"Choromatsu,"

"Apa, Osomatsu-niisan?"

"Siapa orang yang kau sukai?"

.

.

.

.

Suka

Osomatsu-san © Akatsuka Fujio

Dibuat untuk kesenangan semata, tidak ada keuntungan lainnya yang didapatkan.

Osochoro / Osomatsu x Choromatsu. Boys love. Incest.

.

.

.

.

Namanya kembali dipanggil, namun ia sudah tidak lagi menyahut. Pandangannya menetap pada halaman majalah yang sedang dibukanya, walau tidak benar-benar membaca karena—ya ampun—suara kakak tertuanya yang mengisi indera pendengarannya sejak sepuluh menit lalu.

Kata-kata itu kembali ia dengar, dan ia bertanya-tanya kapan Osomatsu akan berhenti berbicara atau bagaimana sang kakak tahan berbicara terus menerus, "Siapa orang yang kau sukai?"

Untuk yang kesekian kalinya, Choromatsu tidak menjawab. Berpura-pura tidak mendengar perkataan sang kakak yang kini menatapnya lekat dan membuatnya risih. Tangannya sudah gatal ingin menggulung majalah yang dipegangnya dan dijadikan sebagai alat pukul, melayangkannya beberapa kali ke kepala Osomatsu.

Namun, belajar dari pengalaman membuat Choromatsu mulai sedikit banyak mengerti bagaimana cara menangani sang kakak yang rewel tiada tara. Kalau kemarin-kemarin ia menanggapi perkataan atau pertanyaan dengan jawaban bernada tinggi dan pukulan, kini ia memilih untuk diam dan menganggap Osomatsu tidak pernah bertanya. Mungkin lebih efektif, pikirnya.

Oke, walau pikiran itu kini sudah ia coret dalam batinnya karena Osomatsu tetap saja rewel dan menatapnya dari dekat. Choromatsu dapat merasakan napas sang kakak di pipinya.

"Choromatsuuu," panggil si Matsuno merah dengan nada manja, membuat perempatan imajiner muncul di pelipis anak ketiga. Namun si Matsuno hijau memilih untuk tetap diam dan mengontrol emosinya.

"Jawab aku."

Nada sang kakak yang berubah membuatnya tak sadar mengeluarkan pekik pelan namun cukup terdengar oleh keduanya. Choromatsu masih menolak untuk memandang, membuat sang kakak harus menarik dagunya agar bisa saling bertatapan.

"Apa sih," ucap Choromatsu pelan bagai bisikan, sesekali melirik lantai, sesekali melirik manik sang kakak.

"Kutanya, siapa orang yang kau sukai?"

"Tidak ada, harus berapa kali aku menjawab pertanyaan bodohmu itu?"

Wajah Choromatsu berubah menjadi merah ketika Osomatsu mulai menggerakkan kepalanya agar mendekat, kedua bibir mereka hampir bersentuhan. Yang paling tua menahan diri untuk tidak mengeluarkan lidahnya dan menjilat bibir itu, senyum terbentuk melihat wajah sang adik.

"Kau harus menjawab." Kata-kata diucapkan secara perlahan, membuat rasanya waktu berjalan lebih lama. "Aku akan terus bertanya, terus menerus, hingga ...,"

Osomatsu menghentikan rentetan kalimatnya. Sengaja. Ingin membuat Choromatsu lebih lama berada di situasi seperti ini. Si anak tertua tertawa dalam hati ketika menyadari napas sang adik sudah tidak beraturan, beberapa kali menelan ludah sendiri, dan titik-titik air mulai muncul di pelipisnya.

"... hingga kau menjawabnya dengan namaku."

Kedua alis Choromatsu bertaut, membuat Osomatsu harus kembali membuka mulutnya lagi, "Kalau kutanya siapa orang yang kau sukai, kau harus menjawabnya dengan Osoma—Aduh!"

Belum sempat menyelesaikan perkataannya, Choromatsu sudah memukul bahu sang kakak dengan majalah yang entah kapan ia gulung.

"Daripada memikirkan hal itu, lebih baik kau mengerjakan sesuatu yang berguna, dasar kakak bodoh!"

.

.

.

END

a/n: kesambet apa saya nulis yang manis terus /bertapa/