubby milik Kyungsoo secepat kilat lalu berlari kabur sekuat tenaga.

Menyisakan Kyungsoo melongo kaget. Perlahan wajahnya merona hingga ke telinga diikuti jantungnya yang berdentum-dentum keras.

"Aigoo... manisnya. Siapa itu tadi, namjachingumu?" tanya Lay dari balik bahu Kyungsoo. Adiknya tidak menjawab masih terpaku di depan pintu.

"Aku tahu kau senang Kyung... tapi, setidaknya masuk dulu." Lay menertawai adiknya yang polos itu.

Kyungsoo berlari memasuki rumah dengan rona manis yang menghiasi pipinya.

"Eonni, berhenti meledekku!"

Lay tertawa mendengar teriakkan Kyungsoo dari dalam kamar adiknya.

.

.

Malam telah larut tapi Kyungsoo masih sibuk mengerjakan PR-nya. Sedari tadi ponselnya terus bergetar. Sudah Kyungsoo tebak siapa yang mengirim SMS. Tak ia pedulikan. Ia bahkan tak membukanya sama sekali.

Kyungsoo terfokus pada buku sejarah di depannya. Tapi baru beberapa paragraf yang ia baca, ponselnya bergetar lagi. Dengan kesal, Kyungsoo setengah membanting bukunya lalu segera meraup ponsel itu di atas meja rias.

Kyungsoo berniat untuk membongkar paksa ponselnya. Tapi sebelum itu ia cek pesan masuk. Mungkin saja salah satu pesan itu dari sahabatnya.

Pesan paling atas membuat Kyungsoo tercengang. Mulutnya menganga karena shock.

From: Stalker gila

Soo baby kenapa belum tidur?

"HUAAH! EONNI!" Kyungsoo menerjang pintu kamar Lay setelah melempar ponsel naas entah kemana. Ia dobrak pintu malang itu paksa.

"OMO!" Lay memegang dadanya kaget. Tanpa memperdulikan Lay, Kyungsoo langsung melompat ke atas kasur Lay. Mengubur dirinya di dalam selimut bunga-bunga milik eonninya itu.

"YAH! Ada apa?!" Lay menarik kaki Kyungsoo gemas.

Kyungsoo mengintip dari balik selimut.

"Keluar, kau!" secara beringas Lay kini berganti menarik selimut yang menutupi tubuh mungil adiknya.

"Andwe... Eonni. Andwe. Sembunyikan aku!"

Lay mengerenyit tak mengerti. "Apaan sih?"

"LIHAT! lihat ponselku eonni. Lihat! Lihat pesan masuknyaa! Aaa!"

Lay memasang tampang poker face mendengar teriakan tak jelas Kyungsoo. Ia menghela napas. "Arraseo... di mana ponselmu?"

"Aaa... di kamar!"

Lay mencubit pantat Kyungsoo sebelum beranjak menuju kamar adiknya.

Beberapa menit kemudian, terdengar grabag-grubuk dari arah luar. Kyungsoo memekik merasakan ada seseorang yang menumpuknya.

"Kyung..." Lay merayap berusaha ikut masuk ke dalam selimut. Setelah berhasil ia langsung memeluk tubuh Kyungsoo.

"Dari mana stalker itu tahu kau belum tidur?" Lay berbisik.

"Aku tidak tahu..." jawab Kyungsoo pelan.

"Malah appa lembur lagi." Lay mengubah posisinya agar lebih nyaman. Mereka tinggal berdua di rumah sedangkan eomma mereka sedang menjenguk sang nenek yang tengah sakit.

Lama mereka terdiam. Posisi kakak beradik itu sangat nyaman. Kyungsoo mulai tenang di pelukan eonninya. Ia merasa dilindungi. Napasnya mulai teratur. Kelopak matanya terasa berat perlahan ia terpejam... melayang menuju dunia mimpi.

.

.

"AAAA!"

Kyungsoo membuka matanya. Ia langsung bangun, akibatnya... kepalanya jadi sedikit pusing. Kyungsoo mengucek kedua matanya imut.

"Lay... eonni?" ucap Kyungsoo setelah mengingat suara teriakkan tadi. Ia memperhatikan sekelilingnya. Ini masih di kamar Lay. Ngomong-ngomong di mana eonninya? Dan tadi itu, kenapa ya?

Kyungsoo menguap. Lalu menggaruk rambutnya yang berantakan.

"Soo... Kyungoo! Kyungsoo! Ini gawat!" Lay muncul dari balik pintu dengan rambutnya yang masih setengah basah pertanda ia baru selesai mandi. Lay menubruk Kyungsoo yang masih mengumpulkan nyawanya.

"Aduh... Wae, eonni?" Kyungsoo merintih menyingkirkan Lay yang menduduki kaki kirinya.

"Oh, mian... Bagaimana ini Kyung?" Lay menggigit bibir bawahnya. "Suho oppa tadi meneleponku untuk mengingatkan, jika aku harus menjemputnya nanti siang di airport."

"Gawat apanya? Bukannya itu bagus. Suho oppa memangnya sudah menyelesaikan study-nya di Amerika?"

"Sudah... Aih, Soo aku lupa, aku ada jam kuliah nanti siang."

"Kebiasaan..." Kyungsoo memutar bola mata malas.

"Ayolah Kyungsoo, gantikan aku menjemput Suho oppa di airport, ya?" Lay memelas menangkupkan kedua tangan di depan wajahnya.

"Shireo! Dia kan tunanganmu kenapa aku yang jemput!"

"Ya! Dasar adik durhaka!" Lay menggelitiki tubuh Kyungsoo.

"Hahahaha! Ampun—hah... Haha... Iya, iya!"

.

.

Hari ini sekolah sangat membosankan. Belajar, istirahat dan belajar lagi lalu pulang. Tapi yang membuat hari ini istimewa adalah perkataan Baekhyun yang terngiang-ngiang di benak Kyungsoo. Dia bilang sepulang sekolah Baekhyun mengajak Chanyeol, Luhan, Sehun, Kai dan dirinya untuk berkumpul di halaman belakang sekolah untuk sekedar mengobrol. Itu hanya rencana Baekhyun saja untuk mendekatkannya dengan Kai. Kyungsoo berpikir sangat beruntung sekali ia dia punya sahabat sepengertian Baekhyun.

.

.

.

"Kyungsoo kenapa senyum-senyum begitu?" tanya Luhan penasaran.

Kyungsoo menggeleng. Melirik jam tangannya. "Kemana yang lain?" dia dan Luhan saat ini sudah di halaman belakang.

"Baekhyun menyusul Chanyeol. Sehun sedang membeli bubble tea. Dan—oh! Itu Kai." Luhan menunjuk sosok Kai yang berjalan menghampiri mereka.

Tanpa sadar Kyungsoo menahan napasnya. Kenapa dari hari ke hari Kai bertambah tampan saja sih? Hanya dengan melihat Kai sudah membuat wajahnya memanas. Ugghh... Memalukan.

Kai duduk di sampingnya. Menoleh ke arahnya lalu tersenyum.

"Sepertinya aku harus pergi. Sehun mengirimiku pesan untuk menyusulnya. Sebentar ya?" Luhan mengedipkan matanya lalu berlari meninggalkan Kai dan Kyungsoo.

Keheningan canggung menyelimuti mereka. Tak ada yang mau membuka suara.

"Hm... Nunna? Kenapa diam saja."

"Banyak yang ingin aku katakan. Saking banyaknya aku bingung sendiri." Kyungsoo menatap Kai dengan kedua mata bulatnya.

Kai terkekeh gemas. Tangannya terangkat—menyelipkan rambut Kyungsoo ke belakang telinga dengan lembut.

Kyungsoo menatap kedua mata Kai dan dia terpaku. Waktu seakan berhenti, hanya ada Kai dan Kyungsoo yang saling mengagumi.

"Nunna..." Kai mengambil tangan Kyungsoo lalu menautkan jemari mereka. Saat mereka bersentuhan Kyungsoo merasa adanya perasaan hangat membuncah di dadanya.

"Hm?" Kyungsoo menundukan wajahnya menyembunyikan rona merah yang tak juga hilang.

"Aku merasa sangat nyaman bersamamu." aku Kai tak mengalihkan pandangan dari sosok imut di sampingnya. Kai sudah jatuh. Jatuh terlalu dalam pada pesona gadis itu.

"Aku juga nyaman bersamamu, Kai." Kyungsoo tersenyum. Kedua mata doenya tenggelam dalam pipi tembemnya.

"Aa." Kai kehabisan kata-kata. Terlalu sibuk terpesona, menatap seorang gadis yang terlampau indah untuk dilewatkan. "Bolehkah? Bolehkah aku memelukmu." tanya Kai tanpa sadar.

Kai berdehem gugup setelah menyadari apa yang ia katakan. Tapi respon Kyungsoo yang mengangguk malu-malu dengan wajah yang merona di hadapannya membuat Kai hilang kendali. Pertahanannya sejak tadi runtuh sudah. Kai mendekap tubuh mungil Kyungsoo, merasakan betapa sempurnanya tubuh Kyungsoo di pelukannya. Ia dan Kyungsoo seperti diciptakan untuk bersama.

Wangi vanila memenuhi indra penciuman Kai. Pemuda berkulit tan itu menyurukkan kepalanya pada lekukan leher Kyungsoo, menghirup rakus wangi Kyungsoo yang membuatnya tenang.

Sudah lama... sudah lama... ia ingin begini. Menghapus jarak antaranya dan Kyungsoo-nya dengan pelukan hangat yang begitu ia damba.

Kyungsoo sendiri merasa seperti ingin meledak akan euforia ini, terlalu menyenangkan. Ia tidak pernah membayangkan... sejauh ini. Perlahan tangannya terangkat untuk balas memeluk pinggang Kai. Kyungsoo memejamkan matanya. Menyadarkan kepalanya pada bahu Kai.

Keduanya tersenyum bahagia... menikmati betapa hangatnya saat ini. Tak ada satupun yang berniat memutuskan kontak di antara mereka. Kai justru lebih erat memeluk Kyungsoo posesif.

Bruk.

Suara benda jatuh membuat Kai dan Kyungsoo kaget. Mereka saling melepaskan diri walau terpaksa. Disusul dengan suara teriakan... teriakan berlebihan yang mereka kenali.

Sehun menatap miris bubble teanya yang jatuh tak berbentuk lagi. Ia terlalu kaget melihat Kai dan Kyungsoo berpelukan begitu. Luhan menutup mulutnya shock. Chanyeol menganga. Sedangkan Baekhyun mengucek-ngucek kedua matanya.

"Omona Baekie... kita baru meninggalkan mereka 20 menit. Tapi mereka sudah begitu, apalagi mereka ditinggalkan seharian?! Mungkin akan ada bayi. " celoteh Chanyeol sembarangan.

Baekhyun memukul belakang kepala Chanyeol. Membuat pemuda dengan tinggi di atas rata-rata itu mengaduh kesakitan.

Mereka segera menghampiri Kai dan Kyungsoo. Kai memasang wajah sok datar. Padahal batinnya heboh sekali. Sementara Kyungsoo menundukan kepalanya lebih dalam. Malu. Kepergok oleh para sahabatnya.

Baekhyun, Luhan segera menggoda Kyungsoo. Mereka tertawa bersama. Berceloteh riang. Sesekali pasangan Baekhyun dan Chanyeol juga Sehun dan Luhan mengumbar kemesraan yang ditingkahi Kai dan Kyungsoo yang saling lirik diam-diam. Terasa sekali persahabatan yang terikat erat di antara mereka.

.

.

"Psst psstt!" Baekhyun menyengol Kyungsoo. Ia mengibaskan tangannya memberi isyarat agar Kyungsoo mendekat.

"Wae?" mengerti kode Kyungsoo segera mendekatkan telinganya ke mulut Baekhyun.

"Stalker-mu dari tadi tidak SMS?" Baekhyun berbisik.

Kyungsoo menggeleng. "Sejak kita berkumpul di sini. Tidak ada pesan masuk ke ponselku."

"Benarkan. Dia takut pada Kai!"

"Darimana kau dapat simpulkan begitu?"

"Feeling." Baekhyun nyengir.

.

.

"Bagaimana kalau kita beli es krim dulu?" Luhan menatap satu per satu temannya dengan mata berbinar. Saat ini mereka akan pulang dan sedang berjalan bersama menuju gerbang sekolah.

Baekhyun mengangguk antusias. Sedangkan para lelaki ikut saja keinginan kekasih mereka.

Kyungsoo berjalan paling belakang menatap punggung Kai dari jauh dengan sendu, lalu mendadak Kai menoleh membuat pandangan mereka bertemu. Senyum manis tersungging di bibir lelaki tampan itu.

Kyungsoo tersentak kaget, ia tertangkap basah. Tanpa diperkirakan Kai berbalik arah langsung berjalan menghampiri Kyungsoo.

"Ayo... Nunna. Nanti kau ketinggalan." ajaknya menarik pergelangan tangan Kyungsoo.

"Kyung, kita ke toko es krim dulu ya?" tanya Luhan setelah melihat Kai dan Kyungsoo menyusulnya.

"Iya—" ponsel di saku Kyungsoo bergetar memutus perkataannya.

Suho oppa

calling...

"Yeoboseo?" Kyungsoo berhenti berjalan. Mereka menengok ke arah Kyungsoo yang sekarang menjadi pusat perhatian. "Suho oppa?"

Sorot mata Kai menajam. Ia tak suka Kyungsoo menyebut nama lelaki lain.

"Oh, ne, mianhae oppa... Aku segera kesana. Pai pai." Kyungsoo menutup panggilannya."Aku harus pergi." Kyungsoo menunjukkan raut semenyesal mungkin.

"Ooh... Gwenchana." Luhan tersenyum maklum diikuti anggukan Baekhyun.

"Memangnya nunna mau kemana? Kencan ya?" Sehun bertanya iseng tanpa menyadari aura gelap dari seseorang.

"Anni... Huna. Aku pergi dulu ya? Pai pai." Kyungsoo berlari meninggalkan mereka sebelum itu ia menyempatkan diri tersenyum ke arah Kai yang menatapnya marah. Kyungsoo tak mengerti mengapa ekspresi Kai begitu. Tapi Kyungsoo tidak punya waktu untuk berpikir lagi. Dia sudah terlambat sekarang.

Baekhyun menyengol lengan Chanyeol.

"Apa?" Chanyeol mengangkat alisnya.

Baekhyun memberi isyarat dengan menunjuk Kai lalu meringis prihatin akan mimik wajah lelaki itu yang menyeramkan, bagai siap menelan orang hidup-hidup.

Kepala Chanyeol menggeleng, meminta Baekhyun untuk tak ikut campur.

Disisi lain Kai mengertakan giginya. Kedua tangannya mengepal hingga memutih.

Kyungsoo mau kemana? Bertemu lelaki kah?

Ia merasakan dadanya seperti terbakar kesal. Kyungsoo mau bertemu lelaki lain? Tidak! Tidak bisa, Kai tidak rela.

Ingin rasanya Kai menyeret Kyungsoo agar kembali ke sisinya. Tapi itu tidak mungkin. Dia tidak punya status untuk melakukan itu. Memangnya dia siapanya Kyungsoo? Teman? Cih.

Siapa itu Suho? Pacarnya? Tidak mungkin! Kyungsoo itu milik Kai. Ya! Hanya miliknya.

"...Kai?"

Benarkah mereka akan kencan?

"Kai!"

Kyungsoonya akan berduaan dengan lelaki lain... Dan ia tak tahu gadis pujaannya itu pergi ke mana?

"YA, KKAMJONG!"

"APA?!"

Chanyeol mundur satu langkah. Menatap seram ke arah Kai. Ia heran kenapa Kai terlihat kalut sekali.

"Kau memikirkan apa sih? Dari tadi dipanggil. Diam saja"

"...bukan. Urusanmu" jawab Kai sinis. Matanya berkilat tajam.

Sehun hanya bisa menggeleng. Ia sudah terlampau jauh mengenal Kai. Sahabatnya itu tengah cemburu. Cemburu pada Kyungsoo. Sehun sudah terbiasa dengan sikap Kai ini karena Kai itu memang cemburuan. Ia cemburu pada semua hal. Kai pernah bilang Kyungsoo itu miliknya dan dia tidak suka miliknya disentuh orang lain.

Sehun kasihan pada Kyungsoo. Karena dicintai orang segila Kai.

"Baekhyun nunna, kau tahu Kyungsoo pergi ke mana?" Kai bertanya pada Baekhyun yang sedari tadi diam menatapnya.

"Dia bilang akan ke airport. Menjemput Suho oppa. Tunang—ya! Kai, mau ke mana?" belum selesai Baekhyun bicara. Kai langsung berlari ke arah parkiran. Mengambil motornya.

.

.

.

.

"Yobseo Suho oppa? Maaf oppa. Aku telat." Kyungsoo menelpon Suho. Ia menyandarkan kepalanya pada kaca bus yang dingin. Kini sudah setengah jalan menuju airport.

"Kau menunggu di cafe? Oh baiklah kalau begitu. Aku ke sana"

Pasti karena terlalu lama di airport Suho jadi memilih menunggunya di cafe. Kyungsoo menghela nafas berat, menopang dagunya. Memperhatikan pemandangan jalan lewat kaca bus. Pikirannya melanglang buana.

Kai... Sedang apa ya?

.

.

.

.

Orang yang sedang mengisi kepala Kyungsoo kini tengah melajukan motornya seperti orang kesetanan. Kai beruntung tidak kena tilang. Dia terlalu takut, kesal, marah, tidak rela, semuanya campur aduk menjadi satu. Membuat Kai frustasi sendiri ditambah lagi pikiran negatif tentang Kyungsoo terus berputar di kepalanya. Membuat perasaan Kai makin berantakan tak menentu.

Pemuda berkulit tan itu segera memarkirkan motornya asal-asalan. Ia berlari setengah terbang. Masuk ke dalam airport. Bulir-bulir keringat membuat seragamnya terasa lembab. Kai terus menoleh ke segala arah hingga ia rasakan lehernya sedikit linu.

Di airport. Banyak sekali orang-orang yang berlalu lalang membuat kepala Kai sedikit pening dan buram.

"KYUNGSOO!" Kai berteriak memanggil Kyungsoo berharap gadis itu dapat menyadarinya. Orang-orang menatap Kai aneh. Tapi Kai tak peduli. Di kepalanya hanya ada satu nama yaitu Do Kyungsoo.

Kai tidak akan pernah memberikan kesempatan Kyungsoo berdekatan dengan lelaki lain.

Tak akan pernah.

Kai menggerutu marah. Ia benci pada dirinya sendiri karena tidak menemukan Kyungsoo di seisi airport.

"Soo-baby... Kau di mana?" lelaki itu terengah. Ia menekan dadanya kuat. Sesak karena terus berlari tanpa henti. Kai membungkuk, tangannya bertumpu pada lutut.

Ia menatap nanar lantai airport merasa gagal mengejar belahan jiwanya.

.

.

Kyungsoo turun dari bus. Ia berjalan setengah berlari menuju cafe dekat airport. Samar-samar dapat Kyungsoo lihat, dari balik kaca jendela cafe. Sosok Suho yang tengah duduk tenang sambil meminum secangkir coffe.

Kyungsoo tersenyum sumringah. Ia mempercepat larinya dengan cengiran tak luntur dari wajahnya.

.

.

Kai berjalan putus asa menuju parkiran. Ia melajukan motornya tanpa berniat menggunakan helm. Berbanding terbalik dengan sebelumnya. Saat ini Kai mengendarakan motornya sangat pelan meninggalkan arport. Berharap dapat menemukan Kyungsoo dijalan yang ia lalui.

Sorot matanya yang kosong tak menyerah memperhatikan jalanan. Tanpa diduga sosok siluet seseorang yang ia kenali membuat kelopak matanya terbelalak.

Tubuh mungil. Kulit putih pucat. Rambut hitam panjang yang lembut serta mata bulat yang besar.

Dia, Kyungsoo. Tengah berlari berlawanan arah dengannya. Tak dapat Kai tahan senyuman leganya, ia segera menghentikan laju motornya.

"Kyung—" gadis itu sama sekali tak melihatnya. Pandangan kedua mata beningnya fokus pada satu titik.

Kai mengerenyit kesal merasa diabaikan. Ia mengikuti arah mata Kyungsoo yang menjadi pusat perhatian gadis itu.

Di sana.

Ada seorang lelaki.

Gadis polos itu tanpa tahu apapun. Segera membuka—sedikit mendobrak—pintu cafe.

"Oppaa!"

Suho yang mendengar suara kekanakan yang familiar di telinganya segera berdiri. lelaki bak malaikat itu tersenyum. Merentangkan kedua tangannya menyambut tubrukan Kyungsoo pada tubuhnya. Ia peluk tubuh mungil Kyungsoo gemas.

"Aigooaigoo." Suho melepas pelukannya namun tak menjauhkan tubuhnya dari Kyungsoo. "Berapa tahun kita tak bertemu? Dan kau masih setinggi ini? Banyaklah minum susu Soosoo..."

Bibir Kyungsoo mengerucut. "Oppaa..." rengeknya manja. "Kenapa kau dan Lay eonni suka sekali meledekku!"

"Hahaha! Karena kami couple yang cocok! Kajja, kajja kita pulang. Tapi antar aku beli bunga dulu untuk Lay, oke?"

Kyungsoo mengangguk senang tak menyadari sosok Kai yang memperhatikan mereka murka.

Tak tahan lagi, Kai membanting helm ke aspal yang keras. Tak ia perdulikan kaca helmnya yang pecah berserakan mengotori jalan.

"BERENGSEK!" dia menendang helmnya dengan membabi buta makin membuatnya hancur. Membayangkan helm tersebut merupakan tubuh lelaki yang kini bersama Kyungsoonya.

"Argghh!"

Rambutnya ia cengkram marah. Wajahnya memerah menahan emosinya dan tangannya mengepal kencang hingga memutih. Ia tinju udara dengan gigi bergemeletuk. Kai menyipitkan mata. Menatap Suho dan Kyungsoo yang tengah berangkulan menghentikan taksi.

Suara merdu tawa Kyungsoo menggores hatinya. Kyungsoo bersama orang lain... Kyungsoo terlihat bahagia bersama lelaki lain. Bukan dirinya.

Kai melotot pada taxi yang melewatinya. Kyungsoo telalu sibuk bersama lelaki itu hingga tak melihat sedikitpun ke arahnya.

Kai mendecih. Mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia tatap awan dan langit biru. Air mata menggenangi kelopak matanya. Kyungsoo kenapa kau torehkan lara hati di sini. Tangannya yang lemas bergerak mengusap dadanya.

"Kenapa Kyung?" Suho bertanya pada Kyungsoo yang terus menoleh ke belakang kaca taxi.

Kyungsoo melirik Suho lalu menghela napas. "...ahni."

"Kau sakit?"

"Perasaanku sedikit tidak enak." gadis cantik itu meringis. Suho yang melihatnya jadi sedikit cemas. Kyungsoo sudah dia anggap adik sendiri.

"Gwenchana?"

Kyungsoo bergumam. Tersenyum sekilas lalu membuang pandangannya ke kaca taxi di sampingnya.

Ponsel Kyungsoo bergetar. 'Pasti stalker' nuraninya berbicara malas. Ia dengan enggan membuka satu pesan masuk.

From: Stalker gila

Aku membencimu. Karena telah membuatku mencintaimu begitu dalam.

Kyungsoo sedikit menganga membacanya. Ia menutup mulutnya kaget. Bola matanya bergerak tak fokus. Punggungnya bersandar lemas pada bangku taxi. 'Apa maksud stalker itu. Kenapa seolah-olah aku menyakitinya?' batin kyungsoo tak mengerti.

Kyungsoo menopang dagunya. "Andai... Kai yang selalu SMS aku... bukan stalker tidak jelas itu" gumam Kyungsoo sedih.

.

.

.

Bulan telah menggantikan tugas sang mentari. Malam kota Seoul sangat indah oleh taburan kerlap-kerlip bintang. Kompleks perumahan tempat tinggal Kyungsoo sudah sepi. Saat ini waktu telah menujukan pukul 23:25 KST. Orang-orang enggan untuk keluar rumah.

Kyungsoo masih terjaga di depan meja belajarnya. Ia sedang latihan soal-soal kimia untuk ulangan harian besok. Dapat ia dengar suara tawa Lay dan Suho dari dalam kamarnya. Dasar, telah lama tak bertemu mereka pasti kangen-kangenan sekarang. Beruntung sekali mereka karena appa sedang menyusul eomma ke rumah nenek.

Jadi tidak ada yang akan mengganggu mereka saat ini.

Kyungsoo sendiri sudah disogok oleh buah tangan yang dibawa Suho. Yeah, jadi ia harus memberikan privasi sebanyak mungkin untuk Suho dan Lay.

Detingan jam dinding mendominasi keheningan kamar. Ia menguap lalu mengucek mata kanannya yang sedikit berair. Lewat ekor mata Kyungsoo melirik iseng ponselnya yang sedari tadi diam. Ia bersyukur dan sedikit lega. Stalkernya tidak SMS malam ini.

Suara pukulan besi yang memekakan membuat Kyungsoo terlonjak kaget. Disusul dengan teriakan dari depan rumah. Walau ketakutan Kyungsoo memberanikan diri mengintip dari balik gorden. Sosok itu menendangi gerbang rumahnya brutal. Dari lantai dua kamarnya. Sosok itu tak begitu terlihat jelas tapi, Kyungsoo dapat memperkirakan bahwa sosok itu merupakan seorang lelaki. Dari perawakan tubuh dan suara baritonenya yang sedikit familiar.

Masalahnya adalah; siapa dia? Dan apa sih maunya?

"KELUAR! YAH!"

Kyungsoo menciut ketakutan. Ia cepat-cepat mengambil ponselnya. Berjaga-jaga untuk menelepon appa atau polisi.

"Do Kyungsoo!"

Mata doenya terbelalak. Tubuh Kyungsoo menjadi tegak kaku. Langsung ia singkap gorden kamarnya. Untuk mencari tahu dengan jelas siapa sosok itu.

"Diam! Siapa kau?" Kyungsoo samar-samar mendengar suara Suho. Ah... ia melupakan tunangan eonni-nya itu. Syukurlah setidaknya ada lelaki yang dapat melindunginya dan Lay eonni saat ini. Kyungsoo bernapas lega melihat Suho menghampiri sosok itu diikuti Lay dibelakangnya.

Mengikuti rasa penasaran Kyungsoo ikut menghampiri, dia langsung berlari keluar kamar dan terburu-buru menuruni tangga. Kyungsoo berlari kecil ke belakang Suho dan Lay. Ia melirik takut lewat bahu Lay. Sekarang dapat Kyungsoo lihat jelas sosok yang membuat keributan malam-malam di depan rumahnya.

Matanya memincing untuk memperjelas. "Kai?" desis Kyungsoo. Volume matanya membesar shock. Mulutnya membulat tak percaya.

Suho dan Lay menengok ke belakang. "Kenapa kau keluar? Masuk!" Suho menepuk pundak Kyungsoo, memperingatkannya. Lay mengangguk sorot matanya seakan mengisyaratkan ini-urusan-orang-dewasa.

"Jangan sentuh dia! Buka! Buka gerbangnya! YA!" Kai menggoyangkan gerbang tergembok itu. Membuat bunyi nyaring yang cukup kencang.

Wajah Suho memerah karena kesal. Tangannya mengepal. Dia menghampiri Kai dengan langkah besar. Sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan Kyungsoo segera menarik tangannya.

"Oppa... dia, temanku." kata terakhir seperti pil pahit untuk Kyungsoo. Gadis itu memelas ke arah Suho. Lay hanya mengerenyit melihatnya.

Sedangkan Kai. lelaki jangkung itu tertawa dipaksakan. Tubuhnya linglung ke samping. Mulutnya tak berhenti bergumam menyebut nama Kyungsoo bagaikan sebuah mantra penenang.

Lay menatap Suho sejenak. "Buka saja." ia menyerahkan kunci gerbang pada Suho begitu saja.

"Kau yakin?" tanya Suho menerima kunci itu enggan. Ia melirik Kai curiga.

Lay mengangguk.

Suho menghela napas, tak bisa membantah. "Lain kali aku akan berbicara pada Do aboeji untuk menyewa penjaga keamanan." gerutunya sambil membuka gerbang. Setelah gerbang terbuka Kai langsung meninju wajah Suho sehinga pria bak malaikat itu tersungkur ke belakang dengan bibir yang sobek dan mengeluarkan sedikit darah. Lay berteriak menyaksikan tunangannya terluka, dia langsung membantu Suho berdiri.

"Aish! Apa masalahmu?" tanya Suho sembari meringis manahan perih.

"Diam!" teriak Kai kasar. Tanpa memperdulikan Suho dan Lay. Ia berjalan gontai menuju Kyungsoo yang masih tercengang menyimak kerjadian barusan.

"Kyung." gumam Kai sendu begitu berada di hadapan Kyungsoo. Gadis yang dipanggil mendongak menatap Kai yang lebih tinggi darinya. Tanpa sebab jelas Kai tertawa. Tapi matanya berkilat karena air mata.

Kyungsoo menutup mulutnya, mundur satu langkah dari hadapan Kai, mencium aroma alkohol yang pekat. "Kau mabuk, Kai."

Tangan Kai mengapai-gapai ke depan seolah-olah ingin mencapai Kyungsoo. Kyungsoo yang iba bergerak maju memeluk Kai erat. Matanya berkaca-kaca melihat keadaan Kai saat ini.

'Ada apa denganmu,' batin Kyungsoo sedih. Kai yang menerima pelukan Kyungsoo sedikit melemah. Wangi alami tubuh Kyungsoo membuatnya tenang.

"OMO! Eonni tolong aku." Kyungsoo hampir jatuh. Karena tidak kuat menahan beban tubuh Kai yang tiba-tiba pingsan—atau tidur—di pelukannya. Lay yang tadinya masih sibuk mengurusi luka Suho segera berdiri dan ikut menahan tubuh Kai.

Suho yang melihat kedua gadis marga Do itu kerepotan, menghela napas. "Serahkan padaku."

.

.

.

"Kemana aku membawanya?" tanya Suho yang telah menggendong Kai di punggungnya.

Kyungsoo menggeleng, bingung.

"Kalian tidur berdua saja di kamar tamu." saran Lay pada Suho.

"Mwo? Tidak!" Suho menggeleng tidak terima. Ia masih sebal karena Kai memukulnya tiba-tiba tadi.

"Lalu bagaimana? Taruh di sofa saja?" kata Lay menunjuk sofa panjang di ruang tamu.

"Tidak. Jangan!" kini Kyungsoo yang melayangkan protes. "Kasihan, Kai." lanjutnya dengan suara melemah.

"Baiklah...," Lay menatap malas pada adiknya. "Memangnya kau tidak tahu rumah namjachingu-mu sendiri apa?" tanya Lay tak habis fikir. Ia baru ingat lelaki ini yang waktu itu datang untuk memberi Kyungsoo obat dan mengecup pipinya.

"Sudahku bilang dia itu temanku!" Kyungsoo mengelak dengan wajah merona hingga telinga. "Dan aku tidak tahu rumah Kai"

"Hahaha... Arrayo" Lay tak bisa menahan tawa gelinya, pengelakan Kyungsoo begitu menggemaskan.

"Sudahlah lebih baik dia tidur di kamar Kyungsoo saja dan kau Kyungsoo tidur berdua di kamar Lay." saran Suho akhirnya.

.

.

.

Tubuh Kai yang tak sadarkan diri dibaringkan di kasur milik Kyungsoo oleh Suho. "Arh, pinggangku." Suho mengerang menyentuh pinggangnya.

"Gwenchana?" Lay menatap khawatir tunangannya.

Suho tersenyum kecil. Dia menggenggam tangan Lay lalu menariknya keluar kamar Kyungsoo. Meninggalkan Kyungsoo dan Kai. Memberikan mereka waktu untuk berdua.

"Gomawo. Suho oppa..." gumam Kyungsoo sebelum kedua pasangan itu keluar kamar. Dia membuka sepatu Kai. "Dan maaf temanku telah membuat keributan." lanjutnya sambil menatap Suho dan Lay bergantian.

"Tidak apa-apa Kyung." balas Suho tersenyum maklum.

"Hum." Lay mengangguk ikut tersenyum. "Walau aku sedikit takut tadi."

Pasangan itu menghilang dari balik pintu setelah mengucapkan 'Jaljayo.' pada Kyungsoo.

Kyungsoo meletakan sepatu Kai di bawah ranjangnya. Sorot irisnya berubah sendu. Digenggamnya tangan Kai lembut dan sesekali dia mengusap sayang kening Kai.

Gadis bersurai panjang itu menghela napas. Melihat Kai yang masih menggunakan seragam sekolah dan jaket kulit hitam. Sama seperti terakhir kali mereka bertemu. Kyungsoo simpulkan bahwa Kai belum pulang ke rumahnya untuk sekedar ganti baju.

Mata Kyungsoo terasa buram oleh genangan air mata. Ia usap matanya cepat. "K-kau masih kelas satu dan sudah mabuk-mabukan begini..." gumamnya lemah. Bibirnya bergetar menahan tangis. "Jangan ulangi lagi Kai." Kyungsoo usap pipi tirus Kai lembut.

"Aku tidak mau kau seperti itu."

"K-karena... aku mencintaimu, Jongin-ah" entah dapat keberanian dari mana. Kyungsoo mengecup bibir Kai. Bibir kisabble-nya menempel sempurna pada permukaan bibir Kai dengan lembut. Kejadian itu begitu cepat karena Kyungsoo langsung menarik wajahnya dengan rona merah di pipinya yang tembam.

Ia pukul gemas bibirnya sendiri. "Kyungsoo pabo, ya! Apa yang kau lakukan?!" ia melirik Kai. Takut pemuda itu terbangun. "Ei. Teganya aku mencari kesempatan dalam kesempitan." gumamnya kesal.

Setelah menguasai diri dari rasa malu Kyungsoo hanya mampu diam memperhatikan wajah tampan Kai. Perlahan bibirnya tertarik membentuk senyuman. Matanya melembut melihat lelaki yang tertidur itu. "Jaljayo Kai." bisik Kyungsoo seraya mengecup kening Kai. Ia menyelimuti Kai sebelum beranjak pergi menuju kamar Lay.

Grep.

"Khajima."

Kyungsoo terkejut saat merasakan ujung baju tidurnya ditarik Kai. Gadis itu menahan napasnya ketika kelopak mata Kai yang tadinya tertutup kini perlahan terbuka. Menatap langsung ke mata bulatnya.

Jantung Kyungsoo berdetak keras. Ia membuka lalu menutup mulutnya lagi tak tahu apa yang harus dikatakan.

Bibir Kai berkedut menahan senyum. Kyungsoo tampak manis di matanya saat terkejut begitu. Ia tarik tangan Kyungsoo hingga gadis bertubuh mungil itu jatuh ke pelukannya. Kai tersenyum senang.

Kyungsoo terbelalak. Ia memukul dada Kai pelan setelah berhasil menguasai dirinya. "...lepas Kai." desis Kyungsoo mencoba membebaskan diri dalam rengkuhan Kai walau sebenarnya ia cukup nyaman dalam posisi seperti ini. Tapi bagaimana pun ada Suho dan Lay di rumah. Bisa gawat jikalau mereka melihatnya dan Kai dalam posisi yang terbilang intim begini.

Tanpa memperdulikan Kyungsoo. Kai sedikit mengangkat tubuh gadis itu hingga sekarang Kyungsoo menindihnya. Pemandangan wajah imut Kyungsoo yang merona di atasnya sangat indah untuk Kai.

Jantung keduanya sama-sama berdetak lebih cepat. Tubuh mereka yang saling menempel menimbukan sengatan listrik tersendiri.

Keduanya merasakan euforia menyenangkan di dalam dada mereka.

Hembusan napas Kyungsoo menyapu wajah Kai. Begitupun sebaliknya. Kai menarik tengkuk Kyungsoo. Ia sedikit mencondongkan wajahnya agar bibir mereka bertemu.

Kyungsoo terbelalak merasakan Kai melumat bibirnya tapi ketika melihat kelopak mata Kai yang tertutup. Kyungsoo menjadi lebih tenang, ia ikut menutup matanya. Walau ragu Kyungsoo mencoba menikmati lumatan bibir pemuda berkulit tan itu—yang seakan-akan ingin memakan bibirnya.

Kai merasa ketagihan. Bibir Kyungsoo sangat manis. Kyungsoo memukul dada Kai. Stok oksigen dalam tubuhnya menipis.

Sedikit tidak rela Kai menarik tangannya yang tadinya menahan tengkuk Kyungsoo sehingga gadis itu bisa mangangkat wajahnya dan menghentikan tautan bibir mereka.

Kyungsoo meraup udara dengan rakus. Ia malu, mungkin wajahnya lebih merah dari tomat sekarang. Kai mengusap dagu Kyungsoo yang mengkilap oleh saliva—entah milik siapa. Lalu ia menutup matanya—siap menerima tamparan dari Kyungsoo. Tapi beberapa puluh detik ia menunggu rasa sakit itu tak kunjung datang. Kai membuka matanya ragu. Detik itu juga mata doe Kyungsoo yang berkedip polos menyambutnya. Gadis itu menunduk malu menyembunyikan wajahnya yang tersipu.

Kai yang mendapatkan respon positif, kembali memeluk tubuh Kyungsoo lembut. Sedangkan Kyungsoo, ia menurut saja. Menempelkan pipinya di dada Kai. Mendengarkan detak jantung Kai yang berdetak kencang sama sepertinya

"Nado..." bisik Kai lirih di telinga Kyungsoo.

Kyungsoo mengangkat wajahnya. "Mwo?"

"Bukankah kau bilang. Kau mencintaiku?"

Kyungsoo terbelalak. Ia tergagap sebelum menjawab. "Kau mendengarnya?" tanya Kyungsoo tak percaya.

"Hum," Kai mengangguk. Tersenyum lebar lalu mengecup bibir kyungsoo kilat. Rasa manis bibir Kyungsoo membuat ia ingin menciumnya ratusan kali.

"Bagaimana bisa?" tanya Kyungsoo pelan. Seperti bisikan.

"Aku sadar ketika diletakan di kasur. Jadi aku mendengar semuanya. Bagian, 'aku mencintaimu jongin' itu juga." kata Kai. Merebahkan Kyungsoo di sampingnya kemudian memeluk Kyungsoo lagi. "Aku juga mencintaimu, Kyungsoo... sangat, sangat, sangat mencintaimu." lanjutnya sambil mengecupi puncak kepala gadis itu.

Kyungsoo terkekeh. Ia balas melingkarkan tangannya pada pinggang Kai. Menyurukkan kepalanya ke dalam lekukan leher Kai. Mencoba mencari posisi lebih nyaman. Kyungsoo bahagia, sangat bahagia. Ternyata Kai juga mempunyai perasaan yang sama sepertinya. Ia tidak akan mengaggumi Kai dari jauh lagi.

Saking bahagianya Kyungsoo. Ia melupakan fakta bahwa Suho dan Lay bisa saja memergoki mereka.

"Jadi, Jongin... Kau sekarang namjachingu-ku?" Kyungsoo bertanya lembut kepada Kai yang sibuk membelai rambutnya.

"Iya. Nunna... dan kau sudah resmi menjadi milikku." sahut Kai, bibirnya menyeringai senang.

"Tentu..."

Kyungsoo memejamkan mata. Menikmati wangi maskulin dari tubuh Kai. Tidak dapat ia deskripsikan perasaannya saat ini. Kata bahagia juga sepertinya tak cukup.

Besok ingatkan ia untuk bercerita pada Baekhyun kalau ia sudah punya namjachingu yang selama ini ia cintai dalam diam. Dan stalker-nya pun akan pergi menjauh, karena ada Kai di sisinya, Kyungsoo percaya Kai dapat melindunginya dari stalker itu.

Mata Kyungsoo terpejam. Ia dibuai oleh belaian tangan Kai pada rambutnya. Gadis itu merapatkan dirinya pada tubuh Kai lalu memeluk lebih erat tubuh pemuda itu seakan tidak ingin melepaskannya.

Kai tersenyum senang, ia balas memeluk Kyungsoo kemudian memejamkan matanya. Hangat dan wanginya tubuh Kyungsoo membuat Kai tenang.

Perlahan keduanya tertidur dengan tubuh yang saling merengkuh satu sama lain.

Di sisi lain Suho dan Lay mengintip dari balik pintu kamar Kyungsoo yang tak tertutup rapat.

"Bagaimana ini oppa?" Lay mengigiti kukunya resah. "Mereka tak seharusnya begitu."

"...molla," Suho menutup rapat pintu kamar Kyungsoo "Tapi mereka terlihat bahagia."

Lay terdiam memikirkan ucapan Suho. Ia menghela napas. "Yeah... Kau benar. Sepertinya mereka cuma tidur bersama."

Suho mengangguk. "Biarkan mereka... Kita juga punya urusan." ditatapnya wajah Lay penuh arti. Lay merinding dibuatnya.

"Yah!" Lay meninggalkan Suho dengan wajah cantiknya yang merona.

.

.

Cahaya matahari pagi menembus gorden kamar Kyungsoo. Gadis itu terusik karena merasakan sesuatu membebani perutnya.

Iris bening milik Kyungsoo terbuka dan terbelalak seketika saat menengok, hidungnya dan Kai bersentuhan. Hampir Kyungsoo memekik ketika melihat tangan Kai yang tengah memeluk perutnya posesif. Kyungsoo menutup mulutnya.

Perlahan rona merah menjalar di pipi Kyungsoo. Ia ingat kejadian semalam.

Kyungsoo senyum-senyum sendiri sesekali melirik Kai malu. Ia bangun dan beranjak turun dari kasur.

Kai terusik saat merasakan kasur bergoyang. Tapi ia masih telalu ngantuk untuk membuka mata. Tangannya meraba-raba tempat kosong di sebelahnya yang seharusnya ada Kyungsoo yang mengisinya di sana.

Kai membuka matanya enggan. "Kyungie?" panggilnya dengan suara serak khas bangun tidur. Ia menengok kesana-kemari mencari keberadaan kekasihnya yang telah resmi semalam.

Kyungsoo mengurungkan niatnya untuk membuka pintu ketika mendengar panggilan Kai. "Ne, Kai?"

Kai mengucek kedua matanya. "Mau ke mana kau?" tanyanya sambil menguap.

Kyungsoo menunduk malu tak berani menatap Kai. "Aku mau mandi, lalu membuat sarapan bersama Lay eonni. Ayo bangun, sehabis itu kau juga mandi."

"Hm." jawab Kai malas dan kembali memejamkan matanya

Wajah Kyungsoo memanas. Ia merasa Kai dan dirinya seperti pasangan suami istri saja. Sebelum fikiran aneh muncul buru-buru berlari dan keluar kamar.

.

.

Saat ini Kai tengah memakai sepatunya dengan Kyungsoo yang berdiri setia di sampingnya.

Setelah selesai Kai berdiri. Menepuk-nepuk seragamnya lalu Suho dan Lay menghampiri mereka.

"Kalau begitu, aku permisi dulu Lay nunna, Suho-ssi." Kai membungkuk dalam.

Lay tersenyum ramah padanya. "Hati-hati."

Kai melirik Suho. "Jeongmal mianhamnida, Suho-ssi." Kai kembali membungkuk pada Suho.

Menunjukkan rasa penyesalannya. Ingatannya melayang pada saat ia selesai mandi tadi pagi. Kai turun tangga menuju ruang makan dengan perasaan was-was. Karena bagaimanapun ia telah menampilkan kesan tak sopan pada keluarga Kyungsoo. Tapi ia terlalu gelap mata, melihat Kyungsoo yang sangat dekat dengan lelaki lain.

Dari jauh Kai melihat Kyungsoo mengenakan apron biru bergambar pororo. Gadis itu serius menata masakannya di meja makan. Bagi Kai, bagaimanapun ekspresi Kyungsoo. Dia akan tetap terlihat cantik dan imut. Bahagianya Kyungsoo telah menjadi miliknya.

"Eh, kau sudah bangun." seorang wanita menghentikan langkahnya. Wanita itu memiliki surai coklat bergelombang sepundak. Lay eonni-nya kyungsoo. Kai sudah hapal seluk beluk keluarga Kyungsoo.

Kai mengangguk sopan. Ia sedikit risih karena Lay terus saja menatapnya lekat.

"Ayo, sarapan dulu." Lay berjalan meninggalkan Kai.

"Nunna!"

Lay menengok dengan alis terangkat. "Wae?"

"A-aku. Minta maaf atas sikapku semalam." Kai membungkuk pada Lay.

"Sudahlah tidak usah dibahas. Aku memaafkanmu. Aku yakin kau punya alasan untuk melakukan itu."

Yeah.

Alasan yang menyebalkan untuk diingat.

Setelah berbicara singkat dengan Lay dan mendapatkan restu secara implisit untuknya. Kai berjalan menghampiri Kyungsoo. Senyumnya luntur, mimiknya berubah sinis melihat Suho lebih dulu menghampiri Kyungsoo.

"Ehem!"

Kyungsoo dan Suho menoleh karena deheman yang dibuat-buat.

"Kai, sudah bangun?" Kyungsoo bertanya spontan.

'Aku berdiri di sini, melihatmu selingkuh dengan mata kepalaku sendiri. Tentu saja sudah bangun.' batin Kai kesal. Moodnya langsung jelek melihat pemandangan di depannya. Matanya seakan iritasi melihat tangan Kyungsoo bersentuhan dengan tangan Suho yang berdiri berendengan.

Kyungsoo berlari kecil ke arah Kai ketika mereka telah berhadapan. Kyungsoo tersenyum merapikan rambut Kai yang sedikit menutupi mata lelaki itu. Jari-jari Kyungsoo bergerak turun mengusap pipi Kai sekilas. Ia langsung berbalik memunggungi Kai, menyembunyikan rona di pipinya.

Kai hanya terkikik. Diusapnya puncak kepala Kyungsoo sayang.

"Kyungsoo, Kai. Sudah mesra-mesraannya?" sindiran jahil Lay membuat Kyungsoo menunduk makin dalam.

"Oh, ya. Kai. Kau sudah kenal dia?" lanjut Lay menujuk Suho. Wajah Kai yang tadinya cerah akibat perlakuan Kyungsoo, langsung berubah suram.

"Namanya Suho, dan dia tunanganku—Oh ya. Kami akan menikah beberapa bulan lagi."

"APA?!"

.

.

"Mianhamnida, mianhamnida, Suho-ssi." Kai terus membungkuk, bodohnya dia telah salah paham dan seenaknya menghajar orang.

"Gwenchana... kau sudah minta maaf puluhan kali, sebagai lelaki aku paham perasaanmu." ujar Suho sambil melirik Lay.

"...apa?" Tanya Lay yang merasakan lirikan penuh arti Suho padanya.

"Tidak."

"Ayo, Kai nanti kau terlambat." Kyungsoo yang sedari tadi tidak mengerti masalahnya mulai angkat bicara. Ia menarik—setengah menyeret Kai menuju gerbang rumahnya.

Kai diam saja, sambil melambai pada Suho dan Lay.

"Setelah ini ganti seragammu, jangan lupa memasukkan buku pelajaran hari ini lalu kau ke sekolah dan bertemu aku di sana."

"Arraseo... tapi nunna, aku tidak mau pisah denganmu. Kau ikut saja ke apartemenku" pinta Kai seraya menggoyang-goyangkan tangan Kyungsoo.

"Ei... shireo! Sudah cepat sana." Kyungsoo mendorong tubuh Kai ke arah motornya.

Kai menstarter motornya. "Pai, pai nunna. Aku tidak sabar untuk bertemu denganmu lagi di sekolah" ujar Kai menaiki motor ninja hitamnya dan memakai helm barunya. Yang lama telah tak berbekas ia hancurkan.

Gadis imut itu bergumam malu. Mengais-ais aspal tempatnya berpijak dengan kakinya.

"Wae, ada yang mau kau katakan?" alis Kai terangkat bingung. Menatap gelagat aneh Kyungsoo.

"Kita kan, sudah berpacaran." Kyungsoo melirik Kai malu-malu.

"Lalu?"

"Bolehkah aku minta nomor telponmu?"

Kai tidak bisa menahan tawanya. "Aku kira apa. Tidak perlu. Aku sudah punya nomormu. Sebentar aku misscall"

"Hah?" Kyungsoo menatap Kai bingung. Ia diam saja memperhatikan Kai mengotak-atik ponsel hitam milik pemuda itu.

"Tunggu... nah, sudah tersambung." detik itu juga ponsel Kyungsoo berdering pertanda panggilan masuk.

Stalker gila

calling...

Gadis itu tercekat. Ia menatap Kai dan ponselnya bergantian. Kai…

Kyungsoo terbelalak menyadari satu hal.

Jadi selama ini...

"Itu, nomorku nunna. Aku yakin kau sudah menyimpannya. Pai. Saranghae." Kai mengusap pipi Kyungsoo lalu berlalu dengan motornya.

Kyungsoo shock. Memandang kosong jalanan.

... Kai adalah Stalkerku?

To Be continue

(A/N)

Mau lanjut silahkan riview~

Jangan lupa RnR oke? Author cape ngetiknya ngebut di hape :")