.

Title:

M.I.R.A.C.L.E series

Author:

Enma R. Eyes

Rating :

T

Genre:

Romance, hurt/comfort, friendship

Casts:

Midorima Shintarou

OC (You)

Akashi Seijuurou

Mayuzumi Chihiro

Disclaimer:

Kurobas milik om Fujimaki Tadatoshi, this plot is mine

Setting:

Disaat Midorima dan Akashi bersekolah di SMA Teikou

(setting bisa berbeda tiap chapter)

Warning:

FF khayalan semau author, apresiasi buat perasaan suka pada member GoM

yang paling penting OOC-ness pasti ada, typo(s) juga mungkin haha but overall happy reading pecinta kurobas! ^v^


"Aku tak tahan melihat muka kusutmu itu setiap hari. Jadi, bisakah kau menghentikannya?" seorang pemuda tsundere yang gila dengan benda keberuntungan itu menjadi sahabatmu. Namun, yang ia lakukan malah terus menghinamu hingga ia memberimu 8 kiat untuk bisa move on kilat? Lalu apa hubunganmu dengan Akashi dan Chihiro?

.


chapter 1: M for Misunderstanding

Midorima Shintarou POV –

Aku yang sedari tadi hanya bisa diam sembari melihatnya, lagi-lagi hanya bisa merasa khawatir padanya. Gadis ini, tidak bisakah dia tidak memasang wajah seperti itu setiap hari? Itu benar-benar menggangguku tahu!

"Hey [name]! Bisakah kau tidak menampakkan wajah kusutmu itu padaku? Aku merasa terganggu, nanodayo." ujarku datar.

Ia pun segera menolehkan wajahnya padaku. Dengan tatapan sinis ia menjawab, "Aish, bisakah kau tidak memberikan komentar padaku, Shin-chan? Kenapa kau suka sekali berkomentar, huh?"

Aku pun sempat memalingkan wajahku lalu membenarkan letak kacamataku, "Tck! Ya sudah... hmm bagaimana kau bisa dapat pacar baru kalau wajahmu kusut seperti itu. Uhuk! Aku bukannya peduli hanya saja... ya itu saja menurutku, nanodayo"

Tiba-tiba ia yang mulanya berjalan di depanku kini menghentikan langkahnya. Aku yang sadar akan sikapnya yang seperti itu pun ikut berhenti dan melihatnya. Gadis itu hanya terlihat menundukkan kepalanya. Oh apakah dia menangis? Ayolah! Ucapanku tidak sekejam itu bukan?

"K-kau tidak menangis kan, [name]?" tanyaku sembari berjalan mendekat padanya.

"HUAAA! KAU TEGA SEKALI PADAKU, SHIN-CHAN! BUKANNYA KAU MENGHIBURKU ATAU MEMBANTUKU, KAU MALAH MENDOAKANKU YANG TIDAK-TIDAK! KAU INI SAHABATKU ATAU BUKAN SIH!?" setelah berteriak seperti itu, ia membuang mukanya menjauh dariku dan melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"YA! Bisakah kau tidak berteriak? Kau membuat semua orang jadi melihat kita, kan?" aku memberitahunya karena memang waktu itu kami sedang berjalan pulang dari sekolah.

Gadis itu segera melihat ke sekitarnya dan ia segera memasang ekspresi malu, "Ah, kenapa tidak bilang dari tadi... kau ini," lagi-lagi ia bersikap seenaknya dan berjalan mendahuluiku. Aku pun hanya bisa menghela napasku panjang. Haah!

Gadis itu adalah sahabatku yang juga menjadi tetanggaku. Rumah kami berdekatan. Ia sudah menjadi sahabatku bahkan semenjak kami kecil. Ia pindah di dekat rumahku saat aku berusia enam tahun dan sampai sekarang, aku selalu bersamanya. Setidaknya untuk menjadi pendengar setia ceritanya.

Dia sudah lebih dari sebulan ini terlihat begitu kacau. Ia suka melamun, suka memasang wajah kusutnya hampir di setiap saat, dan ia seakan kehilangan semangatnya. Aku tahu penyebabnya. Aku bahkan sangat mengetahuinya. Gadis itu, dia telah kehilangan kekasihnya yang juga seorang temanku, Akashi Seijuurou.

Menurut apa yang sudah ia ceritakan padaku, ini semua berawal dari pertemuannya dengan salah satu teman lamanya. Di suatu hari, saat ia ingin membeli strawberry milkshake di Maji Burger, ia tak sengaja bertemu dengan Mayuzumi Chihiro, yang ternyata adalah salah satu teman akrabnya sewaktu SD. Mereka pun jadi seperti reunian dan katanya Akashi melihat mereka bersama. Keesokan harinya, Akashi sudah berubah menjadi lebih dingin dan seakan tak memperdulikan keberadaan sahabatku itu.

Aku yang penasaran kenapa tiba-tiba sikap Akashi bisa berubah seperti itu pun bertanya lebih lanjut, apakah Akashi melihat hal-hal ya kau tahulah, mungkin yang bisa membuatmu cemburu dan gadis itu hanya menjawab, dia rasa tidak ada sesuatu yang spesial dari pertemuannya dengan Chihiro. Mereka hanya makan bersama, bercerita dan bercanda, itu saja ungkapnya. Aku pun tak bisa berkomentar banyak karena aku tidak melihat kejadiannya langsung lagipula aku juga tidak mau ikut campur dalam urusan mereka.

Akan tetapi, sepertinya ini sudah di ambang batas kesabaranku. Mungkin aku akan mencari cara untuk setidaknya, ya bisa membantunya meski hanya sedikit. Bukankah itu tugas seorang sahabat? Tapi aku tidak yakin mereka bisa bersama kembali. Maksudku, Akashi memang benar-benar berwatak keras. Ia sungguh posesif dan ia sangat sulit untuk ditebak. Sedangkan gadis itu, ia masih terus-terusan menyukai Akashi, bahkan meski Akashi sudah mengacuhkannya. Ya itu masuk akal karena Akashi adalah pacar pertamanya. Ah ini benar-benar rumit.

.

.

Waktu terus berlalu. Sekarang sudah hampir dua bulan sahabatku putus dari Akashi hanya karena salah paham. Aku sendiri hanya bisa melihatnya terduduk lemas diatas kasurnya. Ya kamar kami berdekatan. Aku bisa melihatnya dengan jelas dari kamarku. Hanya kain gorden tipis yang tertiup angin sesekali dan gorden bermotif floral berwarna putih tulang yang menutupi jendela kamarnya. Aku pun mendekati jendelaku, ingin melihatnya lebih dekat. Sembari meneguk segelas air mineral yang kubawa dari lantai satu, aku memandangi sahabatku itu dengan lekat. Ia bahkan tak sadar kalau ada aku yang sedang melihatnya. Hmm, dia memang sama sekali tidak peka. Aku pun hanya bisa tersenyum kecut.

Aku melihat ke arah bawah, jalan cukup lenggang dan saat aku melihat jam dinding berbentuk bola basket, aku tahu saat itu sudah jam 20.30. Tiba-tiba aku teringat akan sesuatu. Aku pun segera mengambil jaket, merapikan rambutku sekenanya kemudian turun tangga untuk pergi ke suatu tempat. Tak lupa aku membawa boneka kelinci berwarna biru muda sebagai lucky item-ku hari ini.

Saat aku sudah di lantai bawah, adik perempuanku yang masih duduk di bangku SD segera bertanya, "Nii-chan, mau kemana?"

"Ah, nii-san mau pergi sebentar. Sampaikan pada otou-san dan okaa-san ya.. Aku pergi, nanodayo" aku pun segera membuka pintu rumah lalu segera keluar. Ada satu tempat yang menjadi tujuanku.

Dalam perjalanan, yang ada di otakku hanyalah sahabatku itu. Aku harap dia cepat baikkan. Aku benar-benar tidak tahan melihatnya terus seperti ini. Haah~

.

.

Esok malam

Aku mengetik sebuah pesan untuk sahabatku dan aku segera berdiri di dekat jendelaku guna melihatnya.

Hey! Apakah malam ini kau kosong? Bagaimana kalau kita mengobrol di taman dekat tikungan sana, nanodayo?

- Midorima Shintarou –

Tak lama, aku pun melihat gadis itu segera meraih ponsel flip orennya lalu terlihat ia seperti membaca. Salah satu alisnya berkedut dan seperti apa yang sudah kuduga sebelumnya, ia pun melihat ke arah jendela kamarku. Ia yang bisa melihatku hanya memasang wajah bingung kemudian aku melihatnya yang tampak mengetik sesuatu dan sekarang giliran ponsel flip hijauku yang bergetar.

Untuk apa? Memangnya bicara apa sih? Kalau tidak penting sebaiknya tidak usah deh..

- [your full name] –

Aku pun segera mengetik sesuatu dan setelah mengirim pesan balasan, aku segera menutup jendela kamarku dan siap untuk turun ke bawah. Aku yakin dia pasti mau menurutiku.

Sangat penting. Aku tahu apa yang bisa kulakukan untuk membantu masalahmu. Percayalah, kali ini kau pasti tidak akan merasa kecewa, nanodayo.

- Midorima Shintarou –

.

.

Aku telah sampai di taman yang berada tak jauh dari rumah kami berdua. Disana tidak terlalu ramai. Dengan lampu taman yang tak terlalu terang dan ada sebuah kolam pancur berukuran sedang dengan beberapa ikan koi yang berenang di dalamnya. Kemudian, aku memilih untuk duduk di sebuah kursi taman di bawah pohon rindang dengan ditemani beberapa kunang-kunang yang berterbangan disana. Aku pun sempat memasukkan dompet kuno bergambar katak hijau yang menjadi benda keberuntungan ke dalam saku celanaku.

Gadis itu pun akhirnya datang. Ia memakai jaket berwarna kuning dengan celana panjang berwarna coklat tua. Ia segera duduk di dekatku.

"Ada apa sih nih, Shin-chan? Awas ya kalau tidak penting..!" seperti biasa ia bersikap semaunya.

Aku pun hanya bisa tersenyum simpul dan mengeluarkan sebuah buku dari dalam jaket hijauku. "Nih, baca buku ini... itu gratis, jadi ambil saja. Anggap itu kado ulang tahunmu untuk tahun ini, nanodayo" ujarku sembari memberi buku berwarna putih dengan paduan warna ungu violet itu.

"T-ta-tapi kan... ulang tahunku masih lama? Masih Agustus nanti dan hei! Kau tak salah memilihkan buku untukku, kan?" ia memasang wajah heran saat membaca judul buku pemberianku itu.

Aku menggelengkan kepalaku pelan, "Tidak. Aku rasa itu buku yang benar-benar pas untukmu nanodayo."

"Tapi... apa ini? TIPS MOVE ON SECEPAT KILAT: Lakukan 8 Langkah Ini Agar Cepat Move On!? Kau mengejekku, Shin-chan?"

Lagi-lagi aku dibuatnya kesal. Dia kenapa, sih? Kenapa semua yang kulakukan selalu salah di depannya? Dia ini benar-benar...

"Kau ini... tidak bisakah kau mengucapkan terima kasih? Masih untung aku mau membantumu. Ya sudah buang saja bukunya kalau tidak suka, aku mau pergi" aku segera berdiri dari tempatku tapi gadis itu segera menghentikanku dengan cara menarik tanganku.

"Gomen... aku tidak bermaksud seperti itu. Ah baiklah, terima kasih untuk kado ulang tahunnya tapi... kau tahu kan kalau aku ini malas membaca buku, hmm tapi buku ini akan aku simpan kok! Hanya saja, bisakah kau memberitahuku inti dari buku ini, sepertinya kau sudah membacanya. Jadi, ayo beritahu aku hehe" dia tersenyum manis padaku dan seperti biasa, aku pun hanya bisa menuruti permintaannya.

"Baiklah, aku akan memberitahumu... jadi dengarkan dengan baik!" ia pun hanya mengangguk semangat lalu menarikku untuk kembali duduk di kursi taman itu. Ia masih memasang seulas senyuman di wajahnya yang membuatku merasa sedikit tidak nyaman.

"Ayo cepat beritahu intinya!" pintanya sekali lagi.

"Jadi menurut buku itu, ada delapan cara untuk bisa cepat move on. Yang pertama, kau harus tetap sibuk. Kulihat kau sering melamun, kau pasti masih suka memikirkan Akashi bukan? Jadi, buatlah dirimu untuk tetap sibuk. Ada banyak hal yang bisa kau lakukan" gadis itu masih terdiam, seakan masih menelaah dengan baik apa yang aku ucapkan.

"Terus... apa lagi?" tanyanya.

"Jangan menguntit! Aku lihat kau masih suka memperhatikannya, kau juga masih selalu ingin tahu bagaimana keadaannya, bukan? Jadi, mulai sekarang hilangkan kebiasaan burukmu itu!" kembali gadis itu masih terdiam dengan pandangan yang menerawang.

"Oke, lanjut.." ujarnya.

"Waktu berkabung. Sepertinya kau kurang jujur dengan perasaanmu sendiri, maksudku mungkin sesekali kau jangan memendam lukamu itu dalam-dalam. Mungkin sebaiknya kau melepaskan perasaan sakitmu itu, ya bisa dengan menangis atau berteriak, tapi berjanjilah setelah itu kau tak boleh menangisinya lagi, nanodayo." dan tiba-tiba gadis itu tertunduk. Oh aku punya perasaan buruk, sepertinya kali ini dia akan menangis?

Benar saja, gadis itu langsung menangis. Kedua bahunya tampak naik-turun. Aku pun merasa bingung. Oh apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus membuatnya tenang atau mungkin aku membiarkannya saja dulu dengan perasaannya? Aku pun memilih pilihan kedua dan terus melihatnya.

Sudah hampir setengah jam ia menangis sendu dan aku tak bisa melakukan apa-apa. Hingga pada akhirnya, aku pun memberanikan diri untuk membelai rambutnya dengan lembut. Sadar akan tindakanku terhadapnya, ia pun menolehkan wajahnya padaku.

"Apa masih mau dilanjutkan? Jika kau tak sanggup, sebaiknya kita pulang sekarang, nanodayo." tawarku dan ia pun menggeleng.

"Tidak, tolong lanjutkan Shin-chan, sepertinya aku sudah lebih baik sekarang" jawabnya sembari menghapus air matanya.

"Baiklah. Tips berikutnya kelilingi diri dengan orang terdekat, bisa dengan orang tua, keluarga maupun sahabat. Ingatlah meski kau sendirian tapi kau masih punya banyak orang yang selalu peduli dan menyayangimu jadi habiskan waktumu dengan mereka" dan setelah itu aku bisa melihat ia tersenyum.

"Sekarang pun aku sedang bersama orang yang peduli dan menyayangiku, hehe Shin-chan, terima kasih kau sudah mau menemaniku selama ini" ia pun memelukku dan membuatku lagi-lagi merasa canggung.

"Aish tapi tak perlu memelukku juga, kan nanodayo?"

"Oh? Shin-chan, kau tak suka dipeluk olehku ya?" ia segera melepas pelukannya dan bertanya padaku.

Aku yang bingung pun hanya bisa melihat ke arah lain, "B-bukan itu maksudku nanodayo..."

"Sekali saja, yah... aku mau memeluk Shin-chan, sahabat terbaiiiik yang aku punya" sekali lagi ia pun kembali memelukku.

Kali ini aku hanya bisa pasrah membiarkannya memelukku dan aku melihat kunang-kunang masih berterbangan di sekitar kami dengan sinar bulan purnama yang menyinari kami dan suara gemericik air pancur yang seakan menjadi musik latar.

"Baiklah, ayo apa tips selanjutnya Shin-chan?" tiba-tiba ia melepaskan pelukannya dariku dan aku pun kembali sadar dari lamunan sejenakku.

"Tips kelima, matikan televisi dan radio. Hindari untuk melihat film romantis atau mendengar lagu romantis karena itu bisa membuatmu ingat pada mantan. Jadi, sebaiknya menonton film lucu agar kau bisa terhibur dan kembali bersemangat nanodayo."

Ia mengangguk-anggukkan kepalanya, "Sepertinya itu ide bagus, baiklah kalau begitu kapan-kapan kita pergi menonton film yang lucu ya Shin-chan, kau mau menemaniku, kan?"

"Ya, jika aku sedang tidak repot saja nanodayo."

"Tck! Shin-chan, tsundere-mu itu benar-benar keterlaluan"

"Uhuk! Sudahlah, lanjut ke tips selanjutnya. Hindari tempat-tempat kenangan. Untuk poin ini sepertinya aku tidak perlu menjelaskannya lagi, kan?" pertanyaanku pun hanya bisa dibalas dengan anggukan olehnya. "Baik, yang berikutnya adalah belajar. Dengan pengalamanmu yang seperti ini, kau tentu harus menjadi orang yang lebih baik. Kau tidak mau kisah burukmu ini terulang kembali, bukan?"

"Tentu saja. Aku akan berusaha kalau begitu"

"Ya, baguslah. Tips terakhir, ini akan berakhir. Patah hatimu itu tidak akan bertahan sampai seumur hidupmu. Kau masih bisa mendapatkan yang lebih baik maka dari itu kau harus terus berusaha. Bersikap optimislah! Ingat, manusia berusaha dan Tuhan yang menentukan, nanodayo."

"Sippo! Tips yang bagus. Aku rasa aku mulai bisa menghadapinya sekarang. Ah terima kasih banyak Shin-chan, kau benar-benar sahabat terbaikku" ia pun mengacungkan kedua jempolnya padaku sembari tersenyum manis.

Melihat pemandangan itu, aku lagi-lagi merasakan perasaan yang ganjal yang ada di hatiku tapi aku tak mau memperdulikannya. Setidaknya kali ini aku ingin dia bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

"Tentu saja, kalau begitu ayo kita pulang! Ini sudah malam, nanodayo." kami berdua pun segera pulang dan dapat kulihat gadis itu mulai bisa tersenyum.

Syukurlah.

.

.

Dua minggu telah berlalu semenjak malam dimana aku memberikan gadis itu sebuah buku. Selama itu pula, kami semakin menghabiskan waktu lebih banyak bersama-sama. Kami memang bersahabat tapi saat ia masih berpacaran dengan Akashi, ia tak terlalu punya banyak waktu luang untukku tapi sekarang itu semua sudah berubah.

"Ah, aku melupakan jaketku! Astaga, Shin-chan kau tunggu sebentar disini ya" ucapnya saat kami ingin pergi keluar dari areal sekolah.

Aku hanya balas mengangguk kemudian gadis itu segera pergi. Angin berhembus membuat dedaunan gugur dan aku pun hanya bisa melihat pemandangan itu. Tiba-tiba aku menampakkan seulas senyuman teringat akan momen kebersamaan kami akhir-akhir ini.

Selain berangkat dan pulang bersama, kami juga sempat menonton film bersama, bermain di game center, pergi ke toko buku, mengerjakan tugas bersama, bahkan terkadang ia menungguku saat aku berlatih di lapangan basket belakang rumahku. Kami benar-benar jauh lebih dekat sekarang tapi kemudian, suara seseorang membuyarkan lamunanku.

"Shintarou, ada apa denganmu? Kau senyam-senyum sendiri sedari tadi?" suara berat tapi terdengar cempreng itu memenuhi telingaku. Sesosok pemuda bersurai merah dengan mata heterokromatik khasnya itu pun sudah berdiri tepat di hadapanku sekarang.

"Oh, Akashi... tidak apa-apa. Kau tidak pulang?" tanyaku basa-basi padanya.

"Ini aku juga mau pulang. Kau sendiri? Sedang menunggu seseorang?" tebaknya.

"Ehm... ya begitulah, nanodayo."

"Menunggu [name]?" tebaknya sekali lagi.

Aku tak menjawab tapi hanya sebuah anggukan yang kuberi. Pemuda itu sempat melihat ke arah lain kemudian aku dapat melihat sebuah tatapan antipati tergambar di wajahnya.

"Baiklah, aku duluan kalau begitu" tanpa menunggu komentarku lebih lanjut, pemuda dengan tinggi badan 173 cm itu segera pergi meninggalkanku. Aku pun hanya bisa terus melihat punggungnya.

Tak lama kemudian, orang yang aku tunggu datang. Ia segera berdiri di hadapanku, "Ah sudah aku bawa jaketnya. Hoosh~ Sekarang ayo kita pulang, Shin-chan!" gadis itu menunjukkan jaket kuningnya dan tersenyum padaku.

Aku kembali mengangguk dan dapat kulihat dari kejauhan bahwa mobil Akashi baru saja pergi. Tiba-tiba saja aku terpikirkan akan sesuatu hal.

Sadar akan tindakan anehku, gadis itu bertanya, "Shin-chan, lihat apa sih? Hemm?" ia melihatku lekat-lekat dengan sesekali menoleh ke belakang, ke arah pandanganku.

"Tidak apa-apa. Ayo cepat kita pulang, nanodayo!" kami pun segera berjalan menjauhi areal sekolah.

.

.

Belakangan ini aku sering terganggu dengan pikiranku juga mungkin perasaanku. Ada sesuatu yang dari dulu sudah berusaha aku tahan bahkan kalau aku bisa, ingin aku hapus agar tak lagi menggangguku. Akan tetapi, ini sudah tidak bisa kukendalikan lagi. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana. Apakah aku harus melakukan tindakan yang dari dulu aku hindari atau aku malah terus menghiraukan perasaan ini.

Malam ini aku tak bisa tidur. Aku merasa tidak tenang. Bahkan meski jam dinding menunjukkan pukul 23.31, aku masih belum bisa memejamkan mataku. Haah~ Ini benar-benar mengangguku.

Aku pun segera terbangun dari ranjangku. Saat kubuka tirai jendela kamarku, aku hanya bisa melihat jendela berwarna putih itu sudah tertutup rapat. Saat aku melirik meja belajarku, aku melihat sebuah figura yang berisi photo box-ku dengannya yang diambil tahun lalu. Oh, bagaimana sekarang Tuhan? Aku bahkan tidak tahu harus bersikap apa.

Ini sungguh menyedihkan.

.

.

Dua hari kemudian...

Sore ini aku merasa sangat gugup. Kami sedang berjalan untuk pulang tapi dengan segenap keberanian yang kukumpulkan sedari tadi, akhirnya aku pun berkata, "[name], ada sesuatu yang ingin kuberitahukan padamu? Bisakah kita mampir ke taman bermain yang biasanya kita kunjungi waktu kita SD?"

Ia yang mulanya bersikap biasa kemudian menatapku heran, "Memberitahu apa memangnya, Shin-chan? Kenapa juga harus kesana? Bukankah kau bisa memberitahuku sembari berjalan pulang?" balasnya selalu saja membantah ucapanku.

"Ayolah, menurut saja... ini sangat penting, jadi ikut saja apa yang kukatakan, nanodayo!" jawabku tegas dan ia pun hanya mengangguk.

.

Sesampainya di taman bermain yang dituju, kami pun segera berjalan ke arah kursi ayunan. Aku masih berdiri sedangkan ia telah duduk. Sinar matahari yang berwarna oranye keemasan telah menyinari kami.

"Kita sudah sampai, jadi apa yang mau kau beritahukan, Shin-chan?" gadis itu segera menuntutku.

Aku yang masih berpikir dan mengatur deru nafasku kemudian hanya bisa menelan ludahku pahit. Aku pun menggenggam gantungan kunci anjing laut yang terbuat dari kayu mahoni yang merupakan benda keberuntunganku untuk hari ini. Tak lupa, aku membenarkan letak kacamataku.

"Sebenarnya apa yang ingin aku katakan ini sudah lama tapi aku baru bisa mengatakannya sekarang," gadis itu melihatku dalam. Tak ada sepatah katapun yang ia lontarkan kepadaku. "Aku ingin bertanya, sebenarnya apakah kau benar-benar sudah bisa melupakan Akashi, [name]?" tanyaku.

"Untuk apa kau bertanya tentang itu, Shin-chan?" tak menjawab pertanyaanku sebelumnya, ia malah memberiku pertanyaan baru.

Masih dengan segenap keberanian yang kupunya, aku pun menjawab, "Karena jawabanmu akan menjadi kunci untuk pernyataanku selanjutnya".

Ia lagi-lagi tak langsung menjawab melainkan seperti berpikir, "Aku sendiri bahkan tidak tahu apa perasaanku tentangnya".

Aku pun masih mencoba memahami perkataannya. Cukup lama hingga ia kembali berkata, "Sudahlah, kenapa juga kau bertanya tentang hal itu? Kalau kita kesini hanya untuk membicarakan hal itu, sebaiknya aku pulang saja" ia pun segera berdiri dari kursi ayunannya.

Ia mulai berjalan meninggalkanku tapi seperti apa yang pernah ia lakukan padaku, kali ini aku yang menarik tangannya. Aku menahannya untuk pergi.

"Chotto! Aku belum selesai bicara," ucapku dan ia pun hanya bisa diam mematung membelakangiku hingga kemudian aku mulai membuka pernyataanku, "[name], apa kau pernah mendengar perkataan kalau sebenarnya tidak akan ada persahabatan sejati antara laki-laki dan perempuan. Salah satu diantaranya pasti memiliki perasaan yang lebih dibanding yang lain, apakah kau pernah mendengarnya?"

Gadis itu tak membalas pertanyaanku, ia masih diam. Mungkin ia berpikir akan pertanyaanku barusan. Aku pun kembali melanjutkan pernyataanku.

"Mungkin kau sudah menganggapku sebagai sahabat terbaikmu tapi pernahkah kau bertanya tentang bagaimana pendapatku tentangmu? Ah tapi kau pasti mengira kalau aku juga akan berpendapat sama sepertimu tapi maaf aku telah mengecewakanmu. Seandainya saja aku bisa mengabulkan anggapanmu itu bahwa sebenarnya aku juga ingin sekali seperti itu tapi maafkan aku... aku menyukaimu, [name]... sebenarnya yang aku ingin beritahukan padamu adalah bahwa aku menyimpan perasaan terhadapmu selama ini."

Setelah mendengar pernyataanku barusan, gadis itu segera berbalik kearahku. Di wajahnya sudah terpasang ekspresi terkejut. "Shin-chan, apa yang barusan aku dengar itu bukan leluconmu bukan...? Itu sama sekali tidak lucu," ucapnya.

"Apakah kau bisa melihat ekspresi di wajahku yang menunjukkan bahwa aku sedang bercanda sekarang? Aku tahu ini membuatmu syok tapi kau juga harus tahu kalau aku juga menderita menyimpan perasaan ini terus-menerus"

Kedua mata gadis itu pun kini terlihat berkaca-kaca. Ia menutup mulutnya seakan masih tak percaya, "Sejak kapan? Sejak kapan kau menyimpan perasaanmu itu, Shintarou?"

"Sejak aku bertemu denganmu untuk pertama kalinya. Sejak kau datang untuk bertamu ke rumahku untuk yang pertama... aku sudah menyukaimu sejak saat itu"

"Lalu kenapa baru memberitahuku sekarang? Kenapa disaat bahkan Akashi sudah pernah mengisi hati ini, doushite Shin-chan?"

"Karena aku tak pernah punya kepercayaan diri yang lebih untuk menembakmu, tak pernah meski hanya sekali. Bahkan saat aku tahu kau sudah menjadi pacar Akashi, aku benar-benar merasa menyesal pada diriku sendiri. Aku pun hanya bisa terus bersembunyi sebagai sahabatmu, aku terus melakukannya agar aku bisa terus dekat denganmu dan disaat kau putus dengan Akashi, aku benar-benar mengkhawatirkanmu. Tapi aku senang kau sudah terlihat lebih baik sekarang dan akhirnya aku pun memilih untuk menyatakan perasaanku, setidaknya agar kau tahu.."

Gadis itu terdiam. Ia seakan masih menerawang dan kemudian melihatku dalam. Aku pun balas memandangnya lembut. Aku menundukkan kepalaku guna melihatnya sedangkan ia mendongakkan kepalanya untuk memandangku hingga akhirnya ia berkata, "Shintarou... maafkan aku. Aku pikir aku tak bisa menerimamu. Kau tahu kan meski aku sudah putus dari Akashi tapi perasaanku masih ada untuknya. Aku tahu seharusnya aku sudah tak memiliki perasaan ini tapi percayalah aku benar-benar masih mencintainya, aku masih suka mengkhawatirkannya dan aku masih suka merindukannya. Aku benar-benar minta maaf dan terima kasih kau telah menyukaiku, Shin-chan... tapi aku tak mau membohongi diriku sendiri dan juga kau. Aku hanya tak ingin siapapun terluka. Cukup aku, kau mengerti kan?"

Aku pun hanya bisa terdiam membisu. Aku tak bisa lagi membalas perkataannya meski hanya mengatakan 'ya' atau 'aku mengerti'. Rasanya kecewa memenuhi perasaanku tapi bagaimanapun inilah kenyataannnya.

Aku ditolak.

"Shintarou sudah aku anggap sebagai sahabat terbaikku, teman dimana aku bisa menceritakan semua perasaanku, Shintarou juga sudah aku anggap seperti seorang kakak untukku karena kutahu Shin-chan selalu melindungiku dan untuk itu aku tak mau menggantikan posisi Shin-chan yang seperti itu pada siapapun... itu karena aku menyayangimu, Shin-chan" gadis itu pun menunjukkan seulas senyuman yang begitu manis lagi hangat.

Rasanya kedua pipiku terasa panas. Apalagi, sinar berwarna jingga dari matahari seakan membuatnya semakin terlihat spesial di mataku. Aku pun mulai bisa tersenyum meski hanya sebuah senyuman simpul.

"Sukida, Shin-chan!" serunya lagi dan ia pun memberikan sebuah kecupan lembut di keningku dengan cara menjijitkan kedua kakinya.

Setelah itu, ia hanya bisa menujukkan cengiran khasnya. Senyam-senyum tak jelasnya itu dapat kulihat dengan jelas. Aku pun hanya bisa diam terpaku.

"Sekarang mari kita pulang, ah aku punya sekotak ice cream yang belum aku buka... bagaimana kalau nanti malam kita menghabiskannya bersama?" tawarnya sambil mulai berjalan beberapa langkah dariku.

"Aku nanti malam mau latihan, lain kali saja" jawabku ketus.

Ia pun segera datang kearahku sembari menarik lengan tanganku, "Aiih, tidak boleh... kalau begitu aku akan menemani Shin-chan latihan lagi dan setelah itu kita bisa makan ice cream bersama, ya ya?"

Aku pun sempat memalingkan wajahku, "Terserah, aku tidak peduli, nanodayo."

"Shin-chan..." dan sepertinya sore ini akan dilanjutkan dengan pertengkaran kecil kami.

Kami berdua pun melanjutkan perjalanan pulang kami yang sebelumnya tertunda. Aku pun hanya bisa menghela napasku panjang. Setidaknya aku sudah berusaha dan rupanya Tuhan masih belum mau mengabulkan keinginanku. Ya aku pikir menjaganya seperti ini juga tidak apa-apa. Setidaknya aku hanya ingin melihatnya bahagia. Kupikir itu sudah lebih dari cukup untukku karena,

Man proposes, God disposes.

Midorima Shintarou POV end –

.

.

Author POV –

Sementara itu...

Dari kejauhan tepatnya dari seberang jalan dari tempat bermain dimana Midorima dan gadis yang merupakan sahabatnya itu berada, sebuah mobil sedan hitam sedang terparkir di dekat sebuah mini market.

"Tuan muda, maaf saya sudah tidak tahan. Perut saya sedang sakit, saya pamit untuk pergi ke kamar kecil sebentar ya tuan... tuan muda Akashi tidak apa-apa kan menunggu sebentar disini?" izin seorang pria paruh baya dengan wajah seakan menahan sakit dan keringat yang mulai bercucuran dari pelipisnya.

"Hemm, kalau begitu jangan lama-lama" balas pemuda yang dipanggil dengan panggilan tuan muda Akashi itu.

"Baik, tuan muda" sang supir pun segera keluar dan masuk ke dalam mini market.

Akashi yang kini sendirian di dalam mobil hanya bisa memasang wajah dingin seperti biasanya. Kedua mata heterokromatiknya segera melihat-lihat ke arah luar mobil hingga sorot matanya terhenti pada dua sosok yang tak asing untuknya. Midorima, salah satu teman di tim basketnya dan seorang gadis yang pernah mengisi hatinya, ya gadis yang menjadi mantan kekasihnya.

Mata Akashi hanya bisa terus memperhatikan dan melihat dua orang yang katanya bersahabat itu lekat-lekat hingga kedua matanya terbelalak saat melihat gadis yang pernah ia cintai itu mengecup kening pemuda bersurai hijau itu. Seketika rasanya suhu di sekitar Akashi mulai meningkat. Ia merasa cukup panas. Bahkan perasaannya tiba-tiba menjadi kalut dan terlihat dengan jelas bahwa ekspresi di wajahnya sekarang sedang menunjukkan bahwa ia tidak suka.

Rasanya semakin panas ketika melihat kedua orang itu seakan bercanda bersama dan melihat sang gadis yang tampak tersenyum kemudian bersikap manja dan menarik lengan Midorima... cukup! Akashi sudah tak tahan melihat itu semua. Ia pun kini membuka pintu mobil dan pergi keluar.

Melihat itu, sang supir yang rupanya baru selesai dengan urusannya segera bertanya, "Lho! Tuan muda mau kemana? Kenapa tuan muda keluar mobil?"

"Cih! Kau terlalu lama, aku bosan di dalam... sekarang aku mau keluar untuk jalan-jalan, kau tunggulah di dalam sampai aku datang kemari." ucapnya tegas.

"Ta-tapi tuan..."

"Jangan membantah! Kerjakan saja apa yang sudah kukatakan" dan Akashi pun mulai berjalan menjauhi supir dan mobil jemputannya.

Kedua kaki Akashi terus berjalan dan ia membelok di tikungan sana. Air mukanya sudah benar-benar tergambarkan bahwa ia sedang marah. Ia sendiri sudah mengomel di dalam hati hingga ia bergumam pelan, "Mati saja, kau Midorima".

Author POV end –

##T.B.C##


A/N: huwee haloo minna! uhm maaf saya baru kambek hoho ._.v ah ini cerita baru, yang ini tentang anak GoM gitu jadi ntar nyambung dari member ke member, untuk chap 2 sepertinya sudah bisa ditebak siapa main cast-nya huhuu ;-;

baiklah semoga kalian suka dengan cerita terbaru saya, untuk fans mido mana kacamatanya? -..- maksud saya semoga kalian hepi, gomen untuk mido's case jd sad end hoho oh iya ini juga buat memenuhi req PinKrystal, smoga suka ya :3 maaf kalo ga bisa memenuhi ekspetaksinya huhuu #nangiskejersamamidochin '-'

btw ane terharu masih ada aja yg baca unbeatable meski ane tinggal hiatus muehehe smoga ntar chap 7-nya bisa lebih baik ya hehehe btw chap 7 sudah di update, jadi silahkan dibaca *author promo dikit* x3

ok deh daripada ini cuap2 gajelasnya terus berlanjut, ane ucapin terima kasih buat yg udah mau baca ini cerita.. saran, kritik, dukungan *tsaah ngarep* ane tunggu ya gan... ok buat para kolega(?), aoethor tjintah kaliandt, nanoedajo! Last,

R

E

V

I

E

W


info:: untuk chap terakhir (chap 7) akan diadakan press conference dengan para GoM member, jadi nanti ada wawancara gitu... yang punya pertanyaan buat member Kisedai, bisa kirim via repiu ya... ntar mereka yg langsung jawab, ok ;)

ini interview ekslusif jadi author tunggu pertanyaan dari para fans Kisedai tertjintah, nanodayo #tebarjerseykisedai