Touche

Jaehyun x Taeyong

Yuta x Taeyong

Angst, Friendship, Hurt-comfort

Rated T

.

.

Note : Mungkin akan sedikit panjang. Fyi, gue baru ngubek-ngubek tumpukan buku di loteng. Dan gak sengaja nemu novel karya kak Windhy Puspitadewi dengan judul Touche. Yang awalnya mau nyari buku Psychology kakak jadi nemu bacaan baru. Sumpah gatau siapa yang beli, (yg pasti bukan abang gue), mungkin kakak mungkin nyokap. Tapi agak gak rela aja novel sebagus itu bisa nyasar di loteng. Secara, cerita fiksi yang mengambil sebagian kemampuan supernatural itu keren banget! Dan gue langsung berpikir buat menjadikannya versi Jaeyong x Yutae. Gue bakal minjem beberapa kekuatan supernatural yang ada di buku itu dan sebutan kaum mereka-Touche. Sedikit mengikuti alur mungkin, karena entah apa jiwa fujo gue yang terlalu besar, gue menganggap momen Indra-Dani itu sweeeett pake bgt! Meskipun Cuma bromance, oke gue bakal menyimpulkan seperti itu. buat mbak Windhy, karena gue yakin mbak Windhy gak mungkin Jaeyong ato Yutae shipper (plis deh), gue bukan bermaksud mencuri karya mbak Windhy. No copy paste or steal the copyright. Hanya terinspirasi dari novel karya mbak Windhy yang keren bingits. Daripada banyak cingcong gak jelas, gue langsung aja mulai ke prolog yaps! And, gue saranin buat kalian baca novel aslinya dengan judul yang sama dengan cerita ini ;) enjoy!

.

.

Prolog

.

.

Taeyong tak tahu apa yang paling ia takutkan selain saat dirinya ditinggal sendirian di taman bermain dekat rumahnya itu. Teman-temannya yang tadi berjanji akan menemukan tempat persembunyiannya dalam permainan petak umpet itu sudah pulang ke rumah masing-masing. Seolah tak ada satu pun dari mereka yang sadar bahwa sedari tadi mereka belum menemukan Taeyong.

Harusnya Taeyong tahu dari awal semuanya akan menjadi seperti ini.

Ia baru saja pindah ke daerah perumahan itu seminggu yang lalu. Disaat ia harus meninggalkan daerah rumahnya yang lama, yang sudah kerasan baginya. Dan yang lebih parah ia harus berpisah dengan Minhyung, adiknya. Disaat ibunya memilih untuk membawanya sementara Minhyung menetap bersama ayahnya, Taeyong harus hidup di daerah baru yang sangat asing baginya.

Dan seberapa lama Taeyong mencoba membetahkan dirinya tinggal disana, meski baru seminggu, rasanya mustahil. Karena Taeyong seolah tak dianggap oleh anak-anak yang biasa bermain di taman yang hanya berjarak 100 meter dari rumahnya. Taeyong rindu adiknya, sosok satu-satunya yang selalu menjadi temannya dan akan berada di sampingnya setiap saat.

Rasa takut Taeyong saat melihat taman bermain yang sepi karena hari mulai senja dikalahkan oleh rasa takutnya akan kenyataan ia tak akan bisa bertemu dengan Minhyung lagi. Karena ibunya hanya akan tersenyum ketika Taeyong bertanya padanya kapan ia bisa mengunjungi adiknya itu. Tanpa membuat suatu aksi untuk membawanya kesana, menemui adiknya.

Dan rasa takut itu lah yang membuat Taeyong mulai terisak. Tangannya menutupi wajahnya yang sudah dipenuhi oleh air matanya. Di bawah perosotan itu, Taeyong menekuk lututnya dan menangis disana. Terlalu heningnya keadaan taman itu membuat siapa saja bisa langsung mendengar suara tangisannya. Siapa saja. Namun kenyataannya tak ada siapa pun disana.

Taeyong tak tahu berapa lama ia menangis. Yang pasti ia bisa mendengar suara lain selain suara isak tangisnya. Suara hujan yang perlahan mulai mengguyur taman bermain itu membuat Taeyong beringsut semakin dalam ke bawah perosotan agar air hujan tak mengenainya.

Taeyong bisa saja berlari menembus hujan karena toh jarak rumahnya dari taman bermain tak begitu jauh. Tapi Taeyong ingin melanjutkan acara menangisnya, mungkin sampai hujan berhenti.

Duk!

Suara benturan kecil itu membuat kedua tangan Taeyong yang sedari tadi menutupi wajahnya perlahan turun hingga tak ada lagi yang menghalangi penglihatannya. Bola mata hitam itu membola ketika melihat seorang anak yang tampaknya seumurannya tengah mengibaskan payung yang dalam keadaan tertutup itu menyebabkan cipratan air dari payung hitam tersebut. Sebelum anak itu menyandarkan payungnya di sisi perosotan dan mengambil tempat kosong di samping Taeyong.

Anak itu tak berbicara sedikit pun, dan Taeyong terlalu bingung dengan kedatangan anak itu yang tiba-tiba. Seingatnya, anak itu tak ada bersama gerombolan anak yang mengajaknya bermain tadi. Taeyong sangat bingung, sampai ia lupa bahwa tadi ia sedang asik menangis.

Kali ini, hanya ada suara air hujan yang menyerbu tanah yang terdengar di taman bermain itu.

Entah sudah berapa lama Taeyong habiskan hanya memandangi sosok anak itu dari samping. Dan entah apa yang membuat anak itu tak risih ditatap selama itu oleh Taeyong. terlalu aneh, karena anak itu tak memberikan komentar padahal dengan jelas ia tahu bahwa dirinya sedang dijadikan objek perhatian oleh Taeyong sedari tadi.

"Kau.." Taeyong menggigit bibirnya saat tanpa sadar ia membuka suaranya. Membuat anak itu akhirnya menoleh ke arahnya.

"Mau menawarkan payung agar kau bisa pulang tanpa kehujanan. Tapi tampaknya kau lebih senang menunggu hujan berhenti disini."

Akhirnya, setelah ada mungkin sepuluh menit anak itu tak mengaggap Taeyong ada disana, anak itu membuka suaranya. Dan ucapan yang baru saja keluar dari bibir anak itu berhasil membuat Taeyong melongo.

"Kau.. mau menemaniku?"

Anak itu mengalihkan pandangannya dari Taeyong dan kembali memandangi hujan yang tampaknya enggan untuk reda.

"Ayo pulang. Ibumu pasti mencarimu."

Bukan jawaban yang Taeyong ingin dengar, tapi aksi tiba-tiba dari si anak yang menarik tangannya mau tak mau membuat Taeyong berdiri seketika.

"Hei, kau belum menjawab pertanyaanku!"

Taeyong merengut, memajukan bibirnya. Tapi si anak itu malah terdiam dan menatap Taeyong dengan tatapan yang menurut Taeyong datar. Mengingatkan Taeyong dengan tatapan ayahnya, yang dingin dan tak berekspresi. Membuat Taeyong bergidik ngeri ditatap seperti itu.

Lagi, bukannya menjawab pertanyaan Taeyong anak itu tiba-tiba mempererat genggaman tangannya pada tangan Taeyong. membuat mata Taeyong langsung tertuju pada dua tangan yang saling tertaut itu.

"Kuantar kau pulang."

Hanya itu yang diucapkan anak itu sebelum membuka payung hitamnya lagi dan mulai berjalan di bawahnya menembus hujan. Bersama Taeyong.

Anak itu tak berkata apa-apa bahkan sampai saat ibunya menyuruh anak itu untuk mampir sekedar menunggu hujan untuk berhenti. Anak itu hanya membungkukkan tubuhnya dan berlalu dengan payung hitam yang menutupi hampir sebagian tubuh kecilnya itu.

"Aku belum menanyakan namanya.." Taeyong menatap kepergian anak itu, setengah menyesal. Harusnya ia menanyakan nama anak itu. karena, mungkin saja anak itu bisa menjadi temannya. Satu-satunya teman yang mungkin ia miliki. Dan Taeyong kehilangan kesempatan itu.

"Dia pasti anak kompleks ini, sayang. Kau bisa mencarinya besok dan mengajaknya berkenalan lalu main ke rumah."

Taeyong mengangguk kecil mendengar ucapan ibunya sebelum menutup pintu rumahnya sehingga ia benar-benar kehilangan pemandangan punggung anak itu.

.

.

Touche