"Na Jaemin!"

Yang dipanggil menoleh. Matanya celingak-celinguk melihat sekeliling siapa yang sudah memanggilnya. Lalu matanya menangkap sang sahabat yang tengah melambaikan tangan ke arahnya. Haechan. Itu bukan pertanda baik.

Jaemin hanya berdiam di tempat semua sementara Haechan berlari menuju arahnya dengan tergesa-gesa.

"What?" Tanyanya ketus. Walaupun sahabat dari jaman bahula, dengar kalau Haechan sudah memanggil lengkap namanya berarti ada hal buruk yang akan datang padanya.

"Sinis banget sih, anjir!" Selagi ia menetralkan nafasnya, dia menatap Jaemin tidak terima.

"Aku capek, mau pulang, cepetan ngomongnya! Butuh apaan?" Sulut Jaemin tidak sabaran, namun yang berdiri di hadapan Jaemin melebari senyumnya. Tidak sia-sia dia punya sahabat pengertian seperti Jaemin ini.

"Tau aja sih lu."

Jaemin merotasikan bola matanya, kebiasaan Haechan yang bertele-tele kadang membuatnya kesal. Lama sekali. Lantas Jaemin berbalik dan berjalan kembali untuk keluar dari gedung sekolahnya; tentu saja dengan Haechan yang mengekori di sampingnya.

"Lu masih ingat gak—"

"Enggak." Sanggah Jaemin cepat sedangkan Haechan menahan hatinya untuk tidak memukul kepala Jaemin detik itu juga.

"Jadi sepupu gue yang gagu itu mau datang ke sini." Langsung to the point aja.

"Kaku bego! Bukan gagu. Terus?" Jaemin membetulkan ucapan Haechan barusan mengenai sepupunya yang sebenarnya ucapan Haechan tadi ada betulnya juga.

"Gak usah ngegas juga sih anjir! Jadi dia niat mau pindah ke sekolah kita, otomatis dia bakal tinggal di rumah gue dan berhubung kamar gudang belum dibersihin kata mama dia bakal tidur sama gua, jadi—

"Lo mau nyuruh gue nginep di rumah biar lo gak satu ranjang sama sepupu lo, gitu?"

Haechan menjentikkan tangannya keras sambil memberikan senyum lebar ke arah Jaemin. "Itu tau lo pinter!"

"Ogah!"

.

Bukannya Haechan namanya kalau gak bisa maksa Jaemin buat nginap di rumahnya.

Jadilah di sini Jaemin sekarang. Dia memberikan senyum paksanya ke mama Haechan, tidak enakan juga sebenarnya. Sedangkan wanita paruh baya itu hanya tersenyum mengerti.

"Tapi gak apa juga sih tan, kalau Jaemin tidur di sofa." Setelah itu ia mendapatkam tepukan halus yang mendarat di belakang kepalanya.

"Gak apa Jaemin, lagian kasur Hyuckie kan besar, pasti kalian bertiga akan cukup kok seranjang."

Jaemin hanya tertawa kecil dengar ucapan mama Haechan.

"Tapi ma—"

"T-tan, Je-jeno tidur di s-sofa aja." Sebenarnya sepupu Haechan ini bukan gagu atau gagap. Ia hanya mudah gugup dengan orang asing, padahal sudah jelas ia mengenal baik keluarga Haechan… dan Jaemin juga. Tapi masih saja seperti itu ketika ia mengunjungi rumah sepupunya itu.

Dulu Jeno sering sekali jadi bahan jailnya Haechan karna sifatnya yang aneh itu dan Jaemin hanya acuh kalau Haechan sudah mengganggu sepupunya itu. Terlebih lagi tatanan Jeno itu benar-benar seperti anak culun; kacamata tebal, rambut diklimis sampe mengkilat, setiap kali pakai baju harus ada tali kodok buat nahan celana yang dipakainya.

Tapi sekarang,

Hanya kaca mata tebal, kaus polos serta rambut acak-acakan yang membuat Jaemin menahan senyumnya.

"Ha! Bol—"

"Gak apa kok Jen, kita tidur bareng aja." Sanggah Jaemin cepat, kilat, tanggap sebelum buat malu dirinya karna sudah ketauan sekongkol dengan Haechan.

"Tapi Na!—"

"Yaudah Donghyuck tidur di sofa aja kalau protes lagi." Dan itu suara mama Haechan sebagai penutup.