Terkadang Hyunjin berfikir, mengapa orang sepertinya patut disayangi?
Hyunjin mengaku. Merupakan fakta, bahwa ia seorang bajingan.
Dan ketika ia melihat Seungmin yang masih tulus menyayanginya, ia mendadak pusing. Ia ingin marah, karna tak sepantasnya Seungmin seperti itu.
Seperti malam sebelumnya, Hyunjin terdiam menikmati malam.
Langit malam adalah cinta sejatinya. Dan bintang, hanya bagaikan teman yang selalu datang jika moment bahagia Hyunjin rasakan. Begitu sebaliknya, bintang tidak akan datang di moment kesedihannya.
Sebatang rokok terselip di antara jari tengah dan telunjukknya. Hanya tersisa setengah. Hyunjin menghisap candunya itu dengan begitu frustasi. Lalu mengeluarkan asapnya seolah-olah ia sedang menumpahkan seluruh emosinya.
Di balkon kamarnya, Hyunjin berdiri. Masih sama, menikmati langit malam.
Angin malam yang dingin, menyapa wajah tampannya. Wajah yang penuh dengan kepedihan. Terlukis beberapa seni hasil kekerasan. Sudut bibirnya yang sobek bahkan masih terlihat baru.
Wajah tampannya ternodai oleh suatu karya seni yang begitu buruk dan memuakkan.
Belum sempat Hyunjin menghisap rokoknya, gumpalan kertas datang dari hadapannya dan mengenai tepat di tangannya. Candunya jatuh begitu saja ke halaman rumahnya di bawah.
Hyunjin mengutuk, dan mengangkat kepalanya. Seseorang yang paling ia benci berada di balkon kamarnya. Berhadapan dengan Hyunjin.
Pemuda itu tersenyum. Terlihat puas dengan lemparannya yang mengenai sasaran.
"Aku bisa mati sesak napas jika kau merokok terus di situ."
Hyunjin mendecih, menatap malas kearah pemudah di depannya yang terlihat santai dan melemparkan senyum cerahnya.
Sepertinya Hyunjin akan membenci lagi.
"Seungmin, kau tidak bodoh. Kau bisa menutup jendela dan tirainya."
Seungmin terkekeh. "Tentu saja, aku ini sangat pintar. Bahkan aku bisa mengalahkan peringkatmu."
Seungmin itu sombong.
"Masuklah ke kamarmu. Di luar dingin."
Seungmin tersenyum, "Kau mengkhawatir 'kan aku? Wah, aku sangat senang!"
Hyunjin memutar kedua bola matanya. Merasa malas berbicara dengan Seungmin.
"Cih," Hyunjin mendecih lagi. "Kau itu sangat lemah."
Raut wajah Seungmin berubah seketika. "Hm, aku ini memang sangat lemah."
Hyunjin melirik Seungmin yang menunduk dan menggesek-gesekkan kaki kanannya di lantai. Alis Hyunjin terangkat sebelah. Apa Seungmin merasa tersinggung?
"Tapi aku tidak sedih! Ada Hyunjin yang akan selalu berada di sampingku dan menyelamat'kan ku!"
Hyunjin salah besar menganggap Seungmin tersinggung oleh kalimatnya.
"Siapa bilang aku akan selalu berada di samping mu?"
"Aku yang mengatakannya."
"Jangan berharap lebih, bocah."
Seungmin tersenyum. Sangat cerah.
Tapi Hyunjin sangat membenci senyuman itu.
"Kau mungkin tidak akan selalu berada di sampingku. Tapi kau pasti akan menyelamatkan ku. Benar 'kan?"
Hyunjin tidak menjawab. Ia terdiam. Merasa tersihir oleh senyuman cerah milik Seungmin.
Sungguh, Hyunjin sangat membencinya.
Tujuannya menikmati malam. Bukan melihat matahari yang tersenyum cerah.
