Disclaimer : Masashi Kishimoto
Genre : Hurt/Comfort, Romance, Friendship
Pairing : SasuNaru, KakaIru, KakaObi, NejiNaru dll
Rated : M
Warning : BL, AU, OOC, TYPO, GAJE, dll
.
.
PROLOG
.
.
Sasuke menghela nafas panjang. Dari tadi matanya masih saja tertuju pada sebuah foto yang menghiasi meja belajarnya. Di dalam foto tersebut terdapat gambar dirinya dan seorang anak lelaki berambut kuning cerah yang tengah merangkul pundaknya sembari tersenyum lebar. Dan tanpa sadar Sasuke selalu tersenyum tipis ketika memperhatikan senyum senang anak berambut kuning cerah itu.
"Kau tahu? Bagiku, kau ini sangat menyebalkan," ungkap Sasuke sembari bersandar pada badan kursi belajarnya, "bisa-bisanya kau terus menghantui pikiranku selama tiga tahun ini." lanjutnya kemudian mendesah panjang dan kembali memperhatikan foto tersebut. "Dan perlu kau tahu, aku sangat merindukanmu, Naruto," lanjutnya kemudian pandangan matanya yang biasa dingin perlahan berubah menjadi sendu. "Aku merindukanmu," ulangnya kemudian mengambil foto itu dan memeluknya. "Kau dengar, aku merindukanmu,"
.
.
Kakashi tersenyum kecil di balik maskernya saat mata hitamnya memandang sebuah makam yang ada di hadapannya, ia menghela nafas panjang kemudian berjongkok di samping makam tersebut, "Aku datang, Obito," ujarnya pelan sembari meletakan sebuket bunga mawar di atas makam, "bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Kakashi kemudian menyentuh ukiran nama yang ada di batu nisan tersebut. Dan darahnya berdesir pelan ketika sosok itu melintas dalam pikirannya.
"Apa sepuluh tahu belum cukup untuk menyingkirkan bayanganmu?" tanya Kakashi pada dirinya sendiri. Dan sedetik kemudian ia tersenyum tulus di balik maskernya. "Astaga, bicara apa aku barusan?" dia menggelengkan kepalanya perlahan –berusaha membuang pikiran itu jauh-jauh dari dalam otaknya. "Tentu saja aku tidak bisa melupakanmu. Bagaimanapun kau ini adalah sahabatku," Kakashi menghela nafas panjang, "dan juga orang yang telah mengajariku banyak hal." Lanjut Kakashi sembari membelai nama temannya yang sudah terukir manis di dalam batu nisan itu.
Dan selama beberapa menit, Kakashi terdiam, membiarkan angin sore menyapanya, menerbangkan beberapa helai rambut silvernya. "Terima kasih." Ucap Kakashi perlahan setelah sekilan lama terdiam, "terima kasih atas semuanya, Obito,"lanjutnya sembari melepaskan masker yang biasa digunakannya. "Dan harus kau tau, kau ini adalah sahabat sejatiku sekaligus guru terbaik bagiku," ungkap Kakashi sembari mengecup singkat batu nisan itu.
"Kadang, aku menyesal baru mengatakan hal ini sekarang," ucapnya samar-samar sembari memasang kembali masker bewarna biru malam kebanggannya itu. "Sampai jumpa besok, Obito," kata Kakashi pelan kemudian berdiri dan berjalan meninggalkan makam tersebut.
.
.
Hatchim.
Hatchim.
"Ano, apa kau baik-baik saja?" tanya pemuda berusia tujuh belas tahun itu dengan nada khawatir sembari menoleh ke arah orang berambut hitam berantakan yang tengah duduk di bangku tunggu bandara –tepat disampingnya.
Orang itu hanya mengangguk kemudian mengambil sapu tangan dari saku jaketnya kemudian mengelap hidungnya yang sedikit berarir. "Aku tak apa-apa," ujarnya sembari tersenyum ke arah pemuda berambut kuning menyala itu dan memasukan kembali sapu tangannya ke saku. "Mungkin saja aku terkena flu ringan," ujarnya pelan lalu membuka tas jinjingnya dan mengambil masker dari dalam sana lalu memakainya.
"Udara di Jepang saat musim dingin memang tak bersahabat. Berbeda dengan Jerman," komentar pemuda itu kemudian melirik ke arah ponselnya yang bergetar. Sementara itu, pria berusia tak lebih dari dua puluh tiga tahun itu hanya mengangguk untuk menanggapi komentar remaja yang duduk di sampingnya. "Kalau begitu, aku permisi dulu," ujar pemuda itu kemudian berdiri dan mengambil tas jinjingnya. Dia menoleh ke belakang dan tersenyum singkat ke arah pria berambut dan bermata hitam itu sebelum melangkah pergi.
Dan pria itu hanya bisa menatap kepergian pemuda itu dengan tatapan sedikit heran. 'Kenapa penampilannya familiar sekali dimataku?' batin pria itu sembari memandang punggung pemuda itu yang semakin lama semakin mengecil dalam iris matanya yang hitam. Dan ketika bayangan pemuda itu telah hilang, pria berambut hitam itu memutar otaknya dan membuka kembali memori ingatannya. Lalu, ketika sebuah ingatan muncul, ia tersentak. 'Sensei!' teriaknya dalam hati sembari melebarkan matanya tak percaya.
.
.
"Kau tahu Neji, aku sudah menunggu hampir satu jam di Bandara tahu!" ujar Naruto sedikit kesal sembari memandang tunangannya dengan tatapan sinis. Sementara itu pemuda berambut coklat panjang itu hanya menghela nafas panjang.
"Maafkan aku Naruto, tadi aku ada beberapa urusan yang tak bisa ditinggal," jelas Neji panjang kemudian menyalakan mobilnya dan menjalankannya menjauh dari tempat parkir. Ia menghela nafas panjang ketika memperhatikan wajah Naruto yang masih kusut. "Hei, aku kan sudah minta maaf Naruto," ujarnya pelan. "Aku benar-benar ada urusan mendesak tadi,"
Naruto mendegus, "bilang saja kau baru kencan dengan Gaara,"
Neji melirik ke arah Naruto sejenak, "ya, diantaranya." Ujar Neji singkat yang langsung disambut oleh cibiran dari Naruto. "Kau cemburu?"
"Tidak," ujar Naruto kemudian melemparkan pandangannya keluar dan memandang jalan Konoha yang ramai. "Tapi kurasa kau harus lebih berhati-hati ketika bertemu dengan Gaara. Kemarin ayahku melemparkan sepuluh foto dirimu dan Gaara padaku," Naruto menghela nafas panjang, "dia memarahiku. Tousan bilang aku tak becus menjagamu tahu,"
Neji mendesah kecil. "Maafkan aku," ujarnya pelan yang disambut oleh anggukan dari Naruto.
"Mungkin lain kali aku harus mengajarimu beberapa trik menemui orang secara diam-diam," ujar Naruto santai. Sementara itu Neji hanya terkekeh kecil.
.
.
TBC
.
.
