Title : Sampai Menutup Mata
Pairing : Neji X Tenten
Genre : Angst, Tragedy
Rate : M (For themes, languange and a bit Lime at chapter 2)
Two Shots
Desclaimer © Masashi Kishimoto
Story by Yumae-chan
Seorang pria berjalan dilorong apartment sendirian sambil menenteng tas kerjanya, lalu beberapa saat kemudian ia sampai didepan sebuah pintu apartment. Ia membuka pintu tersebut dan langsung masuk tanpa mengucap salam apapun. Ia masuk sambil melepas dasi yang baginya sungguh sangat mengganggu dan melempar tas kerjanya sembarang di sofa.
"Ah, Neji," ucap seorang wanita berambut coklat dengan gembira sambil memeluk pria tersebut namun, pria tersebut atau bisa kita panggil Neji tidak membalas pelukan tersebut atau hanya sekedar menyapa panggilan istrinya juga tidak.
"Yah, Tenten aku sudah pulang, bisakah kau lepaskan pelukanmu? Aku sungguh sangat lelah hari ini," ucapnya dengan nada yang dingin.
"Tapi… aku hanya ingin memelukmu," ucap wanita yang dipanggil dengan nama Tenten tersebut dengan nada sedih, ia melepas pelukan itu lalu tangannya langsung memeluk perutnya yang besar karena ia sedang hamil 7 bulan. Neji hanya menghela nafas melihat tingkah laku istrinya yang menurutnya sejak hamil sangat mengganggu dan ia sangat tidak suka dengan tingkah laku tersebut, bahkan ia kadang sampai membenci istrinya sendiri karena selalu mengidam sesuatu yang menurutnya bodoh dan konyol.
"Tenten, kumohon aku sangat lelah hari ini," ucap Neji lagi dengan suara monotone khasnya.
"Kalau begitu makanlah, aku sudah menyiapkan makanan untukmu."
"Tidap perlu, aku sudah makan, aku ingin langsung tidur," Neji langsung meninggalkan Tenten dan masuk kedalam kamar mereka lalu menutup pintu tersebut tanpa memikirkan perasaan Tenten ketika ia bersikap seperti tertunduk sedih dan ia mulai melangkah kearah dapur untuk membereskan makanan yang bahkan tidak tersentuh sedikit pun.
Ia memasukkan makanan-makanan tersebut ke dalam kotak khusus makanan dan meletakkannya di lemari es agar dapat ia hangatkan esok pagi. Sebenarnya ia sendiri juga belum makan, ia rela tidak makan hanya untuk menunggu suaminya untuk makan bersama. Tenten membuka lemari penyimpanan yang tertempel di dinding dan mengambil susu ibu hamilnya, hanya susu itulah yang selalu menjadi makan malamnya setiap hari sejak usia kandungannya menginjak 5 bulan tepat ketika penyakit ngidamnya mulai muncul dan ia merasa Neji juga mulai menjauh sejak saat itu, sifatnya mulai dingin dan ia selalu makan diluar atau beralasan ada meeting agar ia dapat keluar dari rumah.
Tenten mulai menenggak susu tersebut sambil menahan tangis, hatinya sakit, sangat sakit, bahkan ia berpikir mungkin Neji sudah tidak mencintainya lagi dan juga membenci kehamilannya, membenci buah cinta yang mereka ciptakan bersama. Namun apa yang bisa ia lakukan? Pergi dari rumah? Bercerai? Atau mungkin… bunuh diri. Tapi tidak, ia tidak boleh melakukan hal tersebut demi bayinya yang akan segera lahir satu bulan lagi, demi kebahagiaan dan kasih sayang seorang ibu untuk bayi kecilnya kelak.
Tenten merasakan tendangan kecil dari buah hatinya, ia pun meletakkan gelasnya lalu mengusap lembut perutnya.
"Maafkan ibu sayang, ibu harus minum susu lagi, ibu tau kau ingin mendapatkan nutrisi yang layak dari makanan yang layak, hanya saja ibu… sedang tidak dapat melakukannya," Tenten tersenyum namun jauh dalam hatinya ia menangis.
Tenten meletakkan gelas bekas susu tersebut diwastafel lalu ia berjalan ke kamar untuk bergabung bersama suaminya. Saat ia sampai dikamarnya ia dapat mendengar suara gemercik air dari kamar mandi, itu menandakan suaminya belum tidur. Beberapa saat kemudian Neji keluar dari kamar mandi hanya menggunakan sebuah handuk yang bertengger dipinggangnya, ia membuka lemari dan mengambil kaus tipis yang biasa ia gunakan untuk tidur.
"Eh ano… Neji ," ucap Tenten memberanikan diri dari ambang pintu.
"Hn," gumama Neji sambil memakai kaus tipisnya.
"Besok aku akan kerumah sakit untuk pemeriksaan kandungan, dapatkah kau ikut denganku? Dokter bilang kalau bisa aku mengajakmu," ucap Tenten ragu-ragu sambil memandang kelantai dan memainkan kakinya.
Diam.
Tidak ada jawaban.
Setelah memakai pakaiannya Neji langsung merebahkan tubuhnya dikasur tanpa sedikit pun menjawab ajakan istrinya. Melihat hal ini sang istri hanya tertunduk semakin sedih, Tenten pun berjalan ke arah ranjang mereka ikut bergabung merebahkan tubuhnya sambil membelakangi suaminya. Ia menatap sebuah foto yang terletak dimeja disampingnya, di foto tersebut mereka terlihat sangat bahagia, bahkan Neji memperlihatkan senyum hangatnya yang sangat jarang ia perlihatkan kepada siapapun kecuali istrinya.
Setitik air mata menetes dari kedua matanya dan ia mengusap air mata tersebut dengan punggung tangannya lalu mencoba untuk tertidur, berharap esok nanti ketika ia bangun sifat suaminya dapat kembali seperti semula, suami yang sangat perhatian dan sangat mencintai istrinya.
Pagi berikutnya…
Sinar matahari mulai terbit, sinarnya merambat dan masuk kecelah-celah kecil gorden dan memaksa Tenten yang tengah tertidur disana mengangkat tangannya sebatas kepala, menghalangi sinar yang mengganggu tidurnya. Perlahan ia membuka mata coklat madunya lebih lebar, berusaha menyesuaikan pupilnya dengan pencahayaan di ruangan tersebut.
Tidurnya semalam tidak terlalu nyenyak karena mimpi buruk yang ia dapatkan. Dalam mimpi tersebut ia melihat tubuhnya sendiri tergeletak tak bernyawa di genangan darah yang mengelilinginya dan hal tersebut membuatnya sedikit ngeri. Tenten memaksakan dirinya bangun walau sedikit kesusahan karena perut buncitnya, kemudian ia terduduk di tepi tempat tidur, sejenak ia menggeliat meregangkan otot-ototnya yang kaku kemudian kedua tangannya mengelus lembut perutnya mengucapkan selamat pagi pada buah hatinya yang belum lahir.
Tenten menengok kearah tempat dimana suaminya tidur disebelahnya dan mendapati suaminya sudah tidak ada ditempat.
'Sudah pergi rupanya' batin Tenten dalam hati sambil menghela nafas panjang.
Ia mulai beranjak dari tempat dimana ia duduk berjalan ke kamar mandi, hari ini ia akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Tenten berjalan dengan pelan, kakinya terasa sangat sakit walau hanya untuk berjalan dari ranjang menuju kamar mandi.
Tenten terduduk di ruang tunggu rumah sakit menunggu gilirannya, lalu beberapa saat kemudian keluarlah seorang suster.
"Nyonya Hyuuga," panggil suster tersebut.
"Hai," Tenten beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke ruangan yang suster tersebut tunjukkan.
Terlihat seorang wanita berjas putih sedang membolak-balik berkas-berkas laporan rumah sakit dengan kaca mata yang bertengger di hidungnya, ia mengalihkan perhatiannya dari kertas-kertas tersebut ketika ia mendegar seseorang masuk, tentu saja adalah pasien berikutnya.
"Tenten, silahkan duduk," ucap dokter berambut pirang tersebut.
"Hai, terima kasih Tsunade-sama,"
"Hmmhh, baiklah mari kita mulai," Tsunade pun beranjak dari tempat duduknya dan Tenten sendiri berbaring di atas kasur yang telah disediakan. Tsunade mulai menyiapkan alat USG.
"Apakah kau sudah siap, Tenten?," tanya Tsunade sambil melapisi Transducer USG dengan jelly dan dijawab dengan anggukan oleh Tenten. Tsunade pun menempelkan Transducer tersebut dipermukaan kulit perut Tenten, sedikit demi sedikit layar monitor pun mulai menampilkan gambar hitam-putih.
Tenten tersenyum bahagia ketika melihat gambar bayi perempuannya di layar monitor.
"Baiklah, sudah selesai," ucap Tsunade sambil merapikan peralatan USG-nya. Tenten beranjak dari posisi tidurnya.
"Jadi, bagaimana?," tanya Tenten dengan nada agak khawatir.
"Tidak perlu khawatir, bayimu baik-baik saja, bahkan sangat sehat," ucap Tsunade menenangkan Tenten.
"Syukurlah, aku hanya… ,"
"Aku mengerti, tapi apakah tidak sebaiknya kau beritahukan kepada suamimu? Lebih cepat lebih baik, bukan?," potong Tsunade.
Tenten terdiam mendengar perkataan Tsunade, sebenarnya ia ingin memberitahu Neji mengenai keadaannya hari ini, tapi suaminya selalu menghilang tiba-tiba di pagi hari. Dan juga suaminya terkesan acuh dengan dengan kehamilannya.
"Aku… hanya ingin melahirkan bayi ini," ucap Tenten sambil menahan air mata yang mulai menggenangi kedua pelupuk matanya. Tsunade pun memeluk Tenten sambil menggumamkan kata-kata untuk menenangkannya.
"Ah, terima kasih, Tsunade-sama untuk waktumu, maaf aku selalu merepotkan," ucap Tenten berpamitan pada Tsunade.
"Tidak apa-apa, jika ada apa-apa beritahukan padaku secepatnya, oke."
Tenten pun berjalan keluar dari gedung rumah sakit tersebut, ia melihat jam tangan yang terlingkar di lengan kirinya. Tenten terpikir untuk mampir sebentar ke toko kue dan coklat pastry yang selalu di impikannya sejak hamil, jaraknya memang sedikit jauh dari rumah sakit tapi, karena ia sangat mengidamkan kue-kue dancoklat-coklat pastry tersebut Tenten pun memutuskan untuk menuju kesana.
Membutuhkan waktu setengah jam untuk sampai ke toko tersebut menggunakan bis umum. Tenten lebih memilih menaiki bis umum untuk menghemat uangnya, ia bukanlah tipe orang yang suka menghambur-hamburkan uang, selagi masih ada yang murah dan nyaman kenapa harus memilih yang mahal?. Itulah prinsip yang selalu Tenten pegang yang merupakan nasehat dari kedua orang tuanya sebelum mereka meninggal karena kecelakaan.
Akhirnya ia sampai ditempat tujuannya yaitu Pillsbury Cake and Chocolate Pastry, toko tersebut terlihat sangat mewah dan tanpa basa-basi Tenten pun segera melangkahkan kakinya memasuki toko tersebut. Begitu memasuki toko tersebut bau harum coklat dan kue seketika langsung menyerbu hidung ibu muda tersebut, deretan etalase berisikan coklat pastry dan kue terpampang dari depan hingga belakang.
Tenten melangkahkan kakinya dari etalase ke etalase mencari kue coklat pastry yang selalu ia idam-idamkan yaitu Chocolate éclairs, beberapa saat kemudian ia menemukan makanan yang ia cari. Tenten pun segera membawanya ke kasir dan membayarnya. Saat akan membayar kue coklat pastry tersebut ia teringat dengan coklat pastry kesukaan Neji, ia pun membeli Filo rolls untuk suami tercintanya.
Saat akan keluar dari toko tersebut tidak sengaja ia menoleh kearah restoran yang berada disebelah toko tersebut dan melihat seorang laki-laki berambut coklat panjang yang mirip dengan suaminya, laki-laki tersebut terlihat sedang duduk dengan seorang wanita. Tenten mengamati mengamati kedua orang tersebut dengan teliti, orang tersebut memang Neji tapi, siapa wanita yang berada didepan suamiya itu?.
Wanita tersebut mempunyai rambut berwarna pirang dan mata berwarna emerald ungu, ia memakai pakaian formal. Beberapa saat kemudian Tenten ingat perempuan tersebut bernama Shion, dia adalah sekretaris Neji, tapi apa yang sedang mereka lakukan? Bukankah seharusnya mereka berada di kantor?.
Tiba-tiba kedua orang tersebut berdiri dan hendak meninggalkan restoran tersebut, Tenten pun mengikuti mereka berdua. Neji dan Shion berjalan menuju ke tempat parkir, saat mereka berdua melewati lorong sepi tanpa malu mereka tiba-tiba berciuman dengan sangat mesra. Hal ini sangat menohok hati Tenten, dengan tangan yang bergetar ia menutupi mulutnya untuk menghambat isakan tangis yang ingin segera pecah, dengan segera ia berlari dari tempat tersebut, ia tidak dapat lebih lama lagi melihat hal sangat mengancurkan hatinya tersebut. Dengan air mata yang mengalir, Tenten berjalan di trotoar tidak mempedulikan tatapan orang-orang yang menatapnya dengan aneh di jalan.
TBC...
AN : Oke, ada kemungkinan fanfiction ini di hapus karena cuma experiment, Mae mau coba nulis fanfiction yang keluar dari zona nyaman Mae, biasanya kan Mae nulis fanfiction genre Romance dan pasti happy ending, kali ini mau coba buat yang beda.
Kalo ada yang suka dan minta dilanjutin, pasti Mae lanjutin kok, tapi mungkin agak mulur soalnya Mae udah keluar dari magang di rumah sakit dan udah mulai back to school
Mae nulis ini sambil mewek loh, soalnya gak tega bikin Tenten sengsara T_T. Tapi entah untuk readers-readers sekalian, maka dari itu mohon kritik sarannya ya Minna-san, flame Mae terima kok asal bukan junk flame aja, gak ada kerjaan banget nge-junk
RnR minna-san, onegai?
Jaa nee di chapter selanjutnya...
