xxXxx
Sapphire Blue
Series 1
Cast :: Super Junior Member.
Rate :: T.
Warning :: Genderswitch, OOC, AU, and Typos.
Disclaimer :: This story is mine. Casts in here were their own. And casts in here I'm just borrow their name. So you easily imagine the story. Don't bash the casts. Last, Kim Jongwoon a.k.a Yesung is mine.
xxXxx
Bab 1
Angel
"Neoneun naege isseo, Cheonsaboda deo areumdawo, Neo hanamaneul saranghalgeoya. (You've captured me, You're even more gorgeous than angel, I will only love you)"
Park Leeteuk
Aku menyambar tasku yang berada diujung meja. Dengan cepat aku melangkah keluar gedung yang kelewat mewah ini. Maklum saja, aku memang bekerja disini. SM Ent? Kenal? Pernah dengar? Yah… Kerjaanku memang bolak-balik kesini sih.
"Teukie noona! Palli!"
Aku menatap van hitam legam yang berada tidak jauh dariku. Aku berlari menuju van itu dan langsung duduk dikursi tengah. Kulihat Siwon sedang mengotak-atik ponselnya, aku tidak tahu menahu dia membuka situs apa diponselnya.
"Jam 12 sampai jam 2 siang pemotretan dimajalah W, sehabis itu kita bisa makan siang. Jam 3 kita akan pemotretan di Etude House sampai jam 5." Ucapku sambil membaca memo dibuku kecil milikku yang mudah kubawa kemana-mana.
"Setelah itu?" Tanyanya tanpa menatapku.
Aku kembali membolak-balikan buku kecilku. "Kau bebas sampai jam 8. Jam 8 kau kembali mengambil gambar untuk dramamu."
"Sampai jam?" Masih tanpa menatapku.
"Sampai bagianmu selesai, Siwon-ah."
Aku memasukan buku itu kedalam tasku. Setelah itu aku mengambil cola dingin yang tadi sudah kubeli untuknya sebelum aku masuk ke van. Dia menerimanya dengan senang hati dan langsung menyesap cola itu. Sudah menjadi kebiasaanku, sebagaimana aku menjadi manager pribadi Siwon dari setahun lalu.
"Noona, aku mau makan dicafe yang waktu itu ya? Boleh kan?"
Aku berpikir sejenak. Café Sapphire Blue yang berada didaerah Dongdaemun. Café kecil yang terlalu sayang untuk dilewatkan. Tapi untuk hari ini… masih ada waktu tidak ya?
"Noona~" Rengeknya manja.
Aku melepas rangkulannya dan mengangguk. "Ne, kita kesana. Tapi jika waktu kita cukup."
Siwon tersenyum senang, menunjukan dua lesung pipinya yang menggemaskan. "Arraseo!"
Aku kembali menatap luar jendela. Jalanan yang tidak terlalu ramai saat ini. Tapi terlalu banyak pejalan kaki yang terlihat dimataku. Seoul memang terlalu ramai saat ini, terlalu sesak. Apalagi dengan diadakannya promosi Korea Selatan besar-besaran. Benar-benar membuat Seoul makin banyak pengunjung. Tapi bagus juga sih, Seoul jadi lebih terkenal.
Ah… aku jadi bicara tentang Seoul. Kenalkan, aku Park Leeteuk. Baru sebulan yang lalu aku menginjak umur 30. Yeojya yang tidak terlalu cantik tapi beruntung. Tentu, semua orang bilang aku beruntung karena bisa berdekatan terus dengan Choi Siwon. Selebriti terkenal di Korea maupun luar negeri. Tapi kurasa, aku masih bisa mendapat kesialan dimanapun dan kapanpun.
"Noona? Kita sudah sampai."
Aku mengedarkan pandanganku dan nyengir pada Siwon. "Mian, aku melamun."
xxXxx
"Asik kita kecafe itu lagi!"
Aku menatap Siwon aneh. Dia tidak biasanya sesenang ini. "Kenapa kau senang sekali kesana, eh?"
Dia nyengir gaje. "Aku memang suka makanan disana kok."
Aku mengangguk kecil. Mungkin memang karena masakannya yang terlalu enak. Lagipula aku kenal dengan pemilik café itu. Kim Heechul, teman sekelasku ketika aku masih dibangku SMA. Dia juga sahabat baikku, jadi aku juga dekat dan cukup sering datang ke café miliknya.
Koki yang Heechul pekerjakan memang bukan orang sembarangan. Dia akan memilih orang-orang terbaik dan terpercaya. Pelayan disana juga baik-baik.
Aku jadi promosi.
"Noona, apa noona benar-benar belum punya calon?"
Aku menatap Siwon sebal. "Kau mau mengejekku?"
Dia langsung mengibaskan tangannya. "Ah, aniya aniya. Noona kan cantik, baik. Tapi kok noona belum mengenalkan satu namja pun padaku?"
"Memang aku perlu mengenalkannya padamu?" Tanyaku makin kesal.
Kali ini dia terkekeh. "Sudahlah. Sepertinya kalau aku membicarakan ini Teukie noona jadi sedikit lebih sensitive. Tidak jadi deh."
"Jangan coba-coba mengorekku lebih dalam, Choi Siwon. Fokus sajalah pada pekerjaanmu yang bisa membuatmu bunuh diri itu."
"Noona terlalu kasar! Harusnya noona berdoa agar aku tidak stress."
Aku mengangguk seadanya dan turun dari van. Semua yeojya berteriak ketika Siwon turun dan berjalan dibelakangku. Aku hanya mengabaikannya dan masuk kedalam café. Café tidak terlalu ramai hari ini, tapi diluar café yang terlalu ramai dan bising karena Siwon.
"Teukie-ah!"
Kulihat Heechul yang menghambur kepelukanku. Aku balik memeluknya dan menunggunya melepas pelukannya. Dia tersenyum hangat padaku. "Sudah kuduga kau akan datang. Dari mendengar suara berisik diluar café sih."
"Jwisunghamnida karena membuat cafemu berisik dan sesak seperti ini." Siwon membungkuk membentuk 90 derajat.
Giliran Heechul yang mengibaskan tangannya. "Ah, justru kedatanganmu membuat cafeku ramai. Duduklah, kau akan dilayani pelayanku. Aku agak sibuk hari ini."
"Arraseo."
Aku dan Siwon mengambil tempat yang berada dipaling pojok ruangan. Sofa berbentuk L berwarna merah marun itu sepertinya memang tampak nyaman. Seorang yeojya cantik memakai seragam maid mendekatiku dan Siwon. Senyumnya tampak familiar.
"Selamat datang dicafe kami. Silakan menunya," Yeojya bername-tag Kim Kibum itu menyodorkan dua buku menu. "Jika siap memesan, bisa panggil saya. Kibum imnida."
Yeojya cantik itu melenggang pergi menemui pelanggan lain. Aku menoleh pada Siwon, kupikir dia sudah melihat buku menunya. Tapi ternyata matanya hanya tertuju pada yeojya tadi. Kibum yang tadi memberikan kami buku menu.
"Siwon-ah?" Bisikku.
Siwon akhirnya menatapku. "Eung?"
Aku terkekeh. "Kau jatuh cinta, eh? Pada Kibum itu?"
"Mwo?!"
Aku menutup telingaku. Kuperhatikan semua orang yang tadi sibuk dengan kegiatannya langsung memperhatikan kami, tepatnya Siwon yang tadi berteriak. "Shh, jangan berlebihan."
"Noona gila? Tentu saja tidak! Aku hanya kagum kok." Elaknya.
"Yah… mengaku saja. Aku ini peka loh terhadap hal-hal seperti ini, tenang saja. Aku akan menjaga rahasiamu." Aku kembali menatap buku menu dan memilih untuk memesan latte dan pasta.
Siwon mengerucutkan bibirnya. "Tapi jangan bilang siapa-siapa ya? Sebenarnya aku sudah kenal dia sejak SMA dulu. Dia bukan yeojya yang popular, dia malah kutu buku."
Aku mengangguk paham. "Begitu ya. Begini, lanjutkan ceritamu setelah makan. Kau harus makan sekarang. Jangan lupa, jadwalmu padat."
xxXxx
"Aku pulang."
Aku melepas sepatu flat yang menemaniku dari pagi sampai tengah malam seperti ini. Kulihat appaku masih duduk didepan tv yang dalam keadaan mati. Appa menoleh padaku, menatapku datar. Aku sudah tahu dia akan memarahiku karena pulang larut malam setiap hari. Tapi memang ini kerjaanku.
"Mian, appa."
Appaku mengangguk. "Arraseo. Besok jangan pulang selarut ini, Teukie-ah. Apalagi kau pulang sendirian. Kau itu yeojya."
Aku menunduk dalam. "Ne, mianhae."
"Istirahatlah. Besok kau masih harus kerja kan? Jangan sampai jadwal kerja Choi Siwon-mu itu kacau." Appa berdiri dan masuk kedalam kamarnya.
Aku hanya bisa menghela nafas lelah. Appa memang tidak suka dengan pekerjaanku yang menyita waktu seharian hanya untuk mengatur jadwal kerja orang lain. Appa selalu ingin aku jadi orang yang jadwal kerjanya diatur orang, bukan aku yang mengatur jadwal orang lain.
Aku membuka pintu kamarku. Kulihat putri kecilku sudah terlelap difutonnya. Aku langsung mandi dan mengganti bajuku dengan piyama untuk bersiap tidur disamping anakku. Yah… aku ini seorang ibu. Ibu muda yang suaminya sudah bertemu Tuhan lebih dulu.
"Ngh? Umma cudah pulang?"
Kuelus rambut lembut milik Taemin. Anakku yang sekarang sudah menginjak umur 6 tahun. "Eung, umma sudah pulang. Kajja kita tidur lagi."
Taemin memelukku erat. "Umma, kapan Taeminnie punya appa lagi?"
Taemin-ah, tolong jangan tanyakan hal ini lagi. Aku… tidak mau menangis lagi.
"Nanti Taeminnie juga punya kok. Nanti umma kenalkan pada appa baru, mau?"
Malaikat kecilku mengangguk. "Mau!"
Aku mencoba untuk tersenyum senatural mungkin. "Kalau Taeminnie masih sabar menunggu, nanti Taeminnie pasti punya appa yang baik."
"Begitu? Kalau begitu umma halus janji akan mengenalkan Taeminnie pada appa balu. Ne? Yakcok?"
"Yaksokhaejyo, nae aegya." Kukaitkan jari kelingkingku pada kelingking kecil milik Taemin. Kebiasaan kami, berpelukan ketika tidur memang tidak bisa diubah lagi. Kalau tidak begini, kami tidak akan bisa tidur.
xxXxx
"A-aku tidak bisa, Kim sajangnim."
Namja setengah abad itu menatapku dengan tatapan memohon. "Jebal, Park Leeteuk-sshi. Kau kan manager pribadinya Siwon-sshi. Kau harus ikut."
"Tapi seharusnya manager travel Siwon yang harusnya ikut. Aku kan hanya mengurus jadwal di Korea, Kim sajangnim. Aku juga tidak bisa meninggalkan anakku begitu saja." Tolakku.
"Hanya untuk satu minggu. Tidak jauh, Park Leeteuk-sshi. Jepang hanya satu jam perjalanan dengan pesawat. Hanya seminggu. Kau juga akan mendapatkan bonus kok."
Aku menggeleng cepat. "Aku tidak bisa, Kim sajangnim."
"Apa yang kau butuhkan? Aku akan usahakan semuanya untukmu, Park Leeteuk-sshi."
"Aku hanya butuh waktu dengan anakku, Kim sajangnim." Jawabku tegas.
Dia tampak berpikir sebentar. "Keurae~ Kau tidak akan ikut ke Jepang seminggu ini. Akan kuhubungi manager travelnya Siwon-sshi."
Aku membungkuk. "Gamsahamnida, Kim sajangnim."
Aku keluar dari ruangan yang terlalu dingin itu. Cepat-cepat aku menemui Siwon diruang tunggu. Dia pasti sudah kelaparan sekarang. Aku juga tidak tega menelantarkan Siwon di Jepang, tapi semoga saja manager travelnya bisa ikut Siwon ke Jepang.
"Menunggu lama?"
Siwon sedang berbicara dengan seseorang. Entahlah, aku tidak pernah mengenalnya atau bertemu dengan namja itu. Namja itu terlihat sedikit berisi dan lebih pendek sedikit dari Siwon. Tapi senyumnya manis seperti anak kecil.
"Aniya, hyung. Jadi hyung kapan sampai di Korea?" Tanya Siwon sambil memeluk namja itu.
"Mollaseo. Aku disini dari seminggu yang lalu, aku belum sempat mengabarimu. Kau akan ke Jepang seminggu? Bagaimana kita akan menghabiskan waktu berdua, heh?"
Siwon mengerucutkan bibirnya. "Ya! Kita bisa terlihat aneh jika hyung bicara seperti itu!"
Namja itu tertawa. "Biar saja. Biar fansmu meninggalkanmu dan berpaling padaku."
"Jangan harap," Siwon yang tadi mengobrol dengan namja itu akhirnya menyadari keberadaanku. "Ah, Teukie noona? Ottokhae? Noona akan ikut denganku ke Jepang?"
Aku menggeleng. "Aku bisa kena marah Taemin jika ikut denganmu, Siwon-ah. Kau akan pergi dengan manager travelmu."
"Hm… begitu ya. Padahal akan lebih menyenangkan kalau kau dan Taemin ikut ke Jepang juga."
Aku mengangguk mengiyakan ucapan Siwon. "Tapi kalau begitu appaku yang akan marah karena ditinggal, babo."
"Ehm."
Aku langsung menoleh pada namja asing yang tadi berbicara dengan Siwon. Dia menatapku dan Siwon bergantian dengan senyumannya. Dia agak mirip, err… rakun?
"Cha, Kangin hyung. Ini Park Leeteuk, biasa kupanggil Teukie noona. Teukie noona, ini Kangin hyung. Dia seniorku dikampus." Jelas Siwon.
"Bangapseubnida, Kangin-sshi." Aku membungkuk padanya.
Dia balas membungkuk padaku. "Ne, nado bangapseubnida, Leeteuk-sshi," Namja itu menatap Siwon sebentar lalu menatapku lagi. "Kau siapanya Siwon?"
"Aku manager pribadinya, hanya untuk wilayah Korea sih."
Dia mengangguk paham. "Keuraeseo."
Kulirik Siwon yang sudah melihat jam tangannya dengan sedikit agak kaget. "Sudah jam segini? Kajja hyung, kita bisa telat. Teukie noona, kita tidak ada jadwal kan hari ini?"
Aku menggeleng. "Tidak ada kok, tenang saja. Kalau ada apa-apa aku akan telefon."
"Eung. Kajja hyung."
Siwon berjalan lebih dahulu meninggalkan namja bernama Kangin ini. Kangin tersenyum lalu merunduk pamit padaku. "Keurom, annyeong."
"Eh? Ne."
Aku mengambil ponselku dan mengetik pesan untuk Heechul. Setelah pesan itu terkirim, aku juga ikut meninggalkan gedung besar ini. Liburan seminggu? Lumayan untuk refreshing. Awal musim gugur ternyata aku bebas tugas…
Tunggu, nama namja itu Kangin ya? Hm… namanya agak familiar.
xxXxx
Bab 2
Memories
"Naegero dorawajullae maeil ne ireum bureumyeo, Jichin gidarim soge neoreul chaja hemaeneun najanha. (Back to my side, My heart is tired because waiting you, I've lost because of you.)"
Kim Heechul
"Heechul eonnie, ada yang mencarimu."
Aku menengadah untuk mengalihkan pandanganku dari tumpukan kertas dimeja kerjaku. Kulihat Kibum yang sedang membawa nampannya menatapku minta jawaban. "Leeteuk ya?"
Yeojya berparas cantik itu mengangguk. "Ne."
"Arraseo. Suruh dia duduk dulu, aku akan keluar sebentar lagi."
Kibum lagi-lagi mengangguk dan keluar dari ruanganku tanpa banyak bicara. Aku membereskan berkas-berkas rahasia café dan menyimpannya dilaci meja kerjaku. Aku merapikan rambut sebahu milikku dan buru-buru keluar ruanganku.
Annyeonghaseo, Kim Heechul imnida. Aku menginjak umur 30 tahun saat ini. Jangan tanyakan apa statusku saat ini. Aku anak pertama dari dua bersaudara, tentu aku punya adik. Namdongsaengku bernama Kim Jongwoon. Mungkin kalian lebih mengenalnya dengan nama Yesung. Dia seniornya Siwon didunia entertainment. Sama-sama di SM Ent.
Kadang dia membantuku disini sebagai kasir. Tapi lebih sering dia hanya numpang makan disini dan numpang eksis. Dasar anak berkepala besar itu. Dan jangan ditanyakan lagi, aku menyayanginya. Sangat, mungkin.
Diujung ruangan kulihat Leeteuk yang sudah menungguku. Kupercepat langkahku dan duduk disampingnya. Dia kesini karena ada yang harus kuceritakan padanya. Terlalu penting, jadi aku tidak bisa menceritakan lewat pesan singkat atau telepon.
"Wae geurae?" Tanyanya langsung.
"Kau tahu mitos tentang pertemuan dengan jodohmu sendiri?" Aku memulai, Leeteuk hanya menggeleng. "Jika kau bertemu dengan namja yang sama tiga kali berturut-turut tanpa sengaja. Dia bisa jadi jodohmu. Kau tidak tahu?"
"Tunggu, jadi kau sudah bertemu dengan satu namja tiga kali berturut-turut tanpa sengaja? Nuguya?"
Aku diam sebentar. "Ani, aku baru bertemu dua kali. Yang pertama, aku bertemu disupermarket. Troli milikku dan miliknya tertukar. Lalu yang kedua ketika aku sedang mencari kacamata hitam di Y Style. Ketika aku mau keluar, aku tidak sengaja menubruk bahunya."
Leeteuk terlihat sedang berpikir. "Jadi menurutmu, dia jodohmu kalau kau bertemu dengannya lagi tanpa sengaja? Bagaimana jika dia sebenarnya penyuka sesama jenis?"
"Ya! Aku ini serius!"
Leeteuk terkekeh. "Keurae-keurae. Bagaimana dengan sifat atau sikapnya? Tampan tidak?"
Aku mengingat-ingat bagaimana rupa namja itu. "Begini. Dia tinggi, posturnya hampir mirip dengan Siwon. Tentu dia juga tampan. Tapi kurasa dia bukan orang Korea asli."
"Tidak terlihat seperti orang Korea? Campuran kah?"
Aku mengangkat bahuku. "Molla."
Aku masih bisa menggambarkan bagaimana rupa namja itu. Yang jelas, dia bisa berbahasa Korea. Namun logatnya aneh, bukan logat orang Korea asli. Setiap aku bertemu dengannya, dia selalu memakai kemeja atau jaket kulit hitam.
"Ya, Heechul-ah. Lebih tampan namja yang baru datang itu atau namja yang sering bertemu denganmu? Tapi bedanya namja ini membawa yeojya sih."
Aku melirik Leeteuk sekilas dan memperhatikan arah yang ditatap Leeteuk. Aku mengalihkan pandanganku kearah pintu masuk café. Omona! Namja yang memang bertemu denganku beberapa hari lalu! Ta-tapi… kenapa dia menggandeng tangan yeojya itu?
"Heechul-ah?"
Aku menatap Leeteuk horror. "I-itu namja yang kuceritakan…"
Leeteuk balas menatapku dengan tatapan yang sama. "Jeongmal?!"
"Shh! Jangan keras-keras, Teukie-ah. Dia membawa yeojya…"
Leeteuk memperhatikan yeojya manis itu dengan seksama. "Yeojya itu aneh jika disandingkan dengan namja itu. Lebih bagus jika kau yang digandeng namja itu," Leeteuk menatapku panik. "Na-namja itu berjalan kearah sini!"
Kurasakan degup jantungku yang tidak karuan. Kedua tanganku bertaut kencang karena gugup. Entah apa yang terjadi padaku. Aku seharusnya tidak segugup ini. Memangnya dia mengenaliku apa. Jangan terlalu berharap Kim Heechul.
Kuperhatikan Leeteuk yang berpura-pura tidak peduli sedang menyesap teh chamomile hangat yang ia pesan tadi. Matanya terus memperhatikan namja berkemeja hitam itu. Tapi tiba-tiba matanya melotot kearahku.
"Sudah tiga kali ya?"
Aku mengangkat kepalaku dan menoleh pada namja itu, reflek. "Eh? Kau ternyata." Ujarku pura-pura tak tahu.
Dia tersenyum manis. "Terlalu sayang jika kita tidak berkenalan setelah tiga kali bertemu dengan tidak sengaja. Tan Hangeng imnida, kalian berdua?"
Aku merunduk sopan. "Kim Heechul imnida."
"Park Leeteuk imnida."
"Oppa, siapa dia?" Tanya yeojya manis itu.
"Aku sudah bertemu dengannya tiga kali tanpa sengaja. Jadi kupikir kalau aku dan dia berkenalan, mungkin akan lebih baik." Jelas namja bernama Hangeng itu, membuat yeojya manis itu ikut tersenyum.
"Wah, kebetulan yang manis! Kalau begitu, aku Lee Sungmin. Sepupu Hangeng oppa." Dia membungkuk dan tersenyum manis.
Sepupu ternyata…
Aku balik tersenyum pada yeojya yang terlihat ramah itu. "Aku Kim Heechul, dan ini temanku Park Leeteuk. Bangapseubnida, Sungmin-sshi."
"Boleh aku dan Sungmin bergabung?" Tanya namja itu sopan.
Aku menatap Leeteuk ragu, tapi Leeteuk tersenyum manis dan mengangguk pada Hangeng. "Tentu saja."
Hangeng dan Sungmin menduduki kursi kosong yang tersedia. Hyukjae, salah satu pelayan dicafe ini menghampiri mejaku meja kami, setelah Hangeng memanggilnya.
"Selamat datang dicafe kami. Silakan menunya," Yeojya manis itu tersenyum, sehingga gummy-smile terpasang diwajahnya. "Jika siap memesan, bisa panggil aku. Lee Hyukjae imnida atau Hyukjae saja juga tak apa."
Hyukjae membungkuk pergi . Kedua orang asing itu menatap buku menu dan membolak-balik buku menu itu. Kurasa sedikit canggung untuk berbicara padanya. Apalagi aku dan Leeteuk baru saja membicarakan Hangeng beberapa saat lalu. Pertemuan ini berarti pertemuan ketiga ya? Pertemuan yang bisa saja menjadikan dia jodohku?
"Jadi, Hangeng-sshi. Kau asli Korea? Dari wajahmu tidak terlihat kalau kau asli Korea." Tanya Leeteuk memecah keheningan.
Hangeng menggeleng. "Aku orang China asli, Leeteuk-sshi. Adik dari ummaku menikah dengan appa Sungmin. Aku memang tinggal di Korea sejak lima tahun lalu," Dia tersenyum. "Kalian sendiri?"
"Aku dan Leeteuk asli orang Korea. Ah, kau sudah bekerja, Hangeng-sshi? Sungmin-sshi?"
"Aku dan Sungmin bekerja ditempat yang sama. Aku dokter spesialis penyakit dalam, kalau Sungmin dokter anak." Jelas Hangeng.
Leeteuk membulatkan matanya. "Dokter? Uwah… daebak."
Sungmin mengibaskan tangannya. "Tidak juga kok. Leeteuk-sshi dan Heechul-sshi sendiri?"
"Aku bekerja disalah satu managemen artis." Jawab Leeteuk, tentu saja dia tidak akan bilang kalau dia manager pribadi Choi Siwon itu. Aku saja baru tahu akhir-akhir ini. Aku pertama kali mendengarnya juga shock.
Aku menunduk ragu. "Aku sendiri pemilik café Sapphire Blue ini."
"EH?" Kudengar suara Sungmin yang terkejut.
"Sudah kuduga."
Aku menoleh pada Hangeng. "Apa maksudmu? Kau sudah menduganya?"
"Dari yang kuperhatikan selama ini. Kau memang suka mengejutkanku dengan hal-hal besar. Yang sebenarnya sepele untukmu. Tapi hal sepele itu telah membuatku memperhatikanmu." Jelas Hangeng.
Aku, Leeteuk, dan tidak terkecuali Sungmin menatap Hangeng bingung. Sedangkan yang ditatap hanya cengar-cengir. Dia memperhatikanku? Ya! Namja ini aneh sekali.
"Ah, ya kira-kira begitulah pendapatku. Sungmin-ah, kau sudah memutuskan untuk memesan?" Tanya Hangeng pada Sungmin, kurasa dia menyembunyikan sesuatu.
Apa… aku harus mencari tahu?
xxXxx
Aku mengusap-usapkan tanganku yang kedinginan karena udara sekarang sudah mulai dingin. Kuambil kunci café yang masih berada ditasku. Kubuka perlahan pintu café. Kurasakan ada seseorang yang memperhatikanku dari sebelah kananku.
"Kau menyadari keberadaanku?"
Aku langsung menoleh ketika kudengar suara Hangeng. Namja itu menyender pada tembok café. Jaket kulit berwarna hitamnya begitu mencolok dipagi hari seperti ini. Celana blue jeans-nya membuat kakinya terlihat lebih ramping dan panjang.
"Tentu saja aku sadar. Bagaimana tidak? Aku diperhatikan orang yang berpakaian seperti itu dipagi hari yang dingin seperti ini?" Tanyaku kesal.
Hangeng menatap dirinya kebawah. "Aku terbiasa memakai baju seperti ini."
Aku mendengus. "Ingin terlihat seperti member boyband, eh? Sedang apa kau disini? Kau tidak kerja?"
"Sabtu dan Minggu aku libur."
"Oh."
Aku mengangguk dan membuka pintu café. Segera aku masuk dan diikuti Hangeng yang berjalan dibelakangku. Aku kembali menutup pintu café dan menguncinya. Dia membalikan kursi café dan membetulkan posisinya. Dia menduduki kursi yang ia turuni dari meja.
"Kau datang setiap pagi kesini?" Tanyanya sambil berjalan berkeliling café.
Aku mengangguk tanpa menatapnya lagi. "Hm."
Aku mengambil gelas kopi dan membuat latte untukku dan untuk Hangeng. Aku memang biasa datang sendiri dan datang yang paling pagi kesini. Tentu saja aku juga pulang paling akhir disbanding pegawai-pegawaiku.
"Ada berapa banyak pegawaimu?"
"Hm… lima? Hm, enam denganku."
"Sejak kapan kau membuka café ini?"
Aku menghampirinya sembari membawa dua gelas kopi yang berisi latte hangat. Dia menerimanya dan menaruh gelas itu dimeja. "Sudah hampir lima tahun."
Aku mengalihkan pandanganku keluar jendela café. Beberapa daun kering berjatuhan dan berserakan indah didepan café. Jalanan luar begitu ramai karena banyak orang yang lalu lalang dihari Sabtu ini. Khusus Sabtu dan Minggu café buka lebih awal. Jadi aku juga datang lebih awal dari biasanya. Terlebih untuk mengurus persediaan bahan makanan.
Klik.
Aku menoleh padanya. Dia sudah menurunkan ponselnya dan memasukannya ke dalam saku celana jeans yang ia pakai. "Kenapa kau mengambil gambarku?"
Dia mengangkat bahunya. "Aku suka ketika kau menatap keluar dengan pandangan teduh begitu."
"Kau aneh."
"Begitulah, kau bukan orang pertama yang mengatakannya."
Tok tok.
Aku menoleh kearah pintu kaca yang tadi kukunci. Aku buru-buru menghampiri pintu itu dan membuka pintu itu. Hyukjae dan Kibum sudah berdiri didepan dengan senyuman diwajah keduanya. Aku membiarkan kedua yeojya yang berteman baik itu masuk kedalam café.
"Selamat pagi, Heechul eonnie!" Sapa kedua yeojya itu riang.
"Pagi juga," Aku balas tersenyum pada keduanya. "Bahan akan diantar jam 9 nanti. Jadi kalian hanya perlu membersihkan café."
Mereka mengangguk mengerti dan langsung memasuki ruangan khusus pegawai yang berada diujung ruangan café. Aku kembali menghampiri Hangeng yang sedang menyesap latte yang kubuat untuknya. Dia menatap ponselnya sekilas dan mengangkat telepon. Entah, aku malas menguping.
"Yeoboseyo? Ne, Sungmin-ah? Hm… aku tidak bisa hari ini," Dia melirikku. "Aku bertemu seseorang hari ini. Ya… jadwalku penuh hari ini. Besok? Bisa. Yaksokhaejyo, aegya. Annyeong."
Aegya?
Tunggu, aku bukan menguping. Tapi dia memang berbicara dengan suara yang cukup terdengar olehku. Aku menghabiskan latte-ku dan membawanya ke wastafel. Aku kembali duduk disamping Hangeng dan menunggunya bicara. Tapi dia sama sekali tidak bicara apapun.
"Jadi, apa maksudmu datang kesini?" Tanyaku akhirnya.
"Aku mau mengajakmu ke suatu tempat, boleh?"
Aku mengangkat sebelah alisku, bingung. "Eodiya?"
xxXxx
Drrttt drrttt.
Kim Jongwoonie Calling.
Aku menatap layar ponselku dengan mataku yang agak sakit. Setelah menangis cukup lama beberapa jam lalu. Pintu kamar apartemenku yang terkunci juga sudah diketuk beberapa kali oleh Leeteuk yang sudah sampai diapartemenku dari setengah jam lalu.
Aku masih belum mau cerita kesiapapun tentang ini.
Ke Leeteuk pun, aku tidak berani. Bagaimana bisa Hangeng membawaku kesana? Aku tidak percaya jika dia mengetahuiku lebih dari siapapun. Dia… mengenalku sejak kecil?
Jangan bodoh, Heechul! Hidupmu bukan drama kacangan yang tidak pernah kau tonton itu!
Drrttt drrttt.
Kim Jongwoonie Calling.
Tok tok.
"Heechul-ah?"
Aku menutup telingaku dan melempar ponselku jauh-jauh dariku. Ponsel berwarna putih itu membal menabrak pintu kamarku dan tersungkur dilantai dingin kamarku. Suara nyaring ponselku membuat Leeteuk berhenti mengetuk pintu dan menyebut namaku.
Untuk saat ini, aku tidak ingin pergi kemanapun. Aku tidak ingin bertemu siapapun. Aku hanya ingin berdiam diri disini. Sampai aku lupa apa yang kulakukan hari ini. Sampai aku benar-benar lupa. Apa aku harus amnesia?
Apa aku harus memukulkan kepalaku ketembok?
Brakk.
"Heechul noona!"
Aku menoleh kearah pintu kamarku yang dibuka paksa oleh Jongwoon yang menatapku marah. Leeteuk juga memasuki kamarku dibelakang Jongwoon. Aku buru-buru menutupi wajahku dengan bantal, tapi Jongwoon menyibakkan bantal putih yang kugunakan untuk menutupi wajahku.
"Kau keterlaluan! Mana obatmu?!"
Jongwoon langsung mencari-cari botol kecil berwarna putih milikku. Leeteuk langsung memelukku dan aku menyenderkan kepalaku kebahunya. Aku… takut pada Jongwoon. Aku takut dia marah padaku. Tapi bodohnya, aku sekarang malah membuatnya marah.
Jongwoon memisahkanku dengan Leeteuk. Ditangannya sudah terdapat dua kapsul obatku dan air putih. Aku meminum keduanya dengan buru-buru, sampai-sampai aku tersedak. Untung saja aku langsung minum lagi.
"Tidurlah."
Aku menurut pada ucapan namdongsaengku itu dan langsung berbaring. Kututup mataku dan mencoba untuk tidur. Kurasakan disebelah kananku sudah kosong, Jongwoon sudah keluar kamar. Sekarang tangan hangat Leeteuk mengusap rambutku.
"Saranghae, noona. Jangan membuatku khawatir lagi."
Ternyata aku salah, Leeteuk yang keluar. Dan yang mengusap rambutku itu Jongwoon. "Nado, Jongwoonie. Mianhae."
xxXxx
Bab 3
No Other
Tan Hangeng
"Dokter Tan, ini berkasnya."
Aku menerima berkas pasien yang akan datang hari ini. Aku mengangguk dan membiarkan perawat itu keluar ruanganku. Aku membuka kacamataku dan memijat pelan keningku. Otakku tidak bisa menerima asupan lain kecuali Heechul. Apa ini normal?
Terima kasih Tuhan, kau telah mengacaukanku. Apa ini yang disebut kebaikan? Tentu, lebih baik aku memberitahu Heechul hal itu secepat mungkin. Tapi kalau begini, bolehkah aku mengulang waktu? Tuhan… tidak bisakah kau memperbolehkanku mengulang waktu?
"Annyeonghaseo."
Aku mendongakan kepalaku dan tersenyum pada yeojya mungil yang memasuki ruanganku. Sudah sering aku bertemu dengan yeojya cantik disini, bedanya mereka sakit. "Annyeonghaseo. Silakan duduk."
Dia membungkuk dan duduk dikursi yang disediakan. Aku mengambil satu berkas yang paling atas. Kulihat foto seorang yeojya cantik yang juga sedang berada didepanku saat ini. Riwayat kesehatannya, sungguh buruk.
"Jadi, apa keluhanmu?"
"Dokter… bisa melihat sendiri kan apa yang harusnya kurasakan?" Yeojya itu menunduk dalam.
Aku menghela nafasku. "Kim Ryeowook-sshi, apa kata yang doktermu yang sebelumnya? Dia pasti sudah memvonismu."
Kali ini dia yang menghela nafas. "Aku hanya bisa bertahan sampai akhir bulan ini."
"Silahkan rebahkan tubuhmu ditempat tidur. Aku akan memeriksamu sebentar."
Yeojya itu menurut, dia melangkah dan merebahkan dirinya ditempat tidur. Aku mengambil stetoskop dan memeriksa degup jantungnya. Terlalu normal untuk yeojya yang terkena leukemia sepertinya. Dan stadium dua itu bukan hal mudah untuk diperjuangkan.
"Aku butuh sampel darahmu. Kau sudah pernah rongent?" Tanyaku sambil mengambil suntikan yang masih steril dilemari milikku.
Dia mengangguk. "Hm, pernah. Thorax kalau tidak salah."
Aku menemukan suntikan yang kumau. Aku menghampirinya dan membersihkan tangannya dengan kapas yang basah karena cairan pembersih. Aku memasukan jarum itu kedalam tangannya. Aku menarik ujung suntikan sehingga menarik beberapa cc darahnya. Setelah selesai aku kembali menaruh kapas bekas pembersih dititik suntikan.
"Hasilnya akan keluar besok. Kalau bisa kau bawa hasil rongent-mu dan bawa sampel obatmu yang dulu. Sepertinya obatmu lumayan menopangmu. Kau masih sering down?"
Dia mengangguk. "Sangat sering."
"Kalau begitu akan kuberi vitamin dan beberapa obat penopang."
Aku menulis resep obat untuknya. Akhir bulan ini ya perkiraannya? Sayang sekali. Aku yakin dia masih punya banyak keinginan yang masih ingin ia lakukan. Apalagi dia masih berumur 25 tahun.
"Kau punya namjachingu?"
Dia menggeleng. "Sudah kuputuskan beberapa waktu lalu."
Aku menatapnya bingung. "Waeyo?"
"Aku tidak mau dia merasa kehilangan ketika aku pergi suatu saat nanti. Aku tidak ingin dia terlalu menyayangiku. Aku masih punya beberapa keinginan yang belum terpenuhi." Jelasnya sambil melilitkan syal kelehernya.
Aku merobek kertas berisi resep obat. "Kuharap waktumu masih panjang, Ryeowook-sshi. Ini resep obatmu."
Dia menerimanya dan tersenyum padaku. Dia membungkuk hormat. "Gamsahamnida, uisanim."
"Cheonmaneyo."
xxXxx
"Haruskah?"
Sungmin menatapku ragu. "Semuanya bergantung pada oppa. Kau sudah mencintainya sejak pertama kali bertemu. Oppa hanya mau memberitahunya kan?"
Aku menumpukan kepalaku dimeja, kupukul meja itu dengan kepalan tanganku. "Tapi aku salah tempat!"
"Tapi oppa kan tidak tahu apa-apa! Dia harusnya mengerti itu!"
Aku mengatur nafasku dan degup jantungku yang menderu. Besok, aku harus ke café itu lagi. Aku harus mencarinya. Aku mau meminta maaf padanya. Aku… benar-benar bodoh!
"Loh? Ada Hangeng hyung?"
Aku melirik Donghae yang baru pulang entah darimana. Adik Sungmin yang dulu cengeng itu sekarang sudah tumbuh menjadi seorang namja yang tampan. Yah… tapi ketampanannya disalah artikan olehnya. Dia tumbuh jadi namja super playboy. Tapi semenjak dia bertemu Yoona, dia bertaubat.
"Darimana, Hae-ah?"
Dia nyengir. "Tahu sendiri lah."
Suara tangga berderap ketika ia berlari menuju kamarnya yang berada dilantai dua rumah Sungmin. Sungmin hanya bisa geleng-geleng kepala melihat adiknya yang dulu menggemaskan sekarang berubah jadi menyebalkan.
"Jadi, bagaimana?" Sungmin menyesap minumannya.
"Besok aku akan mendatangi café itu dan menanyakan dimana rumah pemiliknya. Aku tidak tahan jika tidak bertemu dengannya selama ini."
xxXxx
Aku memasuki café itu perlahan. Karena sekarang jam makan siang, kurasa café ini terlalu sesak. Apalagi ada dua artis namja disini. Keduanya bersama Leeteuk, yeojya yang kemarin bersama Heechul. Aku mendekati meja mereka yang dipenuhi banyak yeojya yang mengambil gambar mereka.
"Hangeng-sshi?" Leeteuk menatapku kaget.
Penyanyi yang sudah meroket dari dulu itu menatapku, Yesung kan namanya? Satu lagi Choi Siwon. Dia aktor kan? Aku tidak terlalu memperhatikan media Korea, sih… tapi kalau beberapa aku tahu kok.
"Jadi dia yang bernama Hangeng?" Tanya Yesung geram.
Leeteuk menahan Yesung yang ingin menghampiriku dengan amarah yang meledak-ledak. Sedangkan Siwon membawaku menjauh. Kulihat diujung ruangan ada pasienku yang kemarin. Hm… Kim Ryeowook ya namanya? Entahlah, yang kupikirkan saat ini kenapa kedua artis papan atas ini mengenalku.
Siwon membawaku keruang kerja Heechul. Semua orang menatap kami heran, apalagi fans kedua artis itu. Yesung menatapku tajam. Aku tidak tahu apa yang terjadi disini. Aku saja tidak mengenal Yesung dan Siwon secara keseluruhan. Aku juga tidak mengerti kenapa Leeteuk mengenal kedua orang itu.
"Yesung hyung," Siwon menahan Yesung. "Jelaskan dulu padanya. Baru kau bisa marah padanya. Saat ini dia pasti bingung apa yang terjadi."
Leeteuk mengangguk setuju. "Jongwoon-ah…"
Yesung memukul tembok pemisah ruangan Heechul dengan bagian café kesal. Dia menatapku lagi. Tatapannya begitu tajam, dia agak mirip Heechul dengan tatapan mata yang setajam itu. "Heechul… noonaku," Mulainya, dia terlihat menahan emosi. "Apa yang kau lakukan padanya?"
Pantas saja dia mirip dengan Heechul. "Aku mengajaknya kesebuah SD. Pertama kali aku bertemu dengannya di SD itu. Tempat ia bersekolah dulu."
"Darimana kau tahu tempat itu?"
"Aku memang pernah bertemu dengannya disana. Ketika aku kecil, aku sudah bertemu dengannya. Dan beberapa saat lalu, aku bertemu kembali dengannya. Kau tahu kan, Leeteuk-sshi?"
Kedua namja itu menoleh pada Leeteuk, Leeteuk mengangguk. "Hm, aku tahu. Untuk apa kau mengajak Heechul kesana?"
"Aku ingin dia tahu, bahwa pertemuanku dan dia bukan hanya tiga itu. Tapi juga sedari kecil, ketika aku berlibur dan berniat untuk menjemput adik sepupuku yang sekolah disitu juga. Jadi aku hanya ingin membuktikan padanya kalau aku benar-benar menyukainya."
"Tapi caramu salah!" Yesung kembali membentakku.
Leeteuk kembali menenangkan Yesung. "Jangan salahkan semua padanya. Dia baru mengenal noonamu beberapa hari lalu. Dia juga tidak tahu apa-apa mengenai Heechul."
"Sebenarnya apa yang terjadi padanya?" Gumamku pada diriku sendiri.
Tanpa kusadari, pintu ruangan Heechul terbuka. Membuat kami menoleh kearah pintu kayu berwarna cokelat yang agak pudar itu. Memang tema café ini agak seperti café yang klasik sih. Kami menunggu seseorang yang membuka pintu itu.
Kulihat ketiga orang itu melotot. Sedangkan aku yang berada dibelakang pintu hanya bisa sabar menunggu sampai orang itu terlihat olehku. Sepatu hak tinggi berbentuk converse bisa terlihat dari bawah. Sebentar lagi… sebentar lagi…
"Heechul?"
Yeojya itu menoleh. Wajahnya tampak segar, bibirnya juga sekarang berwarna jingga kemerahan. Bibir itu mengembangkan senyum kecil padaku. "Kenapa kalian menatapku begitu? Ya, Jongwoon-ah. Kau membuat cafeku ramai akan fansmu. Kau juga Siwon-ah."
Kami berempat masih mematung. Terutama aku dan Yesung. Namja bermata bulan sabit tidak henti-hentinya memperhatikan yeojya cantik yang sedari kemarin membuatku setengah gila. Heechul memandang kami aneh. Tapi ekspresi riangnya berubah menjadi datar.
"Lebih baik kalian bertiga keluar dulu, aku harus bicara dengan Hangeng. Leeteuk, antar mereka keluar." Perintah Heechul sambil menaruh tas tangannya dimeja kerjanya.
Leeteuk menurut, kedua tangan kurusnya mendorong dua namja bertubuh kekar itu keluar ruangan. Tentu saja Yesung menolak, tapi dia tidak bisa apa-apa lagi. Ketika Leeteuk sudah mendorong dua namja itu, Leeteuk segera menutup pintu ruangan Heechul. Heechul menghampiri pintu itu dan menguncinya dari dalam. Dia menatapku, aku tidak mengerti dengan tatapan itu.
"Hai." Sapanya.
Bibirku kelu. Aku tidak mengerti kenapa aku tidak bisa menjawab sapaannya yang kelewat sopan dengan senyum terus mengembang diwajahnya.
"Gomawo untuk menyukaiku dan membawaku ketempat itu. Dan juga, mian untuk meninggalkanmu disana. Bukan berarti aku tidak menyukaimu saat itu. Nan johanikka, Hangeng-ah. Tapi aku punya trauma ditempat itu. Jika Jongwoon tidak menemukanku waktu itu, aku mungkin tidak akan bertemu denganmu disupermarket, di Y Style, dan dicafe ini."
Dia melangkah maju mendekatiku, hanya dua langkah. "Mianhae, Heechul-ah."
Dia mengangguk dan tersenyum, mengerti. "Arraseo. Tapi aku berterima kasih, aku sudah tidak trauma dengan tempat itu lagi berkatmu. Tadi aku mencoba datang kesana, dan aku baik-baik saja. Gomawo."
Heechul melangkah mendekatiku. Dia mendekatiku dengan senyum yang selalu kusukai darinya. Dia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Kurasakan darahku berdesir ketika bibirnya menyentuh pipiku. "Nado johahae, Hangeng-ah." Bisiknya ditelingaku.
Ketika ia ingin menjauhkan dirinya dariku, aku memeluk tubuh rampingnya. Dia membalas pelukanku dan menyenderkan kepalanya didadaku. Kuhirup aroma tubuhnya yang seperti strawberry dan harum shampoonya yang juga seperti strawberry.
"Kenapa kau menyukaiku?"
Aku mengangkat bahuku. "Mollaseo. Kalau kau? Kenapa kau menyukaiku?"
Dia juga ikutan mengangkat bahu. "Nado mollaseoyo."
"Kalau aku mengatakan 'saranghae', kau akan bilang apa?"
Dia menengadah menatapku. Bulu mata lentik nan tebal itu membuat matanya terlihat indah. "Entahlah, kau belum pernah mengatakannya."
"Saranghae, nae Heechulie."
Kudengar ia terkekeh. "Nado saranghae, Hangeng-ah."
Aku mengelus rambut lembut itu. "Jadi yeojyachinguku ya?"
Kurasakan dia mengangguk didepan dadaku. Tangannya makin erat memelukku. Aku juga mempererat pelukanku padanya. Sudah dari lima tahun lalu aku mencoba mencarinya. Tapi hampir sebulan yang lalu, aku bertemu dengannya disupermarket tanpa sengaja. Hampir tiga minggu yang lalu, aku bertemu dengannya ketika ingin membayar sebuah kacamata di Y Style. Seminggu yang lalu, aku bertemu dicafe ini. Café miliknya.
xxXxx
"Aku melihat dokter ketika aku ke café Sapphire Blue."
Aku menoleh pada yeojya mungil yang duduk didepan meja kerjaku. "Aku juga melihatmu. Sedang apa kau disana?"
"Makan bersama oppaku dan menyelesaikan keinginan terakhirku. Dokter sendiri? Sepertinya aku melihat oppa masuk kedalam ruangan bersama seorang yeojya dan dua namja lainnya. Ah ya, datang satu yeojya lagi."
"Hm… aku menyelesaikan masalah dengan mereka. Ngomong-ngomong, aku tidak melihat oppamu kemarin."
Aku memasukan hasil rongent milik Ryeowook kedalam map untuk kuserahkan kebagian x-ray. Aku juga menulis resep vitamin untuk Ryeowook yang kemarin sudah habis.
Ryeowook sedang sibuk dengan ponselnya, jadi ia agak lama menjawab pertanyaanku. "Oppaku datang agak telat. Lalu dia malah mengobrol dengan salah satu yeojya yang keluar dari ruangan itu. Aku tidak kenal siapa yeojya itu."
"Itu Park Leeteuk, temanku. Jadi oppamu mengenal yeojya itu, ya? Memang siapa oppamu? Mungkin aku bisa menanyakan pada Leeteuk kalau pasienku itu adik dari temannya."
"Nama aslinya Kim Youngwoon, tapi oppa lebih dikenal dengan nama Kangin." Jawabnya.
Aku mengangguk mengerti. "Baiklah, akan kutanya. Jadi… Kangin itu oppa kandungmu?"
Kini giliran dia mengangguk cepat. "Keuromyeon."
"Ini resepmu. Kalau kau kelelahan, langsung istirahat. Jika kau benar-benar down, langsung datang saja kesini. Ne?"
Dia menerima kertas kecil itu. "Arraseo. Keurom, annyeong uisanim!"
"Hati-hati ya."
Dia mengangguk dan membungkuk. Yeojya mungil itu keluar dan seorang namja kekar yang tadi duduk langsung berdiri. Ryeowook menghampiri namja itu dan namja itu mengacak rambut Ryeowook gemas. Sudah kuduga, pasti itu Kangin. Oppanya Ryeowook, kan?
Ddrrttt ddrrttt.
Heechurella Calling
"Ne, chagiya?"
"Kau tidak lupa 'kan untuk datang ke café?"
Aku terkekeh. "Tidak sempat kau mengambil nafas, aku sudah sampai."
Sekarang kudengar dia terkekeh. "Jangan main-main, Tuan Hangeng."
"Arraseo, Nyonya Tan Heechul. Saranghae."
Dia terkekeh lagi. "Menggelikan! Nado…"
Aku mengusap layar ponselku dan menaruhnya disaku belakang celanaku. Aku membuka jas putih khas dokter milikku digantungan disamping pintu. Aku keluar dari ruangan itu dan mencari mobilku dibasement. Setelah aku mendapatkan mobil berwarna hitam itu, aku langsung tancap gas menuju café milik Heechul. Nah, Heenim… tunggu aku.
xxXxx
Cha! FF kedua Jongmi publish!
Ini FF yang agak aneh sih, tapi semoga aja chingu semuanya yang udah baca terus kelepek-kelepek pengen liat lanjutannya. Yang series 1 sudah selesai, jadi tinggal dipublish aja. Ada series 2 sama series 3nya kok. Itupun kalau chingu masih penasaran sama ceritanya.
Nah, setelah baca. Chingu-chingu yang baik hati, review yaaa!
