Hahaha, welcome to my ffn yang sudah pasti gaje dan OOC banget nggak ketinggalan typonya yang bermunculan dimana-mana.
Sebenarnya sih, mau jadiin Oneshot aja, tapi, karena kayaknya kepanjangan mendingan dijadiin kayak gini deh.
Kenyataannya, cerita ini dulunya sudah hampir selesai, tapi, karena kesalahan teknis, laptop saya diinstal ulang dan sukses membuat ffn ini kembali kealamnya.
Sudahlah, saya nyesaaaaal bangeet, dan niatnya mau pasrah.
Eh, maaf curcol.
Tapi, setelah baca suatu ffn yang sudah lupa juga apaan, saya jadi terispirasi buat ngetik ulang, meskipun sudah rada-rada lupa ceritanya, kekeke.
Dan, jadilah ini, ffn ini ceritanya tentang chara ES21, khususnya HiruMamo, kyaaaa, saya ngefans banget sama pairing ini.
Oke, Gak suka? Don't read!
Title : Cream Puff or Gum
ES21 Fanfiction
Disclamer : Riichiro Inagaki dan Yuusuke Murata
Warnings : OOC, GaJe, Typo, and banyak kejelekan lainnya yang terlalu panjang buat disebutin
Maaf kalau jelek :)
Story : Bii Akari (Bii-chan)
Mamori Anezaki.
Gadis jenius dengan kecantikan yang mempesona.
Gadis yang mempu membuat setiap pria bertekuk lutut setelah menatap senyum malaikatnya.
Gadis yang menyandang julukan 'SMART' disekolahnya.
Gadis yang bergelimangan harta.
Gadis yang sangat suka cream puff.
Gadis yang supel dan ceria, dengan teman dimana-mana.
Gadis yang bisa dibilang PERFECT -Jika saja nilai seninya bagus-.
Demo,
Mamori Anezaki juga,
Gadis yang penuh dengan kebohongan.
Gadis yang kesepian.
Gadis yang tidak percaya cinta.
Gadis yang hidup dalam kemunafikan.
Gadis yang mampu merebut hati semua penghuni sekolahnya,
Kecuali,
Seorang akuma bernama,
Hiruma Youichi.
Kenapa?
Let's check it out.
JUNI, 2009-
SMA Demon. Sekolah dengan fasilitas yang sangat lengkap dan canggih -Bahkan berlebihan- dengan interior yang mewah dan mengagumkan. Sekolah yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang dari kalangan atas. Orang-orang dengan mobil mewah dan harta berlimpah. Begitulah sekolah ini, penuh dengan kefanaan semata. Dari luar nampak seperti hotel berbintang, ya, sekolah ini memang sekolah termewah di Jepang. Murid-muridnya adalah anak-anak dari para bangsawan di negeri sakura itu, benar, sekolah ini hanya untuk orang Jepang, wajar saja jika wajah-wajah yang menghiasi sekolah itu benar-benar oriental.
NORMAL POV
Seorang gadis berpostur tinggi dan kulit dengan rambut coklat panjang yang nampak begitu lembut berjalan dengan langkah gemulai, melangkah melewati gerbang sekolah yang tinggi menjulang tersebut sendirian.
Ini masih terlalu pagi bagi para siswa Demon untuk membuka mata, baru jam 4.30.
Para anak manja itu pasti masih tertidur nyaman di kasur empuknya.
Tapi, tidak dengan gadis yang satu ini.
Mamori menaiki lift yang segera terbuka sesaat setelah dia menekan tombol.
Dia lalu menekan angka 59, lift itu segera melesat naik, butuh waktu beberapa menit agar dia sampai ditujuannya, sambil menunggu, dia merapikan sedikit rambutnya yang dibelai lembut oleh angin dingin subuh tadi.
TENG.
Pintu lift terbuka.
Terlihat seorang pria setengah baya yang tengah berdiri membelakangi pintu sambil memandang jendela dengan tatapan hampa saat Mamori sudah membuka pintu itu dengan gesit, tanpa permisi.
"Sudah kubilang kan, kalau ingin masuk di ruanganku, setidaknya ketuk pintunya kalau kau tidak ingin menekan bel nya.", ucapnya dengan sedikit kerutan tipis didahinya, letih menasehati anak semata wayangnya ini.
"Hai.", jawabnya pasrah dengan desahan napas diujung ucapannya.
Dengan langkah malas, dia menyeret kakinya untuk segera duduk di kursi panjang mewah disudut ruangan itu.
Mata birunya terus menelusuri sudut ruangan itu, mencari tahu apakah ada perbedaan setelah tiga tahun tidak menginjakkan kaki disana.
"Sudahlah, tapi, kenapa kau datang sepagi ini?", suara beratnya menghapus sepi yang sedari tadi menggerogoti pikiran Mamori.
"Hn, aku lupa mengganti jamku dengan zona Jepang", jawabnya enteng sambil memainkan jemari lentiknya.
"Alasan bagus", ucapnya diiringi dengan tawa khas seorang ayah yang hangat sambil duduk dikursi kebanggaannya, tentu saja, sebagai pemegang kekuasaan tertinggi disekolah ini.
Obrolan pun dimulai, setelah sekian lama tak bertemu, bongkahan es yang membatasi mereka mulai luntur seiring dengan berjalannya waktu disana.
Mamori mulai menemukan lagi sosok ayah, sosok yang tiga tahun belakangan ini menghilang dari hidupnya.
Hari ini adalah hari pertama bagi siswa baru di Demon, hari pertama Mamori di Jepang selama tiga tahun berkelana di Amerika, mencari tahu apa yang membuat ibunya begitu cinta dengan tanah kelahirannya itu. Yah, ibu Mamori memang orang Amerika dan dia begitu bersyukur memilih Amerika sebagai tempatnya menuntut ilmu ketika masih duduk dibangku SMP. Amerika, tempat yang telah membantunya berubah.
MAMORI'S POV
Akhirnya aku disini, ditempat yang sudah tak asing lagi bagiku, dulu aku juga sering kesini.
Tiga tahun yang lalu.
Aku sangat senang berlarian disini.
Dihamparan rumput yang bagiku begitu hijau, berbeda dengan rumput ditempat lain.
Aku suka hijaunya, sangat suka.
Hijau muda.
Hijau tua.
Hijau tosca.
Bahkan hijau emerald.
Aku suka semuanya.
Akhirnya aku bertemu dengannya sosok ayah yang sangat hangat menurutku.
Meski harus berpisah tiga tahun, tidak banyak yang berubah darinya, rambutnya masih tetap hitam, keriput didahinya bertambah banyak, yah, sudah tiga tahun.
Tiga tahun bukan waktu yang singkat kan?.
Aku bisa berubah sedrastis ini hanya dalam tiga tahun, hebat bukan?.
Aku.
Aku yang dulunya adalah gadis pendiam yang kuper.
Aku yang selalu menyendiri dan jarang bicara.
Aku yang berambut pendek, berkacamata tebal, dan dipenuhi luka disepanjang tangan dan kakiku.
Aku yang dulunya begitu suka membaca dan memanjat pohon.
Aku yang dulunya hanya punya satu teman, yah, menurutku dia teman, entahlah, mungkin dia tidak menganggapku siapa-siapa, tak apa.
Tapi, lihatlah sekarang.
Aku bisa berjalan dengan percaya diri.
Dengan wajah dan pribadiku, sangat mudah bagiku mendapatkan satu teman.
Aku kini telah berubah.
Menjadi orang yang lebih baik.
Lebih percaya diri.
Dan lebih baha-, pokonya lebih dari aku yang dulu.
Hari pertama di bangku SMA ku, seperti impianku dari dulu, aku begitu ingin masuk SMA Demon, tempat dimana ayah bekerja.
Selain dari desainnya serta peralatannya yang canggih dan mewah, murid-murid disini juga sangat berbakat, dalam bidang masing-masing, meski ada beberapa diantara mereka yang, yah, bisa dibilang arogan.
Tapi itu tidak membuatku ragu untuk berteman dengan mereka.
Dengan sikapku yang supel, mereka bisa menjadi temanku dalam waktu singkat.
Yah, aku memang bergaul dengan semua orang disini, cukup menyenangkan.
Ditahun pertamaku, tidak ada masalah, aku bisa menjadi juara umum dengan mudah.
Bahkan terlalu mudah.
Namun, ada seorang yang berbeda, yah, namanya Suzuna Taki.
Adik kelasku yang juga menjabat sebagai ketua club cheers. Padahal baru kelas satu loh, karena ketua sebelumnya harus pindah dan dia pun segera memilih penggantinya, berarti Suzuna akan menjabat sebagai ketua cheers selama dua tahun? Wow.
Dia berasal dari kalangan bangsawan, dia mempunyai seorang kakak yang juga bersekolah disini, sama denganku, namanya Natsuhiko Taki, meski sangat berbeda dengan adiknya, dia adalah pewaris perusahaan ayahnya, semoga dia dapat menjalankannya dengan baik.
Ayahnya adalah pengusaha yang sukses, dia juga termasuk salah satu donatur dari sekolah ini.
Suzuna adalah sahabatku, dia sangat supel dan ramah serta selalu ceria.
Itu membuatku sangat menyukainya melebihi temanku yang lain.
February 2010-
Valentine, hari yang sangat kusukai. Mengapa?
Aku yakin, hari ini akan ada banyak cream puff isi coklat yang menghampiriku, aku benar-benar optimis. -maklum, semua fans Mamori sudah tahu kalau dia penggila cream puff-
Dan, tebakanku benar.
Ada ratusan kotak cream puff yang bertebaran, ada di lokerku, laci mejaku, bahkan sampai ada yang dikirim ke ruanganku sebagai ketua kedisiplinan sekolah.
Aku benar-benar bahagia. Kali ini aku bisa makan cream puff sesukaku.
Tidak juga sih, dokter bilang, aku hanya bisa makan cream puff paling banyak 20 kotak sehari.
Itu untuk menjaga kesehatan gula darah dan tubuhku.
Yah, aku mengkonsumsi banyak vitamin dan mengikuti intruksi dokter untuk menjaga kesehatanku agar hobiku ini tidak berakibat buruk padaku.
Meski begitu, aku sangat senang bisa makan cream puff setiap hari.
Aku suka manis, terutama cream puff.
I Love Cream Puff.
Agustus 2010-
Aku melangkahkan kakiku menuju ruang kerja ayah, katanya ada yang ingin dia bicarakan.
Aku menunggu hingga sekolah benar-benar sepi, sehingga tidak ada yang melihatku menuju ruangannya.
Yup. Ini rahasia. Tidak ada yang tahu kalau aku adalah anaknya, termasuk Suzuna.
Sebenarnya, aku juga tidak nyaman kalau identitasku sebagai anak KEPALA SEKOLAH diketahui oleh teman-temanku, jadi aku ingin merahasiakannya, dan ayah juga setuju.
"Ada apa ayah?.", tanyaku setelah duduk di kursi yang terletak tepat didepannya.
"Begini,", dia menarik napas panjang lalu menghembuskannya pelan, tapi, meski pelan, napasnya terdengar sangat berat.
"Kau tahu sendirikan kalau siswa-siswa yang bersekolah disini sangat berbakat. Akan tetapi, itu hanya pada bidangnya masing-masing, jarang ada yang berminat dalam hal akademik, mereka hanya tertarik dengan bisnis keluarga mereka atau hobi mereka saja, dan akademik memang bukan tuntutan sekolah kita", sambungnya.
Aku tidak menjawab, hanya diam, menunggu kata selanjutnya yang akan keluar dari bibirnya yang masih tertutup rapat.
"Karena itu, sebelumnya aku sudah membagi sekolah ini menjadi tiga bagian, yaitu, olahraga, seni, dan bisnis. Kebanyakan hanya memlilih bisnis. Aku tidak menyalahkan mereka, hanya saja, semakin lama, nilai akademik sekolah ini mulai menurun. Aku sangat kecewa dengan mereka, setidaknya mereka bisa mempertahankan tradisi sekolah kita dengan nilai akademik diatas rata-rata.", ucapnya pelan.
"Kalau masalah itu, aku bisa membant-"
"Tidak, bukan begitu. Kau hanya sendiri, kau tahukan. Biar aku bertanya, apakah susah bagimu mendapat juara pertama tahun lalu?", aku memalingkan bola mataku, ini pertanyaan yang tak perlu kujawab, dia sudah tahu pasti jawabanku.
"Tidak bukan? Aku tahu, kau bisa mendapatkannya dengan sangat mudah. Tapi, nama sekolah kita tidak akan pulih hanya karena satu orang saja. Setidaknya butuh banyak, dan itu hanya bisa dilakukan dengan satu cara,", Aku menatapnya dalam, bingung.
"Dan hanya kau yang bisa melakukannya.", lanjutnya. "A-apa?", mataku terbelalak, kaget mendengar kalimat terakhirnya.
"Apa maksud ayah?", tanyaku bingung masih dengan ekspresi tak percaya.
"Kau bukan anak kecil lagi, ayah tahu. Sudah banyak pria yang menyatakan perasaannya padamu,", kata-katanya benar-benar menusukku, dari mana dia tahu?.
GLEK
Aku gugup.
"Tapi kau tidak menanggapi semuanya. Tak satupun, mengapa? Apa kau menunggu seseorang?", TEPAT, aku memang tidak menanggapi semuanya, tapi, bukan berarti aku menunggu seseorang kan?.
"A-aku, aku bukannya tidak menanggapinya, hanya saja. Aku benar-benar tidak menyukai satupun dari mereka, yah, ayah benar, mungkin aku sedang menunggu. Menunggu seseorang yang dapat menaklukkanku", ucapku yakin.
Dia tertawa, tawa khasnya yang hangat. "Kalau begitu, maukah kau membatu ayah? Mungkin dengan begini, kau akan menemukan pangeranmu itu.", ucapnya dengan diakhiri tawa lagi.
BLUSH.
Dapat kurasakan wajahku memerah, ini pertama kalinya aku membicarakan hal seperti ini dengan ayah.
"Maksud ayah?", ucapku sedatar mungkin.
"Kau cantik, baik, pintar, apa yang kurang? Pria mana yang tidak tertarik padamu? Bagaimana jika kita taruhan?", apa-apaan ini, mana ada ayah yang mengajak anaknya sendiri taruhan?.
"Ayah ingin meminta bantuanmu. Tapi sebelumnya ayah ingin memastikan sesuatu. Apa kau yakin bisa mempertahankan gelar sebagai murid terpintar hingga lulus?", Apanya yang sulit, aku dilahirkan sebagai orang jenius, itu hal yang mudah.
"Tentu saja.", jawabku yakin dibarengi dengan anggukan kecil tapi penuh keyakinan.
"Bagaimana kalau tidak? Bagaimana kalau ada orang yang bisa mengalahkanmu?", tantangnya dengan nada yang tak kusukai.
"Tidak mungkin, ayah tahu siapa aku.", ucapku lantang, terdengar sedikit arogan mungkin, tapi kalau masalah pelajaran, aku memang begitu optimis.
"Baiklah, kalau sampai ada orang yang bisa mengalahkanmu, bagaimana?", ucapnya sambil mengambil secarik kertas dari dalam lacinya.
"Terserah, ayah bisa melakukan apapun padaku, karena itu tidak mungkin terjadi.", upss, aku sudah kelewatan, aku terlalu terbawa suasana, terlambat, aku sudah tidak bisa menarik kata-kataku lagi.
"Yah, seperti yang ku harapkan. Kau sendiri yang bilang. Jika saja ada pria yang bisa mengalahkanmu, maka, kau akan berpacaran dengannya, setuju bukan?", sial, dia menantangku.
"Baiklah.", dasar mulut sialan, berhentilah bicara omong kosong begitu.
"Kalau begitu tanda tangan.", dia menyodorkan selembar kertas yang tadi dia ambil.
Isinya perjanjian, sial, aku terjebak. Dia pasti sudah merencanakannya dari tadi.
Ini susahnya punya ayah jenius.
"Tapi, apa untungnya bagiku? Bagaimana kalau tidak ada yang bisa mengalahkanku?", tantangku balik, tak ingin kalah dari ayahku sendiri.
"Ayah akan mengabulkan satu permintaanmu, apapun itu.", sepertinya dia tidak berbohong.
Keesokan harinya, semua rumor tentang perjanjianku itu sudah tersebar. Siapa saja yang bisa mendapatkan juara umum mengalahkanku akan menjadi pacarku.
Seperti yang dia harapkan, semua pria disekolah ini, yah, sebagian besar sih, pada nafsuh belajar, aku sudah berusaha menenangkan diri. Tenang saja.
Cukup mempertahankan gelarku, dan aku akan menang.
Lagipula tidak akan ada yang bisa mengalahkanku kan?. Tentu saja.
"Yaaa, Mamo-nee", sapanya riang saat kami bertemu di kantin yang lebih mirip restoran mewah itu.
Yah, dia memang selalu memanggil orang semaunya saja.
"Hai, Suzuna-chan", ucapku lemas.
"Kau kenapa? Lihat kakakku tidak? Dia lupa membawa tasnya tadi pagi", gerutunya sambil ikutan duduk disampingku.
"Tidak, kenapa kau tidak mencarinya dikelasnya? Kau tahu kan dia tidak satu kelas denganku.", ucapku datar nyaris tanpa ekspresi. Orang macam apa yang lupa membawa tas ke sekolah? Yaaa, Taki-kun lah orangnya.
"Aku tahu, hanya saja, aku malas naik ke kelasnya, pria-pria disana menjengkelkan.", dia mengkerucutkan bibirnya yang mungil. Aku kembali melanjutkan aksi makan cream puff ku yang super lezat.
"Iya, aku mengerti. Nanti aku carikan, ok? Jangan cemberut dong.", wajar saja kalau mereka mengganggumu, kau kan lumayan manis.
"Tidak usah, Mamo-nee. Mereka akan mengganggumu nanti, apalagi setelah gosip yang beredar itu. Tapi, kau benar-benar hebat yaaa, kau bisa membuat banyak pria jadi terobsesi belajar.", ucanya dengan penuh semangat sambil menggerak-gerakkan inline skatenya di bawah meja.
Berterimakasihlah kepada ayahku.
Aku hanya bisa tersenyum kecil, bingung mau bilang apa.
"Yaayaa Mamo-nee, ada yang ingin aku tanyakan. Kau kenal Kira-nee kan?", aku hanya menganggulk kecil.
"Dia akan pindah ke Perancis minggu depan, mendadak sekali. Dan karena itu, tim cheers kami kehilangan satu orang, kami tidak bisa tampil kalau begini.", dia lalu kembali murung sambil meminum grapes juice nya.
"Lalu?", tanyaku bingung, jangan-jangan?.
"Yaa, karena itu. Aku mau meminta Mamo-nee bergabung dengan kami, bagaimana? Mau kan Mamo-nee?", ucapnya riang.
Mood nya benar-benar berubah-ubah ya?
"A-ano, kalau itu-"
"Ayolah Mamo-nee, kau kan cantik, baik, pintar, dan berbakat, aku juga sudah membicarakannya dengan anggota yang lain, dan mereka setuju kok, yaayaa?", bujuknya dengan puppy eyes nya.
"Tapi, kenapa kau tidak melakukan audisi lagi? Setiap tahun club cheers kan memang melakukan audisi? Pasti banyak yang berminat.", tanyaku.
"Begini Mamo-nee. Kau tahukan, didalam club cheers, hanya ada 13 orang, lalu akan dipilih dari kelas satu, beberapa orang setiap tahunnya sebagai pengganti bagi anak kelas tiga yang sudah pensiun. Meski ada banyak pendaftar, hanya akan ada beberapa orang saja yang dipilih mengisi tempat kosong itu. Dan itu sudah menjadi tradisi kami setiap tahun, aku tidak akan merusak tradisi itu hanya untuk mencari satu orang saja. Mamo-nee, mau yaaa?", bujuknya masih dengan puppy eyes nya.
Jangan menatappku begitu, aku tidak tega. "Tapi, kau tahukan, aku adalah ketua dari kedisiplinan sekolah? Jadi-", dia memotong ucapanku, lagi.
"Memangnya kenapa? Apa ada larangan bagimu masuk club cheers? Tidak kan? Ayolah, demi aku Mamo-nee", bujuknya lagi, dengan manja dan, yah.
"Oke, nyerah", ucapku akhirnya. Aku benar-benar tidak bisa menahan diri untuk makhluk satu ini.
"Yaayaaa, arigatou ne, Mamo-nee", ucapnya sambil mutar-mutar gaje dengan inline skatenya.
Apa salahnya masuk cheers?.
Tak apa kan?.
SALAH.
Seharusnya aku tidak berada disini, berdiri didepan ratusan orang dengan baju se minim ini.
Sungguh, aku tak membayangkan ada begitu banyak pria disini, tentu saja, ini kan lomba basket.
Tapi biasanya tidak seramai ini.
"Yaayaa, Mamo-nee. Coba lihat, ada banyak pria yang datang hanya untuk melihatmu menari dengan seragam cheers, kau sangat hebat Mamo-nee", ucapnya riang, seperti biasa.
Apanya yang hebat? Malu, sumpah.
Aku benar-benar malu begini.
Kesalahan terbesarku, gara-gara ini, aku menambah jumlah pria yang mengincar posisi siswa terpintar yang aku pegang.
Kyaaaaa, gimana-gimana? Gajekah? OOC kah? Terimakasih sudah bertahan sampai akhir, yang mau muntah saya persilahkan. Tapi, sesudah itu, REVIEW pleasee!
Semoga readers nggak kapok dan masih niat baca chap. 2 nya. Yaaa? Pleasee? Sekali lagi REVIEW yaaaa
