-PART 1-
TOOOOOTTTT
Kapal yang telah berlayar selama 4 jam itu pun telah berhenti. Seorang gadis berambut pirang pun turun dari kapal itu, membawa sebuah koper dan selembar kertas di tangan kanannya.
"Ya, aku sudah sampai. Di mineral town."
Dia pun berjalan melewati jembatan pelabuhan sambil mengenang kembali apa yang membawanya kemari.
#FLASH BACK#
"Claire, kemarilah."
Seorang wanita tua yang terbaring di kasur berwarna lembut itu memanggil gadis berambut pirang yang ada di dekatnysa .
"Ada apa nenek?"
Gadis yang merasa namanya disebut itu mendekati wanita tua itu. Kemudian, wanita tua itu menyerahkan sebuah kertas kepada gadis itu.
"Apa ini nek?"
"Aku ingin kau pergi mengunjungi tempat ini."
"Mineral Town?"
"Claire, umurku tak akan lama lagi. Pergilah dan temui temanku disana, dan tinggallah bersamanya."
"Nenek ini bicara apa?!"
"Claire, dengarkan aku.. Aku mengetahui tubuhku. Aku sudah tidak dapat menahannya lebih lama lagi. Tapi kau harus tetap hidup Claire."
"... Nenek.."
"Pergilah."
"..."
"Maaf.."
Lamunannya terbuyar saat seseorang memanggilnya. Seorang pria berotot telah berdiri di hadapannya.
"Emm.. Iya? A-ada apa?" Gadis itu tiba-tiba menjadi canggung.
"Perkenalkan, namaku Zack. Apa kau orang baru disini?"
"Iya.. namaku Claire.. Ah! Apa kau tau alamat ini?!"
Claire menunjukkan kertas itu kehapadan pria bernama Zack itu. Namun karena terlalu bersemangat, hidung Zack tak sengaja terpukul.
"UAAGHH!" teriak Zack sambil berputar-putar di pasir menahan rasa sakitnya (?)
"Ma-maaff!" Claire yang panik juga ikut berputar-putar di tempat. (loh?)
Tak lama kemudian..
"Maafkan aku.."
"Tidak apa, coba kulihat kertas itu!"
"Oh! Mineral.. Ah! Tempat itu ya! Aku bisa mengantarkanmu kesana!"
"Benarkah? Aku sangat tertolong!" ucap gadis itu sambil menghela napas.
Tadinya dia sempat berpikir bahwa dia harus berkeliling desa yang asing baginya. Apalagi tidak ada satupun orang yang dia kenal. Di perjalanan ia terus membayangkan, seperti apa tempat yang kata neneknya, akan menjadi tempat tinggalnya.
Zack pun mengantarkan Claire menuju Mineral Farm. Entah hanya Claire yang merasa mereka semakin masuk ke pelosok hutan atau memang ini jalannya? Namun Claire hanya diam saja. Sambil melihat pepohonan, dia menarik nafasnya panjang-panjang. Sudah lama dia tidak menghirup udara sesegar ini.
Sesampainya disana, pemandangan yang dilihat Claire benar-benar berbeda dari bayangannya. Tanahnya telah tertutupi oleh rumput yang mungkin tingginya 2 meter (wow! rumput apaan tuh? -_-) , bangunan yang entah kandang atau rumah itu pun sudah dipenuhi tumbuhan merambat, batu dan kayu berserakan dimana-mana.
"Apa ini?!"
"Well, inilah Mineral Farm, eh maksudku.. sekarang telah jadi Mine Farm"
"Mine Farm?" Claire mengkerutkan alisnya.
Zack kemudian menunjuk ke arah papan yang hampir keropos dimakan rayap bertuliskan 'Mine... Farm' yang 3 hurufnya sudah tak terlihat saking kotornya. Astaga, malangnya papan itu..
"Baiklah, kalau ada apa-apa datanglah ke rumah di dekat pelabuhan! Aku pergi dulu! Selamat berjuang nona!"
"Tunggu dulu!"
Zack sudah tak terlihat lagi. Dan kini, Claire mematung di depan tempat yang disebut 'Mineral Farm' itu.
"Aku tau nenek sudah tua, tapi.. apa dia benar-benar tidak salah menuliskan alamat? Nenek tidak.. pikun kan?"
Sambil menghela nafas, Claire meletakkan kopernya di tanah dan duduk di atasnya sambil termenung. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Dia tidak tau harus kemana dan berbuat apa. Kemudian dia pun melihat rumah yang dipenuhi tanaman rambat itu.
"Apa mungkin di dalam rumah itu ada seseorang ya? Apa aku coba mengetuk pintunya?" batinnya dalam hati.
Kemudian dia pun berdiri, mengikat rambutnya dan bersiap melewati rumput setinggi 2 meter itu untuk mencapai rumah yang ada di sana.
"Astaga! Rumput sialan! Siapa sih orang yang tinggal disini?!"
Setelah itu ia pun sampai di depan pintu dengan napas yang tidak beraturan. Dia sendiri heran, kok ngelewatin rumput aja bikin sesak napas ya?
Dia pun mencoba mengetuk pintu.
"Permisi!"
...
...
...
Hening.
"Ah! Nenek bilang kan yang tinggal disini temannya, berarti dia sudah tua! Mungkin agak tuli kali ya?" batin Claire berusaha positive thinking (?)
"PERMISIIIII!"
DUAK! DUAK! DUAK!
...
...
...
Hening.
Padahal Claire merasa dia sudah berteriak sekuat tenaga, bahkan dia sampai mengeluarkan tenaga dalamnya untuk mengetok pintu tadi. Dengerin aja suaranya, dasyat kan? (?)
Claire pun mencoba berpikir. Pintu yang ada di hadapannya telah menjadi tambah keropos. Entah karena semangatnya mengetok pintu atau gimana.. Dia pun berpikir ide negatif..
Gedobrak aja kali ya?
... hm..
Claire pun mulai beradu pendapat dengan dirinya sendiri..
Gedobrak..
Jangan! Nanti kan bisa dituduh maling! Lagi pula.. kalau ada orang di dalamnya gimana?
Gedobrak..
Jangan! Nanti..
Gedobrak..
Jangan!
Gedobrak..
Jangan..
Gedobrak..
...
...
GEDOBRAKK!
BRAAKKKKK!
Claire menendang pintu itu sekuat tenaga sampai ia pun terpental ke dalam rumah itu. Hingga kepalanya terantuk sesuatu.
"Awww! Sakittt!"
Dia pun bangkit berdiri, dan melihat sekelilingnya. Dia terkejut, melihat rumah yang tampak tidak layak dihuni dari luar, sangatlah indah di dalamnya. Semua peralatannya masih sangat sederhana, namun indah. Kayu-kayunya sama sekali tidak lapuk ataupun rusak. Dan di dalam rumah itu sangatlah wangi.
"Indahnya.."
Tanpa sadar Claire sudah mengelilingi rumah itu dan menyentuh barang-barangnya. Sampai dia tidak menyadari, di belakang dirinya ada sosok yang sejak dari tadi mengamatinya.
"Hehehe.."
Merasa mendengar suara seseorang, Claire pun membalikkan tubuhnya. Namun tidak ada siapa-siapa.
"Tadi kayaknya ada orang ketawa deh?" ucapnya dalam hati.
Tiba-tiba dia merasa suhu di rumah itu menjadi dingin. Bulu kuduknya pun mulai berdiri. Claire pun mulai membayangkan yang tidak-tidak. Jangan-jangan ini rumah hantu? Dan hantunya marah karena pintu rumahnya sudah dirusak? Bagaimana ini?
Claire mulai mundur perlahan-lahan, berusaha keluar dari rumah itu. Namun dari belakang tubuhnya seseorang membisikkan sesuatu di kupingnya.
"Buhh!"
"UWAAAAAAAAAAAA!" Teriak Claire ketakutan, sambil meronta-ronta dan menutup matanya.
"MAAF! Akan kubetulkan pintunya! Ampuni aku! Aku hanya ingin mencari Tuan Mack!"
"Mm? Mau apa kau dengan kakekku?"
"Eh?"
Claire pun segera berbalik badan menuju sumber suara di belakangnya. Ternyata yang dilihatnya ada seorang lelaki berbaju biru dengan slayer merah di lehernya. Orang itu juga memakai topi yang membuat Claire heran kenapa memakainya harus terbalik begitu? Apa sedang trend disini?
Merasa Claire memerhatikannya dengan tatapan aneh, pemuda itu pun mengeluarkan suara.
"Hei! Kan sudah kutanya, mau apa kau dengan kakekku?"
"Ah! A-aku disuruh nenekku untuk.. tinggal disini.. Di rumah Tuan Mack.."
"Oh.."
Cuma oh? Kenapa pemuda ini santai sekali sih? Sudah bikin orang kaget, cuek lagi! Entah kenapa Claire menjadi kesal padanya.
"Sayangnya, kakekku sudah meninggal 10 tahun yang lalu."
"A.. apa? Lalu.."
"Sekarang rumah ini menjadi milikku."
"E-ehh!?"
"Kenapa? Kau mau menumpang disini kan?"
Claire membatu. Orang di hadapannya, pemilik rumah dulu, kalau dia pemilik rumah ini, jadi halaman yang super-duper ekstra berantakan, itu.. gara-gara dia? Dia?
"Hoi! Kok benggong sih?"
"Ah.. A-aku gak tau harus ngomong apa.." ujar Claire sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Entah kenapa perut Claire mulai terasa mulas.
"Hehe, kau menarik, jadi boleh kok tinggal disini! Tapi ada syaratnya.."
Firasat Claire tidak enak. Sangat tidak enak.
"Kau.. Harus menuruti semua perintahku." ucapnya dengan senyuman yang mencurigakan.
"….. Nenek, tolong aku.."
-Bersambung?-
