Dark Angel and White Devil
Dislaimer: saya Cuma minjam bentar, aslinya ini punyanya mbah Kishi tercinta *dilempar ke laut*
Rating: maunya sih M, tapi berhubung saya masih di bawah umur *apadeh* jadi cari aman aja lah…
Gendre: romance/family/hurt/cemfort *?* (author tidak yakin)
Pairing: Sasuhina de el el *plak*
Warning: gak jelas, gak mutu, semua karakter saya buat OOC, AU, typo dimana-mana, kenapa? gak suka? Yaudah gak usah baca *maksa_dihajar readers*
Berhubung author geblek ini ngak pandai membuat penpik, jadi mohon beribu maaf kalau ceritanya agak ngawur dan sebagainya. Disini saya HANYA mau mengembangkan minat dan hobi menulis saja.
Summary: Jika kau ingin menemukanku kembali, maka temukanlah serpihan sayap yang telah kau hilangkan dalam hatimu.
CH 1
GOTHIC GIRL AND MISTERIUS BOY
"Hyuuga...! Hyuuga Hinata…!" Hinata mendongakkan kepalanya, menatap langsung mata kelam milik gurunya.
"Ya, Anko-sensei?"
"Ughh…" guru tersebut bergumam kesal, Hinata kemudian menutup buku bersampul putih-hitam di depannya dan melepas kaca mata capungnya, kemudian kembali memandang gurunya. "Ada apa sensei?" tanyanya santai.
"Kau tahu ini adalah jam untuk mata pelajaranku? Lalu kenapa kau malah memperhatikan hal lain?" seluruh perhatian kelas tertuju pada dua orang guru dan murid ini. Gadis bergaya emo ini bukannya merasa taku oleh gertakan gurunya, malah memberi tatapan yang ngak kalah menantang.
"Memang apa salahnya? Lagi pula aku bosan dengan mata pelajaran yang Sensei berikan!" ujar Hinata to the point.
"Oohh… jadi kau tidak suka dengan mata pelajaran yang ku bawakan? Kalau begitu silahkan kau meninggalkan kelas ini dan jangan pernah lagi masuk pada jam pelajaranku!" kata Anko murka.
"Fine." Hinata keluar sambil menenteng tas selempangnya meninggalkan kelas. Saat menuju pintu keluar tak jarang ia mendengarkan suara bisik-bisik dari siswa lain.
"Hyuuga yang itu tidak pernah jauh dari masalah ya?" Hinata berhenti melangkah saat ia mendengar salah satu siswi yang berbisik di dekatnya. Dia kemudian menatap tajam gadis berambut coklat tersebut. Hinata meletakkan kedua tangannya ke atas meja sang gadis dan mencondongkat tubuhnya kearah gadis yang mulai ketakutan tersebut. Mata lavendernya menatap tajam kearah siswi yang menurutnya sok imut dengan pita dan hiasan warna-warni di sekitarnya.
"Jika kau ingin tahu seberapa mengerikannya aku, bagaimana kalau kau mencobanya sekarang, hn?" bisik Hinata penuh penekanan.
"Ma-maaf a-aku tidak bermaksud…"
"Hyuuga apa lagi yang kau tunggu?"
"Baik sensei…" Hinata tersenyum sinis kearah gadis tadi kemudian keluar dari ruangan itu. "Dasar pengecut!" bisiknya menyeringai.
"Kau dikeluarkan lagi." Kata Hiashi ayah Hinata datar.
"Ya ayah."
"Kau tahu kenapa?"
"Mana aku tahu?"
"Hinata!" Hiashi mulai marah.
Ruang kerja Hiashi terasa tegang oleh kehadiran dua Hyuuga yang saling berhadapan. Di depan pintu masuk, dua Hyuuga lainnya ikut mendengarkan percakapan di dalam.
"Apa nee-chan akan baik-baik saja?" si kecil mulai mengkhawatirkan kakak perempuannya, sesekali ia menggigiti jarinya tegang. Neji sepupu Hinata menggeleng pelan kemudian menepuk ujung kepala Hanabi, adik Hinata dan tersenyum tipis.
"Kakakmu adalah gadis yang tegar." Katanya meyakinkan Hanabi.
"Mnn.." gumam Hanabi mantab.
-Di dalam ruang kerja.-
"Sudah ayah putuskan, lusa ayah akan mengirimmu ke dalam asrama."
"Terserah saja." Hinata beranjak dari kursinya. Berjalan keluar tanpa memperdulikan teriakan ayahnya yang merasa kalau putrinya yang satu itu benar-benar tidak mencerminkan sikap Hyuuga yang seharusnya.
"Andai kau tahu seberapa besar ayah menyayangimu Hinata." gumam Hiashi pelan, setelah pintu tertutup, Hiashi mengambil foto istrinya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Ia memandang sendu foto wanita yang telah berpulang ke sisi-Nya beberapa tahun yang lalu itu.
"Kalau saja kau masih ada, mungkin Hinata bisa jadi lebih baik. Maaf… ini semua kesalahanku!" walau bagaimanapun kejamnya seorang Hiashi, dia juga manusian dan seoranng ayah. Ia tidak akan tega bila melihat anak-anaknya menderita. Begitulah pendapatnya setelah berpulangnya sang istri tercinta untuk selamanya..-..
"Hinata." Neji menunggu reaksi Hinata yang telah menutup pintu ruang pribadi ayahnya. Hinata mendongak, menatap kakaknya yang jauh lebih tinggi darinya. "Apa?" tanyanya santai.
"Aku mengerti. Suatu hari nanti, Hiashi jii-san pasti akan memahamimu…"
"Hnn… memang apa peduliku?" tanya Hinata cuek, Neji menghela nafas. Sepupunya yang satu ini, meskipun berpenampilan sedikit –tidak- wajar, tapi sebenarnya Hinata adalah gadis yang berkepribadian lembut dan mudah rapuh.
-Ke esokan harinya-
Hinata menatap pantulan dirinya di cermin. Rambut indigonya ia biarkan tergerai begitu saja, untuk pakaian Hinata memilih t-sirt hitam tanpa lengan denga renda di bagian dada dan di padukan sebuah rok lipat setinggi atas lututnya bercorak kotak-kotak berwarna merah di mana pada bagian bawahnya terdapat renda-renda bewarna hitam
Untuk pelengkap Hinata memakai aksesoris sarung tangan yang pada bagian kanan jauh lebih panjang di bandingkan bagian kiri, ia juga menambahkan beberapa aksesoris lainnya seperti kalung, gelang, anting berwarna hitam dan perak serta rantai perak di bagian ikat pinggang.
Kemudian Hinata memakai kaus kaki di atas lutut berwarna abu-abu dan sepatu kets sepanjang mata kaki. Untuk sentuhan terakhir, Hinata menambahkan sebuah kalung hitam di lehernya, membuat kalung itu tampak kontras di leher jenjangnya.
Ini sebenarnya mau jalan-jalan atau fashion show sih?
Hinata tersenyum miris, membayangkan seperti apa masa kanak-kanak dulu. Sekarang semuanya sudah berubah Hinata yang dulu sudah tidak ada, yang sekarang berdri di depan cermin adalah Hinata yang baru.
"Hinata-sama, Hiashi-sama menunggu anda di ruang makan." Suara pelayan yang bekerja di rumah Hinata membuyarkan lamunannya. Hinata meraih tas mungil di atas ranjangnya kemudian membuka pintu.
Sebelum melewati kamarnya, Hinata menyampaikan pesan pada pelayannya tersebut. "Aku akan bekeliling kota hari ini, jadi tidak usah repot-repot mencariku nanti."
"Apa anda perlu di antar?"
"Tidak usah, aku ingin pergi sendiri!"
"Baik Hinata-sama."
..-..
"Nee-chan mau kemana?" tanya Hanabi penasaran melihat penampilan kakaknya yang terbilang sangat mencolok meskipun warna yang dipadukan lebih banyak berwarna gelap.
Hinata duduk di kursinya, memandang kearah adiknya sejenak kemudian beralih menyantap sarapannya dalam diam. Bahkan dia tidak menjawab pertanyaan adiknya. "Nee-chan ingin berkeliling kota sebelum meninggalkannya Hana-chan." Hinata memandang tajam Neji.
Neji yang sudah terbiasa dengan sikap jaimnya Hinata hanya memandangnya dengan ekspresi tanpa dosa seolah berkata 'apa-aku-salah-bicara?' hanya dengan tatapannya.
"Aku pergi!"
"Habiskan sarapanmu dulu!" tegur Hiashi dingin.
"Tidak. Terima kasih!" Tapi Hiashi lupa kalau putrinya ini sangat keras kepala.
Hinata berjalan tak tentu arah, tak jarang beberapa pejalan kaki yang sama dengannya memandangnya dengan tatapan aneh. Tentu saja, pakaian yang di kenakan Hinata saat ini 'sangat' tidak tepat dengan cuaca dan suasanya hari ini.
Di musim gugur yang dingin begini ada orang yang mau memakai kostum serba hitam dan terbilang minim. Tapi, toh Hinata tidak perduli. Dia tetap saja berjalan tanpa memperdulikan orang-orang di jalan.
Saat sampai di sebuah taman Hinata memutuskan untuk beristirahat dengan duduk di salah satu kursi taman dekat dengan mesin air minum otomatis. Hinata melihat sekeliling, tidak banyak orang yang di taman ini. Hanya ada beberapa pejalan kaki yang kebanyakan para pria kantoran.
Merasa jenuh dengan suasana yang ada, Hinata memilih mengotak-atik tas selempangnya. Ia mengeluarkan sebuah buku novel yang tadi sempat tertunda ia selesaikan. Setelah memakai kacamata minusnya, Hinata mulai membaca kata-perkata. Meresapi setiap kalimat yang tertera di dalam buku berjudul,
'BLOOD DEVIL'
Saat sedang menikmati bacaannya, tiba-tiba sepasang kaki berhenti tepat di depan Hinata.
Hinata mendongak, dilihatnya sekaleng lemon tea yang di sodorkan kearahnya oleh seorang laki-laki jangkung. Hinata membuka kaca matanya, memperhatikan pria yang terus berdiri di hadapannya dengan ekspresi heran.
"Untukku?"
"Hn." Cowok itu mengalungkan earphone di lehernya.
Dengan ragu-ragu, Hinata menerima pemberian cowok asing itu. "Terima kasih. Tapi, kenapa memberiku ini?"
"Kalau tidak suka buang saja!"ujar cowok itu asal, kemudian cowok aneh itu duduk bersebelahan dengan Hinata.
"Nge, Aku sangat suka. Hanya saja kenapa kau berikan ini padaku?"
"Kenapa?"
"A-ano, kitakan belum saling mengenal!"
"Uchiha Sasuke."
"Eeh…"
"Sekarang kau mengenalku kan?" pertanyaan aneh, orang aneh, dan suasanya juga bertambah aneh. Dan lagi, Sasuke? Entah kapan dan di mana, yang pasti sepertinya Hinata pernah mendengar nama orang ini. Atau hanya perasaanya saja?
Suasana berubah hening, jujur saja Hinata saat ini merasa canggung. Bagaimanapun juga Hinata ini gadis normal, wajar jika jantungnya tiba-tiba berpacu lebih cepat dari biasanya saat duduk berdua 'saja' dengan seoran laki-laki yang bisa di bilang berwajah sempurna.
Hanya gadis tidak normal yang mengatakan cowok yang mengaku bernama Uchiha Sasuke ini tidak tampan.
"Eer.. Ba-baiklah.." Hinata bingung harus berkata apa, cowok yang mengaku bernama Sasuke itu beranjak dari tempatnya
"Kalau kita bertemu lagi, jangan lupa dengan manaku ya… Hinata."
Hinata tersentak "Dia.. bagaimana dia tahu namaku?"
Uchiha Sasuke itu orang yang begitu misterius. Banyak hal yang tidak di mengerti oleh Hinata, dalam hati kecilnya, Hinata berharap suatu hari nanti bisa bertemu lagi dengan orang yang bernama Sasuke itu.
..-..
"Tadaima.." hari sudah sore saat Hinata pulang, rasa lelah karena berjalan kaki membuatnya ingin segera menuju kamar dan tidur.
"Okaeri… Nee-chan akhirnya pulang" tubuh mungil Hanabi berhambur memeluk kakak perempuan semata wayangnya. Gadis kelas lima SD ini kemudian mendongak, menatap wajah teduh kakaknya. "Ne, Hinata_nee… bisakah malam ini aku tidur di kamar Nee-chan, besok kan Nee-chan akan berangkat ke Kyoto." Hanabi menunduk, mata putihnya tampak berkaca-kaca.
"Ingin reuni untuk perpisahan, eh?" goda Hinata.
"Nee-channn…." Rengek Hanabi manja. Hinata menepuk pelan kepala Hanabi, tersenyum lembut kemudian menggandeng tangan adiknya menuju halaman belakang. Tempat favorit keduanya.
Hinata duduk di sisi kolam renang, disusul Hanabi yang duduk di sebelahnya. Keduanya memasukkan kaki masing-masing kedalam air kolam yang dingin, cahaya kejinggaan menjadi latar belakang suasana tenang itu.
"Nee, Hanabi. Apa aku ini terlihat menakutkan?" tanya Hinata tiba-tiba.
Hanabi menggeleng sambil tertawa kecil, wajah bulatnya menatap air kolam yang tampak menjingga oleh terpaan langit sore. "Nee-chan bukannya menakutkan, hanya saja… cara berpakaian dan penampilan nee-chan yang membuat nee-chan tamak seperti, err… iblis yang imut."
Kata 'imut' dari Hanabi membuat gadis polos itu mendapatkan tatapan deatglare dari kakaknya. "Siapa yang kau bilang imut?" tanya Hinata kesal.
"Tentu saja… kau!"
Dua gadis bersaudara itu menoleh kebelakang. Neji dengan pose menyandar pada bibir pintu dan kedua tangan yang saling menyilang menyeringai. Wajah Hinata yang semula memucat berubah merah, antara menahan amarah sekaligus malu.
Perlu author sampaikan kalau bungsu Hyuuga ini paling anti disebut sebagai gadis yang imut lah, lucu lah, manis lah, cute lah dan blah.. blah.. blah… yang pada intinya Hinata tidak suka di sebut sebagai gadis girlies.
Padahal sadar tidak sadar, mau berpenampilan seperti apapun, yang namanya manis dan imut-imutnya Hinata itu tidak akan bisa berubah.
Pernah saat pementasan drama untuk perpisahan kakak kelas sewaktu SMP, Hinata mendapatkan peran sebagai sadako dalam cerita sadako Vs Kuntilanak. Anehnya, bukannya merasa takut. Para penonton malah terperangah oleh sadako berwajah chubby yang lebih mirip malaikat berambut panjang.
Pengalaman yang –menurut Hinata- buruk itulah yang membuatnya ogah di sebut manis dan sebagainya. Apalagi kalau di minta ikut drama lagi, beuh… lebih baik Hinata memilih ngak naik kelas dari pada ikut kegiatan konyol itu lagi.
"Aku lelah, Hana… aku tidur duluan, kalau kau mau tidur bersamaku jangan membawa orang ini juga ya!" ucap Hinata seraya melirik Neji kesal.
Neji terkekeh geli melihat tingkah kekanakan adiknya. Menggoda Hinata adalah kesenangan tersendiri baginya. Walaupun wajah cuek bebek Hinata ngak pernah lepas dari wajah manisnya, tetap saja tidak menyurutkan keinginannya untuk membuat tingkah Hinata terlihat lebih jujur.
Hinat keluar dari bandara, setelah melewati masa-masa sulit dengan keluarganya –saat di mana Neji dan Hanabi yang mewek waktu melepas kepergian Hinata-, akhirnya ia dapat menghirup udara segar kota Kyoto.
Berhubung saat ini adalah awal musim dingin, Hinata memilih memakai sweater tebal berwarna gelap. Tak mau berlama-lama di bandara, Hinata bergegas menuju mobil jemputannya yang telah di siapkan ayahnya.
Dengan langkah tegas namun anggun putri Hyuuga ini melangkah menuju kerumunan orang di mana terdapat seorang pria yang membawa sebuah papan kecil bertuliskan 'Hyuuga Hinata' dengan jelas.
Sambil menenteng tas ransel dan sebuah koper berwarna merah maroon, Hinata mendekati pria itu. Suara yang di hasilkan dari ketukan lantai marmer dan sepatu boots hitam kasualnya mampu menandingi suara bising dari pesawat.
"Hyuuga-san!" sapa pria muda itu.
"Hnn… apa kita akan segera menuju sekolah baruku?"
"Itulah yang di sampaikan Hiashi-sama kepada saya!"
"Oh, oke…"
Hinata melangkah lebih dulu dari orang bawahan ayahnya tersebut. Wajah manisnya tampak angkuh dengan sikapnya yang tegap dan serius.
"I-ini…."
"Wah-wah… selamat datang di asrama Konoha High School… Hyuuga!" seorang wanita cantik berdada 'waw' menyambut kedatangan Hinata. Senyumnya tak lepas dari wajah orientalnya.
"Siapa?"
"Hmm? Aku? Baiklah perkenalkan, namaku Tsunade. Aku adalah kepala asrama di sini, yeahh bisa di bilang aku adalah kepala sekolah di sini."
"Oh… begitu?" Hinata seolah tak menghiraukan wanita yang menjabat sebagai kepsek asrama itu. dengan cueknya, Hinata memperhatikan setiap inci dari sekolah ini.
"Lumayan." gumamnya tak jelas.
Tsunade menghela nafas. Dia tahu ini tak akan semudah yang di bayangkannya, beberapa hari sebelumnya, papahnya Hinata udah bilang kalau bungsu Hyuuga yang imut-imut ini _tapi 'agak' bandel_ akan menetap dan menempuh pendidikan di sekolah bertaraf Internasional tersebut.
Pada bagian barat terdapat gedung sekolah yang terdiri dari 4 tingkat, beberapa gedung tambahan seperti aula, gedung serba guna, dan perpustakan juga ada di sebelahnya. Di bagian timur hanya ada lapangan sepak bola dan basket, di sebelah utara terletak sebuah bangunan megah yang merupakan tempat untuk kamar para penghuni sekolah, dan pada bagian selatan merupakan gerbang utama yang memiliki tinggi mencapai hampir tiga meter.
Di bagian tengah sekolah terdapat halaman luas yang menyediakan pesona keindahan air mancur yang megah.
Hinata yang notabene adalah gadis ibu kota, tidak menyangka ada sekolah semegah ini di kota yang menurutnya kecil –Kyoto- dengan lebel besar pada bagian gerbang bertuliskan 'WELCOME TO KONOHA SENIOR INTERNATIONAL HIGH SCHOOL' yang sangat amat jelas dan lumayan panjang.
"Ini kamarmu, setiap kamar di isi oleh 5 orang siswi. Bangunan satu adalah letak kamar anak perempuan dan bangunan di sebelahnya adalah kamar laki-laki. Lewat dari jam 9 malam siswa maupun siswi di larang berkeliaran di daerah asrama yang bukan ruangannya. Dan pada jam dua belas tepat, tidak di izinkan satupun murid keluar kamar, kecuali untuk pengecualian…" Suzune menarik nafas sejenak.
Awalnya sih nona Tsunade yang harusnya mengantar Hinata menuju kamarnya, namun wanita setengah abad itu malas menghadapi kelakuan gadis yang akan menjadi siswi baru ini dan meminta guru kepercayaanya untuk menggantikannya. Setelah mengambil nafas panjang akibat lelah berbicara panjang lebar, Suzune melanjutkan ucapannya.
"Ruang wali guru khusus siswi berada di ujung koridor ini…" Suzune menunjuk arah kanan dari kamar. " untuk hal-hal yang lebih lanjut kau bisa beranya nanti. Apa kau menger… ti?" loh, Hinata mana?
Dengan menahan amarah, Suzune mendapati gadis emo itu sudah masuk kedalam kamarnya. "Sudah selesai kan Sensei? Aku lelah dan ingin istirahat." Dengan perasaan kesal, Suzune menghampiri meja Hinata dan meletakkan sebuah kantong plastik besar. "Ini seragam sekolahmu! Karena ini hari pertamamu, jadi kau masih di bebaskan dari pelajaran, tapi mulai besok kau sudah harus ikut belajar. Beberapa jam lagi siswa akan pulang dan teman-teman sekamarmu akan masuk."
Suzune menutup pintu dengan suara debaman yang tidak pelan.
"Aku merasa menderita migrain setelah mengerjakan tugas yang diberikan oleh Kurenai-sensei. Itulah kenapa aku sangat membenci matenatika!"
"Itukan hanya rumus trigonometri, tidak sulit kok!"
"Hah. Ia, ia.. nona genius."
Ceklek…
"Teman-teman tunggu aku!"
Pintu terbuka dari dalam. Hinata yang sedang asik tidur terpaksa bangun saat mendengar suara gaduh di luar, dengan malas-malasan ia membukakan pintu dengan penampilan yang masih 'sangat' berantakan.
Ketiga gadis berseragam SMA itu mematung di tempat, kemudian…
"KYAAA…."
Kalau saja ini adalah sebuah anime, pasti gedung yang di tempati Hinata dan beberapa tetangganya akan bergetar akibat teriakan mereka. Tapi berhubung ini hanya penpik, jadi yang ada hanya beberapa penghuni kamar sebelah yang memunculkan kepala mereka di balik pintu.
"Ada apa sih ribut-ribut? Ngak banget deah!" salah satu penghuni kamar bernomor 271 menghampiri ketiga gadis yang masih belum beranjak dari tempatnya. Wajah lelah gadis berkacamata itu berubah tegang saat di lihatnya seorang makhluk hidup berpenampilan serba hitam kecuali bagian bola matanya berdiri memandang mereka semua.
"D-dia…. Siapa?"
TBC
Hwaaa… fic macam apa ini yang saya buat? *pundung* awalnya sih mau buat gendrenya itu Supranatural, tapi ah… saya benar-benar ngak ahli dalam hal-hal berbau mistis *Pundung-lagi-*.
