"Boleh kupinjam tongkatmu, Granger?"
"Untuk apa?"
"Hanya ingin lihat."
Dengan polosnya, aku menyerahkan tongkatku. Mengabaikan kenyataan bahwa Malfoy selalu bersikap menyebalkan. Saat itu kurasa pikiran sehatku sedang tidak bisa diajak berkompromi.
Ia mengambilnya, memperhatikan setiap bagian dari tongkat sihirku, membolak-baliknya, dan pandangannya terdiam pada satu titik. Titik yang sama dengan arah pandanganku. Mata kami bertemu. Aku bisa dengan jelas menyelami iris kelabunya hingga menyadari sudut bibir Malfoy yang mulai terangkat. Ia tersenyum, kemudian segera mengganti senyuman itu dengan seringai khasnya. Kejadian selanjutnya berlangsung cepat, mungkin dalam hitungan detik. Malfoy memandangku sekilas, menyeringai lagi, dan kemudian berlari menjauh dengan membawa serta tongkat sihirku.
Spontan, aku berteriak keras, "Hei, kembalikan tongkatku!"
.
Dan mimpi pun dimulai…
.
Diary Mimpi
Tentang mimpi-mimpi Hermione Granger yang selalu dihadiri orang yang sama
.
Disclaimer: The plot is mine, but all characters belong to JK Rowling (forever and ever!)
.
.
29 Oktober 1995
…
Aku terdiam memandang goresan tinta yang baru kutuliskan. Tanggal hari ini, ya, tepatnya malam ini. Tentu saja ini bukan kali pertama aku bermimpi, tapi memimpikan Malfoy? Ah, memikirkannya pun tidak pernah. Aku tidak habis pikir kenapa ia bisa datang ke mimpiku, dengan jalan cerita yang aneh dan rasanya tidak akan pernah terjadi di dunia nyata. Aku sendiri juga bertanya-tanya kenapa terbangun semalam ini hanya untuk mengingat kembali mimpi yang baru saja terjadi, lalu berniat menuliskannya dalam buku harian. Oh!
Buku harian ini diberikan Ginny setahun yang lalu, sebagai hadiah ulang tahunku. Isinya masih kosong, karena menurutku seluruh peristiwa yang aku alami bisa kuingat sendiri dalam memori tanpa bantuan sebuah diary. Tapi malam ini, ketika dibangunkan mimpi tentang Malfoy, kurasa aku harus menuliskannya. Entah kenapa, aku hanya berpikir bahwa mimpi mungkin saja mudah terlupa karena ia bukanlah kejadian nyata. Jadi kuputuskan untuk menuliskannya sebagai pengingat.
Aku mengerjap beberapa kali. Bangun tengah malam ditambah nyala lampu yang redup membuat mataku terasa lelah dan kembali mengantuk. Tapi mimpi itu harus ditulis sekarang, sebelum pagi nanti menguap karena dilupakan.
Baru tertulis tanggal hari ini di halaman pertama buku harian yang terbuka. Pikiranku kembali mengingat kejadian dalam mimpiku tadi dan mencoba mengubahnya kedalam narasi.
.
Di kelas Mantra Profesor Flitwick, Malfoy mengambil tongkat sihirku dan menunjukkannya pada teman-teman Slytherinnya yang lain. Aku menghampirinya, berteriak-teriak meminta ia mengembalikan tongkatku.
Malfoy semakin membuatku kesal. Alih-alih berhenti dan mengembalikan tongkatku, ia malah berlari dari ujung kelas ke ujung yang lain seperti anak kecil…
.
Tulisanku terhenti. …seperti anak kecil? Rasanya deskripsi itu kurang tepat untuk Malfoy. Aku selalu berpikir bahwa semua anak kecil itu lucu dan menggemaskan. Malfoy tidak lucu dan menggemaskan, jadi dia tidak seperti anak kecil.
Kembali kupandang tulisan dalam buku harian dan mencoret bagian seperti anak kecil dengan seperti orang gila. Ya, kurasa lebih tepat. Orang tidak waras sering bolak-balik dari satu tempat ke tempat lain dengan berlarian tak jelas. Ya, kurasa penggambaran itu sangat cocok dengan apa yang dilakukan Malfoy di mimpiku tadi.
Aku terdiam, menerawang, mencoba mengingat kejadian apalagi yang ada dalam mimpiku. Hingga kenangan itu tergambar kembali dengan jelas…
.
Malfoy berlari keluar kelas, masih dengan membawa tongkat sihirku dalam genggamannya.
"Malfoy! Jangan main-main! Kembalikan tongkatku!" Entah sudah berapa kali aku mengulang perintah itu.
Ia tidak menggubris sedikitpun. Berlarian dari koridor satu ke koridor yang lain, bersembunyi dibalik pilar-pilar penyangga, tanpa sedikitpun mengindahkan perintahku.
"Malfoy!"
Kurasa itu kali terakhir aku meneriakkan namanya. Aku terdiam dengan napas tak beraturan. Kelelahan karena terus mengejar si Malfoy sialan itu, aku bersandar pada salah satu pilar, mengatur napas.
Kenapa adalah kata tanya paling tepat yang bisa mewakili pikiranku saat itu. Kenapa ia bisa datang dalam mimpiku dengan jalan cerita yang aneh dan menyebalkan seperti ini?
"Hei, Granger!" panggilannya membuyarkan pikiranku.
"Malfoy! Kembalikan tongkatku sekarang!" aku berteriak lagi.
"Aku hanya ingin bermain-main denganmu," ia berkata pelan.
"Apa maksudmu bermain-main? Kau gila!"
"Aku hanya tidak tahu cara yang benar…"
"Malfoy!" aku berteriak putus asa, benar-benar bingung dengan jalan pikirannya.
"Lain kali aku akan mencari cara yang tepat untuk bermain-main denganmu.."
Dahiku berkerut, tidak mengerti.
"Ini kukembalikan," ia menyerahkan tongkat sihirku, "Maaf telah membuatmu kelelahan karena mengejarku sampai sini."
"Malfoy, aku tidak.."
"Kau tidak harus mengerti," ia tersenyum, "Jadi, apa kau akan kembali ke Aula Besar atau berjalan-jalan sebentar?"
"Berjalan-jalan? Denganmu?" lagi-lagi aku terperangah.
"Ya, aku sudah menyiapkan kereta kuda untuk kita berjalan-jalan. Tadinya aku ingin menyiapkan mobil, tapi kau tahu sendiri kalau benda muggle itu tidak dibolehkan di Hogwarts."
Aku tidak habis pikir kenapa bisa memimpikan mimpi sekonyol itu. sejak kapan ada kereta kuda negeri dongeng di Hogwarts? Satu-satunya yang aku tahu, kereta-kereta di Hogwarts ditarik oleh Thestral, bukan kuda.
"Bagaimana?" tanya Malfoy.
"Aku tidak.."
"Ya! Seperti yang sudah kukira, kau pasti tidak akan menolak."
Malfoy menarikku yang kebingungan.
"Tidak, Malfoy! Lepaskan!"
"Kau harus mencobanya dulu. Naik kereta kuda itu menyenangkan," ujarnya santai.
Aku menyerah. Tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain menuruti keinginannya menaiki kereta kuda itu.
"Bagaimana? Indah bukan?" ia bertanya setelah kami ada di dalam.
Aku terdiam tanpa komentar.
"Kau tahu, Granger, aku selalu memimpikan ini denganmu. Ya, naik kereta kuda bersamamu."
Dan kalimat terakhir yang meluncur dari mulut Malfoy membuatku terperangah untuk kesekian kalinya.
.
Aku mengakhiri tulisanku dengan menguap lebar. Pukul tiga pagi. Rasanya masih cukup waktu untuk kembali tidur sebelum mulai beraktivitas lagi esok hari…
oOo
"Hermione, sejak kapan kau menulis diary?"
Suara Parvati Patil yang terkejut membangunkanku.
"Apa? Eh, sudah jam berapa ini?"
"Sudah jam tujuh." Lavender yang menjawab.
"Kau menulis diary semalaman?" tanya Parvati lagi.
Aku baru menyadari bahwa aku tertidur di atas buku diary yang masih terbuka. Serta merta aku menutupnya dan segera bangun.
"Ini bukan apa-apa," kataku membalas pandang penuh tanya Parvati. "Hanya catatan biasa,"
Parvati melempar senyum. Aku tahu ia masih penasaran, tapi sepertinya ia cukup menerima jawabanku.
"Kami akan turun ke Aula Besar sekarang," kata Lavender setelah merapikan jubahnya.
"Kalian duluan saja, aku akan bersiap-siap."
Mereka meninggalkanku setelah mengucapkan selamat tinggal. Aku masih berada di tempat tidur. Memikirkan kembali apa yang baru saja kulakukan, termasuk tentang mimpi semalam. Demi Merlin! Ini pertama kalinya aku terus menerus memikirkan mimpiku. Menyebalkan! Kenapa harus Malfoy? Lagi-lagi aku bertanya.
Pertanyaan itu tetap menghantui pikiranku bahkan ketika sudah meninggalkan tempat tidur untuk mandi, berpakaian, hingga turun ke Aula Besar.
Sudah banyak orang disana ketika aku datang. Aku segera melangkah menuju meja Gryffindor saat sekilas melihat tiga orang yang juga baru datang berjalan di belakangku: Malfoy, Goyle dan Crabbe. Seperti biasanya, ia tidak pernah melihat ke arahku, apalagi memperhatikanku. Ah, Malfoy! seandainya kau tahu tentang mimpiku semalam…
oOo
TBC!
oOo
a/n: To be honest, mimpi yang diceritakan dalam fanfic ini adalah mimpi yang juga pernah saya alami dengan penyesuaian seperlunya. Hehe. Jadi maaf kalau sedikit atau malah sangat aneh. Kritik dan saran silahkan layangkan di kotak review. Many thanks! :)
