Berikanlah aku alasan untuk menunggumu. Beri aku alasan untuk tinggal kalau kau masih mengharapkanku. Aku tak peduli, hubungan ini begitu panjang dan sangat menyiksa. Biarkan aku pergi, putus denganmu.

.

.

.

.

Breaking It Up

Rabenda no Hanna

Disclaimer : Masashi Kishimoto

SasufemNaru

Warning : OOC, typo/ s, gaje, AU, ide cerita pasaran, newbie dll.

Rate : M for save.

(-_-)

"Aku tak bermaksud menyakitimu, Naruto… Aku hanya terlalu mencintaimu."

"Mencintaiku dengan cara seperti ini, Sasuke?"

"…"

"Caramu ini menyakitiku! Kau tahu?"

"Aku ini melakukan apa kepadamu, Naru?"

"Tch! Kau ini amnesia atau gila, Uchiha? "

"Sudah berkali- kali aku katakan, aku melakukan apa terhadapmu!"

"Demi Kami- sama! Kau masih bisa bertanya kepadaku seperti itu?— Lihat! Lihat ini, Uchiha! Lihat perbuatanmu!", wanita yang bernama Namikaze Naruto itu menyingkap lengan kemejanya hingga memperlihatkan lebam biru kehitaman di lengan jenjangnya. Pria didepannya mendengus tidak percaya.

"Kau mengarang cerita lagi, Naru?"

Naruto terkesiap, terkejut dengan pertanyaan atau mungkin bisa disebut pernyataan dari bibir suaminya barusan?

"Kau bilang aku hanya mengarang cerita, Sasuke?", pria lawan bicaranya hanya meliriknya sekilas. Tersirat dimatanya bahwa pria itu percaya bahwa Naruto hanya mengada- ada. Naruto menangis. Dia tahu, itu sangat memalukan. Apalagi menangis didepan suaminya.

"Maaf, maafkan aku… Apa aku menyakitimu lagi, Sayang?", tangan Sasuke memegang pelan pundak Naruto. Sasuke mendekatinya dan memeluk Naruto dari belakang. Dibelainya lembut lengan istrinya penuh sayang.

"Kau bisa bersikap seperti ini, Sasuke?", Naruto masih terisak— "Setelah apa yang kau perbuat padaku?"

"A-Aku melukaimu lagi, Naru?"

"…"

"Maaf, maafkan aku, Sayang," ujar Sasuke lagi ,"Aku tak tahu apa yang kulakukan. Aku seperti tidak ingat dengan diriku sendiri. Maaf, Naruto."

"Kau tak ingat dengan apa yang kau lakukan?", Naruto terisak lagi. Kali ini lebih kencang. Bahunya bergetar keras dan Sasuke merengkuhnya lebih dalam ke pelukannya.

"Aku seperti bukan diriku sendiri, itu bukan aku yang melakukannya! Sungguh!"

Dalam hati Naruto bimbang. Suaminya ini berkata dusta? Atau? Ia menatap kedua biji mata Sasuke, mencari letak kebohongan yang diucapkan suaminya. Onyx itu tidak dapat menampilkan dusta yang terucap dari bibir Sasuke barusan. Kosong, seakan ia berkata yang sebenarnya. Tapi yang membuat Naruto bingung adalah, ketika Sasuke memukulnya, memakinya, menamparnya… apa yang sebenarnya yang Sasuke pikirkan? Tidakkah ia sadar dengan perlakuan kasarnya terhadap Naruto? Apakah mungkin suaminya ini memiliki kepribadian ganda?

"Benarkah?", tanya Naruto pada akhirnya. Sasuke mengangguk mantap. Dipeluknya erat Naruto.

"Percayalah padaku, Naruto. Aku mencintaimu." Diraihnya tengkuk Naruto dan mendekatkan bibirnya ke bibir istrinya. Dilumatnya perlahan bibir manis Naruto, menyesap segala rasa yang ditawarkan padanya. Naruto sendiri pasrah dalam pelukan Sasuke. Membiarkan dirinya tenggelam dengan nafsu yang mulai merayap. Melenyapkan segala sesuatu yang terjadi pada waktu itu. Suara decapan bibir mereka berakhir diatas ranjang keesokkan paginya.

(-_-)

Cahaya mentari masuk dan menerobos masuk melalui celah- celah jendela kamar mereka. Naruto menggeliat perlahan, melihat sekelilingnya dan membiasakan matanya terhadap cahaya yang masuk di kamar. Dirabanya kasur yang terasa lapang dan pertama kalinya ia sadar, bahwa ia hanya sendiri di kamar.

"Sasu... –Sasuke?", panggil Naruto perlahan. Kaki mungilnya melangkah turun untuk mencari suaminya di kamar mandi. Nihil. Ia melihat sekeliling dan pandangannya tertumbuk pada sebuah note kecil yang sengaja ditempel di kaca lemari pakaian.

'Maaf, Naruto… aku tak sempat membangunkanmu. Kau terlihat lelah sekali, Sayang :) aku tidak tega mengganggu tidur nyenyakmu. Aku berangkat kerja pukul 6, dan sarapan sudah tersedia untukmu. Nanti malam aku akan pulang sedikit larut, kau tidur duluan saja nanti, jangan menungguku. Aku mencintaimu :)'

Sasuke

Naruto tersenyum membacanya, dan ia melipat note kecil itu. Kemudian ia meninggalkan kamar untuk menengok pekerjaan suaminya di dapur. Di meja makan tersedia beberapa makanan beserta lauknya. Ada bento, nasi kepal dan— jus tomat? Haha, Sasuke benar- benar penuh kejutan.

(-_-)

Naruto membereskan beberapa barang belanjaannya di mobil. Ia baru saja berbelanja untuk bahan makan beberapa hari kedepan. Sampai ia mendengar perbincangan para tetangganya.

"Psst, kau tahu? Suami Naruto— Si Uchiha itu! Baru kemarin kulihat dia bersama seorang wanita muda berambut merah di Toko Perhiasan seberang jalan itu!"

"Ah! Kalau begitu sama! Hari Sabtu lalu aku melihat mereka di Restoran. Uchiha dan wanita merah itu."

"Benarkah, Tayuya? Waa, berita heboh! Haha, lalu bagaimana reaksi istrinya itu ketika tahu bahwa suaminya berselingkuh di luar?"

"Entah, yang pasti akan terjadi Perang Dunia ketiga."

Gerombolan penggosip itu tertawa- tawa, begitu melihat sosok Naruto masih berdiri mematung didepan gerbang rumahnya, tawa mereka berhenti dan mulai berbisik- bisik sambil sesekali melirik kearah Naruto. Karena sebal dengan tingkah laku tetangganya— yang menurutnya kurang kerjaan itu ia memilih masuk rumah dan mengunci pintu rumahnya rapat- rapat.

(-_-)

Naruto membuka halaman demi halaman buku yang baru saja dibelinya di toko tadi. Tiba- tiba suara dering telepon rumahnya membuatnya tersentak dan menggerutu kecil karena aktivitasnya terganggu.

"Halo? Keluarga Uchiha disini."

"Halo, Naruto?"

Naruto mengingat- ingat suara siapa ini, sepertinya dia kenal… tunggu—

"Eum, Gaara senpai?" Terdengar suara tawa, dari seberang telepon.

"Haha! Ya, ini aku, Naru. Apa kabarmu?"

"Yah, aku luar biasa baik, Senpai. Bagaimana denganmu? Kau masih tinggal di Suna?"

Sabaku Gaara. Kakak kelasnya sewaktu SMA di Suna. Gaara sangat dekat dengan Naruto, begitu pula sebaliknya. Mereka terlihat seperti sepasang saudara yang akur. Bahkan ketika Naruto dan keluarganya pindah ke Konoha, mereka masih saling bertukar informasi.

"Aku juga baik, Naru. Ya, tentu saja aku masih di Suna, aku masih mengurusi perusahaan Tousan yang di Suna. Hei, bagaimana dengan Sasuke?"

"Sasu? Dia baik- baik saja, Gaara senpai. Kau kapan ke Konoha? Haha, sombong sekali kau tak pernah berkunjung."

"Mungkin 2 minggu lagi, Naru. Aku ada proyek bersama Inuzuka Corp di Konoha. Aku akan mampir kerumah kalian."

"Kutunggu kedatanganmu, Senpai! Jangan lupa membawa pasanganmu, dan kenalkan kepadaku." Naruto membayangkan Gaara dan kekasihnya datang kerumah mereka. Pasti menyenangkan.

"Kau menyindirku, Naru? Aku belum menemukan pasangan yang cocok dan pantas setelah dirimu."

Naruto bungkam. Perlu diketahui, dulunya Gaara dan Naruto pernah menjadi sepasang kekasih. Mereka berpisah sewaktu Naruto pindah ke Konoha dan karena Naruto dijodohkan oleh Sasuke.

"Jujur, Naru. Aku masih mencintaimu. Sejak saat itu aku masih belum bisa membuka hatiku untuk orang lain."

"Senpai…"

"Kau tak tahu… rasanya sangat menyiksa, Naru."

"…"

"Ah, maafkan aku. Hah, aku ini sebenarnya bicara apa? Tentu saja kau sudah memiliki Sasuke! Haha, sebenarnya kalian cocok sekali, Naru."

"Ahh— hm, ya. Terimakasih, Senpai."

"Yosh. Aku harus kembali bekerja, maaf kalau omonganku tadi ngawur. Anggap saja aku tidak pernah berkata seperti itu, Naru. Sampai jumpa."

"Ya."

Klik. Sambungan terputus. Naruto menghela nafas pelan. Orang itu… Gaara. Bagaimana rupanya sekarang? Apakah dia sangat keren? Apa ketampanannya semakin bertambah? Naruto menggelengkan kepala sambil terkikik geli. Kau sudah punya Sasuke, Naruto. Ya… dia sudah memiliki Sasuke.

(-_-)

Pukul setengah dua belas malam. Sasuke belum juga tampak batang hidungnya. Ingin sekali Naruto tidak menunggu kedatangannya. Tapi perasaannya tidak enak. Tidak biasanya Sasuke pulang selarut ini. Kalaupun meeting, paling lama ia akan sampai rumah pukul sepuluh malam. Ditelepon tidak aktif. Naruto menggeram kesal. Dari kejauhan suara mobil suaminya terdengar memasuki halaman rumah. Segera Naruto menghampiri pintu garasi dan menyambut kedatangan suaminya. Begitu ia membuka pintu, tampaklah wajah awut- awutan suaminya dan dari mulutnya menguar bau alkohol.

"Astaga, Sasuke! Kau mabuk?", teriak Naruto panik karena tubuh Sasuke ambruk begitu saja dipelukannya.

"Ahh, Naruto. Ka- Kau terlihat cantik, ahh…" Sasuke meracau tidak karuan. Naruto mengernyitkan hidung karena bau alkohol yang tajam. Naruto mencoba memapah tubuh suaminya yang tidak bisa dibilang ringan ke kamar.

"Ah, Sasuke! Kau begitu merepotkan. Tunggu sebentar! Akan kuambilkan baju ganti untukmu dan air hangat."

Tapi begitu Naruto ingin beranjak meninggalkan kamar, tangan Sasuke mencegahnya untuk pergi.

"Sa- Sasu?" Naruto terus berontak mencoba melepaskan diri. Namun tenaganya jelas tak sebanding dengan tenaga Sasuke walaupun ia dalam keadaan mabuk.

"Jangan pergi! Aku butuh kau disini." Sasuke mengeratkan pegangannya dan mencoba menarik Naruto untuk ikut berbaring disebelahnya.

"Sa- Sakit, Sasuke. Lepaskan." Naruto meringis kesakitan, karena dirasanya cengkeraman Sasuke semakin kencang. Sasuke melotot mengerikan.

"Kau tidak mau mendengar perkataan suamimu lagi, Jalang! Aku menginginkanmu!"

Naruto terhenyak beberapa detik. Barusan suaminya mengatakan dia 'Jalang'? Sebelum kalimat protes terlontar dari bibirnya, Sasuke menghentakan tangannya sehingga kini Naruto terjatuh menimpa tubuh Sasuke di tempat tidur.

"Sasu—! Hmphh…" Naruto bungkam oleh bibir suaminya. Sasuke mengetatkan pelukannya dan semakin memperdalam ciuman mereka. Sasuke menggigit- gigit kecil bibir Naruto untuk mengakses lebih jauh bibir istrinya itu hingga berdarah. Ini terlalu kasar, Naruto tidak suka ini. Maka, dengan perjuangannya— yang sepertinya sia- sia itu— ia berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Sasuke.

"Kau diam saja, Naru! Jangan memberontak!"

"Kau mabuk, Sasuke!"

PLAK!

Tamparan itu menyadarkan Naruto. Ia diam dan air matanya meleleh menyusuri kedua pipi berkumis kucingnya. Lagi. Pasti akhirnya akan seperti ini. Sasuke berubah menjadi dirinya yang lain. Kasar, temperamental, egois.

"Diam dan turuti saja apa kataku!" Sasuke menarik paksa ikatan rambut Naruto hingga beberapa helai rambutnya rontok. Sasuke merebahkan tubuh Naruto dan melepas baju yang dikenakan istrinya satu persatu.

Dan malam itu seakan malam yang paling panjang dan buruk bagi Naruto. Karena hanya desahan kesakitan dan tangis yang mewarnai hubungan mereka kala itu.

(-_-)

Naruto terbangun di pagi hari dengan diiringi erang kesakitan yang melanda bagian selangkangannya. Ia melihat samping kirinya, dimana Sasuke tidur semalam. Nihil. Pasti dia sudah berangkat kerja pagi- pagi atau tidak sedang mandi. Seprainya kusut masai, ia merasa kotor sekali. Sakit yang dirasakannya sangat dalam. Bukan hanya fisiknya yang sakit, hati dan perasaannya juga. Dengan tertatih ia mencoba turun dari tempat tidurnya dan mengambil beberapa potong pakaiannya tadi malam yang berserakkan di bawah. Masih terbungkus selimut yang dililitkan di tubuhnya, ia kembali duduk di tepi ranjangnya sambil menangis dalam diam.

Cklek.

Terlihat Sasuke yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang menutupi bagian pinggulnya. Rambutnya masih basah, terlihat dari bulir- bulir air yang jatuh ke lantai. Ia berjalan mendekati Naruto yang masih menunduk di tepi ranjang. Sasuke mendudukan dirinya persis di sebelah Naruto.

"Selamat pagi, Sayang." Sasuke membelai pipi Naruto dan menengadahkan dagu istrinya, bermaksud memberi ciuman selamat pagi. Naruto menatap mata onyx suaminya dengan pilu. Teringat akan kekasaran yang dilakukan Sasuke semalam, ia membuang mukanya kearah lain. Kemana saja, asalkan tidak menatap wajah suaminya!

"Kenapa?" Sasuke menyentuh pundak istrinya yang terbuka itu dengan mesra yang langsung ditepis kasar oleh si empunya.

"Pe- Pergi!"

"Kau kenapa, Sayang? Kau sakit?"

"Kau yang sakit, Sasuke! Kau!", kali ini Naruto memberanikan diri menatap wajah suaminya. Air matanya semakin banyak keluar membasahi pipinya. Tangan Sasuke bergerak menghapus jejak air mata di pipi Naruto. Kali ini Naruto hanya diam saja, ketika jari dingin Sasuke membelai wajahnya.

"Kenapa kau bilang seperti itu, Naru Sayang?", tangan Sasuke masih bekerja di pipi istrinya. Ia tersenyum melihat ekspresi yang diperlihatkan Naru kepadanya.

"Cukup, Sasuke! Kau selalu begini! Apa kau tak sadar dengan perlakuan kasarmu semalam! Hah?" Naruto berteriak kesal. Tangannya mencengkeram selimut yang menutupi tubuhnya. Ia kesal. Kesal sekali dengan manusia di depannya ini.

Sasuke hanya diam memperhatikan Naruto yang semakin kencang menangis. Tak disangka, ia malah mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Naruto dengan paksa.

"Hmph!— Hfft, lepaskkh!" Naruto meronta mencoba melepaskan diri dengan memukul- mukul dada suaminya. Ketika bibir mereka terlepas, Naruto mendorong tubuh Sasuke hingga pria itu nyaris terjatuh.

"Kau brengsek! Bajingan! Kasar! Tidak sopan! Be—"

"Dan lain- lain. Terserah kau mau menyumpahi aku apa, Sayang." Sasuke memperlihatkan senyum mautnya kepada Naruto yang kini sedang berlari menuju kamar mandi. Naruto bahkan sudah melupakan rasa sakit yang melanda selangkangannya tadi. Ia menutup pintu kamar mandi rapat- rapat dan menangis sejadi- jadinya disana.

"Kau yakin tidak mau mandi bersamaku, Manis?" Sasuke berteriak dari kamar sambil tertawa meremehkan.

"Kau diam saja, Brengsek!" Naruto berteriak frustrasi. "Kau benar-benar gila, Uchiha!"

To Be Continued

(-_-)

A/N Hallo, Minna- san! Author newbie di FNI #bow

Gomen, kalau ceritanya jelek ataupun pasaran. Saya galau pengen publish cerita di FNI, tapi takut juga kalau ceritanya nggak bagus. Disini karakter Sasuke semacam psikopat gitu ._. jadi gomen buat SasuFC, our prince jadi nista gini T_T dan eem— terlalu OOCkah karakter disini? :( Yah, sekali lagi gomen yaa. Review? Concrit? Keep or delete? Arigatou! ^^ #deepbow :) See ya! ^o^/~