Haru Princess Vs Cool Prince

.

.

.

.

.

.

.

Uchiha Sasuke, Haruno Sakura

.

.

.

.

.

©Aomine Sakura

.

.

.

.

.

.

DILARANG COPAS DALAM BENTUK APAPUN! JIKA TIDAK SUKA DENGAN CERITA YANG DIBUAT AUTHOR, SILAHKAN KLIK TOMBOL BACK! DLDR!

Selamat Membaca!

Musim gugur di Kota Tokyo adalah hal yang paling dinantikan. Selain bunga Sakura yang berguguran, hal itu bertepatan dengan dimulainya tahun ajaran baru di bulan September.

"Nii-chan! Aku berangkat ya!"

Haruno Mebuki menggelengkan kepalanya ketika melihat kelakuan putri semata wayangnya. Sedangkan putra sulungnya, Haruno Sasori hanya meneguk susunya sebelum bangkit dari duduknya.

"Aku harus berangkat kerja, kaa-san."

"Aa, hati-hati di jalan, Sasori-kun."

.

.

Konoha High School terlihat ramai ketika Sakura sampai di sekolahnya. Putri bungsu keluarga Haruno itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam sekolah barunya yang ramai. Daun-daun bunga Sakura berjatuhan dan kadang berterbangan mengenai dirinya.

Rambut pink sebahunya tertiup angin dan membuatnya tampak cantik. Beberapa pemuda memandanginya dan beberapa anggota klub menawarinya agar bergabung dengan salah satu klub mereka. Tetapi, dirinya sama sekali tidak tertarik dengan kegiatan sekolah seperti itu.

Menuju papan pengumuman, Sakura mencari namanya dan tersenyum ketika melihat namanya berada di atas sahabatnya.

"Ino!"

Yamanaka Ino menolehkan kepalanya ketika melihat sahabatnya datang. Gadis berambut pink itu langsung mengamit lengannya dan memeluknya.

"Ada apa, Sakura?" tanya Ino.

"Kita satu kelas."

Ino menyentil dahi lebar Sakura dan membuat gadis musim semi itu mengaduh karena sakit.

"Kupikir ada apa, ayo kita masuk. Aku mau segera pulang dan melanjutkan gameku."

Sakura merengut kesal dan mengikuti langkah Ino.

"Dasar maniak game!"

.

.

Sakura masuk ke dalam Konoha High School bukan tanpa alasan. Dirinya adalah salah satu murid yang pandai dan beberapa sekolah memberikannya beasiswa. Tetapi, tidak ada satupun yang dia terima.

Tujuh hari tujuh malam, kakak laki-lakinya tidak berhenti mengomel karena dirinya lebih memilih sekolah yang biasa saja. Dia memiliki alasan untuk masuk ke dalam Konoha High School, karena disana ada Ino yang merupakan sahabatnya sedari kecil.

.

"Oh, selamat datang."

Seorang gadis berambut ungu tersenyum ketika pelayan menyambutnya. Dia mendudukan diri di salah satu kursi dan membaca buku menu.

"Bawakan aku salad dengan ekstra Cherry dan minumnya jus Cherry."

Matanya memandang sekelilingnya. Tidak ada yang buruk dengan Cafe yang dia datangi. Cafe ini terlihat kecil dari luar, tetapi ketika masuk ke dalam, terasa nyaman dan menenangkan.

"Yugao?"

Gadis yang di panggil Yugao ini menolehkan kepalanya. Pemuda berambut merah berdiri di hadapannya sembari membawa nampan berisi pesanannya.

"Sasori-kun?"

"Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Sasori meletakan pesanan Yugao diatas meja.

"Kamu tidak lihat? Aku ingin sarapan." Yugao tersenyum.

"Baiklah, ini pesananmu."

Sasori meletakan nampan berisi pesanan Yugao. Gadis berambut ungu itu memandang Sasori.

"Sasori-kun, bisakah kita bicara?" tanya Yugao.

"Aku sedang bekerja, Yugao. Bisakah kita bicara setelah aku bekerja?"

"Aku akan datang lagi setelah dirimu selesai bekerja."

Sasori meninggalkan Yugao dan mulai melayani beberapa pelanggan yang datang. Gadis berambut ungu itu memandang Sasori sejenak sebelum mengeluarkan sebuah novel.

.

.

Yugao mengenal Sasori sejak mereka duduk di bangku sekolah menengah pertama. Mereka selalu berbeda kelas saat di sekolah menengah pertama, tetapi dirinya selalu memperhatikan Sasori.

Sasori terlihat tampan untuk lelaki seumurannya. Dia bukan tipe pria yang urakan seperti Yahiko atau Deidara. Sasori lebih seperti Itachi dan Nagato yang diam-diam menghanyutkan.

Pemuda berambut merah itu juga tidak suka mempermainkan wanita seperti kebanyakan pemuda populer seusia mereka dulu. Sasori adalah orang yang ramah, supel, dan sempurna. Banyak gadis yang jatuh hati padanya.

Termasuk dirinya.

Dia tidak berani mendekati Sasori. Dia hanya berada di zona pertemanan dan itu menyiksanya. Dia selalu memperhatikan segala apa yang dilakukan Sasori, mulai dari hal yang terkecil hingga hal yang terbesar.

Menutup novelnya, Yugao meminum jus Cherrynya. Dia akan ke kampus dan kembali kesini setelah Sasori selesai bekerja.

.

.

.

"Aku bertaruh dengan Sasori-nii." Sakura mengaduk mie ramennya. "Jika aku sudah memiliki pacar."

"Kau gila, Sakura." Ino mengibaskan rambutnya, membuat beberapa pemuda menatap kearah mereka.

Sakura memutar bola matanya bosan. Ino memang seperti itu. Tidak peka dan tidak peduli pada sekitarnya. Dia adalah gadis yang garang dan maniak game. Tetapi sebenarnya, Ino sama sepertinya. Garang tetapi rapuh.

Ino tidak pernah menyadari bahwa dirinya bersinar seperti berlian. Banyak pemuda yang menaruh hati padanya, tetapi dirinya hanya terpaku pada satu orang.

Kakak kelas Ino di sekolah menengah pertama. Dulunya, mereka tidak hanya berdua seperti sekarang. Tetapi bertiga dengan Uzumaki Karin. Mereka bersahabat sedari kecil, Karin dan Ino masuk ke sekolah yang sama, sedangkan dirinya berada di sekolah yang dekat dengan rumahnya.

Ino jatuh cinta pada Yakushi Kabuto. Salah satu ketua OSIS di sekolahnya dan Karin. Ino selalu menceritakan tentang Yakushi Kabuto hingga kepalanya terasa mau pecah jika mendengar suara cempreng Ino.

Tetapi, suatu hari di musim panas. Semuanya berubah. Karin diam-diam menusuk Ino dari belakang. Dia tega membuat Yakushi Kabuto membenci Ino dan membuat Karin lebih dekat dengan ketua OSIS itu.

Sakura sangat membenci perusak hubungan orang seperti Karin, dia tidak pernah memaafkannya meski Ino sudah memaafkannya. Karena, gadis seperti Karin bisa merusak hubungan siapapun.

Mengaduk-aduk mie ramennya. Sakura berbicara sendiri.

"Habisnya! Nii-chan menyebalkan sekali! Dia mengejekku karena aku tidak memiliki pacar, jadi aku katakan saja padanya jika aku sudah memiliki pacar!"

"Kamu tidak mungkin memiliki seorang pacar. Bukankah dirimu adalah Jomblo sejati?"

"Sialan!" umpat Sakura. "Sekarang aku sedang bingung, Ino."

"Nah! Kau sendiri yang memulainya, jangan mengeluh."

"Nii-chan meminta foto kekasihku. Aku harus bagaimana?" tanya Sakura. "Arggh.. aku bingung!"

"Kenapa kamu tidak mencarinya saja? Misalkan di pinggir jalan," usul Ino.

"Kau gila, Ino. Aku sedang mencari cowok bukan sampah!"

Ino mengangkat bahunya acuh tak acuh.

"Aku kan hanya memberi saran."

"Jika begitu, temani aku sepulang sekolah."

Memutar bola matanya bosan, Ino mengambil ponselnya.

"Hai', hai'"

.

.

"Bukankah itu tadi, Yugao?"

Sasori yang sedang meletakan nampan menolehkan kepalanya. Deidara memandangnya dengan tatapan menggoda. Pemuda berambut pirang itu tampak sedikit aneh dengan penutup kepala berwarna putih.

"Memang Yugao."

"Mau apa dia kemari? Mencarimu, senpai?"

Sasori tidak menjawab. Dia sibuk menata pesanan untuk diantarkan kepada pelanggan mereka.

"Hei Sasori senpai, sudah berapa lama kamu memendamnya?" tanya Deidara. "Tujuh tahun,un. Dan kamu mau membiarkannya begitu saja?"

"Kenapa bicaramu jadi bijak seperti Hidan? Apa kamu berubah menjadi pemuja Dewa Jashin?" tanya Sasori.

"Aku menjadi maniak sepertinya,un? Wahahaha.. jangan bercanda, Sasori senpai. Cita-citaku masih sama, menjadi seorang teroris."

"Kau gila."

Dirinya bukannya tidak tahu kemana arah pembicaraan Deidara. Pertama kali dirinya bertemu dengan Yugao adalah saat upacara pembukaan saat dirinya berada di sekolah menengah pertama. Gadis berambut ungu itu terlihat malu-malu dengan rambutnya yang diikat ponytail.

Ketika melihat Yugao dari jauh ada sesuatu yang membuatnya berdesir. Saat itu pipinya merona merah dan dirinya menjadi bulan-bulanan teman-temannya. Banyak yang menyarankan untuk menyatakan cinta pada Yugao, tetapi dia tidak memiliki keberanian sebesar itu.

Dan sekarang, gadis itu muncul di tempatnya bekerja. Mungkin apa yang dikatakan Deidara itu benar, dia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Kami-sama.

.

.

.

"Sakura, aku sudah mulai lelah." Ino mendesah lelah. "Aku ingin pulang."

"Sebentar, Ino. Aku masih ingin mencari lelaki yang cocok untuk menjadi kekasihku."

Mereka sudah hampir empat jam berjalan keliling Tokyo. Memang banyak pemuda yang tampan, tetapi tidak ada yang menarik perhatian Sakura. Selera sahabatnya itu terlalu tinggi.

Ino menyesal mengiyakan menemani Sakura. Dia tidak menyangka, mengambil foto seorang pemuda akan selama ini.

"Ah! Ketemu!"

Sakura mengeluarkan ponselnya ketika menemukan seorang pemuda yang berdiri tidak jauh dari mereka. Pemuda itu terlihat tampan dengan kaos tanpa lengan yang membalut tubuhnya yang atletis.

"Tampan, bukan?"

"Cepat ambil fotonya dan kita pergi."

"Sebentar, Ino!"

Sakura fokus pada ponselnya dan tepat saat dirinya menekan tombol di layar ponselnya, pemuda itu menoleh kearahnya.

"Yatta! Aku dapat fotonya! Ayo kita pergi, Ino!"

Dan Sakura tidak tahu, jika pemuda itu terus memandanginya hingga menghilang di tikungan jalan.

.

.

.

Udara di luar cukup dingin meski memasuki musim gugur. Angin bertiup dengan kencang dan menerbangkan daun-daun yang berguguran.

Sasori merapatkan jaketnya dan berjalan keluar dari cafe tempatnya bekerja. Matanya bisa menangkap seseorang berdiri tidak jauh dari cafenya dan mengenakan sebuah mantel berwarna ungu. Rambutnya diikat rendah dan di tangannya terdapat sebuah buku.

"Yugao?"

Yugao menolehkan kepalanya dan tersenyum.

"Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Sasori. "Kenapa kamu tidak masuk ke dalam saja, di luar dingin sekali!"

"Tidak apa, Sasori-kun. Aku baru saja pulang kuliah, jadi menungguku tidak terlalu lama." Yugao tersenyum. "Mau pulang bersama?"

"Umm.."

Sasori memasukan tangannya ke dalam saku jaketnya. Dia tidak tahu harus memulai pembicaraan yang terasa canggung ini dari mana. Tujuh tahun dia mengenal Yugao dan dia tidak berani memulai pembicaraan terlebih dahulu.

"Sebenarnya, ada yang ingin aku katakan padamu." Sasori buka suara sembari menyembunyikan rona merah di pipinya.

"Aku juga ingin mengatakan sesuatu padamu, tetapi kamu dulu saja."

"Sebenarnya.. aku.. sudah lama menyukaimu," ucap Sasori. "Selama ini aku hanya berani memandangmu dari kejauhan saja dan perkataan Deidara membuatku sadar. Jika aku tidak mengatakannya, maka aku akan kecewa."

Yugao memandang Sasori dengan pandangan tidak percaya.

"Kau juga menyukaiku?" tanya Yugao. "Aku pikir hanya aku yang menyukaimu, ternyata kamu juga menyukaiku."

"Kamu juga menyukaiku?" Sasori memandang Yugao tidak percaya sebelum tertawa. "Maafkan aku, aku bodoh sekali. Selama ini aku memendamnya seperti seorang pengecut karena takut seseorang yang aku sukai, menyukai orang lain. Ternyata kamu juga menyukaiku."

Angin sore menerbangkan rambut ungu milik Yugao. Gadis itu tampak cantik dengan rambut yang berkibar tertiup angin. Dan di matanya, Yugao adalah gadis yang mengagumkan.

"Jadi, hubungan kita apa?"

Yugao memandang tangan Sasori yang sekarang menggenggam tangannya. Dia bisa merasakan jantungnya turun hingga mata kakinya. Benar-benar membuatnya gugup.

"Kita pacaran?"

Tautan jemari Yugao pada jemarinya membuat satu senyuman Sasori terbit. Bodohnya dirinya menanyakan pertanyaan bodoh pada Yugao, tentu saja gadis itu akan menerimanya.

"Iya."

Dan langit jingga menjadi saksi cinta yang bahagia.

oOo

"Nii-chan! Nii-chan bangun!"

Sasori menggeliat ketika mendengar ketukan pintu yang disebabkan oleh adiknya. Pagi-pagi begini adiknya sudah ribut membangunkannya. Tidak tahukah adiknya jika semalam dia terkena insomnia?

"Nii-chan bangunlah! Oi, maniak barbie!"

Dia harus menanyakan pada ibunya, apa yang ibunya makan saat mengandung adiknya hingga menyebabkan suara menggelegar bak toa itu. Jika yang membangunkan bukan adiknya, mungkin dia akan meminjam bom milik Deidara.

Mimpi?

Rasanya Sasori bermimpi dirinya berhasil mendapatkan Yugao. Jadi, semuanya hanya mimpi? Jika semuanya hanya mimpi, betapa dirinya bahagia bisa mendapatkan Yugao walau hanya dalam mimpi.

Suara getaran ponselnya membuatnya kembali membuka matanya. Mengabaikan suara cempreng millik adiknya, Sasori mengambil ponselnya.

Ohayou, Sasori-kun.. kamu sudah bangun?

Entah mengapa, sesuatu yang menghangat masuk ke dalam hatinya. Jadi, semua itu bukanlah mimpi? Tangannya dengan cekatan membalas pesan dari Yugao.

Ohayou moo.. aku sudah bangun, sayang.

Satu senyuman muncul di bibir Sasori. Bagai mendapat kekuatan, dia siap menghadapi adiknya yang cerewet itu. Dalam bayangannya, dia sudah bisa membayangkan wajah Yugao yang tersipu membaca balasan pesan darinya.

"Cerewet, Sakura!" Sasori membuka pintu kamarnya dan langsung mencubit hidung milik Sakura.

"Sakit, nii-chan! Lepaskan aku!" Sakura mengusap hidungnya. "Aku ingin menunjukan foto pacarku."

"Hm?" Sasori menjadi tertarik dengan topik yang sedang dibicarakan adiknya. "Mana?"

Sakura dengan bangga menunjukan foto seorang pemuda dengan kulit putih dan tubuhnya yang berotot. Tampan dan sexy, pemuda itu mampu membuat wanita manapun berterkuk lutut. Sasori menaikan satu alisnya. Tidak mungkin adiknya mendapatkan kekasih yang seperti itu. Mustahil.

"Ini pacarmu?" tanya Sasori. "Tidak mungkin pacarmu setampan ini, Sakura."

Mengerucutkan bibirnya dengan kesal. Sakura kembali menyimpan ponselnya.

"Kalau nii-chan tidak percaya juga tidak apa-apa. Tetapi dia itu pacarku!"

Sasori mencoba menggali kembali ingatannya. Foto pemuda yang di tunjukan Sakura kepadanya terasa tidak asing. Dia seperti mengenali pemuda itu. Tetapi, dia lupa dimana pernah melihat pemuda itu.

Artis? Bintang iklan? Model? Penyanyi? Rasanya pemuda itu tidak termasuk dalam jajaran orang yang terkenal.

"Tapi, aku seperti pernah melihatnya," ucap Sasori.

"Nii-chan pernah melihatnya?" wajah Sakura menjadi pucat. "Mungkin itu hanya khayalan nii-chan atau nii-chan pernah bertemu dengannya di jalan."

Sasori mengangkat bahunya.

"Mungkin saja."

Suara ketukan pintu membuat keduanya menolehkan kepalanya. Sasori berjalan menuju pintu.

"Biar nii-chan yang bukakan pintunya."

Dan ketika Sasori membukakan pintu untuk tamunya. Rasanya jantungnya ingin lepas.

"Hn. Haruno Sasori?"

.

.

.

.

.

"Sasuke."

Seorang pemuda yang sedang merebahkan dirinya di sofa sembari mendengarkan musik membuka matanya. Onyx miliknya menatap kakaknya yang sedang menatapnya.

"Antarkan baju ini ke rumah Sasori. Kemarin aku meminjamnya."

"Cih, aku tidak mau. Lagi pula aku tidak kenal siapa itu Sasori."

"Ya sudah kalau tidak mau." Kakaknya mengangkat bahunya. "Padahal ada diskonan pai tomat di sebuah mall."

Mendengar kata yang sakral, membuat pemuda itu menatap kakaknya.

"Dimana alamatnya?"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Y-ya." Sasori meneguk ludahnya. "Kamu-"

"Namaku Uchiha Sasuke dan aku memiliki titipan dari kakakku, Itachi."

Sasori tidak tahu harus mengatakan apa. Jadi, adiknya berpacaran dengan-

"Kau?!"

Suara cempreng membuat Sasori maupun Sasuke menolehkan kepalanya. Mereka bisa melihat Sakura berdiri dengan mulut terbuka lebar dan telunjuk yang menunjuk Sasuke.

Kami-sama! Kenapa pemuda itu ada disini?!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Ada yang tahu Ookami Shoujou to Kuro Ouji? Asataaagaaaa keren banget animenya! *benerkanjudulnya?**plak* entah kenapa, ma kokoro dokidoki ngeliatnya.. jadinya terbentuk fict nista ini hahahaha..

Niatnya, di bikin gak mirip-mirip amat kok "v tapi pengennya di bikin Sasuke jadi pangeran yang cool tapi sadis :v perpaduan antara coolnya Sasuke dan sadisticnya Keiichi *dibakar*

Hahahaha.. sebelum Saku semakin gila disini.. silahkan tinggalkan review yang banyak.. soal judul gatau itu tulisannya bener atau nggak.. :3 abisnya yang kepikiran itu.. :3

Review yang banyaaaaaaakkkkk yaaaa!

Sampai ketemu di chap depan!

-Aomine Sakura-