©Future Me
Warning AU – OOC
CHAPTER 1: Remember!
.
.
Tidak ada orang yang berhak mengatur mimpi oranglain. Tapi terkadang, ada saja seorang yang tidak mengerti mimpi-mimpi oranglain, dan suka menghancurkannya hingga berkeping-keping.
Ino Yamanaka tidak memiliki mimpi atau sekedar berandai-andai. Hidup menjadi apa adanya saja, tanpa melirik atau sekedar iri pada sekitarnya. Dulu, ia pernah bermimpi menjadi seorang yang hanya ingin memiliki Toko Bunga sendiri. Ia berandai-andai, namun sepertinya, hanya ingin sekedar berandai-andai tanpa ada niatan untuk mewujudkannya.
Dia memiliki mental yang suka sekali down, dan suka terpengaruh omongan oranglain, tanpa mau mencoba mempercayai lagi kebeneran yang ia dengar, entah itu bohong, atau memang nyata. Dia pernah jatuh cinta pada seorang bocah laki-laki bernama Sai. Hanya sekedar namanya saja yang dia ingat. Bocah laki-laki itu selalu melewati Toko Bunga dimana ia bekerja disana, sebagai gadis pekerja serabutan.
"Ino, tolong berikan ini ke Bibi di Toko sebelah ya, dia ingin mengganti bunganya yang layu, dan dia sudah memesannya tadi,"
"Baik, aku akan segera kesana," Ino tidak pernah bermimpi muluk-muluk. Dia sudah nyaman berada di Toko Bunga ini, sampai usianya sekarang menginjak 20 tahun.
Ino keluar dari Toko Bunganya, dan menghirup udara banyak-banyak. Hingga sampai suatu ketika, ada seorang cowok yang berhenti dan berdiri disampingnya dengan dandanan nyentrik.
Ino terperanjat kaget.
"Kau masih bekerja disini? Aku pesan bunga bakung,"
"Si-silahkan, anda boleh masuk, ada pekerja lain yang sedang menjaga Toko ini selain saya,"
Cowok itu terdiam hingga terpaksa meninggalkan Ino yang masih berkutat dengan pemikirannya sendiri. Bukan pergi, hanya saja cowok itu masuk ke dalam Toko tanpa Ino yang menemani. Mobil Fortune putih itu berada di depan Tokonya, yang pasti orang barusan adalah jajaran orang kaya. Wajahnya putih seperti mayat, matanya hitam pekat.
Ino pernah melihat wajah pria itu, tapi entah dimana. Bukan berniat melupakan pasarah begitu saja, hanya saja kadang ia berfikir, jika ia melupakan sesuatu, berarti apapun itu yang di lupakannya, mungkin sesuatu itu yang sudah melukai hatinya dulu. Sudah di bilang Ino adalah jajaran orang yang memiliki mental down, dan dia suka menangis tanpa sebab. Dia mempunyai kebiasaan untuk melupakan sesuatu yang menyangkut hatinya, seperti mungkin pernah tersakiti.
Ino tidak mau berfikir terlalu jauh lagi, maka dia berjalan meninggalkan Toko Bungannya untuk mengantarkan Bunga pesanan pelanggan.
.
.
"Sasuke, tahu enggak, Ayah dan Ibu akan pulang sabtu ini, aku malas sekali." Cowok dengan rambut dan mata tak kalah pekat itu membuka ruangan sunyi yang hanya terdengar suara-suara keyboard menari. Sasuke hanya mendengus, dan membalikkan kursinya. "Kau gak ke rumah Sakura?"
"Aku akan pergi sekarang, tolong gantikan aku ya,"
"Baik,"
"Sai,"
Merasa namanya terpanggil, cowok bernama Sai itu berbalik dengan memasukkan kedua tangannya pada saku celana. Dia tersenyum, namun orang bernama Sasuke itu tahu, jika saudara kembarnya yang bernama Sai, hanya berpura-pura untuk tersenyum dan bersikap baik. "Jangan ngomong apa-apa lagi nanti pada Ayah dan Ibu," Sasuke memperingatkan Sai, agar sifat yang biasanya ceplas-ceplos itu tidak keluar ketika kedua orang tua mereka pulang dari luar negri.
"Aku malas sebenarnya membahas ini. Tapi aku gak mau tetap di Uchiha, aku ingin pergi kemanapun yang aku suka,"
"Sai, Ayah dan Ibu masih tidak bisa menerima kepergian Itachi, jika kau ingin pergi juga, mungkin Ibu yang akan mendapatkan luka yang lebih berat,"
"Hanya Ibu, tidak untuk Ayah. Kau tahu sendiri, bagaimana Ayah hanya bersikap biasa, aku benci orang itu," Sasuke lebih maju, dan menepuk pundak Sai pelan. "Kau gak usah kasihan sama aku, lagian aku gak perlu di kasihani. Jepang itu Negara yang sangat nyaman untuk di tinggali. Jika aku disuru pergi ke Kanada, aku benar-benar tidak mau,"
"Kau sebenarnya ingin bilang, jika orang tua kita itu pilih kasih 'kan?"
"Kau sudah tahu, kenapa pakek nanya?"
"Sai, itu hanya Ayah, tidak untuk Ibu," Sasuke membenarkan. Jika memang Ayah mereka lah yang suka memilih-milih. Jika tidak sesuai, maka akan di tuduh pembangkang.
Sasuke keluar, lalu Sai duduk, dia mulai mengambil alih pekerjaan Sasuke, karena kembarannya yang memiliki rambut panjang itu pergi untuk menjemput kekasihnya. Mata Sai mulai tertuju pada layar, hingga suatu ketika, ponselnya berbunyi. Dia tersenyum sejenak, dan mengangkat panggilan itu, dan melupakan layar-layar yang di penuhi diagram.
"Kau dimana? Mau gak datang ke Club?"
Sai memberi jawaban, jika cowok itu akan pergi dan tidak peduli lagi, bagaimana Sasuke tadi sudah menitipkan pekerjaan padanya. Sai, berbeda dari saudara-saudaranya. Dia tidak akan pernah terpengaruh oleh Ayahnya. Sekalipun Ayahnya akan berteriak murka, dan memberikan sumpah serapah padanya.
.
.
To Be Continued
Fanfiction; Sai and Ino – 130516
Jangan sekali-sekali, mengaku pemilik jirih payah dan keringat oranglain!
.
