Dengar teriakan itu menggema di kegelapan malam. Di iringi nyanyian sang burung pembawa kabar kematian. Tarian angin yang menyapu ombak, menghempaskannya pada batu karang. Dan detik jam yang segera menyuarakan tengah malam. Dan dengan berakhirnya lagu itu, sebuah nyawa telah melayang.
-A Rin-
Declaimer : Haikyuu bukan punya saya. Tapi punya Sensei yang punya(?).
Warning : Analisis kacau (Baru belajar), bahasa ambur adul, kasar, Alur maju mundur tapi nggak cantik, humor bakal diusahakan, sekaligus romancenya, OOC kebangetan, Thriller, kuharap ini tidak menyinggung pihak manapun. Satu lagi, cerita ini ditakdirkan untuk Shounen Ai '-'.
SAYA TIDAK MENDAPAT APAPUN SELAIN KEPUASAN BATIN.
-A Rin-
Ini bukan kasus yang baru. Sudah sangat sering peristiwa ini terjadi dalam sepekan. Hanya berselang 6 hari semenjak kasus pertama. Dan yang lainnya menyusul begitu cepat. Seolah mereka memang ditakdirkan untuk mati. Keluarganya bahkan secara mencurigakan merelakan kematian anggota keluarga mereka. Seperti ini semua terjadi sesuai dengan skenario yang telah mereka pegang.
Tak ada seorangpun yang bisa dicurigai sebagai tersangka. Tak ada pola pembunuhan. Korbanpun dari golongan yang berbeda-beda. Tempat yang berbeda. Dan waktu yang tak sama pula. Dengan hasil akhir yang sama, ditutup sebagai kasus bunuh diri. Namun tanpa bisa kucegah, kami semua memutuskan satu hal. Ada seseorang yang mendalangi kejadian ini. Atau bisa jadi malaikat kematian iseng mencari mangsa. Dan tak menutup kemungkinan iblis yang mulai kekurangan pekerjaannya.
Foto korban terakhir yang kuterima kemarin kubanting di atas meja. Foto seorang pria paruh baya, yang tewas tertabrak truk penuh muatan. Di jalanan penuh orang, pukul 10.58. Saksi mata berkata bahwa, pria itu berjalan linglung ketengah jalan, dan menempatkan diri untuk dilindas. Menghela nafas lelah, dan menopangkan punggungku pada kursi hitam yang berputar beberapa derajat akibat tekanan tiba-tiba. Ini kasus yang sama. Lagi. Dan tak terpecahkan. Lagi.
Temaram prefektur Miyagi malam yang berkelip lampu jalan bukan lagi pemandangan yang kusenangi. Bukan pula suasana yang mencekam seperti seharusnya. Mengingat banyaknya kematian misterius yang terjadi. Normal. Biasa. Namun penuh tekanan bagiku.
"Kageyama!"
Akibat adannya suara melengking yang sangat kukenali menghantam gendang telinga, mata hitamku bergulir menatap obyek di depan mata. Sosok mungil yang memasuki ruanganku, dan dengan tak tahu diri berteriak seolah itu adalah hal yang normal untuk dilakukan. Mungkin orang-orang tak lagi memarahinya seperti dulu. Sudah terbiasa kurasa. Namun apa dia lupa bahwa aku atasannya sekarang? Bisakah dia berhenti memanggilku seperti saat kami SMA dulu? Seolah kami menjadi partner seperti dulu? Apa dia tak tahu betapa aku ingin menjadi partnernya lagi? Membuatku tak bisa mmenghentikan perasaan untuk melindunginya lagi. Melindungi sosok bermahkota orange, dan senyum mentari yang hampir tak pernah pudar. Sangat berbeda denganku.
Hinata Shouyo namanya. Mengambil tempat duduk tanpa permisi. Mengangkat kedua kakinya, dan menghempaskan 1 file baru lainnya diatas meja. File yang berisikan foto baru yang tak kukenal. Gadis bersurai hitam panjang, dan sorot mata seolah ia telah kehilangan kehidupannya. Kulit putih pucat, dan bibir plum mungil. Leher jenjang, dan tubuh mungil meski aku hanya melihatnya sebatas bahu. Di sebelahnya deretan huruf berjajar rapi. Biodatanya. Niekawa Yuuka namanya.
"Korban baru?"
Anggukan santai menjawab pertanyaanku. Aku mendesah lelah sekali lagi. Mengapa mereka seolah tak membiarkan aku berhenti bekerja sejenak? Sedangkan Hinata didepanku hanya menggoyangkan badannya seolah tubuhnya menolak untuk diam.
Tangannya meraih lembar kertas, menggesernya untuk kubaca, dan jari lentiknya menunjuk deretan nama. Membuatku salah fokus pada jari-jarinya yang seakan menggoda untuk di sentuh, dan digenggam tanpa diperbolehkan untuk berhentu menaut dengan milikku. Dan dengan gelengan kecil, aku mencoba mengembalikan fokus pada deretan abjad.
"Niekawa Yuuka. Ditemukan tewas pagi tadi dengan luka dikepalanya. Pukul 05.38. Jatuh dari gedung tua. Di dekat teluk yang lama ditinggalkan. Anak-anak yang hendak bermain di teluk yang menemukannya. Mereka benar-benar histeris, dan kami kesulitan untuk memperoleh keterangan. Namun itu wajar, aku mengerti kalau mereka sangat ketakutan. Kau tahu? Dia nyaris tak dikenali awalnya. Untung saja dia masih membawa kartu pelajar."
"Apa ada seseorang yang bisa dicurigai sebagai tersangka?"
"Tidak ada."
Aku memijat pelipisku, merasa tertekan.
"Apa keputusan polisi?"
Hinata mengerjap, "Kasus bunuh diri."
"Seperti biasa huh?"
Hinata mengangkat bahunya, memutar kursi goyang dengan mulut yang mengerucut lucu. Ternyata bukan aku saja yang frustasi disini.
"Kita sudah mendapatkan 10 kasus dalam seminggu, ini benar-benar tak bisa dipecahkan kah? Kageyama-kun yo …"
Decihan kesal tak bisa kutahan untuk tidak keluar. Memang benar. Tanpa petunjuk. Kasus yang di tutup bahkan sebelum hari berganti karena keluarganya yang merelakan kematian dengan mudahnya. Bahkan Hinata yang paling keras kepala, dan bersemangat mulai merajuk. Beruntung saja Nishinoya-san masih sangat penasaran dengan kasus ini. Meski Partnernya mulai merecoki Nishinoya-san untuk berhenti. Azumane-san yang sangat senang gugup, dan putus asa. Beruntung Nishinoya-san memiliki kepribadian ekstrim untuk memaksanya.
Kami memang melakukan penyelidikan tanpa diperintahkan keluarganya. Kami tak bisa menerima hasil otopsi dari mayat korban. Tidak akan diperbolehkan alasannya. Sempat kami memaksa 4 hari yang lalu, membuat kami harus dilempar keluar rumah sakit dengan ancaman hukum untuk menghentikan pergerakan. Tapi bukan aku namanya jika menghentikan penyelidikan begitu saja, biarkan kami kehilangan banyak harta, namun aku tak bisa membiarkan korban selanjutnya berjatuhan.
"Apa dia bermasalah dengan keluarganya, atau apa?"
Hinata menghempaskan diri, menatap langit-langit ruanganku, "Kurasa karena prestasinya semakin menurun? Hubungan dengan keluarganya baik. Sangat baik malah. Dia memiliki 1 adik perempuan, dan 1 kakak laki-laki. Ayah ibu mereka utuh dan tinggal seatap dengan harmonis. Kehidupan mereka juga berkecukupan. Keluarga mereka juga bersedih dan menceritakan semuanya. Namun mereka pada akhirnya merelakannya juga. Seperti yang sudah-sudah."
"Surat yang dia tulis sebelum kematiannya?" Hinata menggeleng, "Hah?! Apa benar ini kasus bunuh diri?"
"Aku mempertanyakan itu juga."
Kutatap lagi foto Niekawa. Mata tanpa kehidupan. Seolah dia siap untuk mengakhiri semuanya. Seolah dia telah memikirkannya masak-masak. Namun mereka akan menuliskan surat atau apapun sebelum kematian mereka. Dan ketika ku tatap lekat mata itu, aku menyadari sesuatu, "Kapan foto ini diambil?" semburku tanpa mempedulikan Hinata yang terperanggah.
Foto ini, masih baru. Jelas. Seolah dia sudah siap untuk mati. Tapi seolah dia telah diambil jiwanya sebelum mati. Seperti pertanda. Dan jika kuingat-ingat beberapa foto juga menunjukkan hal yang sama. Alibi. Namun tak bisa dijadikan bukti.
"3 hari yang lalu?"
"3 hari?"
Hinata mengangguk membenarkan, "Itu diambil 3 hari yang lalu di sekolahnya."
"Kau punya fotonya 4 hari yang lalu? Atau 2 hari yang lalu?"
Dahi Hinata berkerut, jelas semakin bingung dengan pertanyaan bertubi yang kulontarkan. Dia bukan orang yang handal dalam berpikir, aku mengerti itu. Tapi dia bukan orang yang bisa diremehkan. Meski aku tak pernah mau membiarkan kata-kata itu meluncur dari mulutku. Tidak akan pernah. Tapi reflek, dan kecepatannya luar biasa. Dia adalah orang yang bertarung dengan mengandalkan momentum. Meski jelas dia lebih lemah dariku, apalagi saat … uhh …
Dan setelah beberapa menit dalam keheningan, -aku (meski dengan kesabaran yang sangat tipis) membiarkan Hinata berpikir sejenak- kepala mungil itu menggeleng. "Tidak ada. Jelas aku tak diperbolehkan melihat ponselnya oleh keluarganya."
Tunggu …
"Ponsel?"
"Yeah."
"Datangi rumah keluarga Niekawa, dan curi ponsel Niekawa Yuuka!"
Dan dengan perintah mutlak, yang takkan pernah bisa dibantah, Hinata membuka mulutnya lebar-lebar tanpa bisa berkata. Persetan dengan kode etik. Aku memerlukan bukti sekarang.
To Be Continued
Author Note
Semoga ini bagus, semoga ini bagus.
Oke saya berdoa dengan kesungguhan hati #plakk …
Cerita ini datang tiba-tiba, dan hilang tiba-tiba juga. Ini adalah Prolognya, saya harap kalian suka.
Cast dalam cerita ini adalah KageHina, dan slight yang lain juga (Terutama AsaNoya karena saya suka mereka berdua ). Saya memohon maaf dengan sangat karena sikap Kageyama yang kelewat OOC, kesan humor yang belum bisa dikeluarkan.
Korban pertama kita adalah Niekawa. OC deh. Nanti mungkin yang asli dari Haikyuu saja :3 . Kageyama adalah atasan Hinata, tapi kepalanya tetaplah Daichi-san. Hanya saja ditempatkan di daerah yang berbeda. Chara yang lain akan segera ku masukkan. Tapi pelan-pelan oke?
Jadi Mohon Krisarnya senpai ^^
