"Akh! Ini sakit! Aaakkhh!!"
"Tolongーakh! Tidak, aku tidak bisa!"
Sosok itu merintih kesakitan dengan kedua kaki yang bergerak brutal membuat alas yang dipakainya untuk berbaring menjadi kusut tak berbentuk. Wajahnya penuh keringat, nafasnya memburu seperti sekoloni banteng tengah mengejarnya di gurun tandus.
"Lakukan sesuatu! Kalian berencana membunuhnya huh!?"
Sosok berambut karamel membentak dengan mata melotot garang pada seorang pria berpakaian serba hitam yang terlihat ragu berdiri di depadepan tempat tidur. Sementara disisi tempat tidur yang lain tampak sesosok pemuda berambut silver dengan kulit pucat yang sibuk mengelus rambut basah sosok yang tengah kesakitan.
"Ta-tapi Pangeranー"
"Apa lagi brengsek!? Jika kau tidak membantunya kau akan membunuh adik dan Ibu ku!" yang tertua semakin berang.
"Ta-tapiー"
"Lakukan sekarang atau aku yang melempar mu ke Neraka" yang muda bersuara. Mengarahkan keping hijaunya yang indah sekaligus berbahaya pada pria yang kini menelan ludah kaku.
"B-baik. T-tapi... "
"Fuck! Tapi apalagi!?"
"Prosesnya akan lebih menyakitkan saat aku mengeluarkannya nanti, Pangeran"
"LAKUKAN SEKARANG! AKU LEBIH TERSIKSA JIKA DIA TERUS BERADA DI DALAM PERUTKU!" berteriak dengan sisa tenaga yang dimilikinya. Sosok berambut hitam legam itu bahkan sudah menangis karena rasa sakit yang seperti mengoyak isi perutnya.
Meski kedua pemuda disisi kanan-kirinya berusaha untuk menenangkannya, itu semua tidak berarti. Rasa sakit itu semakin menjadi, perutnya seperti akan dirobek. Ia hanya ingin makhluk kecil yang berada didalam perutnya segera dikeluarkan.
"Aaahhh!! Sakit!! Oh Tuhan!!" mencengkram erat kedua tangan yang memeganginya. Tak peduli jika kuku-kuku jemarinya melukai kedua tangan pemuda itu.
"Kau pasti bisa Taozi, kau pasti bisa. Taozi kami sangat kuat, kau bisa" pemuda berambut silver mengelus rambut kelam sosok diatas ranjang, lalu menatap cemas pada perut bulat besar yang mulai dibelah untuk melakuka persalinan dadakan ini.
"Brengsek. Jika si tua bangka itu tidak menampakkan diri setelah proses ini selesai, aku sendiri yang akan datang ke Istana Langit untuk meminta tambahan hukuman si tua bangka itu" pemuda berambut karamel menggerutu marah.
Meski mendengar, ia tak bisa merespon gerutuan anak tertuanya. Rasa sakit yang berpusat pada perutnya mengambil alih seluruh hidupnya, proses ini sungguh menyiksa. Bulir keringat yang berjatuhan semakin sering, wajahnya juga memucat, dan bibirnya nyaris berdarah.
"Sedikit lagi! Tahan rasa sakitnya Yang Mulia"
Mengangguk sebisanya, Tao mengerang lebih keras seiring dengan pintu yang terbuka dan menampakkan sosok tinggi berambut ash gray yang berbalut jubah hitam panjang dan wajah tampan yang kaku juga dingin.
"Kalian berdua keluar! Anjing-anjing Istana itu mengikuti ku, halangi mereka!" memberi titah dengan wajah cemas. Sosok tinggi tegap itu menggantikan posisi anak tertuanya, menggenggam tangan sang istri dan mencium dahinya yang basah.
"Kau baru datang dan mengusir kami begitu saja?!"
"Aku Ayahmu Chanyeol! Kau dan Sehun harus menjaga pintu jika kalian tidak ingin terjadi sesuatu padaku atau Taozi!"
Chanyeolーpemuda berambut karamel ーmengepalkan tangannya. Tapi sebuah tepukan kecil di bahunya membuatnya menoleh kaku, melihat sang adik yang memberi isyarat agar mereka segera keluar.
Dengan rasa kesal dan juga amarah yang terpancing, anak tertua yang tak kalah tampan itu mengikuti langkah sang adik yang keluar dari ruangan serba hitam milik orangtua mereka.
"Taozi ku pasti bisa, kau bisa sayang. Jangan menyerah, aku disini" mendaratkan banyak kecupan di dahi istrinya yang basah. Sepasang mata itu enggam terbuka karena rasa sakit luar biasa yang menyiksa tubuhnya.
Sang Pria menatap cemas ke arah perut yang terbuka, melihat sebuah gumpalan dengan kepala, sepasang tangan dan kaki terangkat dari perut istrinya. Berwarna merah, medengar erangan tertahan yang keluar dari celah bibir mungil istrinya.
Menerima gigitan di lengan kanannya, mengalihkan perhatiannya pada si pemuda bersurai jelaga yang kini mulai menetralkan nafasnya yang tersengal hebat. Pria itumengusap surainya, memberi kecupan sayang di wajah berpeluh si pemuda, lalu mengecup bibirnya.
"Apa aku terlambat?" suaranya yang berat dan dalam mengalun lirih. Pemuda yang masih lemah menggelengkan kepalanya samar.
Bibirnya masih bergetar karena rasa sakit yang sempat menyiksa tubuhnya, tak bisa tersenyum untuk membalas pancaran khawatir berlebih dari sepasang iris abu-abu yang menatapnya taat.
"...tidak...apa kau-baik?"
Tangan besar pria itu mengusap wajah basah si pemuda. "Aku selalu baik, siapa yang berani melawan Raja ke 5 Dunia Bawah, hm?" senyum tersemat di bibirnya yang tebal. Sangat menawan.
"Aku lelah, Kris... " mata dengan kantung tebal dibagian bawahnya itu mengatup perlahan. Mengundang si pria kembali mengecup belah bibirnya yang bengkak karena ia gigit terlalu lama.
"Tidurlah sayang, kau sudah berjuang sekuat tenaga untuk yang kesekian kalinya. Terima kasih" berbisik lembut, usapan di kepala, berhasil menghantarkan si pemuda bersurai jelaga ke alam mimpi.
Membiarkan seorang wanita tua bertudung menyelesaikan pekerjaannya. Dengan tatapan mengawasi sang pria, dan setelah wanita tua itu menyelesaikan semuanya ーtermasuk membersihkan darah yang tercecerー ia kembali mengarahkan iris indahnya pada wajaht tidur si pemuda.
Seiring dengan suara pintu yang terbuka samar. Memancing perhantiannya yang berharga, tertoleh ke arah pintu yang terbuka tanpa izin. Sepasang iris Indah itu membeku kala melihat beberapa itensitas tak diundang yang menurutnya sangat mengganggu.
Meski yang dipancarkan salah satunya adalah sorot rindu mendalam yang bercampur kelegaan tiada tara sekalipun. Sosok pria berumur yang terlihat masih tampan, baju serba putih yang dikenakannya sangat cocok dengan sosoknya.
"Kau bisa pergi sekarang" titahnya mengusir.
Pria berumur itu mengalihkan iris coklat kayunya, menatap sang pria berjubah dengan pandangan yang sukar diartikan.
"Ini bukan jawaban, kau masih belum membuktikannya padaku, Son of Hades"
Pria itu mendecih, bibirnya berkedut miring.
"Silahkan lihat jika kau sangat yakin dengan keyakinan mu, Tuan Malaikat" ia mencemooh. "Jika kau menolak untuk tahu, biarkan aku memberitahu mu"
Pria tua itu terdiam tenang, sorot yang sangat sulit diartikan.
"Anak ketiga kami telah lahir, dia seorang Putri. Dan dia sangat cantik seperti putramu"
Mengepalkan tangan. Sudah begitu lama, tapi ia masih belum bisa merelakannya.
"Kita lihat, keinginan egoismu ini apakah akan berjalan selamanya atau istrimu sendiri yang akan mengoyak nya"
"Tentu saja" senyumnya tersirat. "Kau tak perlu mencemaskannya, Tao akan tetap bersama ku tak peduli apapun yang terjadi"
"Sampai kapan pun aku tidak akan sudi mengakuinya. Tao masih menjadi Putra ku, bocah kecil lugu yang kau culik untuk kau jadikan pengantin mu, makhluk Neraka"
Senyumnya tak bosan berkembang, berpaling tak peduli saat pria Malaikat itu beranjak pergi. Memilih untuk mengecup belah persik yang terbuka, dan mengagumi sosok bersurai jelaga yang sudah cukup lama dimilikinya. Menjadi miliknya.
