Act I.

A Bite for a Deal

(A/n. judul macam apa sih nih? saya sendiri bingung,, Xd,, btw, smuanya bakal ooc parah nih hahaha)

.


Pria itu datang dengan membawa sejuta misteri.

Dia berlutut di hadapan seorang gadis kecil dan berkata, "bunuh aku."

Surai perak yang dihembus angin memperlihatkan wajah yang menawan dengan sepasang bola mata kelabu yang memikat. Tulang pipinya yang tinggi makin kentara ketika pria itu melepaskan senyum tajam di bibirnya yang merah. Iris kelabu menyipit, kegilaan yang dengan sombongnya dipamerkan.

Sang gadis kecil terdiam sesaat. Lalu ia mengangkat dagunya, memandang ke bawah dengan sedikit keangkuhan. "Lalu, setelah itu apa yang terjadi?" Jawaban cerdas dari seorang gadis kecil yang tengah berdiri di ambang kematian. "Kau masih berguna bagiku jika masih hidup, kau tahu, kau bisa membawaku keluar dari jurang ini."

Si pria lantas tertawa keras, memegang wajahnya sendiri sembari menatap gadis itu dari sela jarinya. Merasa puas dan penuh kemenangan. "Kemudian kau akan membunuhku?"

Sang gadis tidak berkedip.

Memandang skeptis.

"Kau terlihat kuat. Daripada mati, bagaimana kalau kau serahkan saja hidupmu itu padaku?"

Senyumnya melebar, memperlihatkan deretan giginya. Ia berkata pelan, "Itu permintaan yang sangat berani. Maafkan aku, gadis kecil, kurasa aku mendengarmu mengusulkanku untuk jadi pelayanmu. Seorang budak."

Iris hazel lantas bersinar. "Tuan," katanya, mendekatkan wajah yang dipenuhi semangat, "Anda menangkap maksudku dengan tepat."

AHAHAHAHAHAAA! !

MENARIK! MENARIK!

Sang vampire tergelak, tertawa dengan suara keras saat menatap langit malam dengan mata melebar. Setelah tenggelam dalam kebosanan dan permainan nyawa yang tak lagi menyenangkan, kini sesuatu yang menarik hendak menerobos kembali ke dalam hidup yang telah berlangsung selama berabad-abad. Seorang gadis kecil dengan kalimat lantang dan tidak kenal takut berani mengeluarkan ide agar dia, si vampire haus darah yang ditakuti, menjadi budak seseorang.

"OH GADIS KECIL!" katanya dengan mulut terbuka lebar, menakut-nakuti dengang mulut penuh taring tajam, "KAU SUDAH LIHAT BETAPA BRUTALNYA AKU INI! TAPI KAU BERANI MENYARANKANKU UNTUK MENJADI BUDAKMU!? HAHAHAHA! MENARIK SEKALI!"

Gadis kecil di hadapannya menatapnya tak terkesan. Garis bibirnya datar dan sorot matanya tak gentar oleh intimidasi. Ia berdiri di atas batunya, menyejajarkan wajah dengan tinggi pria itu. Bertolak pinggang dengan ekspresi menuntut. Mengulas senyum kecil yang bercerita tentang asas saling memanfaatkan.

"Sudah kubilang, 'kan?" katanya, "Tuan, Anda lebih berharga jika hidup."

Dan di malam yang sangat menentukan itu, ketika kilat menyambar-nyambar dan suara guntur menggelegar bersahut-sahutan, sesosok vampire dengan rupa seputih salju menggenggam lengan sangan gadis di kedua tangannya yang dipenuhi kuku-kuku panjang berwarna hitam. Membuka mulutnya lebar-lebar.

Dan menancapkan taringnya dengan ganas di pembuluh darahnya.

Di malam itu, Hermione Granger ( 12 tahun) memeroleh seorang "pelayan" yang hanya perlu digaji dengan beberapa teguk darah saja.

"My master."

Dengan penuh rasa sayang, Draco Malfoy menempelkan bibir penuh darah di punggung tangannya majikannya.

.

.

.

.

THE VAMPIRISM OF A MALFOY DESCENDANT

Rozen91

Inspired by "Hellsing" yang versi parodi sih,, saya nggak pernah nonton yang aslinya,,

(I really like Integra, Alucard, Pip and Seras,, and Captain Werewolf too uhuk uhuk and Young Walteeeeeer! But Schrodinger is fine too)

Disclaimer : The characters are not mine. J. K. Rowling's!

.

.

.

Act II. Entertain Your Master

Tidak mungkin anak itu hanya seorang muggle biasa, begitu pikirnya. Ada sedikit kepongahan namun kemauannya sangat kuat dan keberaniannya bukanlah hal yang patut disepelekan. Draco bisa mencium baunya. Bisa mengecap semua hal itu di lidahnya, ketika ia meminum darahnya dalam beberapa tegukan yang nikmat.

Tidak mungkin dia hanya seorang anak gadis dari keluarga sederhana di suatu tempat di London. Well, kenyataannya memang seperti itu, sih.

Draco Malfoy melebur ke dalam bayangan Hermione saat gadis itu berbalik dan menutup pintu kamarnya—sama sekali tidak menunggu karena ia membiarkan Draco berbuat sesukanya, namun beda lagi urusannya jika pria itu membuat kedua orangtuanya terlibat dalam...well, apapun ini—hal aneh, tidak rasional, gila, etc-etc.

"Well, well, well."

Hermione memutar bola matanya. Draco tidak pernah bosan mempertahankan ritual paginya untuk selalu mengomentari apa yang keluarga Granger lakukan di meja makan. Hermione bahkan bisa merasakan senyum lebarnya—dan taring putih yang mengilap.

"Sandwich!" Draco tertawa, "sudah hampir 50 tahun aku tidak memakannya."

Hermione mengunyah, tidak peduli.

"Well," ucap Draco lagi, "Hermione?"

Hermione Memotong ujung sandwich-nya sedikit dan membuangnya ke lantai. Nyam, nyam—lanjut menikmati sarapannya.

"..."

Helaan nafas berat terdengar.

"Itu adalah sikap paling kurang ajar, Hermione. Apa kau lihat ada hewan berbulu berkaki empat di sini? Bukan, bukan kucing. Aku suka kucing. Aku suka Crookshanks, dear. Aku berbicara tentang anjing. Apa kau lihat ada anjing di sini? Tidak? Bingo! Tidak ada!"

Hermione meneguk susunya—mengabaikan Draco yang sibuk berkoar-koar.

"My dear, jadilah anak baik dan sisipkan satu sandwich untukku. Di piring, mengerti?"

"Terima kasih atas makanannya."

Ibunya tersenyum, "Aku senang nafsu makanmu meningkat, Hermione."

Hermione berkedip. Well, dia membutuhkan banyak zat besi untuk memulihkan kembali darah yang hilang. Draco bisa dibilang masih liar dan belum bisa menurunkan tingkat keganasannya untuk menjadi "vampire rumahan". Dia selalu lapar dan Hermione harus siap diminum darahnya. Dengan brutal pastinya, seperti hewan liar.

"Hermione? Hermione? Earth to Hermione?"—hee, lucu sekali, Draco—"Jangan lupa sandwich-ku."

"Aku akan memeriksa kotak pos," kata Hermione, berdiri dari kursinya dan seketika itu juga kegusaran Draco meledak ("SANDWICH, GIRL!"). Kursi yang tadi diduduki Hermione lantas terbanting ke lantai, mengagetkan pasangan Granger yang tengah berbincang kecil di seberang meja. Hermione memejamkan matanya erat, menahan emosi.

"Hermione?" panggil ayahnya, menatapnya khawatir, "kau tidak apa-apa, sayang?"

Gadis kecil itu meringis, menunduk untuk memperbaiki kembali kursi. "Hanya ceroboh."

"Hati-hati, dear." Jane Granger mengusap pundak gadis itu. Entah kenapa, suasana lantas terasa canggung. Hermione merapatkan bibir. "Well, aku akan mengambil apapun yang diselikan di kotak pos sekarang—mungkin bisa saja anak kucing?" Ia memaksakkan tawa—itu lelucon yang sangat mengerikan, Hermione. Gadis itu menyempatkan diri untuk mengambil satu sandwich sebelum bergegas pergi. Draco mengeluarkan suara puas dari tenggorokan.

Hermione menggeretakkan giginya. Postur badannya tegang saat berjalan dengan bahu terangkat tinggi ke pintu. Ia melemparkan sandwich di tangannya ke belakang tanpa menoleh, tidak menghentikan langkah sampai ke kotak pos di depan halaman. Draco meloncat keluar dari bayangannya, meraup sandwich yang melayang di udara dan berjongkok di bagian teduh di dinding rumah untuk menikmati sarapan pertamanya di pagi itu.

Liar. Sikapnya seperti hewan liar.

Hermione mengawasinya dengan mata memicing. Masih kesal dengan perbuatannya tadi.

Draco hanya menyeringai, mengecap ibu jarinya dengan senang.

Gadis Granger itu mengambil surat-surat di dalam kotak pos—ha! Tidak ada anak kucing!— lalu menutupnya dengan kasar. Ia melangkah dengan marah ke arah Draco, menatap galak ke bawah saat sampai di depan pria itu.

"Jangan lakukan hal itu lagi di depan orangtuaku."

Draco tersenyum miring, mengedikkan bahu. Menyampaikan pesan bahwa ia tak berdaya karena Hermione menolak permintaannya. Alis coklat gadis itu berkerut dalam, menatapnya tidak setuju. Makin hari makin menngesalkan sekali vampir satu ini. Hermione hampir menyesal mengikat vampir itu padanya jika tidak mengingat bahwa vampir ini akan sangat berguna nantinya—kalau Hermione sudah memiliki cukup pengetahuan tentang vampir, ia akan tahu untuk apa ia akan memanfaatkan Draco Malfoy.

Hermione membuka matanya. "Ini perintah."

Sudut bibir sang Malfoy berkedut ke atas. Dengan sikap mengejek, ia berdiri di kedua lututnya, membungkuk sedikit dengan tangan di dada. Iris kelabunya berkilat sarkastik. "Yes, my master."

Manik hazel memandang diam. Menampakkan ancaman jika pria itu berani melanggarnya. Hehehe, entah keberanian macam apa yang dimiliki Hermione Granger hingga manusia kecil ini berani memerintah makhluk supernatural kuno, seperti Malfoy yang merupakan vampir ini.

Pria pucat itu hanya tersenyum menyeramkan.

"Oh." Iris kelabu terbuka lebar. Tiba-tiba Draco menarik satu amplop dari tangan Hermione, acuh ketika pengangan Hermione spontan merenggang dan surat dan pamflet berjatuhan ke tanah.

"Draco!" Hermione menjerit, memandang ke arah kertas-kertas yang berserakan di kakinya. Ia hendak menunduk untuk mengumpulkannya kembali saat pria itu, vampire-nya, sontak bangkit, menjulang tinggi di depannya dan menangkap wajah Hermione di kedua tangannya yang besar dan dingin.

Pria albino itu tersenyum lebar.

"Sudah kuduga," bisiknya penuuh gairah, "kau memang spesial, my dear Hermione!"

Sepucuk surat berwarna bagel yang ia kepit di ibu jarinya perlahan terjatuh.

Hermione menatap pria itu heran, lalu bola matanya bergulir ke bawah.

Ia mengerjap.

Surat Penerimaan dari Hogwarts?

Draco terkekeh seperti orang kesetanan. Ah, salah. Bukan "orang", tapi vampir.

+Act II. End+


Act III. Keep Your Master Warm

"Jangan coba melakukan yang aneh-aneh saat aku tidur," peringat Hermione, menahan kuapan.

Draco hanya mengangguk-ngangguk tanpa benar-benar mendengarkan, kedua tangannya mengumpulkan gadis itu ke atas pangkuannya yang telah ditutupi selimut tebal. Hermione mencari posisi nyama, baru setelah itu menyandarkan kepalanya di dada si vampir. Rasanya hangat—karena pria itu membungkusnya ke dalam selimut, tidak menyentuh Hermione dengan kulitnya yang dingin. Aneh sekali kalau tidak mendengar detak jantungnya, pikir si gadis kecil. Perlahan akhirnya ia tertidur lelap.

Sampai pintu kompartemen terbuka dan gadis itu terjatuh ke kursi dengan kepala membentur dinding. "Aduh!" Hermione memegang kepalanya yang sakit.

Dua orang anak laki-laki yang sebaya dengannya menatapnya heran dari pintu. Gadis itu hanya melirik mereka sekilas. Kepalanya nyut-nyutan, pasti sudah ada benjolan di dahinya. Ia menggeram pelan, "Berikan tanda dulu sebelum kau menghilang, bodoh!"

Draco terkekeh. Sama sekali tidak merasa bersalah.

+Act III. End+


Act IV. Having Fun

"Oh, my dear," Draco berputar sembari menyibak poninya, menyeringai, "bagaimanapun juga, tidak mungkin aku membiarkan kesempatan untuk bersenang-senang ini berlalu begitu saja. Aku akan menjadi teman pertamamu di sekolah ini. Salam kenal, sayang."

Hermione terdiam, memandangnya tanpa emosi.

Perlahan sudut bibirnya berkedut.

Heh, menarik. Ternyata vampir bisa merubah bentuk tubuh dan wajahnya. Hermione masih perlu banyak belajar tentang kemampuan vampir.

.

Draco hanya menggunakan sosok remajanya untuk beberapa kali saja, saat-saat ketika ia ingin bersenang-senang dengan orang-orang selain Hermione—dengan kata lain, menakuti-nakuti murid-murid lain, oh sungguh dewasa, Malfoy. Selain itu, Draco lebih sering tinggal di dalam bayangan majikannya. Mengawasi dan memerhatikan hari-hari membosankan tuannya yang tiap kali dihabiskan di perpustakaan.

Mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya tentang vampir.

Heh.

HehehehahahahaHAHAHAHAAAAA!

+Act IV. End+