BTS fanfiction

KookV; Jeon Jungkook x Kim Taehyung

Between Fact and Fate by raieunix

twoshot; a bit of fantasy


"Jadi Jimin, kau ingin membicarakan hal penting apa?" Taehyung mengambil jus jeruk yang baru dibawakan oleh waitress. Ia mengamati lelaki di hadapannya, yang sedang menyeruput sedikit kopi panas di tangannya. Mereka berdua sedang berada di sebuah kafe kecil, bertemu untuk membahas sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan masa lampau.

Jimin menghela napas, lalu memulai pembicaraan. "Aku pernah melakukan riset di Perpustakaan Nasional Jerman dan aku menemukan sebuah kertas kuno yang menjelaskan sesuatu yang mustahil terjadi. Drakula, makhluk penghisap darah itu masih hidup di tengah kita saat ini—atau paling tidak, dulu eksistensi mereka pernah ada."

Taehyung menatap dengan tatapan tak percaya pada teman yang setahun lalu meniti kuliah yang sama dengannya, meneliti sejarah. "Kau bercanda?" tanyanya ragu, sembari mengaduk jus jeruk miliknya.

Lelaki yang menuturkan sebuah pemikiran tak masuk akal tadi berdecak pelan. "Aku tahu, setiap orang pasti akan berpikir bahwa aku sinting. Tapi ini nyata, Taehyung. Aku tak sengaja membaca selembar kertas kuno itu terselip di salah satu buku yang telah ada sejak abad pertengahan. Aku tak bisa membaca utuh isinya karena memakai huruf-huruf Slavia sangat kuno. Kuperkirakan isinya menuju ke suatu tempat, Kastil Burg Eltz," paparnya, menguatkan bahwa teori yang disimpulkannya memang nyata.

Mengerutkan dahi, Taehyung tampak memutar otaknya. "Kastil Burg Eltz? Bukankah kastil itu masih ditempati hingga sekarang ini?"

Jimin menyeruput kopinya yang tinggal setengahnya itu, lalu mengangguk mantap. "Yup. Pemiliknya adalah Dr Karl Graf von und zu Eltz." Ia berhenti sejenak setelah menyebutkan nama orang Jerman yang agak sulit dilafalkannya. "suatu waktu aku pernah mencari tahu tentang kastil Burg Eltz, lebih dari puluhan kamar masih ditempati. Dua kastil terbuka untuk umum—aku lupa namanya apa, hanya saja biasanya dibuka di bulan April atau Oktober."

Ya, Taehyung juga tahu. Kastil Burg Eltz sebenarnya terdiri dari tiga kastil yang ditempati oleh keluarga berbeda—Glannerbenburg atau kastil yang dimiliki oleh beberapa ahli waris dari keluarga kaya dan ternama di abad pertengahan. Dua kastil yang terbuka untuk umum ialah Rubenah—The House of the Silver Lion—dan Rudendorf—The House of the Buffalo Horns. Sedangkan Kastil Kampenich—The House of the Gold Lion—ditempati oleh keluarga Eltz dan telah dibangun dan direnovasi dengan memadukan desain gothic dan modern.

Tunggu sebentar. Mengapa dokumen yang dibaca oleh Jimin menunjukkan ke kastil yang kepemilikkannya masih tetap diwariskan sampai saat ini?

"Apa hubungannya drakula dengan keturunan House of Eltz? Kau membuatku tertarik untuk melakukan penelitian, Jimin," ucap Taehyung. Terdengar nada semangat pada intonasinya.

Jimin tersenyum, senyum yang berubah menjadi tawa kecil. "Aku juga tertarik, Taehyung. Tapi maaf saja. Aku tak ingin menjadi gila gara-gara berkecimpung dalam penelitian seperti itu."

Taehyung tertawa, kembali menikmati jus miliknya. Memang, cukup banyak ilmuwan atau sejarawan yang menjadi gila karena menangani hal yang sulit dipahami oleh logika.

Percakapan mereka berlanjut, membahas topik lain. Walaupun Jimin mengatakan bahwa dia tak ingin menjadi gila karena suatu penelitan, hati kecil Taehyung berkata lain. Ia harus meneliti kebenaran dari eksistensi drakula. Setidaknya, hal itu dapat mengisi waktu luangnya sebelum ia diangkat menjadi guru sejarah di salah satu sekolah swasta.

.


.

Seminggu kemudian, berdirilah Taehyung di sini. Di sebuah hutan rimba yang terletak di antara Koblenz dan Trier, menyusuri jalan kecil dengan berjalan kaki selama empat puluh menit.

Langkah kakinya terhenti ketika jalan kecil berakhir. Tak tampak apapun di hadapannya selain bukit hijau. Hingga ketika ia menoleh ke sudut kiri, ia berdecak kagum. Tampaklah olehnya sebuah kastil megah nan artistik, dengan delapan menara dengan tinggi berbeda lebih dari tiga puluh meter menjulang tinggi.

Kakinya kembali melangkah, menyebrangi jembatan di atas sungai Moselle, terus hingga gerbang masuk kastil—yang dibentengi oleh dinding tebal dan pintu gerbang kayu tua yang tampak sangat berumur.

Saat ia memasuki halaman kastil, suara derap langkah kaki seketika membuat matanya yang mengamati desain kastil teralihkan. Ia mengarahkan pandangannya pada seseorang yang berjalan mendekatinya. Pria berumur sekitar tiga puluhan dengan pakaian ala seorang buttler elegan. Sang Buttler sedikit membungkukkan badannya, begitupun dengan dirinya.

"Guten Tag—selamat siang."

Taehyung menarik sudut-sudutnya ke atas, berucap. "Ich heiβe Taehyung. Guten Tag, um Herr ..."

Buttler bersurai hitam legam dan tertata rapi itu menyela perkataan Taehyung. "Ich bin Fritz. Folgen Sie meinen Scritt—saya Fritz. ikuti saya."

Taehyung mengangguk, mengikuti langkah Herr Fritz. "Jarang-jarang—bahkan hanya beberapa, mahasiswa seorang diri seperti Anda berkunjung ke kastil ini. Biasanya hanya para belajar tertentu yang melakukan trip sekolah—itupun di bulan-bulan tertentu." Buttler itu melanjutkan perkataannya. "saya dengar, Anda hendak melakukan penelitian di sini."

Taehyung tersenyum kecil. Ketika ia menghubungi salah satu pengurus kastil—ia mendapatkan kontak ponsel dari teman sesama peneliti yang pernah ke sana—dan meminta paling tidak dua hari untuk melakukan penelitian di Burg Eltz. Walaupun ia harus berurusan ke sana kemari, akhirnya pihak mereka menyetujui. Tidak jarang para peneliti atau sejarawan meminta izin untuk melakukan riset atau sekadar mengunjungi kastil-kastil kuno.

"Ja, saya menulis ulang dan mendokumentasikan sejarah lama," ucapnya, tersadar ia belum menanggapi perkataan Herr Fritz. "jika Anda tak keberatan, saya ingin melihat dokumentasi sejarah yang ada di sini," tambahnya.

Mereka kini telah sampai di koridor Rubenach—yang di atas kedua pilar penyangga terdapat ukiran kepala singa perak. Lantai marmer mengilap yang dipijak memantulkan suara derap langkah kaki—jika kau menunduk, kau akan melihat bayanganmu terpantulkan lantai marmer itu.

"Näturlich—tentu saja. Anda bisa mencarinya di perpustakaan utama Rubenach—Anda bisa melihat letaknya di peta, ataupun perpustakaan kecil di Plattelz," ujarnya sembari membuka pintu coklat yang tingginya tiga kali tubuhnya. Barulah mereka memasuki kastil Rubenach. "sebenarnya Plattelz tidak dibuka untuk umum, namun ini bukan pertama kalinya sejarawan dari Universitas Anda melakukan riset di sini. Saya yakin Anda dapat dipercaya."

"Danke schön, Herr Fritz—terima kasih banyak," tanggap Taehyung tulus.

"Bitte."

Atensi Taehyung berpendar menyeluruh. Suasana abad pertengahan begitu kentara ketika menginjak satu-persatu lantai marmer abu kastil Rubenach. Dinding bernuansa coklat dari susunan batu yang menimbulkan gradasi warna yang menawan. Interior dengan desain gothic, ukiran-ukiran, patung-patung manusia berbaju besi, dan benda unik bersejarah lain menempati setiap sudut—beberapa tertata rapi di tengah ruangan. Obor-obor yang menempel di dinding tampak seperti obor asli di berpuluh abad silam—padahal sebenarnya obor itu berisi bola lampu yang terhubung melalui sakelar.

Taehyung memerhatikan lukisan-lukisan eksotis yang terpampang rapi di dinding sembari menaiki tangga spiral mengikuti Herr Fritz. Dahinya berkerut ketika melihat lukisan wajah berderet memanjang di ruang tengah dekat tangga secara berundak-undak. Lukisan para pewaris House of Rubenach dari generasi ke generasi, pikirnya.

Langkah Sang Buttler terhenti, begitu pula dengan langkah Taehyung. Mereka telah sampai di depan sebuah pintu—yang langsung dibuka oleh Herr Fritz. "Hier ist Ihr zimmer—ini ruangan Anda."

Taehyung hendak membuka suara, namun suara ponsel berdering mengurungkan niatnya. Herr Fritz mengangkat panggilan telpon—berbicara dalam bahasa Jerman yang begitu cepat sampai-sampai Taehyung tak begitu menangkap kata apa yang diucapkan. Tapi ia sedikit mengerti, Herr Fritz ada keperluan mendesak yang harus dilakukannya sekarang ini.

"Maafkan saya Tuan, saat ini saya ada keperluan." Herr Fritz mengambil sesuatu dari saku celananya. Sebuah kunci perak dengan ujung kepala singa. "ini kunci Plattelz. Semoga penelitian Anda berjalan lancar. Saya permisi, Tuan. Aufwieder sehen." Sang Buttler membungkuk, Taehyung tersenyum simpul.

"Aufwieder sehen."

Setelah Herr Fritz menuruni tangga, Taehyung melangkahkan kaki memasuki kamar yang interiornya tak jauh beda dengan ruangan-ruangan lainnya—hanya saja di tiap kamar terdapat kasur berukuran sedang, sebuah meja kayu usang, dan beberapa barang antik lain. Menghela napas, ia mulai membenahi barang-barang miliknya di dalam tas punggung yang sedari tadi digendongnya.

Perpustakaan utama Rubenich terbilang luas dengan buku-buku tersusun rapi di rak-rak menjulang tinggi hampir mencapai atap ruangan. Dengan telaten, Taehyung membersihkan debu-debu yang menempel dengan kemonceng di sana. Setelah ia rasa judul-judul buku yang berderet bisa dibacanya, ia mulai mencari satu-persatu buku dengan teliti, membuka lembar demi lembar mencari informasi yang dicarinya.

Hampir tiga jam ia mencari, namun ia tak juga menemukan artikel mengenai drakula. Kebanyakan buku kuno di sini berisi tentang sejarah pembangunan Kastil Burg Eltz—termasuk Kampenich dan Rudendorf mengulas sampai material yang digunakan dan anggaran yang mendetail. Selain itu banyak buku kuno yang menulis profil pewaris kastil Rubenich. Buku yang lain? Sejarah abad pertengahan berbagai negara hingga masa kini.

Taehyung menghela napas berat. Berapa buku lagi yang harus diteliti hingga ia menemukan buku tentang drakula, atau setidaknya membicarakan hal yang terkait dengan makhluk penghisap darah itu? Waktu bergulir dengan cepat dan ia harus segera menemukan seridaknya satu buku sebelum malam menjelang.

Apa yang harus kulakukan? Apa aku menghubungi Herr Fritz—oh ya! Kunci Plattelz dari Herr Fritz!

Senyum sumringah tampak di bibirnya. Ia menempatkan kembali buku-buku yang telah ia baca, lalu dengan semangat ia keluar perpustakaan.

Taehyung menyusuri koridor marmer panjang yang menghubungkan kastil Rubenich dengan Plattelz—dengan bola mata bergulir mengamati tiap inchi bangunan dan halaman mini di sekitarnya.

Lima menit kemudian, ia memasukkan kunci yang diberikan Herr Fritz ke dalam lubang kunci, memutar sebentar hingga terdengar bunyi 'klik'. Pintu dibukanya dan yang pertama dilihatnya ialah koridor memanjang yang membatasi kedua ruangan, dengan figura-figura menghiasi dinding koridor—dengan pencahaan remang-remang karena hanya ada satu jendela di ujung.

Dalam pikirannya terbesit sebuah pertanyaan. Mengapa dua ruangan ini dibatasi koridor? Mengapa kedua pintu ruangan terletak di kedua ujung yang berlawanan? Ia tersenyum hambar. Pertanyaan-pertanyaan itu hanya menjadi pertanyaan tanpa jawaban.

Kakinya melangkah menyusuri koridor beralaskan karpet merah. Kedua bola matanya mengamati figura—bukan, ternyata itu kanvas-kanvas lukisan—pertama di dinding koridor sebelah kiri.

Hampir saja ia memekik karena terperanjat, kaget dengan makhluk yang ada dalam lukisan. Ya, lukisan iblis merah dengan background api menyala-nyala, menampakkan wajah iblis dengan mata hampir keluar. Telapak tangannya menutup mulutnya sembari melangkah. Matanya kini hanya menatap sekilas lukisan di kanan kirinya. Tak jauh beda dengan lukisan yang pertama kali dilihatnya. Iblis, pemujaan, dan ritual-ritual lainnya.

Taehyung menghela napas lega ketika telah sampai di ujung koridor. Ia tak langsung masuk ke ruangan sebelah kiri, melainkan menatap pemandangan di luar. Pemandangan sungai Moselle yang membatasi kastil dan jalanan yang dilaluinya terlihat—walaupun agak buram karena kaca jendela begitu berdebu.

Ketika ia membalikkan tubuhnya menghadap pintu, kelopak matanya berkedip, dengan mulut terbuka setengah menganga. Ia yakin, sebelum ia melihat pemandangan luar, ia sekilas melihat pintu ruangan itu tertutup. Dan sekarang, pintu itu terbuka lebar.

Taehyung berusaha menenangkan diri dengan mengambil napas dalam-dalam. Ia mengeratkan kepalan tangannya, lalu memasuki ruangan yang gelap, hampir tak ada cahaya yang masuk selain berasal dari pintu yang terbuka.

Ia mencari saklar lampu di dekat pintu, menekannya. Sesaat, lampu besar melingkar di atap tengah ruangan menyala. Namun detik kemudian, lampu kembali mati. Ia pikir, Plattelz bangunan pertama yang dibangun, mungkin saja lampu-lampu itu sudah bertahun-tahun belum diganti. Jemarinya hendak mematikan saklar, dan lampu menyala kembali. Dan—

Mati.

Menyala.

Mati. Lagi.

Merinding, ia mematikan saklar lampu lalu cepat-cepat berjalan ke jendela yang tingginya setengah tubuhnya, membuka tirai merah tua tebal sehingga cahaya menerangi seluruh bagian ruangan.

Kini ia dapat melihat ruangan ini tak banyak dipenuhi barang. Sebuah lukisan menempel di dinding dengan lilin-lilin melilinginya setengah melingkar—karena terbatasi tembok, dan sebuah cermin besar tingginya mencapai dua meter dan lebar setengah meter tertempel di dinding yang berlawanan dengan lukisan tadi.

Taehyung mendekati lukisan itu, mengamatinya. Sesosok pria berpakaian hitam, dengan sebuah jubah tersampir di lehernya. Pria itu memiliki rambut dan iris hitam legam, kulit amat putih—bisa dikatakan pucat—dan menampakkan ekspresi yang sukar ditebak.

Taehyung tak mau ambil pusing. Yang jelas, ia telah memasuki ruang yang salah. Seharusnya ruangan di dekat pintu masuk tadi. Saat ia melangkah mundur, lantai kayu yang dipijaknya berderit. Sontak ia membalikkan tubuhnya lalu menundukkan pandangannya. Ia menyadari sesuatu. Lantai kayu yang kini dipijaknya terdapat sesuatu. Ah bukan. Terdapat lukisan besar—sebuah simbol bintang di dalam lingkaran dengan warna merah di tengah-tengah ruangan.

Dahinya berkerut, tampak sekali sedang berpikir keras. Tanda itu ... tanda pemujaan iblis! Ruangan ini ruangan yang dipakai untuk memuja iblis!

Segera mungkin ia keluar ruangan, menutup pintu dan berjalan cepat menuju ruangan satunya—dengan perasaan was-was karena merasa ada sepasang mata seseorang yang mengamati di belakangnya. Namun saat ia meraih gagang pintu dan menoleh, ia tak menemukan apapun selain jendela di ujung koridor.

.

.

.

.

.

tbc.