"Preparation, complete,"

Seorang pria paruh baya sedang fokus mengetik dengan keyboardnya. Beberapa panel rumit terpampang di layar monitor LCDnya yang terjejer tiga di atas meja kerjanya. Matanya terus fokus menatap panel-panel tersebut.

"Memory transfer, complete,"

Suara monoton kembali terdengar menyapa gendang telinga pria itu. Sesekali ia menghela napas berat. Ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi kerja empuknya lalu mengedarkan pandangan ke sudut-sudut ruangan kerjanya.

Berantakan.

Tentu saja, ruangan itu adalah tempat ia melakukan penelitiannya. Kabel-kabel dengan berbagai macam warna dan ukuran berserakan. Mur, baut, dan benda-benda perkakas yang ditaruh sembarangan. Besi-besi dan alumunium juga ikut menghiasi ruangan itu.

Ruangan kecil yang hanya seukuran kamar tidur itu terlihat sangat penuh dan gelap. Ruangan itu hanya diterangi oleh cahaya kecil dari layar monitor dan beberapa lampu-lampu navigator yang berkelipan sesekali.

Namun, yang menarik perhatian pria itu bukanlah benda-benda yang berserakan dihadapannya. Ia menatap lurus pada sebuah tabung yang disambungkan dengan beberapa kabel dengan ukuran beragam. Lampu-lampu navigator kecil berkedip-kedip dengan cepat, menandakan sedang berjalannya suatu proses—entah proses apa yang sedang berjalan.

Di dalam tabung itu terdapat sebuah—bukan, kalian akan dimarahi bila menyebut 'itu' sebuah, karena 'itu' bukanlah benda. Tentu saja.

Bagi pria itu, 'itu' bukanlah sebuah benda.

Ia mengacak rambut merah lepeknya yang berantakan menjadi makin berantakan. Ia tersenyum melihat isi tabung itu.

"Emotion transfer, complete,"

Suara monoton kembali terdengar. Ia kembali fokus ke layar monitor dihadapannya. Ia mulai mengetik—yang kalian sendiri mungkin tak akan mengerti apa yang ia ketik—dengan cepat.

"System boot, started,"

Pria itu tersenyum lebar, ia menolehkan kepalanya pada isi tabung itu. Ia menghela napas, lagi.

"Sebentar lagi saatnya kau lahir ke dunia, sayang."


A Fairy Tail Fanfiction

Natsundroid

Disclaimer: Om Hiro Mashima :)


Pria itu—sebut saja Profesor Igneel Dragneel—melucuti satu persatu kabel yang menempel di dinding tabung dengan hati-hati. Senyumnya tak pernah padam sejak pemberitahuan terakhir berbunyi bahwa 'itu' yang telah ia nanti-nantikan sudah siap beroperasi. Ia membuka kunci tabung itu dengan cekatan namun hati-hati—tentu ia masih punya otak untuk tidak celaka dalam pekerjaannya kali ini walau ia sudah tak sabar.

'Dia' akan lahir. Hari ini, tepat di depan matanya.

Jantungnya berdebar hebat ketika ia mengeluarkan 'itu' dari dalam tabung. Di letakkannya 'itu' dalam posisi duduk di kursi kerjanya.

Tak lama, cengirannya melebar ketika melihat 'itu' telah membuka matanya.

Kalian pasti bertanya-tanya, apa sih 'itu' yang sangat ditunggu-tunggu Igneel?

"Selamat malam, Natsu... kau mengenalku?" sapa Igneel dengan riang sembari memegangi kedua pundak 'itu'—yang baru saja diberi nama Natsu oleh Igneel. Rupanya sang professor berambut merah ini baru saja menciptakan seorang (atau sebuah?) android, robot yang menyerupai manusia dengan kemampuan yang luar biasa hebat.

Natsu mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu ia mengangguk pelan, melihat sosok yang terekam dalam pengelihatannya.

"Ayah..." gumam Natsu pelan.

Igneel tersenyum makin melebar, ia lalu menuntun Natsu untuk berdiri. "Kau tahu namamu sendiri?" tanya Igneel lembut.

Natsu mengerjapkan matanya beberapa kali. "Ya, namaku Natsu Dragneel, anak dari Igneel Dragneel, seorang profesor yang bekerja di suatu perusahaan robot dan game. Aku akan memulai tahun ajaran baru di Fairy Academy—sebuah sekolah menegah atas di pinggiran kota Magnolia—seminggu lagi," ujarnya dengan nada sedikit monoton dengan lancar.

Igneel terkesima melihat apa yang baru saja ia ciptakan, lalu senyum hangat menghiasi wajahnya. Ia meraih tangan kanan Natsu lalu menuntunnya keluar dari ruangan.

"Sepertinya kau butuh istirahat dulu, aku antar kau ke kamarmu." Ujar Igneel. Namun, Natsu tiba-tiba melepas tangannya, membuat Igneel sedikit tersentak.

"Tidak usah, Ayah. Aku tahu kamarku di mana... kenapa kau memperlakukanku seperti aku tak tahu apa-apa?" ujar Natsu sedikit bingung sembari menggaruk pipinya. Ya, tubuh Natsu bukanlah seperti robot pada umumnya, tubuhnya seperti layaknya manusia biasa. Ia lebih bisa dikatakan sebagai Humandroid—manusia setengah robot—daripada robot betulan.

Igneel sempat melongo karena kaget, namun ia cepat-cepat mengubah ekspresinya menjadi lebih tenang lalu menepuk kepala 'putra'-nya lembut. "Maafkan Ayah."

Natsu menggeleng lalu meringis—menunjukkan cengiran lebar khasnya pada ayahnya lalu berjalan menuju kamarnya.

Igneel terdiam menatap punggung Natsu yang semakin menjauh, ia menunduk lalu masuk ke dalam ruang kerjanya yang gelap, menutup pintu lalu duduk di depan monitor seperti yang ia biasa lalukan.

"Sepertinya proses penyatuan memory fragmentsnya berjalan lancar," gumam Igneel pelan meneliti lembaran-lembaran yang terletak di atas meja kerjanya

Matanya beralih ke bingkai kecil yang menghiasi mejanya. Ia menatap sebuah bingkai foto kecil yang terdapat di atas meja di samping monitor yang berjejer. Ia usap pelan bingkai foto itu. Tanpa ia sadari, air mata turun dari manik merahnya.

"Natsu, akhirnya aku bisa bersamamu lagi." Isak Igneel sembari tersenyum getir. Di usapnya foto keluarga yang menampakkan empat orang—sepasang suami istri dan dua orang anak. "Walau mungkin, aku tak akan sanggup bersama kalian lagi, Grandine, Wendy..."


Rumah besar yang terletak agak terpisah dari kota itu tampak tenang. Bangunannya yang megah dikelilingi taman yang luas dan indah yang dipenuhi bunga dan berbagai macam tanaman yang ditata sedemikian rupa. Di tengah-tengah jalan utama menuju pintu utama bangunan yang hampir menyerupai istana tersebut, terdapat air mancur bundar dengan patung indah di tengahnya.

Rumah kediaman konglomerat Heartfilia benar-benar indah, nyaman dan siapapun pasti ingin memilikinya. Tak heran banyak maling-maling dari yang kelas kakap sampai kacangan mencoba membobol rumah ini.

Sayangnya, usaha mereka selalu digagalkan para penjaga rumah yang kelewat banyak.

Oke, sekarang bukan saatnya mendeskripsikan rumah dan para maling yang ingin kecipratan kekayaan dengan menghalalkan segala cara, termasuk mencuri.

Di dalam rumah itu, tinggal sebuah keluarga kecil yang sangat kontras dengan rumah yang begitu megah yang mereka tinggali. Keluarga itu hanya berjumlah tiga orang—sepasang suami istri dan satu orang anak.

Jude Heartfilia, sang kepala rumah tangga sekaligus presedir Heartfilia Corp., yang berkecimpung di dunia robot dan game yang sukses.

Saat ini, Jude sedang berbicara lewat telepon genggamnya dengan seseorang di seberang sana yang kelihatannya penting. Melihat dari kedutan di pelipis bapak yang sudah mulai berumur ini, kelihatannya hal yang ia bicarakan benar-benar penting.

"Kalau begitu, tetap awasi dia. Kabari aku jika sesuatu terjadi. Aku mengandalkanmu, Skiadrum." Ujarnya setengah berbisik lalu dibarengi dengan anggukan beberapa kali. Ia menghela napas lega, lalu melanjutkan bicaranya, menjawab apa yang di lontarkan lawan bicaranya. "Intinya, aku juga mengandalkanmu untuk mengawasi anak itu... aku tak mau rencana kita gagal. Kalau rencana ini sampai gagal, aku sangsi dia tak akan membiarkan kita semua hidup."

Jude mengakhiri pembicaraannya tepat saat pintu ruang kerjanya terketuk beberapa kali dari luar. Ia mendongak, mengalihkan pandangannya dari telepon genggam yang ia pegang menuju seorang gadis manis berambut pirang yang ia ikat dua bergaya pigtail.

"Ayah, besok aku boleh keluar untuk membeli peralatan sekolah bersama Levy-chan? Berhubung minggu depan aku sudah harus masuk sekolah." Ujarnya dengan sopan, berdiri menghadap ayahnya.

Jude mengangguk menatap putrinya. "Boleh, asalkan jangan pulang terlalu malam, Lucy."

Gadis yang dipanggil Lucy itu mengangguk, menuruti perintah ayahnya. Ia mengucapkan terima kasih lalu berbalik keluar dari ruang kerja ayahnya, meninggalkan ayahnya yang kembali menekuni dokumen-dokumen yang berserakan di atas meja kerjanya.

Lucy menutup pintu ruang kerja ayahnya dengan halus, lalu berlari menuju kamarnya yang terletak agak jauh di lantai dua. Ia berlari di koridor panjang dengan riang sembari mengetik pesan untuk sahabatnya, Levy McGarden yang akan pergi bersamanya besok.

Lucy yang sebegitunya senang karena diberi izin ayahnya tak sengaja menginjak sesuatu yang membuatnya membeku sesaat. Ia menundukan wajahnya pelan, untuk melihat apa yang ia injak. Ia angkat kaki kanannya agar ia bisa melihat bawah sepatu sandal berwarna pink yang ia kenakan. Cairan menjijikan menghiasi sol sepatunya disertai serangga yang sangat ia benci sudah mati gepeng karena injakan super dari kakinya.

"KE-KECOAAAAAAAAAAAAA!" Lucy mencopot sepatu sandalnya yang ia lemparkan ke sembarang arah lalu lari pontang panting seperti maling dikejar polisi dengan muka horor ke kamarnya.


"Sialan itu kecoa, untung sudah mati, kalo enggak... ah, mati berdiri kali aku, ya..." gumamku dengan bersandar di daun pintu kamarku. Napasku tersengal, tentu saja, kecoa itu selain menjijikan tampangnya juga mengerikan, tahu? Amit-amiiit deh, gak akan aku kenakan sepatu sandal itu lagi! Sialan itu kecoa, dia sudah menodai sepatu sandal kesayanganku, huh.

Aku berjalan lunglai lalu menjatuhkan tubuhku dengan posisi tengkurap di atas tempat tidur empuk berukuran king size yang dilengkapi dengan sprai, bantal, guling serta selimut berwarna pink lembut yang sangat nyaman. Aku membenamkan kepalaku, merasakan betapa nyamannya tempat tidur ini.

Aku lalu menggelinding, terlentang dengan kaki terbuka lebar lalu menatap layar handphoneku. Belum ada balasan dari Levy. Aku tersenyum tipis, mengingat seminggu lagi aku akhirnya bisa bersekolah di Fairy Academy, sekolah yang sangat aku impi-impikan. Aku tak menyangka ayah akan menyetujui keputusanku untuk bersekolah di sana. Mengingat ayah yang selalu ingin memasukanku ke sekolah yang dipenuhi para anak-anak pejabat. Terima kasih untuk ibuku yang cantik yang sudah membujuk ayah agar aku didaftarkan di Fairy Academy. Walaupun aku memang anak konglomerat, tapi aku ingin merasakan bagaimana rasanya hidup selayaknya anak remaja biasanya yang bebas bergaul dengan siapa saja seperti yang biasa di ceritakan di novel-novel remaja ataupun drama-drama di televisi. Oh ya, dan aku juga ingin merasakan petualangan yang tak terlupakan bersama teman-teman seperti di anime yang biasanya aku tonton.

Aaah, aku harap di sana aku juga mengalami hal berbau romansa yang didambakan seluruh gadis remaja pada umumnya.

Jujur saja, sedari aku lahir sampai sekarang akan menjadi murid SMA, aku belum pernah punya pacar atau yang lebih kalian kenal dengan istilah jomblo.

Huh, bagaimana bisa aku merasakan hal-hal indah seperti itu? Tiap hari ayah selalu berkoar-koar tentang perusahaan, keturunan, kewajiban seorang Heartfilia dan bla bla bla yang bahkan menurutku tak penting.

Kecuali jika ayah sudah membicarakan tentang game yang akan perusahaannya rilis, hehe. Kalau itu aku kelewat peduli sampai setiap detik aku tanyakan detilnya—maksudnya sih agar aku diberikan game itu secara gratis oleh ayah. Walaupun game itu hasil dari perusahaan ayahku, ayah juga tak semena-mena memberikannya secara cuma-Cuma, lho. Pelit, 'kan?

Pelit-pelit begitu juga ayah yang mencari nafkah untuk keluarga, sih, aku tak boleh mengeluh, ya 'kan?

Aku merasakan sesuatu bergetar pelan dari samping bantalku. Aku meraba-raba, bermaksud mencari benda bergetar tersebut yang sudah pasti adalah handphoneku. Aku membuka kunci layarnya dengan cekatan lalu membuka pesan teks yang baru saja sampai.

Sudah kuduga, pasti dari Levy. Ia sangat girang karena tahu aku diperbolehkan pergi dengannya besok pagi. Yah, jujur saja, aku memang sangat susah mendapat izin keluar bersama teman. Bukan karena apa-apa sih, ayah memang tak memperbolehkanku karena tingginya tingkat kriminalitas yang tersebar di luaran sana. Aku tahu maksud ayah baik, ia tak mau aku terluka karena penjahat yang mengetahui aku anak dari keturunan Heartfilia, dan aku menghargai keputusan ayah tersebut.

Hah, inilah salah satu alasan kenapa aku benci menjadi keturunan dari keluarga yang kelewat kaya.

Walaupun memang aku terlahir dari keluarga Heartfilia yang sudah terkenal sampai pelosok, aku tak pernah menunjukan secara langsung kalau aku putri tunggal keluarga ini. Bahkan saat di tempat kursus—yang hebatnya ayah memperbolehkanku mengikuti kursus mata pelajaran yang notabene tempat umum daripada memanggil guru les ke rumah—orang-orang bahkan tak mengenaliku anak konglomerat karena penampilanku tak ada kaya-kayanya. Yah, yang aku maksud di sini, aku berpenampilan sederhana layaknya remaja normal, itu saja.

Aku juga mengenal Levy, Erza Scarlet, Juvia Lockser dan Lisanna Strauss dari tempat kursus itu. Aku bersyukur mengenal mereka karena mereka berbeda. Mereka benar-benar tulus bersahabat denganku walaupun mereka tahu aku anak konglomerat. Dan mereka pula lah yang mengajakku bersekolah di Fairy Academy dengan alasan agar persahabatan kami tak hanya sekedar 'sahabat di tempat les-lesan'.

Yah, intinya, aku benar-benar mensyukuri apa yang terjadi dalam hidupku sekarang.

Aku membalas pesan teks dari Levy dengan cepat lalu mengatur alarmku agar aku tak bangun kesiangan. Kan gak lucu membiarkan Levy menungguku terlalu lama hanya karena aku bangun kesiangan, hehe.

Aku memejamkan mataku lalu dengan cepat kesadaranku sudah teralihkan menuju ke alam mimpi. Selamat malam.


To be continued


Afterwords:

Cinta itu... jika ditahan, dipendam semakin lama, rasanya sakit kan? Jika tak diutarakan, cinta itu akan di ambil orang, direbut dari dirimu sehingga hanya penyesalan yang tersisa, 'kan?

Nah, cinta itu mirip fanfic, yang kalau kelamaan dipendam, disimpan dalam draft, lama-kelamaan idenya akan diambil sama orang lain... makanya, karena aku nggak mau nyesel, ya aku publish aja fanfic ini :'DDDD /dor /oi

Oke, kata-kata gue di atas kesannya kayak menjilat banget, yak. Yah, karena sayanya nggak enak sih soalnya banyak fanfic yang numpuk, wkwkwk. Tapi tenang, gak akan ada yang aku discontinued, kok... aku akan berusaha sebaik mungkin untuk melanjutkan fanfic-fanfic yang sudah aku publish demi kalian yang sudah mendukung saya selama ini :')

Oh iya, bagi yang mau ikutan, NaLu Day Fanfic Competition akan segera di mulai, lho... akhir April, dan keterangan selengkapnya bisa dilihat di official accountnya, linknya ada di bio saya, ya!

Nah, akhir kata, review, ya. Review dari anda adalah penghargaan bagi saya sekaligus penyemangat karena dukungan anda semua. Dan saya sangat mengharapkannya :)

Saa, salam manis!

-Nacchan.