Begin
.
.
.
Pertemuan mereka bukanlah sesuatu yang biasa. Tapi, itu juga jauh dari kata luar biasa.
Taehyung sedang lari dari kenyataan. Ketika kakinya yang berlapiskan sandal beludru berkepala singa itu menapaki tangga. Ketika satu tangannya memegang susu pisang dengan sedotan yang sudah bertengger di dalamnya. Ketika satu tangan yang lainnya membawa belasan susu pisang dalam kantong plastik.
Taehyung sedang ingin menghindar. Ia bersenandung kecil bersamaan langkah ringannya menuju atap. Diam-diam melawan larangan untuk tidak bermain di atap. Memutuskan untuk mabuk dengan belasan botol mini susu pisang.
Taehyung ingin melepas penatnya. Walau sekilas.
Namun, acara lari dari kenyataannya harus pupus ketika seseorang mendahului dirinya.
Iris mata Taehyung menangkap sesosok pemuda yang mungkin berusia tidak beda jauh darinya. Berdiri di tepi pembatas gedung. Merentangkan tangan. Piyama yang memiliki kemiripan dengan piyama yang dipakainya itu sedikit berkibar karena tertiup angin. Mereka ada di atap dan dibagian paling atas lantai 10 gedung ini. Angin kencang itu bisa dengan kurang ajar menyeret pemuda itu jatuh ke dasar.
Taehyung terpaku. Untuk beberapa saat dia mencerna adegan yang ada di depan matanya saat ini.
Bunuh diri?
Anni, percobaan bunuh diri?
Berbeda dengan pikirannya yang mulai kalang kabut ketika berprasangka pemuda itu akan bunuh diri. Taehyung justru berjalan santai ke arah pemuda itu. Meminum susu pisangnya hingga tandas. Memasukan bekas botolnya ke dalam kantong plastik. Menyatukan dengan belasan botol yang masih utuh.
Buang sampah harus pada tempatnya.
Maka Taehyung memutuskan untuk memasukkan kembali bekas botol itu ke dalam kantong plastik. Biarlah nanti ia buang ketika sudah kembali ke lantai bawah dan ada keranjang sampah.
Fokusnya sekarang adalah, bagaimana caranya ia memperlakukan orang yang mencoba bunuh diri tidak jauh darinya itu? Sementara pikirannya begitu kalut.
Tenang Taehyung.
Taehyung menghela nafas. Menahannya sebentar dan membuangnya dengan kasar. Dengan langkah sok mantap ia mendekati posisi pemuda itu. Sok kuat. Padahal ini pertama kalinya ia mengalami situasi semacam ini.
"Woah... ternyata tinggi ya?"
Pemuda yang sedang berdiri di pembatas itu terperanjat kaget. Dengan kaku ia menatap Taehyung yang juga sedang menatapnya. Dengan cengiran khas kotaknya itu, Taehyung secara tidak sadar membuat pemuda di hadapannya malah merinding. Perasaan takut itu menghinggapi batin sang pemuda. Menghiraukan bahwa sebenarnya Taehyung terlalu manis dan imut untuk menakuti sang pemuda.
"Kau... kau... tidak usah mencegahku," cicit sang pemuda. Suaranya teramat pelan, membuat Taehyung harus mengerahkan seluruh konsentrasinya agar suara itu berhasil ditangkap telinga capungnya.
"Mencegah? Mencegah apa?"
"Kau... ingin mencegahku... untuk... untuk melompat, kan?"
Apakah itu hanya perasaan Taehyung atau memang pemuda di depannya ini begitu pemalu bahkan untuk berkata pun ia begitu gugup. Apakah pemuda sepemalu dirinya mampu melakukan tindakan seceroboh bunuh diri?
Lalu, pandangan Taehyung tanpa sengaja menangkap pergelangan tangan kiri pemuda itu yang diperban. Jadi, pemuda ini sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya? Apakah itu alasannya ada di tempat yang sama seperti Taehyung sekarang?
"Apa itu tidak sakit?"
Alih-alih menjawab pertanyaan sang pemuda, Taehyung malah menunjuk pergelangan tangan sang pemuda itu. Selain gelang identitas diri, sebebat kain kasa juga ikut menghiasi dengan tanda kecoklatan ditengahnya.
Reflek sang pemuda menatap pergelangan tangannya. Ketika menyadari apa yang ditunjuk oleh Taehyung, pemuda itu dengan sesegera mungkin menutup pergelangan tangannya, tepatnya tangan kirinya.
"Sakit, kan?" tanya Taehyung memastikan yang disambut gelengan pelan yang terkesan ragu dari sang pemuda.
"Kau berbohong, itu pasti sakit." Tatapan Taehyung semakin menajam seolah akan menerkam sang pemuda bulat-bulat.
"I...itu... bukan urusanmu."
Gugup. Nada suaranya semakin mengecil. Melihat hal itu, Taehyung hanya mampu menghela nafas, antara miris dan kesal, kasihan dan benci.
Pandangan Taehyung kembali beralih melewati pembatas gedung. Menatap dasar gedung yang terlapisi tepian berumput. Beberapa tanaman liar tumbuh di sana. Beberapa perabot usang seperti kursi, ranjang, lemari, dan beberapa yang lainnya tampak teronggok di dasar. Mungkin itu sudah tidak terpakai lagi dan sengaja dibuang di sana. Dalam beberapa detik Taehyung dapat menyadari bahwa itu adalah bagian dari belakang gedung. Terlihat dari daerahnya yang sangat tidak terurus.
"Itu akan lebih sakit ketika kau sampai di sana."
"Aku... tidak peduli. Itu bukan urusanmu..."
"Kepalamu akan pecah, otakmu terurai keluar, tengkorakmu hancur. Jika beruntung, kau akan langsung mati. Tapi jika tidak?"
Taehyung berhenti sejenak. Menggantung ucapannya. Mengalihkan tatapannya pada dasar gedung kembali pada sang pemuda. Menatap tajam tepat pada sepasang manik hitam sang pemuda di hadapannya. Membuat sang pemuda hanya mampu menelan ludahnya kasar. Gugup dan takut bercampur jadi satu dibenak pemuda tersebut.
"Kau akan merasakan bagaimana darah dalam tubuhmu berontak ke luar tubuhmu. Merasakan bagaimana beberapa tulangmu remuk. Merasakan bagaimana beberapa lokasi tulangmu berpindah pada posisi tak wajar. Merasakan bagaimana paru-parumu terhimpit menuntut udara yang mulai kesulitan kau dapatkan. Merasakan bagaimana jantungmu diremas dengan kuat. Merasakan bagaimana otakmu menjeritkan rasa sakit yang tak terhankan. Tapi tidak ada siapapun di sana, tidak ada siapapun yang bisa menghilangkan rasa sakitmu. Sementara tubuhmu semakin berontak dengan rasa sakit yang..."
"Hentikan!"
Pemuda itu membentak. Memotong ucapan tanpa jeda Taehyung dengan segera. Nafas pemuda itu memburu. Matanya mulai bergetar, ketakutan.
Tatapan Taehyung akhirnya melembut. Ia menglurkan tangan kanannya ke arah pemuda itu. Membiarkan telapak tangannya menengadah ke langit.
Dengan kernyitan bingung, pemuda itu bertanya, "apa?"
"Tidakkah kau takut? Itu akan semakin sakit."
Pemuda itu menatap tangan Taehyung dengan ragu.
"Rasa sakitmu selama hidup... apakah pantas dibayar dengan rasa sakit yang bahkan akan kau rasakan sampai kau mati?"
Pemuda itu kini mengalihkan tatapannya pada Taehyung. Kernyitan bingung dan keraguan masih jelas dalam parasnya, dan Taehyung hanya mampu memamerkan cengiran andalannya. Memamerkan gigi putihnya yang rapi.
"Tidak kah kau ingin balas dendam? Kenapa kau harus merasakan sakit sampai akhir? Tidakkah kau memperlakukan dirimu sendiri tidak adil?"
Taehyung melirik sekelas gelang yang pemuda itu pakai di pergelangan tangannya.
Jeon Jungkook, 17
Lalu kembali ia lihat mata ketakutan itu dengan lembut. "Dunia ini sudah tidak adil, apakah kau juga akan memperlakukan dirimu sendiri dengan tidak adil, Jungkook-ah?"
Pemuda yang diketahui Taehyung bernama Jungkook itu melebarkan matanya.
"Aku Taehyung, Kim Taehyung. Salam kenal."
"Aku tidak ber..."
"Tidak kah kau ingin membalas uluran tanganku? Ini pegal tahu"
"Aku..."
Tanpa menunggu Jungkook melanjutkan kata-katanya, Taehyung langsung meraih telapak tangan kiri Jungkook dengan erat. Memperlihatkan senyum manisnya kembali, "Ayo turun! Di sana menakutkan."
Sementara Jungkook hanya menatap Taehyung takjub, pemuda itu tanpa sadar telah ditarik turun oleh Taehyung. Tidak lagi berada di atas pembatas atap gedung tersebut.
"Ngomong-ngomong umurku 19 tahun, jadi aku Hyung-mu. Panggil aku Hyung."
Tanpa membiarkan Jungkook mengucapkan sepatah katapun, Taehyung kembali berceloteh dengan ria. Memperlihatkan plastik berisi susu pisangnya yang sempat terlupakan.
"Cuaca sedang cerah, lebih baik kita mabuk dengan ini!"
Taehyung mengacungkan plastik tersebut tepat di depan wajah Jungkook, membuat pemuda itu reflek beringsut mundur. Ditatapnya Taehyung yang kini memperlihatkan cengirannya tadi. Cengiran kotak yang entah kenapa membuat dirinya menghangat. Meski Jungkook tidak membalas ucapan Taehyung, ia cukup tersentuh dengan usaha Taehyung yang terus mengajaknya berbicara sedari tadi.
"Mari kita diskusikan bagaimana caranya balas dendam pada hidupmu yang tak adil, oke?"
—dan tepat saat Taehyung mengucapkan kata-kata itu, Jungkook mengalirkan air matanya. Awalnya hanya setetes demi setetes tapi lama-kelamaan, tanpa Jungkook sadari ia mulai mengeluarkan senggukan. Derai air matanya kian deras dan ia mulai menangis dengan keras.
Tangan kirinya yang masih di pegang oleh Taehyung memberikan kehangatan yang membuat Jungkook ingin menangis. Ditambah senyuman ceria dari Taehyung yang membuatnya...
Sial.
Air matanya tidak mau berhenti.
Jungkook menundukkan kepalanya. Tangan kanannya yang bebas ia pakai untuk menutup wajahnya.
Taehyung yang melihat itu terdiam kebingungan. Ia paling tidak suka melihat orang menangis di hadapannya. Meski ini bukan pengalaman pertamanya, tapi ia selalu kebingungan menghadapi orang yang menangis.
"Hei, jangan menangis. Itu membuatku ingin menangis," ucap Taehyung dengan suara serak.
Dan akhirnya tidak memerlukan waktu lama, suara tangisan itu terdengar bertambah. Semakin keras di tambah dengan Taehyung yang ikut menangis. Entah kenapa ia jadi ikut melankolis seperti ini.
Sementara Jungkook yang mendengar suara tangisan Taehyung langsung mengangkat wajahnya dan menatap Taehyung bingung.
"Hyung, kenapa kau ikut menangis?" tanya Jungkook dengan suara senggukan kecil. Tangisnya belum reda di tengah kebingungannya.
Taehyung segera menghentikan tangisannya. Wajahnya pasti kacau sekali, pikirnya.
"Itu gara-gara kau bocah, kenapa kau menangis? Aku kan jadi ingin ikut menangis."
"Apa-apaan dengan alasan itu..."
Mereka terdiam bersamaan. Saling menatap wajah masing-masing yang terlihat kacau. Air mata masih menggantung di mata masing-masing. Ingus mereka terlihat. Dan jangan lupakan mata mereka yang membengkak.
Maka, dalam hitungan detik Taehyung tertawa. Melihat pemuda yang lebih tua itu tertawa, Jungkook jadi ikut tertawa.
—cuaca yang cerah itu kini ditemani tawa mereka berdua yang menggema di atap gedung itu. Gedung rumah sakit.
Ah, mereka pasti sudah gila. Sesaat yang lalu meraung dengan tangisan yang tidak keren, dan sesaat kemudian saling menertawakan kekonyolan masing-masing.
Tapi bagi Jungkook, meski ia gila pun, ia bersyukur bisa dipertemukan dengan Taehyung pada hari itu.
Jadi, pertemuan mereka bukanlah sesuatu yang biasa. Tapi, mari kita ralat, mungkin itu bisa menjadi luar biasa.
.
Alternative Universe, Drama, and Friendship
.
Story © Terunobozu
.
=Finished=
.
A/N. Sorry for typos, hehehe
BTS lagi, saya menulis BTS lagi... maaf, tidak bisa melewatkan keimutan Taehyung dengan Jungkook. Mereka anak-anak yang manis /uhuk/
Masa remaja itu indah kan? tapi permasalahan masa remaja juga indah. Selamat USBN untuk yang sekarang kelas tiga. Semoga semua usaha kalian dibalas dengan yang terbaik.
I love Spring day so much, and I love u too /ups/
