Miss Wuhan present
Tittle : Aku Sayang Papa
Author : Miss Wuhan
Cast : Kris Wu, Xi Luhan, and Wu Yihan (OC)
Pair : Krishan
Genre : Family, Sad
Length: Chaptered
Rated : T
Warning : Typos, OOC, GS (Gender switch for Luhan), It's just a fanfiction
Happy Reading
Luhan memandang refleksi dirinya di cermin. Senyum sedari tadi terus saja mengembang di wajah ayunya. Berkali-kali dia tak henti berdecak kagum dan terus berputar di depan cermin. Dengan gaun putih yang melekat sempurna dan menonjolkan lekuk tubuhnya, Luhan merasa hari ini dialah wanita yang paling cantik di dunia. Tidak berlebihan jika Luhan sampai mempunyai pemikiran seperti itu. Hari ini adalah hari yang paling Luhan tunggu seumur hidupnya. Hari ini dia akan menjadi ratu sehari dalam upacara pernikahannya. Luhan meraba jari manis di tangan kirinya yang nanti akan menjadi tempat di sematkannya cincin pernikahan. Pipinya merona merah membayangkan peristiwa sakral yang sesaat lagi akan dilaluinya.
"Are you ready, darl?"
Sebuah suara lembut mengalihkan Luhan dari pandangan ke cermin. Dia menoleh ke asal suaranya dan menemukan sang ibu telah berada di pintu kamarnya. Ibu Luhan memberikan senyuman melihat putrinya yang sebentar lagi akan memasuki gerbang pernikahan. Dia berjalan mendekati Luhan dan merentangkan kedua tangannya. Luhan menyambut pelukan itu dan seketika cairan bening keluar dari mata indahnya.
"Sttt. Jangan menangis saayang. Ini hari istimewamu, janganlah kau menangis di hari ini."
"Aku tahu ma. Tapi aku merasa sebagai anak aku belum membahagiakan mama."
"Siapa bilang kau tidak membahagiakan mama. Melihatmu yang bahagia merupakan sumber kebahagiaan mama dan juga papa."
Luhan mengeratkan pelukannya kepada mamanya. Luhan merasa sedih karena harus meninggalkan kedua orang tuanya dan mulai hidup bersama suaminya. Karena menurut Luhan, dia masih belum cukup untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Mungkin rasa kesedihan seperti ini yang dirasakan oleh mempelai wanita ketika akan melepas masa lajangnya. Perasaan mereka campur aduk menjadi satu. Antara senang karena mereka bisa bersanding dengan pria idaman mereka dan rasa sedih karena mereka harus meninggalkan kedua orang tua yang sedari kecil merawat mereka.
Pasangan ibu dan anak tersebut akhirnya memutuskan pelukan mereka. Dengan lembut ibu Luhan menghapus sisa air mata yang berada di wajah Luhan. Luhan pun melakukan hal yang sama kemudian mengecup sayang kening wanita yang telah melahirkannya.
"Mama akan menunggumu. Jangan gugup sayang."
Luhan menghirup udara dalam berusaha untuk menghilangkan rasa gugupnya. Lalu dia menganggukan kepala saat dia mulai merasa siap untuk melangkah ke jenjang yang baru.
.
.
.
.
.
.
.
Namanya Wu Yi Fan. Banyak orang – orang yang mengatakan bahwa Luhan sangat beruntung mempunyai suami sempurna seperti Yifan. Yifan sendiri adalah seorang eksekutif muda yang kondang di daratan China bahkan sampai Asia. Dengan postur tubuh tinggi dan wajah perpaduan antara China – Kanada sudah cukup buat Yifan menjadi pujaan kaum hawa. Namun sikapnya yang antipati kepada lingkungan sekitarnya membuat sosoknya seakan tak tersentuh oleh siapapun. Sampai saat itu, saat yang tidak pernah dilupakan oleh Luhan.
Pertama kali mereka bertemu waktu Yifan menjadi donatur utama di Sekolah Luar Biasa tempat dimana Luhan menjadi pengajar. Yifan datang ke sekolah yang terletak di pinggir kota itu dengan rombongan mobil mewah yang sangat kontras dengan lingkungan di sekitar sekolah luar biasa. Yifan, dengan segala kharisma yang dia miliki mampu membuat semua mata memandang takjub dan penuh kekaguman kepadanya. Termasuk salah satu diantara mereka yang terpesona adalah Luhan. Wanita 25 tahun itu tidak mampu lagi untuk mengedipkan matanya ketika mendapati Yifan berjalan dengan langkah anggun khas bangsawan dengan setelan jas yang Luhan yakin harganya akan sama dengan gajinya selama dua tahun penuh.
Jantung Luhan berdesir aneh dan aliran darah di tubuhnya seakan mengalir lebih cepat daripada yang seharusnya ketika pria itu berjalan menuju ke arahnya. Nafas Luhan semain tercekat ketika Yifan semakin mendekatinya.
7 langkah
6 langkah
5 langkah
Luhan sudah terbuai dengan aroma yang membuatnya candu
4 langkah
Tatapan Luhan terkunci pada kedua mata kelam yang membuatnya tak berkutik
3 langkah
2 langkah
1 langkah
Jantung Luhan berhenti sejenak ketika Yifan telah sampai di hadapannya. Luhan hanya mampu menundukkan kepalanya. Dia tidak berani menatap kesempurnaan wajah yang membuat dewa dalam mitologi Yunani akan iri dengan ketampanannya.
"Permisi, apakah aku bisa bertemu dengan kepala sekolah?"
Suara bassnya membuat Luhan semakin melayang menuju ke angkasa. Luhan pikir dia akan gila jika berlama – lama berada di dekat pria ini.
"Bisa. Beliau ada di dalam kantornya." Jawab Luhan pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari lantai.
"Kalau begitu bisakah anda mengantarkan saya ke kantor kepala sekolah."
Mendengar kalimat itu tentu saja Luhan otomatis mengangkat kepalanya dan pandangan mereka akhirnya bertemu. Seluruh persendian di tubuh Luhan seakan melemas ketika jarak diantara mereka hanya bersisa sejengkal. Karena tadi Luhan hanya menundukkan wajahnya membuat Yifan semakin mendekatkan diri kea rah Luhan dan menundukkan wajahnya.
Semilir angin menerpa wajah mereka dan hal sederhana tersebut membuat Luhan semakin menggila karena pria di hadapannya ini. Luhan harus berterima kasih karena berkat semilir angin itulah dia bisa semakin jelas mengagumi ketampanan Yifan. Tidak ada lagi rambut berponi yag menutupi ketampanannya. Dan aroma tubuhnya sungguh sangat maskulin.
"Karena kau hanya diam saja maka aku akan menganggap kau menyetujuinya nona." Ucap Yifan kemudian menggandeng tangan Luhan dengan lembut. Luhan mengulum senyum sambil memandang kedua tangan mereka yang saling bertautan erat.
Itulah awal pertemuan mereka. berawal dari pertemuan itu dan berlanjut ke pertemuan – pertemuan berikutnya yang membuat intensitas bertemunya mereka semakin bertambah. Disanalah perasaan cinta diantara mereka mulai tumbuh. Luhan yang sejak awal sudah mengagumi sosok Yifan semakin terpesona ketika tahu jika Yifan merupakan sosok yang menyukai anak kecil. Bahkan tak jarang di sela waktu kesibukannya Yifan menyempatkan diri datang ke sekolah luar biasa dan membantu anak – anak berkebutuhan khusus untuk belajar.
Tak terasa perkawinan di antara mereka sudah menginjak dua tahun. Namun saat ini kebahagiaan mereka belum lengkap adanya tanpa tangisan seorang bayi di rumah sebesar ini. Mereka memang belum diberikan kepercayaan oleh Tuhan untuk mendapatkan seorang anak. Namun mereka tidak menyerah. Lihan percaya Tuhan akan memberikan apa yang kita inginkan jika kita mau berusaha dan berdoa.
Luhan memandang kagum kepada lukisan mahakarya Tuhan yang tersaji di hadapannya. Suasana matahari terbenam merupakan pemandangan favorit Luhan. Tempat terbaik untuk menyaksikan pemandangan itu adalah di balkon kamarnya. Ketika sedang asyik menikmati pemandangan, Luhan merasakan tubuhnya di dekap hangat dari belakang. Tanpa menolehpun dia tahu siapa yang memeluknya begitu erat.
"Mengapa kau hanya memakai baju setipis ini sayang. Kau bisa kedinginan dan akhirnya jatuh sakit. Aku tidak mau jika kau sampai sakit." Yifan semakin mengeratkan pelukannya sambil sesekali mengecup bahu Luhan dengan penuh kelembutan. Luhan memejamkan kedua matanya ketika mendapatkan perlakuan yang begitu manis dari suaminya. dia menolehkan kepalanya menghadap ke arah Yifan yang masih menunduk mengecup pundaknya. Lalu dia mendaratkan kecupan sayang pada pelipis Yifan.
"Jangan khawatir sayang aku tidak akan sakit. Lagipula sangat disayangkan jika aku melewatkan pemandangan fenomenal seperti ini"
Yifan mengalah dan menuruti keinginan istri tercintanya. Yifan melepaskan coat yang dipakainya kemudian memakaikannya kepada Luhan. Tindakan itu dilakukan Yifan karena dia tidak ingin melihat istrinya kedinginan. Tiba – tiba Luhan mencekeram kepalanya erat ketika dirasakannya rasa sakit yang hebat. Yifan yang melihat istrinya kesakitan tentu saja menjadi panik. Bergegas dia menggendong istrinya dan meneriakkan kepada pelayan untuk memanggilkan dokter pribadinya.
Luhan terus saja mendesis merasakan sakit yang teramat hebat di kepalanya. Tidak hanya itu dia merasakan perutnya yang bergejolak hebat. Yifan yang semula ingin membaringkan Luhan ke ranjang menghentikan aktivitasnya ketika melihat gelagat Luhan yang akan memuntahkan sesuatu. Dengan hati – hati dipapahnya Luhan menuju ke kamar mandi, tak lama kemudian Luhan mengeluarkan isi perutnya ke dalam wastafel. Namun tidak ada yang keluar dari mulut Luhan. Yifan semakin panik ketika wajah istrinya menjadi pucat pasi dengan tubuh yang sangat lemah. Yifan mengutuk dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga istrinya dengan baik. Kembali di gendongnya Luhan dan membaringkannya ke ranjang.
Ketukan pintu terdengar dan masuklah dokter Nam yang selama ini menjadi dokter pribadi keluarga Yifan. Dokter Nam pun segera memeriksa Luhan yang masih terbaring lemas dengan wajah pucat pasi.
"Bagaimana keadaan istri saya dok?" tanya Yifan tidak sebar saat melihat dokter Nam selesai memeriksa Luhan. Namun bukannya menjawab dokter tersebut malah menepuk pundak Yifan dan memberikan semangat. Baik Luhan maupun Yifan hanya bisa melemparkan pandangan bingung. Menyadari jika pasangan yang dihadapannya bingun membuat dokter tersebut tak bisa lagi menahan tawanya.
"Jangan menunjukkan raut kebingungan seperti itu. hal yang dialami oleh Luhan itu wajar bagi wanita yang tengah hamil pada tri semester pertama."
"Ha… hamil? Apa benar isrtiku hamil dok?"
"Selamat Yifan, istrimu Luhan tengah mengandung. Usia kandungannya sekarang menginjak 4 minggu. Jangan biarkan istrimu kelelahan karena dia mempunyai resiko kandungan lemah. Ini resep obat yang dapat meringankan rasa pusing dan mual Luhan, kau dapat menebusnya di apotik."
Luhan masih membelalakkan matanya tidak percaya akan ucapan yang dilontarkan dokter Nam. Dia hamil. Akhirnya Tuhan memberikan kesempatan kepadanya untuk memiliki anak. Luhan menangis terharu karena tak dapat lagi membendung kebahagiaan yang dirasakannya. Dengan sesenggukan dirabanya perut yang masih rata. Kini di dalam perutnya akan tumbuh buah cintanya bersama dengan Yifan. Yifan yang baru saja tersadar dari lamunannya bergegas menghampiri Luhan dan memberikan ciuman hangat di bibir Luhan. Airmata kebahagiaan menetes mengiringi ciuman keduanya.
"Terima kasih sayang. Terima kasih banyak, hari ini kau telah membuatku menjadi pria yang paling bahagia."
Yifan mensejajarkan tubuhnya dengan perut Luhan kemudian mengecup penuh kasih sayang perut rata istrinya.
"Selamat datang sayang. Akhirnya Tuhan berbaik hati menitipkanmu kepada kami. Kami berjanji akan selalu menjagamu dan menjadi orang tua terbaik untukmu. Tumbuhlah dengan sehat sayang. papa tidak sabar menantikan kehadiranmu diantara kami."
.
.
.
.
.
.
Kandungan Luhan kini sudah memasuki bulan ke tujuh. Mereka semakin tidak sabar menanti kehadiran anak mereka. Terutama Yifan. Dia menjadi sangat protektif kepada kesehatan istrinya dan calon bayinya. Karena kandungan Luhan yang lemah menjadi faktor mengapa Yifan begitu protektif. Yifan tidak akan membiarkan Luhan mengerjakan apapun yang berpotensi membaut dirinya kelelahan. Awalnya Luhan merasa jenuh karena perlakuan suaminya yang menurutnya terlalu berlebihan. Namun dia tahu bahwa Yifan melakukan semua itu keselamatan dirinya dan juga anaknya.
Luhan mengetuk perlahan ruang kerja Yifan kemudian masuk dengan membawakan secangkir kopi. Yifan yang semula berkutat dengan berkas – berkas pekerjaannya mendongak lalu berjalan menghampiri Luhan.
"Sayang mengapa kau belum tidur? Apakah ada sesuatu yang membuatmu tidak nyaman dan tidak bisa tidur?" tanya Yifan tanpa bisa menyembunyikan raut kekhawatirannya.
"Aku baik – baik saja sayang. Aku hanya ingin membuatkan kopi untukmu. Ini minumlah kopinya, jika kopinya sudah mendingin maka tidak akan enak."
Yifan memapah istrinya agar duduk di sofa yang terdapat di ruang kerjanya. Dia berjongkok kemudian melepaskan sandal rumah Luhan dan mulai memijit pelan kaki Luhan.
"Seharusnya kau beristirahat saja. Kau pasti kelelahan karena perutmu yang sudah membesar. Bagaimana tadi hasil tes USGnya? Maafkan aku karena tidak bisa menemanimu sayang. Aku sangat menyesal." Kata Yifan dengan raut menyesal.
Luhan menghentikan tangan Yifan yang masih memijat kakinya. Dia menyuruh Yifan agar duduk di sampingnya kemudian merogoh sakunya dan menyerahkan foto tersebut kepada Yifan. Yifan menerima foto tersebut kemudian binary di matanya berubah takjub tatkala melihat calon bayinya yang berada di dalam foto tersebut.
"Menurut dokter calon anak kita akan berjenis kelamin perempuan. Apakah kau sudah menyiapkan nama untuk anak kita sayang?" tanya Luhan kepada Yifan yang masih saja menatap foto anaknya tanpa berkedip.
"Pasti nantinya dia akan cantik sepertimu sayang. Mengenai nama biar kau saja yang menentukan. Aku akan menyetujui apapun keputusanmu karena aku tahu itu yang terbaik"
"Sebenarnya aku sudah memikirkan nama ini sejak lama. Bagaimana jika namanya adalah Wu Yihan? Yihan itu singkatan dari nama kita, Yifan dan Luhan."
"Aku menyukainya. Namanya bagus sayang." Yifan mencium kening istrinya lembut. Tangannya mengelus lembut permukaan perut istrinya dan wajahnya semakin sumringah ketika dia merasakan buah hatinya menendang.
"Cepatlah lahir Yihan sayang. Papa dan mama tidak sabar menanti kelahiranmu di dunia dan berkumpul bersama dengan kita." Ucap Yifan lalu mengecup perut Luhan seakan – akan dia tengah menyium Yihan.
Luhan merasa bersyukur karena dia di anugrahi kebahagiaan yang berlimpah oleh Tuhan. Dia beruntung karena mendapatkan suami sesempurna Yifan yang selalu menemaninya. Yang menghujaninya dengan untaian kata cinta dan kasih sayang. Lalu setelah penantian panjang selama 2 tahun bagi mereka untuk bisa menimang bayi dapat terwujud. Sebentar lagi dia akan menjadi sosok wanita sempurna. Wanita yang akan memberikan seluruh hidup dan kasih sayangnya kepada suami dan anak tercintanya kelak. Tak ada kebahagiaan lain yang melebihi apa yang tengah dirasakan Luhan saat ini. Dia berharap selamanya mereka akan hidup seperti ini. Hidup dengan dilimpahi rasa cinta dan kasih sayang tanpa ada prahara yang datang mengguncang kebahagiaan keluarga kecilnya.
Namun tidak semua rencana manusia akan berjalan sesuai dengan keinginannya. Masih ada kuasa mutlak Tuhan yang menentukan takdir dari setiap makhluk hidup yang ada di bumi. Jika Tuhan sudah berkehendak, maka apa yang bisa dilakukan oleh manusia selain pasrah kepada takdir yang sudah digariskan Tuhan kepada mereka.
Pagi itu Luhan merasa ada yang aneh terhadap tubuhnya. Ia mengusap peluh yang membanjiri wajah ayunya. Padahal ia hanya membantu pelayan yang bekerja di dapur. Tetapi entah mengapa dia merasa sangat kelelahan. Biasanya dia sanggup mengerjakan pekerjaan yang lebih berat daripada sekedar membantu pelayan di dapur. Dia baik – baik saja saat itu. mungkin karena dia hari ini terlalu lelah begitu benak Luhan berkata. Akhirnya dia memutuskan untuk beristirahat di kamar yang terletak di lantai dua. Masih ada cukup waktu baginya untuk istirahat sebelum suaminya pulang.
Dengan langkah tertatih Luhan berjalan menuju ke kamarnya. Dia harus berjalan ekstra hati – hati jika tidak ingin sesuatu yang buruk menimpanya maupun janin yang berada di kandungannya. Luhan meringis pelan ketika merasakan kepalanya berdenyut. Dia berhenti sesaat di anak tangga untuk meredakan deru nafasnya yang memburu dan juga menunggu rasa pening dikepalanya sedikit mereda.
Luhan melanjutkan langkahnya menapaki tangga ketika rasa sakit yang di rasakannya mulai berkurang.
"Sayang aku pulang." Teriak Yifan dari arah pintu depan.
Luhan terkejut mendengar teriakan dari suaminya. Dia melirik jam yang masih menunjukkan pukul 3 sore. Meskipun agak heran mengapa suaminya pulang secepat ini tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa ia merasa senang Yifan pulang cepat. Luhan membalikkan bandannya cepat bermaksud ingin segera menemui suaminya. Namun karena gerakan cepatnya tadi, ia menjadi kehilangan keseimbangannya. Tubuh Luhan jatuh berguling dari puncak tangga. Rasa sakit menjalar di sekujur tubuh Luhan, semumur hidupnya dia belum pernah merasakan rasa sakit seperti ini. Di tengah ambang kesadarannya, Luhan memeluk erat perut buncitnya. Naluri alamiah yang dimiliki oleh seoarang ibu demi melindungi darah dagingnya. Ditekannya kuat – kuat rasa sakit yang dideritanya. Anaknya harus selamat. Luhan tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika ia sampai kehilangan darah dagingnya.
Yifan yang baru saja masuk ke dalam rumah dan menyapa Luhan dikejutkan oleh suara teriakkan Luhan yang memekakkan telinga. Panik, Yifan segera berlari menghampiri suara teriakan sang istri. Bagai melihat mimpi buruk yang menjadi nyata, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat kejadian mengerikan itu. Dia melihat cintanya terjatuh dari tangga, tangan Luhan mendekap erat perutnya berusaha melindungi dari kerasnya hantaman dengan lantai.
"LUHAN" teriakan Yifan menjadi akhir dari peristiwa menegangkan tadi. Dia berlari menghampiri istrinya yang tak sadarkan diri dengan darah yang merembes dari balik kepalanya dan juga…
"BERTAHANLAH SAYANG. KAU DAN IBUMU HARUS BERTAHAN. CEPAT PANGGIL AMBULANCE KESINI." Teriak Yifan kalap. Air mata tidak lagi bisa ia bendung. Melihat keadaan istrinya yang pucat dengan darah yang mengalir di kepalanya. Pandangannya beralih kepada darah yang mengalir deras dari selangkangan Luhan. Raungan kerasnya memecah keheninggan. Dipeluknya tubuh istrinya yang tak sadarkan diri dengan erat. Kini nyawa kedua belah jiwanya terancam. Namun dia tidak bisa melakukan apa selain menangis dan menyesali kejadian yang menimpa keluarga bahagianya.
Tuhan tolong selamatkan nyawa istriku dan anakku.
.
.
.
.
.
.
Yifan mendorong ranjang tempat Luhan berbaring dengan pikiran berkecamuk. Rasa panik, sedih, marah, khawatir semua saat ini melebur menjadi satu. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa dua orang yang menjadi separuh dari jiwanya. Setelah Luhan di larikan ke dalam ruang gawat darurat, Yifan berjalan mondar – mandir. Dalam benaknya hanya teralun doa kepada Tuhan supaya mereka dapat selamat.
Yifan merasakan pundaknya di tepuk secara perlahan oleh seseorang. Ia menoleh dan mendapati ibunya-lah yang menepuk pundaknya tadi. Ia memeluk ibunya erat dan menumpahkan segala kesedihannya dalam dekapan sang ibu. Ibu Yifan mengusap sayang punggung Yifan yang bergetar hebat. Tak dapat dipungkiri jika ia juga merasa syok mendengar kabar jika menantunya terjatuh dari tangga. Bagaimana nasib menantunya dan juga calon cucunya?
Berjam – jam mereka menunggu dengan perasaan yang semakin kalut. Waktu berjam – jam yang mereka lalui terasa bagai berabad – abad. Hingga tak lama kemudian dokter yang memimpin operasi Luhan keluar. Yifan langsung menanyakan kabar istrinya kepada dokter.
"Bagaimana keadaan istri dan anak saya dok? Apakah mereka selamat?"
"Istri dan anak anda selamat tuan. Beruntung anda cepat membawa mereka ke rumah sakit sehingga nyawa keduanya tidak terancam. Mereka sudah kami pindahkan ke kamar rawat. Besok kami akan mengadakan pemeriksaan yang lebih intensif lagi."
Akhirnya Yifan bisa menghembuskan nafas lega. Tak lama setelah itu ia mengantarkan ranjang Luhan ke kamar rawatnya. Rasa syukur tak henti dipanjatkan oleh Yifan kepada Tuhan. Tuhan berbaik hati mau mendengarkan permohonnya untuk menyelamatkan dua nyawa belahan jiwanya. Sesampainya di ruang inap, Yifan mendudukkan tubuhnya tepat di samping ranjang Luhan. Dari jarak sedekat ini ia bisa melihat dengan jelas wajah Luhan yang tetap saja acntik meskipun pucat. Dia merapikan selimut yang menutupi tubuh istrinya lalu mengecup perut dimana di dalamnya terdapat darah dagingnya.
Terima Kasih karena kalian tetap bertahan hidup
Keesokan paginya Yifan sudah berada di ruangan dokter yang kemarin menangani operasi Luhan. Dia duduk di hadapan dokter dengan gelisah. Melihat raut wajah dokter dihadapannya membuat berbagai pikiran buruk menghantui benaknya. Apakah terjadi sesuatu yang buruk menimpa istri atau anaknya? Itulah pertanyaan yang menghantui benak Yifan.
"Saya akan menjelaskan secara singkat kondisi istri dan anak anda, Tuan Yifan. Kemarin saya mengatakan bahwa istri dan anak anda berhasil berjuang melawan maut. Namun hasil yang lebih detail mengenai kondisi istri dan anak anda belum saya ketahui karena belum dilakukan pemeriksaan secara intensif."
Jantung Yifan berdebar – debar lebih cepat dari biasanya, di bawah meja dia mengepalkan kedua tangannya erat. Ia berdoa semoga semua masih baik – baik saja.
"Maafkan saya yang harus mengabarkan berita buruk ini kepada anda. Akibat kecelakaan yang dialami oleh nyonya Luhan anak anda beresiko besar akan terlahir sebagai anak berkebutuhan khusus."
Yifan diam mematung di tempat duduknya. Perkataan dokter mengenai kondisi anaknya memukul telak dirinya. Tidak ia dengarkan penjelasan detail dokter bagaimana kecelakaan tersebut bisa membuat anaknya akan terlahir menjadi anak berkebutuhan khusus. Yang ada di dalam benaknya hanya anaknya yang akan menjadi cacat. Bagaimana bisa anaknya akan terlahir menjadi anak berkebutuhan khusus? Anak cacat?
Setetes air mata menggenang di pelupuk mata tajamnya. Ia tidak bisa menerima takdir kejam yang diberikan Tuhan kepadanya. Mengapa harus ia? Mengapa harus darah dagingnya yang mengalami musibah ini? Demi Tuhan, ia dan Luhan sudah menantikan sang buah hati lahir selama hampir dua tahun. Tuhan memberikan ia kebahagiaan dengan datangnya sang buah hati. Namun tak lama ia harus menghadapi kenyataan pahit jika anaknya akan terlahir cacat.
Rasa kesediahan yang dirasakan Yifan perlahan berubah menjadi amarah yang yang menguasai dirinya. Ia bangkit dari kursinya kemudian menarik kerah baju dokter tersebut keras, sehingga membuat sang empunya bangkit berdiri.
"APA YANG KAU BILANG? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS? KAU PASTI SALAH DIAGNOSA. ANAKKU TIDAK MUNGKIN TERLAHIR CACAT. ANAKKU AKAN TERLAHIR SEMPURNA."
Ia berteriak keras di hadapan dokter tersebut untuk melampiaskan rasa frustasinya. "Maafkan saya tuan. Namun itulah kenyataan yang harus anda terima. Inilah takdir yang sudah digariskan Tuhan kepada anda. Saya yakin anda bisa melalui cobaan yang diberikan oleh Tuhan ini. karena Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada umatnya jika mereka tidak mampu menjalankannya."
"Tau apa kau? Mudah bagimu karena kau tidak merasakannya. Mudah bagimu karena anak yang selama ini kau nanti kehadirannya tidak terlahir dengan cacat."
Yifan tidak bisa mengendalikan emosinya lagi. Dengan ganas ia memukul dokter tersebut di wajahnya hingga menimbulkan setetes darah yang mengalir melalui sudut bibir dokter itu. Mendengar ada keributan, seorang suster dan beberapa perawat pria menghentikan amukan Yifan. Setelah berhasil meloloskan dokter tersebut dari amukan Yifan, mereka segera membawa Yifan ke tempat yang sepi. Mereka terpaksa melakukan itu karena melihat emosi Yifan yang masih belum stabil.
Anak anda akan beresiko besar terlahir menjadi anak berkebutuhan khusus.
Yifan memperhatikan orang di sekitarnya yang mulai berlarian saat tetes – tetes air hujan mulai membasahi bumi. Alam pun turut merasakan kepedihan yang dirasakan oleh Yifan. Ia mendongakkan kepalanya untuk merasakan dinginnya air hujan dapat meredakan dirinya yang penuh dengan amarah. Ia membiarkan seluruh airmatanya luruh bersama dengan tetesan air hujan. Hanya dengan cara inilah ia bisa melampiaskan seluruh perasaan marahnya.
Berjalan dengan langkah gontai, ia terus melangkahkan kakinya tanpa tau arah dan tujuan. Pikirannya kosong seakan – akan ia hanyalah robot yang dikendalikan oleh remote control. Ia kembali merenungkan peristiwa naas yang menimpa keluarganya. Karena Luhan terjatuh dari tangga menyebabkan anaknya akan terlahir tidak normal.
Karena Luhan terjatuh
Karena Luhan terjatuh
Karena Luhan
Karena Luhan
Luhan
Kedua tangannya mengepal erat. Amarah yang sempat mereda kini kembali ternakar ketika ia menyadari satu fakta penting. Bahwa kejadian ini adalah salah Luhan. Jika saja Luhan tidak terjatuh dari tangga maka anaknya tidak akan terlahir cacat.
Secepat kilat dia berlari menuju ke kamar rawat Luhan. Ia membuka pintu dengan kasar sehingga membuat orang – orang terperanjat kaget. Termasuk Luhan. Melihat wajah tanpa berdosa Luhan membuat amarah Yifan semakin memuncak. Dengan langkah penuh amarah ia menghampiri Luhan yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Selama ini Luhan tidak pernah merasakan tamparan yang mendarat di pipinya. Dan kali ini dia harus menerima tamparan yang menyakitkan itu dari suaminya sendiri. Luhan tidak pernah merasakan harinya sepedih ini. Dia menatap suaminya nanar. Ia tidak pernah melihat suaminya semarah ini. Apakah yang membuat suaminya marah?
"Kenapa kau menamparku sayang?" tanya Luhan dengan menahan buliran air mata.
"KENAPA? TAMPARAN ITU MEMANG PANTAS KAU DAPATKAN. KARENA KAU ANAKKU AKAN TERLAHIR CACAT. KAU DENGAR ITU LUHAN CACAT, TIDAK NORMAL. PUAS SEKARANG KAU MEMBUATKU MENDERITA"
Luhan membelalakkan matanya tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Yifan. Anaknya akan terlahir cacat. Luhan mengeleng-gelengkan kepalanya. Ia masih tidak percaya jika Tuhan telah memberikan takdir kejam kepadanya. Air mata merembes keluar melalui matanya. Ia merasakan rasa sakit yang teramat sangat. Bahkan jika ia lebih mati daripada harus menerima kenyataan bahwa ialah penyebab anaknya akan terlahir cacat.
Yifan menulikan pendengarannya terhadap raungan kesedihan Luhan. Ia juga menutup mata terhadap kondisi Luhan saat ini. Dia tahu bahwa di saat seperti ini Luhan membutuhkan dukungan dari suaminya. Bahwa Luhan membutuhkan dirinya untuk menghadapi cobaan ini. Tetapi Yifan lebih memilih bersikap egois dengan menyalahkan semua ini hanya kepada Luhan.
Yifan mengangkat wajah Luhan yang selama ini menunduk sehingga ia bisa melihat wajah pucat Luhan dan matanya yang memerah karena menangis. Hati Yifan pilu melihat keadaan istrinya yang begitu menyedihkan. Namun rasa egois kembali menguasai benaknya. Disingkirkannya rasa cinta dan kasih sayangnya kepada sang istri.
"Lakukan aborsi. Aku tidak mau memiliki anak cacat."
(TBC)
Please read and review
