Changkyun memandang sedih foto kedua orangtuanya yang terpajang di dinding rumah duka, di kotak bawahnya banyak bunga lilly putih yang menghiasi, air matanya terus bergelimang di dalam pelupuknya. Ia sendirian sekarang, benar-benar seorang diri, tidak ada orang disini selain dirinya, memang sebelumnya banyak tamu yang datang, sebenarnya hal ini sengaja dilakukan demi kebaikannya.
Changkyun merupakan tubuh suci yang tak boleh tersentuh siapapun kecuali kedua orang tuanya dan kekasihnya. Ia dijaga kualitas raganya karena ada sesuatu yang disembunyikan tentunya, penyakit mentalkah? Bukan. Atau karena faktor kekerasan yang diperbuat orang dewasa? Salah besar.
Changkyun merupakan renkarnasi dari seorang Lim muda dengan kecantikan natural yang hidup beratus tahun yang lalu, Lim merupakan pembunuh sadis dan keji, jika ada seseorang yang mendekatinya selain kedua orangtuanya atau kekasihnya ia akan langsung menebaskan pedangnya, entah apa yang membuatnya seperti itu tapi yang pasti setelahnya ia akan menyesal, bukan dengan raut mukanya yang berekspresi melainkan hatinya akan sangat nyeri setiap jam 12 petang malam sampai menjelang pagi datang.
Semalaman penuh, Changkyun duduk tegap dengan pandangan sayu, ketika matahari menyingsing dan cahayanya menelusup masuk ke celah-celah kecil, kakinya mulai beranjak pergi meninggalkan ruangan minimalis dengan penerangan remang-remang. Kesunyian menyelimuti, ada sebuah nada bunyi yang hilang dari dirinya dan takkan pernah didengarnya lagi, sebuah kebahagian menjadi senyap tak bertulang.
.
.
Seorang anak kecil tertawa riang di tengah taman hijau nan asri, berbagai jenis bunga bermekaran di sekitar bundaran pancuran air, dengan kaki mungilnya yang baru bisa tegak anak tersebut berlari-lari kesana kemari, ia sangat senang bisa bermain. Namun beberapa menit kemudian keadaan berubah menjadi mengerikan ketika petir menjelegar membelah langit biru yang mulai menggelap, awan kelabu menurunkan tetesan air secara perlahan yang lama kelamaan semakin deras. Anak kecil itu basah kuyup sekarang, kedua orangtuanya yang sebelumnya menemaninya menghilang entah kemana, perasaan anak itu dipenuhi dengan rasa kesal yang meluap-luap, ia menggigit bibir bawahnya hingga kulitnya sobek dan darah mengucur keluar.
RING!RING!RING, jam beker berbunyi, memekik telinga Changkyun yang terbangun dan mendudukan dirinya diatas kasur, keringat membasahi keningnya, matanya membulat sempurna, ia mimpi buruk untuk kesekian kalinya. Kedua telapak tangannya ia taruh menutupi muka untuk menenangkan fikirannya yang kacau, lalu ia mengambil air mineral yang sudah ada di atas meja nakas. Changkyun meneguk minumannya sampai habis, setelah itu ia mengambil handuk dan berjalan menuju ke kamar mandi.
Di meja kayu panjang, ia duduk bersila, dengan tumpukan buku cetak, rangkuman dan soal yang akan ia pelajari. Changkyun tak pernah mengeluh dengan semua itu, kejadian janggal yang berulang memaksanya untuk hidup mandiri, walaupun puluhan pelayan ada di rumahnya namun tidak ada satupun diantara mereka yang berani melayani tuannya. Takut merupakan alasan utamanya, mengapa? Karena sudah ada 10 pembantu yang meninggal secara mendadak pada saat mereka tak sengaja menyentuh tubuh tuannya. Dan parahnya ada bekas sabetan, lukanya pun tergores sangat rapih, seperti terkena benda tajam, padahal Changkyun tidak pernah memegang ataupun menyembunyikan satupun benda runcing di gengamannya maupun sakunya. Para psikolog dan dokter angkat tangan mengenai ini, mereka menyerah sebelum melakukan observasi, bahkan seorang dukun berpengalamanpun tak segan-segan pindah rumah jika keberadaannya dicari-cari atau mereka ganti profesi agar tidak dihantui oleh para pelajar gila yang rela membayar mahal untuk menyelidiki siapa dalang dibalik semua ini.
Aneh memang, sebagian berpendapat kutukan katanya, gosip hangat pembantu-pembantu miskin dengan otak dangkal yang menyebarkannya menjadi topik pembicaraan para kaum bangsawan yang keras kepala, sehingga seorang laki-laki di usia belia dengan talent luar biasa yang dimilikinya harus turun tangan untuk memutuskan benar atau salah mengenai perihal tersebut. Ia merupakan seorang pengacara, usianya 19 tahun, kepintaran yang dimiliki melebihi batas normal, IQ nya diatas rata-rata, Yoo Kihyun namanya, ia tipe orang yang penuh semangat dalam menghadapi berbagai cobaan.
.
.
Sebuah mobil sport melaju kencang menuju pekarangan rumah Changkyun, gerbang besi setinggi atap mulai menutup di belakangnya, Kihyun yang sedang berjalan di pekarangan terbatuk-batuk akibat debu yang timbul dan menguar dari ban hitam yang tererem mendadak dalam jarak dekat. "Aish" gerutu Kihyun setelah mengucek matanya yang kelilipan dan mulai memerah.
Wonho si jaksa muda yang berpengalaman, akan mengupas kasus langka ini, gayanya ala model dengan furniture yang dikenakan, semuanya brandly dan edisi terbatas. Wonho tanpa basa-basi langsung membuka pintu rumah dan masuk kedalamnya tanpa permisi.
Kihyun memencet bell, tak butuh waktu lama ia menunggu, seorang pembantu wanita muda muncul dan memberinya hormat "Silahkan masuk Tuan."
Sang kepala pelayan menyambut tamunya setelah seorang yang bertugas membukakan pintu melepas tanggung jawabnya di ujung lorong "Selamat datang tuan, aku akan mengantarmu" Sang kepala pelayan memimpin jalan ke arah yang dituju. Setelah mempersilahkan Kihyun duduk di bangku yang masih kosong, kepala pelayan langsung masuk ke dapur lalu menyuruh chef menghidangkan jamuan.
Wonho melirik ke Kihyun yang duduk di hadapannya, tangannya menyilang di dada dan kaki kirinya berpangku pada kaki kanannya yang menapak lantai, seperti bos pikir Kihyun remeh. "Bukankah kau pengusaha gila yang kabur ke rumah sakit jiwa itu?" Kihyun berdecih, Wonho merendahkan martabat orang tanpa malu sedikitpun. Wonho mengangkat kepalanya sombong, "Hah, untuk apa kau kesini, membuat perjanjian bisnis" Wonho salah kaprah mengenai Kihyun yang mulai muak dengan sikap Wonho.
"NEON!" Kihyun berdiri dan hendak memarahi pria murahan di depannya namun beberapa chef yang datang secara bersamaan untuk menaruh kue dan menuangkan teh membuat Kihyun mengurungkan niatnya. Kihyun menyeruput air di dalam cangkir, sedangkan Wonho yang sudah minta disajikan wine segera menenggak botolnya. Kihyun hilang kesabaran, ia menggebrak meja dan membentak "HYA!"
"Apa kau punya masalah denganku?" Wonho menjawab santai setelah ia menyelesaikan kegiatannya.
"DASAR TAK TAU TATAKRAMA, DIMANA SOPAN SANTUNMU HUH?" Dengan nada tinggi Kihyun berkata, tapi lagi-lagi amarahnya tertahan karena seorang kepala pelayan datang.
"Ada apa tuan pengacara, apakah terjadi sesuatu?" kepala pelayan mengerutkan dahi dan terlihat kebingungan.
Kihyun menghela nafas pasrah, lalu ia terpaksa tersenyum untuk mencairkan suasana yang tegang "Tidak, aku hanya sedang berlatih cara membela yang benar agar tidak kalah beragumen di meja hijau."
Wonho membulatkan mata, ia memiringkan kepalanya agar tak terlihat ekspresi wajahnya yang menyatakan 'OH.., jadi dia pengacara'
"Kalau begitu mari kita ke perpustakaan agar persiapan anda lebih mantap, ruangan ini akan dipakai tuan muda jadi lebih baik kita pindah" Kihyun mengangguk mengerti sementara Wonho mengikuti dari belakang.
.
.
"Kau tidak meminta maaf?" sergap Kihyun yang sedang mengeluarkan pena dan buku kecil bergaris miliknya. Wonho tak bergeming, merasa diacuhkan Kihyun memalingkan wajahnya ke tempat duduk Wonho, dan disuguhi pemandangan tidur tampannya Wonho. Kihyun cengo, setelahnya ia menggelengkan kepalanya "Uh, seharusnya aku tidak mempedulikannya."
Sang kepala pelayan siap diinterograsi oleh Kihyun, mereka duduk berhadapan, sebagai narasumber yang baik sang kepala pelayan menjelaskan perkara mistis yang dialami Changkyun secara terperinci, sedetail mungkin ia utarakan pada Kihyun. Kihyun sangat serius, beberapa pertanyaan ia layangkan, dan beberapa gambaran ia tayangkan di depan sang kepala pelayan agar ia bisa menindak lanjuti. Mereka berdua mulai seru berdebat, semua pendapat yang ada di benak Kihyun ia ucapkan, sang kepala pelayan merenungkan terlebih dahulu apakah sesuatu yang akan Kihyun lakukan aman dan tidak membahayakan sang tuan muda. Lalu menyetujui perjanjian yang dibuat setelah Kihyun memberi tau prospek kerjanya yang halus dan tidak gegabah. Kihyun mengakhiri wawancaranya, ia mematikan alat perekam yang sedari tadi menyala dan setia menemaninya, sang kepala pelayan sudah pergi 5 menit yang lalu setelah memberikan penjelasan bermakna untuk Kihyun.
Wonho menguap, ia sudah bangun sekarang dan tubuhnya sedikit pegal padahal ia tak melakukan pekerjaan apapun. Ia mengedarkan pandang ke berbagai sudut namun matanya tak menangkap sebuah kehidupan, ia sendirian disini sampai larut malam.
Sementara Kihyun, ia sibuk mencari pembuat kalung giok dengan motif yang dicarinya di pasar lelang. Tapi ia tidak menemukan satupun penjual yang memperdagangkannya, ia mulai lelah dan kakinya berhenti di sebuah kedai. Kihyun mengambil satu buah roti hangat yang baru keluar dari panggangan, setelah 1 jam berkeliling perutnya keroncongan, Kihyun terus memperhatikan gambar giok dikertas, ia masih ingat kakeknya mengatakan bahwa kalung itu memiliki kekutan magis, ia menarik nafas panjang untuk berkelana lagi namun langkahnya terhenti ketika seseorang berbadan bongsor mengatakan suatu hal padanya "Aku memilikinya, jika seseorang menginginkannya akan kuberikan tanpa meminta imbalan apapun, karena cincin itu spesial, maka setiap orang yang mencarinya pasti menganggapnya berharga. Kenalkan Chae Hyungwon." Kihyun langsung menjabat tangan orang yang disampingnya, "Aku akan antar kau ke toko ku, barangnya terjaga dengan baik disana."
"Kamsahabnida" ucap Kihyun finish sambil membungkuk hormat setelah cincin tersebut di taruh di telapak tangannnya yang terbuka.
"Ne" Hyungwon menepuk bahu Kihyun secara berirama.
.
.
Sebuah mobil lamborgini terpakir dengan mulus di depan rumah Changkyun yang megah. Keluarlah seorang pria dengan postur tubuh tegap, dada bidang yang luas dan bahu lebar yang menganjurkan siapapun untuk mengaguminya. Shownu si pendiam yang sopan datang berkunjung di kediaman Changkyun saudara tirinya.
.
.
Bintang bersinar terang dan bertaburan di langit berwarna biru dongker, udara disekitar mulai mengendus-enduskan angin kencang, daun-daun berguguran, cahaya bulan menerangi kamar Changkyun yang gelap gulita. Suara ombak pecah terdengar di telinga Changkyun, ia bermimpi lagi, disebuah pantai dengan pasir putihnya, kakinya yang kecil penuh dengan cipratan darah, ia tidak merasa terkejut, malahan ia lebih terlihat kebingungan ingin melangkah ke arah mana, pandangannya kosong dan matanya yang bening menangkap seorang bocah seusianya mengajaknya main tanpa menghiraukan keadaannya yang seperti pembunuh berantai, bocah tersebut sangat ceria namun tubuhnya sangat dekil, bajunya pun kotor dan compang-camping karena kebesaran, terlebih lagi gak sesuai dengan ukuran tubuhnya yang kurus, bahkan rambutnya pun berantakan seperti tidak pernah disisir. Berbeda dengan Changkyun yang dibalut baju tidur putih, rambutnya lembut, wangi dan bersih tapi tangan dan kakinya terlumuri darah. Changkyun jadi bertanya-tanya mengapa anak tersebut tidak takut kepadanya, bukankah anak itu sedang bermain dengan monster yang telah membunuh puluhan ribu orang hidup. Changkyun mengerjapkan matanya ketika tangan mungil bocah itu berhenti menariknya, bocah tersebut berubah menjadi segerombol kunang-kunang yang menyebar dan mulai menerangi sebuah danau berkabut. Beberapa detik kemudian sebuah perahu kayu tak berpenghuni tergiring oleh gelombang-gelombang kecil ke tepi jembatan tempat Changkyun terdiam, selanjutnya Changkyun memperhatikan seorang gadis manis yang berlari dan berlalu menyeburkan dirinya ke sungai. Changkyun memijakan kakinya di atas batu licin sekarang dan ketika ia ingin melangkah, kakinya tergelincir sehingga tubuhnya tersungkur ke arah air terjun dan terjatuh, tubuhnya masuk ke dalam pusaran air sedingin es yang ada dibawahnya lalu tenggelam di dalamnya. Tak ada cahaya yang masuk ke dalam lensanya, fokus retinanya mulai memburam, nafasnya tercekat, tubuhnya membeku dan tak bergerak.
Seulur telapak tangan menangkup pipi gembil Changkyun, menimbulkan kesan hangat yang tercipta di indra perabanya, Changkyun mulai membuka kelopak matanya yang tipis, dirinya sudah berada di sebuah padang rumput hijau dengan pemandangan matahari terbit yang menyingsing, seorang pria berperawakkan tinggi berhadapan dengannya, Changkyun mengadahkan kepalanya dan dirinya disuguhkan oleh pohon berdaun rindang yang menjulang tinggi, tubuh pria tersebut membelakangi cahaya, melindunginya dari teriknya sinar matahari yang naik ke atas secara perlahan. Tubuh Changkyun seketika bersih tanpa noda darah. Changkyun menyipitkan matanya, silaunya cahaya yang dipancarkan mulai berkurang ketika pria tersebut mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya tepat bersentuhan dengan bibir ranum Changkyun.
.
.
Kihyun telah kembali ke rumah Changkyun, dengan perasaan bungah ia mengode kepada kepala pelayan apakah Changkyun sudah terlelap, dan anggukan dari kepala pelayan yang elegan membuat Kihyun tersenyum penuh arti. Bukannya Kihyun tanpa hambatan langsung menuju ke kamar Changkyun yang sudah ia cap sebagai pasiennya, ia malah tertahan oleh tangan kekar Wonho yang tak mengizinkan siapapun masuk. Kihyun mendelik, menjebak manik Wonho dengan mantra, ia secepatnya merogoh ponsel yang ada di saku celananya dan menghubungi nomor Wonho yang diketahuinya setelah mencuri kartu nama Wonho pada saat tidur. Dan benar saja perkiraan Kihyun, Wonho telah tertipu, itu berhasil mengalihkan perhatiannya. Kihyun lolos dan mendekati tubuh Changkyun secara halus agar tidak menimbulkan bunyi, "Jika kalian berisik dan membangunkannya, jangan segan-segan untuk mati mendadak" tegur Kihyun dengan nada rendah pada saat Wonho akan menggiring Kihyun keluar dengan para bodyguardnya. Wonho bergidik ngeri dan menyuruh para bodyguarnya untuk berhenti mengawasi.
Changkyun tidur menelungkup, kalung giok yang dipakaikan di lehernya berkilauan, Kihyun menghembuskan nafasnya lega, karena tak terjadi sesuatu padanya dan tak ada kejadian mengenaskan, sebelumnya ia diselimuti perasaan gentir untuk melakukan hal ini tapi ia memberanikan diri, demi melakukan penelitian pastinya. Kihyun memang seorang pengacara, tapi sejarah yang dipelajarinya sewaktu kecil begitu mengelotok di ingatannya, ia tidak mungkin salah dengan efek kalung giok yang dapat menetralisir segala roh jahat dan membatasi perilaku seseorang sebelum renkarnasi agar tubuhnya tidak dikendalikan.
Kihyun teguh pendirian bahwa titik kelemahan setiap manusia adalah ketika mereka terlelap, dan sekarang semuanya terbukti benar. "Kau sudah selesai dengan acara gilamu?" suara Wonho membuat Kihyun menghela nafas kasar.
Kihyun berkata dengan penuh nada penekanan "Bisa-bisanya kau menganggapku abnormal, hanya karena..."
"Pulanglah" Wonho berkata malas.
Kihyun berdecih sebal "Dasar tidak tau terima kasih, masih untung kau dapat hidup, besok ketika kau datang berkunjung mungkin setelahnya kau akan menjadi mayat seumur jagung" ia memperingati lalu mengambil paksa tas ranselnya yang tergeletak di kursi.
Shownu membuka pintu kamar Changkyun, ia berjalan mendekati kasur. Changkyun terbangun dari tidurnya tanpa sepengetahuan Wonho dan Kihyun yang membesarkan kedua bola matanya. Lalu SLASH, darah keluar dari kulit dibawah mata kanan Shownu yang tetap berdiri tegar dengan wajah datarnya seolah-olah terbiasa. Lukanya teriris rapih, Changkyun masih dengan posisi yang sama, sepatah kata bisu terngiang disarafnya.
To
Be
Continue
-From SunAeBi-
Comeback again with CYHMH, judulnya kepanjangan ya, karena ue dapet inspirasi dari lagu Epik High feat Lee Hi, jadi yang pasti ceritanya bakal muter-muter ke arah baper aja sih.
By The Way sebenarnya Ue lebih fokus ke cerita Lim di jaman dulu, bakal lebih nge feel lagi daripada di era modern.
Ni ff paling susah nyari covernya. Oleh karena itu, jangan remehkan penulis yang masang cover, jujur aja ya, ga mudah dapetin ekspresi si aktor, bahkan Ue aja masih sreg g sreg sama ni cover.
Untuk para reader yang baca IS, ue kayaknya bakal bikin sekuel Sungjin sama Jae deh, tapi belum ada inspirasi ceritanya bakal ngarah kemana, paling roman picisan doang tentang mesranya Jae atau mungkin konflik batin Sungjin.
