Disclaimer: Harry Potter milik J.K. Rowlings, dan Katekyo Hitman Reborn adalah milik Amano Akira. Penulis tidak mendapat keuntungan material dalam penulisan fanfik ini

Warning: AU, OOC, OC, Slash, MOD!Harry, Violent, typo, etc.

Rating: T

Genre: Adventure, Friendship, Family


GIGLIO DELLA LUNA

By

Sky


Hutan Namimori adalah satu dari beberapa hutan lebat yang ada di kawasan negara Jepang. Begitu asri dan ditumbuhi oleh berbagai jenis pepohonan yang sangat rimbun, banyak kekayaan yang tersimpan di dalamnya serta menjadi surga bagi hewan-hewan yang menjadi penghuni tempat ini. Meski hutan Namimori yang terletak di kota kecil bernama Namimori adalah tempat yang sangat indah, tidak banyak orang yang berkunjung ke dalam kawasan ini. Tidak hanya tempat ini memiliki perbukitan terjal yang susah untuk dijangkau, namun lebatnya hutan tersebut sering membuat orang-orang yang berani masuk ke dalamnya tersesat bila mereka tak mengetahui dengan benar denah hutan yang sukar untuk dijangkau tersebut.

Meski hutan Namimori dirumorkan sebagai satu dari beberapa hutan menakutkan, hutan ini bisa dikatakan sebagai hutan normal yang tidak memiliki aktivitas supernatural yang sering diketemukan di beberapa hutan lainnya. Sangat normal dan juga begitu damai, sehingga akan sangat mencurigakan bila tiba-tiba di dalam hutan tersebut terlihat sebuah lubang hitam besar yang muncul di atmosfer dalam. Dan itulah apa yang terjadi sekarang ini, sebuah lubang hitam muncul di udara tepat di tempat yang tadinya tidak ada lubang.

Kemunculan lubang hitam itu disertai oleh sebuah aura yang dipenuhi kekuatan, dan aura tersebut terasa sedikit mencekam sehingga membuat beberapa hewan buas yang tadinya berkeliaran di tempat itu langsung menghindar. Kemunculan lubang misterius di udara tersebut tentunya bukanlah hal yang normal, pun dengan kemunculan seorang individu dari dalam lubang hitam tersebut sebelum lubang yang menganga itu menutup dan menghilang layaknya di udara tak muncul lubang apapun.

Tidak ada yang normal mengenai individu yang muncul dari dalam lubang hitam tersebut meski penampilannya bisa dikatakan normal untuk ukuran seorang anak laki-laki usia 12 tahun, namun tidak dengan bagaimana ia muncul maupun bagaimana ia terbang menggunakan sebuah sapu terbang layaknya seorang penyihir dari dalam sebuah buku cerita. Anak laki-laki tersebut langsung mendarat begitu ia menyadari dirinya telah berada di tempat lain, tidak lagi berada dalam lingkaran lubang hitam yang tadi menjadi portal pengantar dirinya untuk menuju hutan Namimori.

"Tempat yang bagus," ujarnya singkat setelah ia mendarat dengan mulus di atas lantai hutan. Ia pun langsung mengambil tas ransel yang ia panggul dan langsung memasukkan sapu terbang yang tadi ia gunakan untuk terbang dari dalam portal yang membawanya ke tempat yang baru. Meski tas yang ia bawa terlihat sangat kecil dan tidak muat untuk menyimpan sapu besar yang panjang tersebut, ajaibnya tas tersebut muat serta sapu yang ia masukkan ke dalam tas tersebut langsung menghilang ke dalamnya. Puas dengan apa yang ia lakukan tadi, anak itupun langsung memanggul tasnya lagi di belakang tubuhnya.

Individu yang terlihat seperti anak laki-laki berusia 12 tahun tersebut bukanlah individu biasa. Portal yang membawanya ke hutan Namimori, tas yang berisi layaknya lubang hitam, serta terbang menggunakan sapu terbang tentu menjadi bukti bahwa individu ini bukanlah individu biasa maupun normal layaknya orang-orang yang hidup di dunia ini. Bahkan penampilannya yang terlihat seperti anak manusia berusia 12 tahun pun sebenarnya hanyalah penampilan saja, karena anak tersebut sebenarnya jauh lebih tua daripada penampilannya. Tidak ada yang normal dari seorang Harry James Potter, tidak dari dulu mupun sekarang ini.

Menyandang julukan sebagai Master of Death tentu membuat Harry semakin tidak normal saja, ia pikir terlahir menjadi seorang penyihir saja sudah bisa dikategorikan sebagai tidak normal (seperti apa yang Paman Vernon sering teriakkan padanya) namun kenyataannya Harry memang selalu menyandang apapun yang orang lain katakan sebagai tidak normal. Ia adalah Master of Death setelah berhasil menyatukan ketiga benda yang Death berikan kepada leluhurnya dari keluarga Peverell setelah perang besar dunia ilmu sihir berakhir, dan sebagai konsekuensinya tidak hanya Harry berakhir menjadi penyihir terkuat pada generasinya, namun juga ia dikutuk untuk menjadi seorang imortal yang membawahi kematian. Ia tak bisa mati, dan kalaupun ia mati maka ia akan kembali lagi.

Kutukan yang sangat merepotkan, Harry pernah mengatakannya kepada Death ketika Death datang mengunjunginya untuk minum teh dengannya, namun cara apapun yang Harry lakukan untuk mendapatkan istirahat abadi seperti teman-temannya tidak akan pernah berakhir. Death terlalu menyukai dirinya, dan ia tak akan membiarkan Harry untuk beristirahat dengan tenang mengingat ketiga Hallow yang Harry miliki dalam genggaman kecilnya.

Sudah lebih dari 5000 tahun Harry hidup, dan lebih dari itu juga Harry mencoba untuk menyongsong kematian namun selalu berakhir dengan kegagalan. Melihat banyak orang yang Harry sayangi sudah menyeberang jembatan kematian dan meninggalkan Harry sendiri di dunia tentu membuat Harry menjadi orang yang penuh akan depresi, namun Death yang menyayangi serta sadis pada saat yang sama tak mengijinkan Harry untuk bergabung dengan teman maupun keluarganya, tidak peduli meski Harry terbunuh dan mencoba untuk membunuh dirinya sendiri. Bila ia terbunuh maupun membunuh dirinya sendiri, Harry pasti akan kembali hidup dan Death akan datang untuk menertawainya.

Sesadis-sadisnya Death, ia menyayangi Harry dan tak ingin melihat sang Master menderita terus menerus. Untuk itulah ketika Death menawarinya sebuah kesempatan untuk menghapus kutukan imortalnya maka Harry langsung menyetujuinya.

Death mengatakan padaku kalau aku bisa menemukan kunci untuk memecahkan kutukan ini di dunia ini, oleh karena itu ia mengirimku ke dunia ini. Sebuah dimensi yang berbeda dengan duniaku, pikir Harry saat ia melihat ke sekeliling untuk menemukan hal yang menarik di tempat itu.

Tak ada yang menarik di sana, karena ia hanya melihat pepohonan serta beberapa hewan kecil bersembunyi darinya. Harry memiliki spekulasi kalau aura kematian menguar begitu kental dari sosoknya, mungkin ini adalah konsekuensi yang harus Harry terima ketika Death menyentuh jiwanya, hewan-hewan yang begitu sensitif akan auranya pasti langsung menjauh. Tak heran, Harry adalah personifikasi dari kematian, dan ia pun tak akan terkejut lagi kalau orang-orang memberinya julukan Hades kepada dirinya suatu saat nanti. Mendengus sedikit, Harry pun menggeleng kepalanya singkat.

Harry tak tahu ada di mana ia berada sekarang ini, Death hanya memberitahu kalau di dunia ini ia bisa menemukan kunci untuk mengakhiri kutukan imortalnya dan ia bisa bergabung dengan keluarga beserta teman-temannya yang sudah lebih dahulu meninggalkannya, namun Death sama sekali tak memberikan informasi mengenai tempat ia berada sekarang ini. Harry bertanya-tanya apakah tempat ini seperti dunia asalnya, atau mungkin jauh berbeda dari tempat asalnya. Namun yang ingin Harry ketahui adalah apakah dunia ini memiliki sihir serta apakah Harry bisa menggunakan sihir atau tidak. Hidup Harry selalu tergantung dengan sihir, rasanya akan sangat jahat bila Death mengirimnya ke tempat yang asing dan ia mengambil kemampuan Harry untuk menggunakan sihir. Bila hal itu memang benar adanya, maka Harry akan menemukan cara untuk memanggil Death dan menendangnya sampai Death memohon ampun di bawah kakinya.

Melihat ia tak ingin terus berspekulasi yang aneh-aneh, Harry pun mengambil tongkat sihir pertamanya dari dalam saku celana yang ia kenakan. Sang Penyihir bermata hijau emerald tersebut meraba tongkat sihirnya dan mengeluarkannya ke luar, ia bisa merasakan sihir keluar dari tongkat sihir miliknya tersebut dan tanpa mengucapkan apapun ia mengayungkan tongkat sihir ke samping sebelum kerlipat cahaya berwarna keemasan muncul dari ujung tongkat sihirnya. Hal ini membuat Harry tersenyum.

"Wingardium Leviosa!" ujar Harry dengan suara lirih sambil dirinya mengarahkan tongkat sihirnya ke arah bongkahan batu yang ada di samping pohon besar tak jauh dari tempatnya berdiri.

Senyuman di bibir Harry merekah semakin lebar ketika batu yang ia mantrai tersebut melayang di hadapannya. Apa yang ia lakukan ini membuktikan bahwa Death tidak mengambil sihirnya, dan artinya Harry masih bisa mengakses sihir di dalam tubuhnya serta memudahkannya dalam menunaikan misi mulia, yaitu mencari kuncil pemecah kutukan imortal yang tengah ia derita saat ini. Mengangguk pada dirinya sendiri, Harry pun meletakkan bongkahan batu besar yang ia mantrai tadi ke tempat semula dan ia pun langsung memasukkan tongkat sihirnya ke dalam saku celananya.

Ia masih memiliki sihir, tetapi hal itu saja tak akan membuat Harry bahagia begitu saja. Yang harus ia lakukan saat ini adalah mencari informasi mengenai tempat ini serta tempat untuk tinggal secara sementara. Harry tak akan tahu sampai kapan ia berada di dunia ini, oleh karena itu hal pertama yang harus ia lakukan adalah mencari tempat tinggal untuk sementara. Dan untuk mencari tempat tinggal artinya ia harus pergi ke kota terdekat dari hutan.

Merasa puas akan pemikirannya sendiri, Harry pun langsung beranjak dari tempat kemunculannya di dalam hutan. Perjalanannya untuk mencari kota terdekat pun dimulai, ia harap ia bisa segera menemukannya mengingat hari sudah hampir gelap dan ia tidak ingin bermalam di dalam hutan meski dirinya membawa tenda serba guna yang baru saja ia beli beberapa minggu yang lalu.


Namimori adalah kota kecil yang dihuni oleh penduduk Asia, dan mendengar percakapan dari beberapa orang yang lewat membuat Harry berspekulasi kalau ia tengah berada di negara Jepang. Setelah membeli sebuah koran hari ini dari sebuah toko kelontong, Harry pun beranjak untuk menuju ke sebuah taman di mana ia bisa mengambil napas untuk beberapa saat. Perjalanannya dari hutan Namimori menuju kota Namimori telah memakan kurang lebih tiga jam, dan selama itu pula Harry tak mengambil waktu untuk beristirahat meski dirinya sudah merasa sangat lelah. Kelihatannya Harry harus rajin berolahraga untuk mengembalikan staminanya kembali, dan mungkin ia akan melakukan hal itu setelah dirinya mendapatkan informasi mengenai dunia ini serta mendapatkan tempat tinggal meski itu cuma sementara. Menyewa sebuah apartemen di kota ini kelihatannya bukan ide yang buruk, Harry memiliki kekayaan di dalam tas serba gunanya dan kalau ia mau dirinya bisa membeli sebuah rumah besar. Namun untuk sementara sebuah apartemen kecil yang cukup untuk dirinya sendiri terdengar lebih bijak untuk dimiliki ketimbang rumah besar seperti manor dan sebagainya.

Setelah Harry menemukan sebuah kursi panjang yang ada di taman kota, ia pun mengambil tempat duduk di sana dan meletakkan tas yang ia bawa di sampingnya.

"Mari kita lihat berita apa yang ada sekarang ini," gumam Harry pada dirinya sendiri seraya membuka koran yang ia beli tadi.

Bahasa yang digunakan dalam koran yang tengah Harry baca tersebut adalah bahasa Jepang, berarti dugaannya tentang negara tempatnya berada saat ini memang tepat, ia tengah berada di Jepang. Harry adalah seorang pengelana dan sebagai seorang pengelana ia harus bisa menguasai banyak bahasa yang bisa ia pelajari untuk bisa bertahan hidup, dan bahasa Jepang adalah salah satunya. Karena itulah sang Penyihir tak memiliki kesulitan apapun untuk mengartikan apa yang tengah ia baca saat ini.

Tak ada yang menarik di dalam koran, sebab yang tertulis di dalam bacaan itu hanya masalah politik, ekonomi, serta sedikit hiburan. Meski demikian Harry sedikit tahu mengenai dunia ini meski tidak banyak. Dunia tempat Harry berada bisa dikatakan sebagai dunia yang normal, mirip dengan dunia asal Harry dan mungkin sedikit lebih mengalami kemajuan, tetapi untuk memastikannya ia berencana untuk membeli beberapa buku mengenai geografi yang ada di dunia ini untuk memahami tempat ini dengan baik. Dunia ini memang mirip dengan dunia asal milik Harry, namun tempat ini sama sekali tak memiliki sihir. Harry adalah orang yang sangat sensitif dengan aura sihir, terlebih kemampuannya tersebut menjadi lebih sensitif setelah Death memahkotainya sebagai Master of Death beribu-ribu tahun yang lalu, untuk itu Harry bisa meyakini kalau dunia ini sama sekali tidak memiliki sihir seperti dunia asal Harry.

Sambil membalik halaman koran yang tengah ia baca ke halaman selanjutnya, Harry melanjutkan apa yang tengah ia pikirkan. Rasanya tentu aneh berada di dunia yang tidak memiliki sihir meski itu sangat sedikit, karena dari apa yang pernah Harry alami ia pasti menemukan aliran sihir di semua dunia yang pernah ia kunjungi sebelum datang ke tempat ini, meskipun aliran yang ia rasakan tidak terlalu banyak. Harry menjadi ragu akan misi yang Death berikan padanya, kalau dunia ini tidak memiliki sihir barang sedikit pun lalu kunci macam apa yang harus ia cari untuk mematahkan kutukan imortal yang Harry miliki? Memikirkan hal itu membuat Harry semakin lelah, rasanya Death mengirimnya ke tempat ini sebagai bentuk dari hiburan semata.

"Merlin, kalau aku bertemu dengan Death lagi, aku akan membunuhnya untuk yang kesekian kalinya," desis Harry pada dirinya. Cengkeramannya pada koran yang tengah ia baca tersebut sangat erat, membuat pinggiran dari surat kabar tersebut berkerut lebih dalam lagi.

Merasa tak ada gunanya untuk membaca surat kabar itu lagi, Harry pun meletakkan surat kabar yang sudak lecek tersebut ke samping, dan ia pun mendongak ke atas dimana langit yang sudah berwarna jingga tersaji di atas. Langit yang ada di atas kota Namimori terlihat begitu indah, mereka berwarna jauh lebih cerah ketimbang langit yang ada di dunia asal Harry. Entah apa yang membuat langit di tempat ini berbeda ia tak tahu, namun yang jelas Harry menikmatinya. Sang Penyihir itu pun menggunakan tas ransel miliknya sebagai bantal sebelum ia berbaring di atas bangku taman tersebut, dan selama itu pula Harry tidak juga memutuskan pandangannya dari sosok langit cerah yang tersaji di hadapannya. Menatap awan putih yang sedikit menggelap beserta langit yang berwarna jingga tersebut membuat Harry sedikit mengantuk, dan sekiranya angin sepoi-sepoi yang bertiup di dalam taman tidak membuat keadaannya semakin membaik, hal itu malah membuat Harry semakin mengantuk.

Tak ada salahnya untuk beristirahat selama beberapa menit sebelum mencari hotel untuk bermalam, pikir Harry seraya memejamkan kedua matanya. Angin sejuk yang bertiup dari arah timur dan membelai rambutnya tersebut membuat kesadaran memudar, sehingga tak membutuhkan waktu lama untuk pak tua penjaga jam pasir membuat Harry terlelap dalam tidurnya.

Mungkin energinya yang sedikit terkuras setelah melompat ke dalam dimensi serta dunia lain dan juga proses penyesuaian diri pada dunia tanpa sihir inilah yang membuat Harry merasa sangat lelah, ia pun mulai menyadari hal ini setelah mengambil waktu untuk beristirahat di taman terbuka ini. Ketika ia beristirahat seperti ini Harry selalu berpikir akan apa yang terjadi bila bertahun-tahun yang lalu ia tidak mengambil ketiga Hallow yang Dumbledore berikan padanya secara bertahap. Apa mungkin Harry akan meninggal dalam usia tua bersama dengan orang-orang yang ia sayangi? Rasanya sudah lama sekali Harry tidak bertemu dengan mereka, maupun berbicara dengan mereka. Sebagai Master of Death tentu Harry bisa menggunakan batu jiwa yang ia miliki untuk memanggil jiwa mereka yang sudah tiada, namun Harry tak ingin melakukannya karena ia merasa hal tersebut tidak manusiawi. Ia tak ingin mengusik jiwa orang-orang yang ia kasihi ketika mereka sudah meninggal dan beristirahat dengan tenang di alam baka. Kutukan imortal ini adalah miliknya, tentu ia sendirilah yang harus mematahkannya tanpa perlu menyeret jiwa-jiwa yang tak bersalah ke dalamnya.

Harry berpikir bagaimana pendahulunya bisa mematahkan kutukan imortal yang Death berikan dan berpindah ke alam baka, namun mengingat Deathly Hollow yang merupakan atribut kematian diciptakan dan diberikan kepada keluarga Peverell yang berjarak beberapa ratus tahun dari generasi Harry maka besar kemungkinan tidak ada pendahulu dari Master of Death kecuali Harry sendiri. Harus menjadi yang pertama dari yang diistimewakan adalah apa yang sering Harry alami, dan sesungguhnya ia begitu membenci situasinya sekarang ini. Ia heran mengapa dulu dirinya bisa mengambil relik kematian dan membuatnya mendapat kutukan seperti ini, tetapi secepat ia memiliki pertanyaan tersebut terbesit dalam benaknya maka secepat pula Harry menemukan jawabannya. Ia menggunakan relik kematian karena Harry tengah berperang dengan Voldemort, dan karena itulah secara tidak sengaja Death menjatuhkan kutukannya kepada seorang Harry Potter, jadilah Harry seperti sekarang ini yaitu zombie yang tidak mau mati.

Anak itu menghembuskan nafas berat seraya membuka kedua matanya, ia pun memandangi langit yang berwarna jingga di atas sana untuk beberapa saat lamanya. Udara dingin yang menerpa dirinya pun ia hiraukan untuk beberapa saat lamanya, pikiran yang berkecamuk di dalam kepalanya tersebut adalah alasan utama mengapa ia merasa lelah. Harapan satu-satunya untuk mematahkan kutukan imortal adalah di dunia ini, dan Harry pun bertekad untuk menemukannya sebelum ia bisa berkumpul kembali dengan keluarga beserta teman-temannya.

"Kutukan sialan," umpat Harry, ia mengepalkan kedua tangannya dengan begitu erat sampai buku-buku tangannya memutih. Harry pun meletakkan lengan kanannya di atas kedua matanya yang tertutup.

Harry baru saja memutuskan untuk kembali tidur, hanya saja niatnya tersebut terganggu ketika pendengarannya yang tajam mendengar sebuah suara yang aneh tidak jauh dari tempatnya berada, hal ini membuat Harry terbangun dan pindah dari posisi tidurannya. Dari apa yang ia dengar, sepertinya ada pertarungan beberapa meter dari tempatnya berada. Harry merasa penasaran, ia ingin tahu siapa yang tengah bertarung tersebut karena tentu saja suara yang cukup keras tersebut mengusik acara tidurnya. Sesungguhnya Harry bisa tidak mempedulikannya dan pura-pura tidak tahu, namun jiwa kepahlawanannya beserta rasa penasarannya tersebut terus mengusiknya untuk mencari tahu. Usikan sifat Gryffindor miliknya akhirnya memenangkan akal sehatnya, oleh karena itu setelah memanggul tas ranselnya di punggung Harry pun berjalan mendekat ke arah sumber suara yang mengusik acara tidurnya tadi.

Sepasang mata hijau emerald milik Harry melebar untuk beberapa saat ketika ia mendapai gambaran seorang anak laki-laki yang mengenakan gakuran hitam di punggungnya tengah dikelilingi oleh sekelompok laki-laki dengan wajah sangar dan berbahaya. Anak laki-laki berambut hitam tersebut menggunakan senjata berbentuk metal tonfa di tangannya dan tengah menghajar kelompok berandalan yang tengah mengelilinginya tersebut dengan sangat liar, dan Harry pun akan membantu anak tersebut bila ia tidak melihat tumpukan tubuh dari korban yang sudah dihajar oleh anak itu.

Wow, dia sangat kuat, pikir Harry dalam hati ketika ia melihat bagaimana anak laki-laki tersebut menendang seorang pemuda bertato dengan kaki kanannya sebelum menghantamkan tonfa kanan yang ia pegang pada kepala pemuda itu, membuat sang pemuda langsung terjatuh dan tak sadarkan diri.

Harry bisa melihat betapa kuatnya anak itu, dan sebagai seorang Penyihir yang jarang menggunakan kekuatan kekerasan maupun menyukai kekerasan, Harry berusaha untuk tidak ikut campur meski ia masih mengamati pertarungan itu. Ia tak ingin terlibat dengan urusan yang bukan miliknya itu, pun ia sendiri masih merasa lelah sehingga Harry tak yakin ia bisa membantu anak itu. Namun melihat bagaimana anak laki-laki bertonfa tersebut bertarung, Harry bisa menyimpulkan ia bisa menghandel semuanya seorang diri dan tidak membutuhkan bantuan Harry.

Kedua mata Harry melihat pemandangan yang tersaji di hadapannya dengan penuh ketertarikan di sana, rasanya ini jarang sekali terjadi melihat seorang anak remaja menghajar sekelompok orang yang jauh lebih tua darinya. Dan Harry pun akan terus menyembunyikan keberadaannya bila bukan dirinya melihat seorang pemuda berambut mohawk yang tadi dihajar oleh anak laki-laki bertonfa itu bangkit lagi. Apa yang menarik perhatian Harry adalah pemuda tersebut mengeluarkan sebuah belati dari dalam saku celananya dan mencoba untuk mengendap-endap di belakang sosok anak laki-laki yang masih sibuk menghajar teman-temannya, dan sepertinya anak itu tak mengetahui akan keberadaan si pemuda berambut mohawk yang mencoba untuk menyerangnya dari belakang.

Satu hal yang Harry pelajari ketika dia menjadi murid Gryffindor adalah moral kemanusiaan, dan ia tidak bisa diam saja tanpa membantu anak laki-laki bertonfa tersebut ketika seseorang menyerangnya tanpa sepengetahuan dirinya dari belakang.

Beranjak dari tempat persembunyiannya, Harry pun berlari kencang menuju ke arena pertempuran tersebut. Ia menghindari beberapa tubuh yang berceceran di atas tanah dan juga menendang seseorang yang mencoba menyerangnya sampai tubuh tersebut menghantam pohon besar di taman. Dan ketika si pemuda berambut mohawk tersebut akan menusuk anak laki-laki bertonfa, Harry pun langsung memegang tangan si pemuda dan memitingnya ke belakang sampai belati yang dipegang pun terjatuh, dan tanpa menunggu aba-aba yang kedua ia pun langsung menghajar si pemuda lalu melemparnya ke atas tumpukan tubuh yang ada di sana.

Apa yang dilakukan oleh Harry tentu menarik perhatian anak laki-laki bertonfa tersebut, membuatnya ditahan oleh tatapan dari sepasang mata berwarna biru keabu-abuan yang sangat dingin untuk beberapa saat lamanya. Harry tak bergerak dari tempatnya berdiri ketika ia ditatap oleh anak itu, ia tidak takut maupun terpengaruh oleh dinginnya beserta liarnya tatapan tersebut, seperti anak laki-laki yang baru saja menghajar orang berukuran tubuh jauh lebih besar dari mereka berdua adalah hewan buas yang tengah mengintai mangsanya. Harry mengayunkan lengan kanannya dan menghantamkan siku kanannya pada perut seorang musuh yang mengendap dari belakang, selama itu pula sang Penyihir tidak memutuskan tatapan di antara keduanya.

"Herbivore," ujar anak laki-laki bertonfa tersebut, menujukannya kepada Harry yang balas dengan menaikkan alis kirinya sebagai tanda kalau ia tidak yakin akan apa yang anak itu katakan padanya. "Aku tidak butuh bantuanmu."

Dan sekarang Harry bertambah bingung akan ucapan itu. Tidak hanya anak itu mengucapkan herbivora yang ia yakini adalah julukan hewan pemakan tumbuh-tumbuhan serta suka berkelompok, ia juga diperintahkan untuk tidak ikut campur dalam menghajar berandalan-berandalan ini. Sesungguhnya Harry setuju akan ucapan terakhir anak itu kalau ia tidak ingin ikut campur dan lebih suka untuk meninggalkannya sendiri, hanya saja sebagai manusia (Meski Harry tahu dirinya bukan lagi manusia seutuhnya, ia masih menganggap dirinya sebagai seorang manusia) yang memiliki hati serta moral maka Harry tak bisa meninggalkan anak itu sendirian ketika salah satu musuhnya mencoba menyerangnya dari belakang layaknya pecundang seperti tadi. Salahkan saja jiwa kepahlawanan yang Harry idap sejak dirinya masih berusia belia, karena itulah situasi seperti ini selalu saja terjadi pada hidupnya. Di masa depan Harry tahu dirinya akan sangat menyesali hal ini terjadi, karena melakukan ini akan membuatnya terseret ke dalam pusaran yang lebih kencang dari sebelumnya.

Sang Penyihir yang menyandang julukan sebagai Master of Death tersebut tak mengucapkan sepatah kata apapun kepada anak laki-laki bertonfa tersebut, bukan tanpa alasan yang bagus namun hal ini dikarenakan mereka berdua akan sibuk dalam waktu yang cukup lama karena sepertinya berandalan yang Harry dan anak itu hajar tadi sudah memanggil bala bantuan yang kini mengerubungi mereka berdua.

"Berkumpul layaknya hewan lemah di hadapan seorang predator dan mengotori Namimori, aku akan menggigit kalian sampai mati," anak laki-laki bertonfa tersebut mengatakan hal itu seraya menunjukkan besi tonfa yang ia gunakan sebagai senjata.

Harry merasa takjub mendengar ucapan tersebut beserta reaksi yang para berandalan di sekeliling mereka tunjukkan. Beberapa dari mereka kelihatan pucat serta takut dan sebagian besarnya lagi mencoba untuk menutupi ketakutan tersebut dengan topeng keberanian meski tubuh mereka masih sedikit bergetar akibat rasa takut, sepertinya anak laki-laki bertonfa tersebut bukanlah anak sembarangan karena ditakuti seperti itu. Harry tidak tahu dirinya harus tertawa atau menghela nafas dalam-dalam, sepertinya ia berada di sebuah tempat yang aneh dimana anak kecil ditakuti oleh para berandalan berwajah sangar seperti mereka. Andai saja Harry memiliki pesona seperti anak laki-laki bertonfa di sampingnya ini ketika ia ada di dunia asalnya bertahun-tahun yang lalu, pasti Voldemort dan yang lainnya tidak akan membuat hidupnya berat seperti yang sudah-sudah. Menghela nafas berat, Harry kini memfokuskan pandangannya kepada para berandalan yang ada di hadapan mereka berdua.

Harry yang merasa lelah seperti ini bukanlah Harry yang tengah memiliki mood bagus, sepertinya para berandalan ini bisa dijadikan alat untuk mengurangi stress yang Harry miliki. Kelihatannya Harry siap untuk menghajar mereka.

Belum sempat sang Penyihir mengucapkan hal tersebut di dalam benaknya, dua orang berandalan yang sedari tadi mengamati sosok Harry pun langsung maju ke depan dan menyerangnya secara bersamaan. Harry mungkin bukan seorang ahli bela diri karena ia lebih menggantungkan hidup serta keselamatannya dengan sihir, meski demikian bukan berarti Harry tidak tahu satu atau dua bela diri fisik untuk melindungi dirinya, sehingga ketika dua orang berandalan tersebut menyerangnya maka Harry pun sudah siap dengan ancang-ancang miliknya sendiri.

Harry menghindar dari sabetan belati yang berandal pertama lancarkan kepadanya dengan membungkkan tubuhnya sebelum beranjak ke samping, menggunakan siku kanannya ia pun menghantam sisi tubuh si berandal pertama sebelum pada saat yang sama ia pun mulai menghajar berandal kedua. Gerakan Harry sedikit kasar dan tidak seahli anak laki-laki bertonfa tadi, namun Harry cukup percaya diri denga kemampuan fisiknya tanpa harus menggunakan sihir yang ia miliki, terlebih lagi di dunia yang tidak memiliki sihir di dalamnya rasanya akan sangat aneh bagi Harry untuk menggunakan sihir.

"Bunuh orang asing ini!" teriakan dari seorang berandal yang memiliki rambut jabrik mengacungkan sebuah tongkat besi ke arah Harry, membuat sang Penyihir menghela nafas berat setelah ia menghantam seorang berandal yang menyerangnya dan membuat si berandal terjungkal ke belakang lalu tak sadarkan diri.

"Merepotkan," gumam Harry menggunakan bahasa Inggris.

Master of Death yang mengambil wujud sebagai anak kecil berusia 12 tahun tersebut pun mendengus kecil. Andaikata mereka bisa membunuhnya dengan cepat, maka Harry pun tak akan melawan lagi dan membiarkan mereka untuk melakukannya. Namun melihat kematian menyongsongnya tersebut adalah omong kosong serta tak akan terjadi dalam waktu cepat, maka Harry pun menolak untuk berdiri layaknya orang bodoh. Ia pun melesat ke depan dan menghadapi si berandalan yang meneriakkan ingin membunuhnya tersebut dan tanpa basa-basi lagi ia pun menghajarnya dengan cara menangkap tongkat besi yang diayunkan padanya sebelum menariknya ke depan, ketika pegangannya sudah sangat erat dan mangsanya terperosok ke depan Harry pun mengayunkan tendangan untuk membuat si berandal tersebut jatuh ke samping dan menghantam temannya. Harry menggunakan tongkat yang ia ambil tadi untuk ia pukulkan ke salah seorang yang menyerangnya dari belakang, dan bunyi 'Tlang' keras pun terdengar, menandakan kalau lawannya tersebut menggunakan besi untuk mencoba menyerangnya.

"Wao, lumayan juga untuk ukuran seorang herbivore," suara sama yang Harry dengar dari anak laki-laki bertonfa tadi pun membuat Harry terkejut.

Memberikan tekanan kecil pada tongkat besi yang ia pegang tadi Harry pun mendorong si penyerang untuk mengambil jarak dari sosoknya. Harry tidak terkejut lagi kalau si penyerang tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah anak laki-laki bertonfa yang seharusnya ia bantu tadi, sebab Harry sudah memprediksikan kalau anak itu cepat atau lambat akan menyerangnya setelah Harry menuntaskan 'pekerjaannya'. Anak itu terlihat seperti anak yang liar, memiliki aura pembunuh yang sangat kuat serta memandang sesuatu dengan sebelah mata, dan apa yang Harry prediksikan pun benar terjadi karena anak tersebut menyerangnya menggunakan tonfa setelah Harry membereskan beberapa berandalan yang kini tubuh mereka bertebaran di atas tanah.

"Aku ucapkan terima kasih atas pujian yang seorang carnivore berikan padaku," kata Harry dengan senyum kecil di wajahnya.

Bila Harry saja disebut sebagai seorang herbivora oleh anak itu maka kemungkinan besar anak laki-laki tersebut memandang dirinya sendiri sebagai seorang karnivora, dan Harry pun akan mengikuti alur permainan predator kecil tersebut. Mengelak dipanggil seorang herbivora hanya akan membuatnya lelah sendiri dan Harry rasa itu juga sangat kekanakan, oleh karenanya ia pun memilih untuk mengikuti arus daripada harus melawan arus.

Senyum lebar yang lebih mirip seperti senyuman seorang predator yang tengah mengintai mangsanya pun terpasang di bibir anak itu, memperlihatkan sederetan gigi yang terlihat tajam. Anak itu mengayunkan kedua tonfanya dengan awas dan tanpa mengucapkan apapun lagi sebagai balasan atas ucapan Harry sebelumnya ia pun langsung melesat ke depan, kedua matanya mengatakan kalau Harry adalah mangsanya saat ini dan ia pun akan melakukan apa saja untuk menghajar Harry.

Benar-benar anak yang tidak sabaran, pikir Harry seraya menggelengkan kepalanya dengan takjub. Mengayunkan tongkat besi curiannya tadi, Harry pun bersiap untuk menangkis serangat yang anak bertonfa tersebut lancarkan padanya. Meski Harry disebut sebagai seorang herbivora atau hewan pemakan tumbuh-tumbuhan oleh anak yang menyebut dirinya sendiri sebagai karnivora tersebut, bukan berarti Harry akan berdiri saja dan menerima serangan brutal dari anak itu. Semua orang memiliki sistem untuk bertahan hidup dari serangan predator, bahkan seorang herbivora sekalipun, oleh karena itu Harry pun mempersiapkan dirinya untuk menghadapi anak itu.

Serangan dan pertahanan pun dilancarkan oleh kedua anak itu, menangkis satu serangan lalu membalikkannya tanpa ada keraguan yang ada di sana. Gerakan mereka berdua terlihat seperti orang yang tengah berdansa, namun pada kenyataannya apa yang mereka lakukan bukanlah bentuk suatu tarian yang indah maupun elegan, namun sebuah hal yang bisa dikatakan berbahaya. Memangsa dan bertahan hidup adalah apa yang mereka lakukan. Harry mungkin seorang pacifist yang tidak menyukai kekerasan, tetapi anak itu juga tidak ragu untuk menghajar lawannya meski bila ditilik dari kekutan fisik ia tentu akan kalah dari anak bertonfa tersebut. Anak yang mengenakan gakuran hitam di kedua bahunya tersebut sangat kuat, Harry mengakuinya secara jelas karena ia tengah merasakan kekuatan tersebut ketika tubuhnya mendapatkan beberapa pukulan dari kedua tonfa yang anak itu gunakan untuk menyerang.

Andai saja anak laki-laki bertonfa tersebut sedikit lebih tua dari sekarang maka ia akan menjadi seorang laki-laki yang sangat berbahaya, jauh lebih berbahaya dari sekarang ini. Harry berharap ketika hal itu terjadi maka ia tidak ada di sini lagi.

Serangan demi serangan dari anak laki-laki bertonfa tersebut Harry tangkis meski beberapa di antaranya mengenai tubuh Harry, membuat sang Penyihir meringis kesakitan. Peluh membanjiri tubuhnya dan begitu pula dengan darah yang merembes dari lukanya, hari ini kelihatannya bukan hari yang bagus untuk Harry karena baru pertama kali Harry menginjakkan kakinya di dunia ini ia sudah harus bertarung dengan orang yang tidak ia kenal. Pertama ia harus menolong anak tersebut, dan kedua tanpa alasan yang jelas anak yang ia tolong malah balik menyerangnya. Harry bertanya-tanya apakah semua orang yang tinggal di tempat ini memiliki sifat yang sama dengan anak ini, Harry berharap tidak semuanya seperti itu karena ia yakin dirinya tak bisa bertahan hidup di dunia ini melihat ia harus tinggal lebih lama di sini.

Untuk sekali lagi sang Master of Death pun menghela nafas setelah melemparkan tendangan kepada penyerangnya tersebut, membuat lawannya terpental ke belakang.

"Aku tidak mengerti kenapa kau gigih sekali menyerangku," ujar Harry dengan suara kecil, ia pun kembali menangkis serangan dari anak itu ketika lawannya mengayunkan tonfa yang dipegang di tangan kanan ke arah dirinya. "Maksudku ini pertama kali kita bertemu dan belum-belum kau malah menyerangku."

Harry lagi-lagi menghela nafas pelan karena lawannya tidak menanggapi ucapannya tersebut. Ia pun melompat jauh ke belakang untuk menghindari serangan yang ditujukan kepadanya. Sang Penyihir itu pun berpikir kalau ia terus meladeni predator kecil ini maka semalaman suntuk ia akan menghabiskan waktu untuk bertarung, dan melihat ia sudah sangat lelah serta tak ingin menghabiskan malam dengan melakukan kegiatan fisik seperti ini maka satu-satunya cara untuk menghindari pertarungan ini adalah dengan melarikan diri. Melihat lawannya yang sedikit berkeringat tetapi tidak terluka sedikit pun (Harry sedikit kesal karena serangannya selama ini tidak membuat predator kecil tersebut terluka) ia mencoba untuk mencari celah. Sangat sulit untuk mencari celah yang dimaksud karena anak laki-laki bertonfa tersebut tidak memberinya celah sedikit pun, Harry terus diserang dan sedikit waktu yang diberikan pun ia gunakan untuk menangkis serangan yang datang bertubi-tubi.

Merlin, aku lelah dengan semua ini, gerutu Harry pada dirinya sendiri. Harry menyipitkan matanya, kalau anak itu tidak memberinya celah sedikit pun untuk melarikan diri maka Harry sendiri lah yang akan membuatnya. Dengan tekad yang sudah bulat ia pun menggenggam tongkat besi yang ia miliki dengan erat, setelah menangkis serangan tonfa kiri milik predator kecil itu ia pun menggunakan ujung tongkatnya ke arah samping seraya menghindari hantaman tonfa satunya. Dengan kecepatan yang ia miliki Harry langsung menghantamkan sisi tongkatnya pada rusuk kanan anak itu dan membuat anak tersebut terpental jauh ke belakang. Melihat semua itu Harry pun menggunakan kesempatan ini untuk kabur, ia pun menjatuhkan tongkat yang ia pegang dan bergegas mengambil langkah seribu dari tempat itu, meninggalkan anak laki-laki yang memberinya tatapan membunuh itu sendirian.


Acara berburu yang dilakukan oleh Harry dengan anak laki-laki tersebut berjalan cukup lama setelah Harry meninggalkannya sendirian tadi, dan kelihatannya predator kecil tersebut tidak terima ketika ia ditinggalkan sendiri sehingga acara kejar-kejaran seperti yang terjadi sekarang ini pun terjadi. Harry mencoba untuk bersembunyi, namun anak itu dapat menemukannya dengan cepat. Sang Penyihir itu pun bertanya-tanya apakah anak tersebut memiliki penciuman yang sangat tajam layaknya seekor serigala sehingga ia mampu mengendus bau Harry atau mungkin anak itu memiliki insting yang sangat tajam. Apapun itu, Harry sudah cukup kesal dengan acara yang tidak jelas tersebut.

Satu-satunya cara untuk membuat dirinya menghilang dari sosok itu adalah menggunakan sihir, dan itulah apa yang Harry lakukan saat ini. Ketika ia berada di sebuah gang kecil yang gelap Harry pun mengeluarkan jubah tak terlihatnya dan menyelimuti tubuhnya menggunakan jubah tersebut. Dan untuk membuatnya lebih aman, Harry menggumamkan mantra notice-me-not pada dirinya sendiri, sehingga setelah dua lapis sihir serta menggunakan satu hallow untuk melindungi dirinya ia pun merasa aman. Harry bisa merasa bibirnya membentuk sebuah seringai ketika anak tersebut sampai di tempat dimana Harry bersembunyi. Seperti yang Harry duga sebelumnya kalau anak itu tidak mampu mendeteksi maupun melihat keberadaan Harry, hanya saja yang menarik di sini Harry melihat alis anak itu berkedut sedikit seperti ia bisa merasakan kalau Harry ada di tempat itu namun pada saat yang sama ia tak mampu melihatnya.

Sangat menarik, pikir Harry. Ia merasa sedikit tertarik dengan semua itu tetapi tidak melakukan apapun.

Satu menit kemudian ketika predator kecil tersebut tak mampu menemukan keberadaan Harry, ia pun memasukkan kedua tonfa yang ia pegang ke dalam gakuran yang masih bertengger pada bahunya dan tanpa mengucapkan sepatah kata apapun anak itu langsung berbalik, meninggalkan Harry sendirian di dalam gang sempit tersebut.

Merasa semuanya sudah aman dan terkendali, Harry pun melepas jubah dari sosoknya dan membuatnya terlihat kembali. Untuk berjaga-jaga ia tidak membatalkan mantra sihir notice-me-not dari sosoknya.

"Benar-benar orang yang keras kepala," ujar Harry kepada dirinya sendiri. Penyihir itu pun meringis sedikit saat ia menekan rusuknya dengan tangan kirinya, tubuhnya benar-benar babak belur akibat dihajar oleh predator kecil tersebut. "Seharusnya ia berterima kasih padaku karena sudah ditolong, tapi apa yang aku dapatkan? Tanpa mengucapkan apapun ia langsung main serang saja, dasar brengsek."

Harry menyandarkan tubuhnya pada sisi gang kecil tersebut dan membiarkan dirinya duduk di atas tanah, ia perlu beristirahat sebentar sebelum pergi dari tempat itu untuk mencari penginapan sementara. Tubuhnya masih terasa sakit, dan ia pun membiarkan sihir yang berasal dari dalam dirinya untuk menyembuhkan luka-luka memar serta patah tulang yang ia derita. Harry mungkin seorang imortal yang tak bisa mati, namun bukan berarti Harry tak bisa merasakan sakit seperti ini, dan patah tulang yang ia derita sekarang ini benar-benar menyakitkan. Ia heran dengan anak tadi, kelakuannya seperti orang bar-bar saja karena main serang tanpa memberi peringatan sedikit pun. Harry berpendapat mungkin anak itu memang menyukai pertarungan, sehingga ketika Harry menginterupsi pertarungannya dengan sekelompok berandal tadi membuatnya marah dan untuk melampiaskan kemarahannya itu maka ia pun langsung menyerang Harry. Memikirkan hal tersebut membuat Harry mendelik tidak suka, bukan maksudnya untuk menginterupsi pertarungan tidak masuk akal tersebut, namun apa yang Harry lakukan tidak lebih dari sebuah bantuan belaka. Andaikata Harry tahu kalau anak itu akan menghajarnya setelah ia tolong, Harry pun tak akan sudi membantunya.

"Heh, jadi ini imbalan yang aku terima karena sisi heroic bodoh tersebut. Menyebalkan," gerutu Harry pada dirinya sendiri. Sang Penyihir itu pun memejamkan kedua matanya dan beristirahat untuk beberapa saat lamanya.

Ia harap Death benar dengan keputusannya untuk mengirim Harry ke tempat ini, karena kalau tidak Harry akan memanggil Death ke hadapannya sebelum mengirimnya ke dalam Limbo yang tidak memiliki batas.


AN: Terima kasih sudah mampir dan membaca

Author: Sky