Disclaimer : Bleach sampai mati tetap punya Papa saya TITE KUBO. Gyahahahaha *Ditampol Tite kubo
Guild Of Bleach : PuNya saaiiia ^-*
Warning : G jleas, ga bermutu, abal, gaje, de el el
.
.
.
Chapter 1
.
...
.
31 Desember, musim dingin.
Musim dingin telah tiba di seluruh penjuru jepang. Tidak terkecuali di daerah kota kecil dengan pemandangan yang sangat memanjakan mata. Dari seluruh penghuni kota itu yang sedang merayakan pergantian tahun baru dengan suka cita, tampak ada seorang gadis bermata violet sedang berjalan menelusuri keramaian kota yang telah terhiaskan berbagai macam pernak-pernik tahun baru. Gadis itu tampak sendu memandang jalan yang ia pijaki selangkah demi selangkah. Setelah berjalan selama 15 menit, gadis itu akhirnya berhenti, matanya yang sendari tadi ia fokuskan untuk menatap jalan kini memandangi sebuah tempat yang menjadi tujuannya. Dengan perlahan kembali ia langkahkan kaki mungilnya yang tertutupi sepatu bots putih batas lulut memasuki tempat itu. Sekilas jika orang awam melihat pemandangan tempat itu akan terkagum-kagum karna kecantikan patung-patung malaikat yang berteger di antara bangunan-banguan keabadian itu diselimuti lapisan es bening, sungguh indah maha karya sang pembuat patung itu walaupun disekelilingnya sarat dengan kemistisan.
"Maaf sudah membuat mu menunggu" gadis itu berdiri disebuah batu nisan yang terukir dengan sangat indah. "Aku tadi mampir ke toko bunga. Kulihat ada bunga yang kau sukai, jadi sekalian saja ku bawakan untukmu. Bagaimana apa kau senang ?"gadis itu meletakan buket bunga aster berwarna ungu di depan mahkam tersebut.
Semilir angin menerpa kulit putih sang gadis. Rambutnya yang berwarna hitam pekat berayun-ayun oleh kejahilan hembusan angin itu hingga membuat poni si gadis ikut menari-nari.
"Apakah kau ingat ini hari apa ?" si gadis tiada henti-hentinya bertanya pada batu yang ada didepannya walaupun ia tau, ia tidak akan pernah mendapat jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan.
"Hehehehe, aku masih ingat. Di hari itu, tepat tanggal 31 seperti sekarang ini. Kau memaksaku untuk ke keatap gedung sekolah kita saat kita sedang merayakan pesta tahun baru di sekolah."
"Kukira kau memanggilku hanya karna ingin melihat kembang api dengan jelas dari arah sana. Tapi ternyata, tanpa diduga... K-Kau menyatakan perasaan mu untukku..." lirih gadis itu pelan.
"Tidak kerasa, itu sudah lama berlalu, tepat di hari ini. Peristiwa itu sudah berlalu sejak 2 tahun yang lalu. Walaupun kau sudah pergi selama 7 bulan meninggalkanku sendiri. Aku tidak akan pernah lupa sama sekali saat itu, saat kau bilang, bahwa kau tidak bisa hidup tanpa diriku..." tanpa terasa tetesan hangat muncul dari kedua bola matanya yang Indah. Dengan secepat kilat di hapusnya dengan kasar tetesan air mata itu.
"Akh ! Maaf, a-aku tidak bermaksud untuk bersedih di depanmu seperti ini. Aku tidak tahu, tiba-tiba saja airmataku keluar seperti ini. M-Maaf...Ma-Maff..." lirih gadis itu saat air matanya tidak lagi bisa dibendung. "M-Maaf, a-aku me- hiks me-melanggar janji mu, k-kalau aku tidak aka-akan menangis d-didepannmu seperti i-ini" ucapnya susah payah.
Disaat sedang terlarut dalam kesedihan yang mendalam karna mengenang sang kekasih. Ponsel gadis itu berdering hebat, menghilangkan suasana hening di area pemahkaman tersebut.
"M-Moshi moshi" gadis itu membuka ponsel fitur flipnya dengan gantungan kepala kelinci menghiasi ponsel berwarna ungu muda itu.
"Nee-san dimana ?" jawab si penelfon to-do-point.
"O-Oh Yuri-chan. Ada apa ?"
"Nee-saaannn, jangan bilang kalau Nee-san lupa ada janji denganku pergi museum hari ini !" teriak anak beranama Yuri itu.
"Ya ampun ! Maaf kan Nee-san Yuri, Nee-san benar-benar lupa. Baiklah kalau begitu, sekarang Yuri ada dimana ? Biar Nee-san menjemputmu" Gadis bermata violet itu pun bergegas pergi menginggalkan area pemahkaman itu namun di hentikannya langkah kakinya dan memilih berbalik menghadap batu nisan itu.
"Maaf Kaien –san, aku tidak bisa berlama-lama disini. Aku lupa kalau aku punya janji dengan sepupuku kalau aku mengajaknya jalan-jalan. Nanti aku akan mengunjungimu lagi. Aku pergi dulu, Kaien-san" gadis itu pun segera melangkahkan kakinya lagi keluar pemahkaman itu.
"Rukia-nee, kau sedang berbicara dengan siapa ?" tanya si penyuara telfon itu.
"Dengan teman Nee-san, Yuri. Nahh sekarang dimana kau sekarang. Aku akan segera menyusulmu"
.
.
.
...
Rukia POV
Aku ini memang bodoh ! Bisa-bisanya aku lupa kalau aku mengadakan janji dengan Yuri, anak adik Ibuku untuk mengajaknya jalan-jalan ke Museum di kota ini. Yah, mau bagaimana lagi, nasi sudah jadi bubur ! Aku ingin sekali menghabiskan waktu ku di pemakaman Kaien dalam rangka hari jadi kami yang sudah menginjak 2 tahun. Cinta pertamaku, yang sudah meninggalkanku selamanya karna kecelakaan telah merenggut nyawanya. Tapi, aku tidak boleh bersedih lagi, di akhir hayatnya. Kaien-san memintaku berjanji untuk tidak menangis jika mengingat dirinya kelak. Memang tidak bisa kupikingkiri, aku sering melanggar janjinya. Setiap malam jika bayangannya selalu hadir di dalam otakku, aku selalu menangis, menangis kenapa 'Tuhan begitu jahat padaku, hingga orang yang kucintai pergi menginggalkanku'. Tujuh bulan, bukan waktu yang cukup untukku bisa melupakan semua kenangan ku bersamanya. Bahkan aku sendiri sangsi jika dalam waktu 100 Tahun aku bisa melupakannya. Melupakan bagaimana setiap kali ia tersenyum padaku jika kami sedang berdua, belaian lembutnya, suara tawa nya yang khas, aku sangat rindu akan semua itu. Ohh Tuhan, bila kau mendengar doaku, kumohon cabutlah nyawa ku agar aku tidak tersiksa lagi dari bayang-bayang Kaien yang terus menjalar di pikiranku seperti akar pohon yang sulit tercabut.
"Nee-san lama !" teriak anak kecil dengan kesal dari arah depanku. Yah, aku tau suara siapa itu kalau bukan Yuri Si-anak-Cerewet (Menurutku saja sih) yang memanggilku. Bisa ku lihat wajah anak itu sangat lucu dengan pipi dikembungkan seperti Bakpao daging yang biasa kumakan.
"Maaf-maaf, aku benar-benar lupa kalau aku harus menemanimu jalan-jalan. Kau tidak marahkan, Yuri-chan" bujukku dengan suara selembut mungkin agar bocah ini tidak lagi ketus kepadaku.
"Maaf ya membuatmu repot, Rukia-chan. Pasti kau sibuk sekarang ini, kami sudah membujuk Yuri agar dia mau pergi dengan kami, tapi seperti yang kau lihat. Dia sangat keras kepala" Ini dia pamanku yang sangat baik hati, dan tidak sombong ! Dia benar-benar pengertian hingga tau kalau memang aku punya acara yang tidak mungkin bisa dilewatkan begitu saja dalam hidupku.
"Aku tidak mau pergi dengan Tou-chan ! Aku maunya pergi dengan Rukia Nee-san ! Dia sudah janji kepadaku kalau libur musim dingin mau mengajakku kemuseum !" Kalian lihatkan betapa keras kepalanya bocah ini. Memang sih ini salahku karna tidak sengaja menghilangkan boneka kesayangannya saat aku libur musim panas di rumah mereka, di Osaka. Tidak ingin melihat gadis kecil ini terus-terusan menangis , jadi terpaksa ku keluarkan jurus pamungkas andalanku. Mengajaknya jalan-jalan !
"Hehehe, tidak apa Oji-san. aku sedang tidak sibuk kok (Uggh ! Ingin sekali aku berteriak sekencang-kencang bahwa aku memang sangat-sangat sibuk !) Jadi Oba-chan dimana ? Aku tidak melihatnya dari tadi" tanyaku basa-basi.
"Dia sudah pulang duluan kerumahmu, kau tahu sendirikan perjalanan dari Osaka ke Karakura sangat lama. Dia pasti kelelahan" Ohh begitu rupanya, wajar saja bibiku yang satu itu lelah, perjalanan dari Osaka ke karakura memang sangat panjang. Ditambah harus menemani anak cerewet ini sampai aku datang ke stasiun ini. Sepertinya saat menginjakkan kaki ke kota ini, Yuri sudah mewanti-wanti ingin melihat museum. Untunglah pamanku ini sangat memanjakkan bocah rambut merah ini, hingga dengan suka rela menemaninya.
"Ohh cepatlah Nee-san ! Nanti museumnya keburu tutup. Ayo kita pergi sekarang juga !" rengek bocah ini menarik-narik mantel berbuluku.
Ughh ! Kesabaranku sepertinya sedang diuji. Seharusnya aku dengan tenang dan damai berbincang-bincang dengan kekasih sejatiku, tapi malah harus menemani bocah tengik ini. "Baiklah kalau begitu, Ji-san. aku pergi dulu. Biasanya akhir tahun seperti ini, semua tempat umum di Karakura akan tutup lebih cepat dari biasanya. Ji-san sebaiknya pulang saja. Pasti Ji-san sangat lelah"
"Baiklah ! Selamat bersenang-senang nona-nona" ucap pamanku dengan semangat ! Mengalahkan semangat para pejuang merebut kemerdekaan jepang. Aku jadi tahu darimana asal semangat gadis kecil ini.
.
.
.
Yuri-chan, walaupun umurnya masih 7 tahun. Tapi semangat dan antusiasme gadis ini tidak bisa di anggap remeh. Jika dia sudah terkagum dengan satu hal, dia pasti akan berteriak Histeris seperti layaknya orang kesurupan kuda lumping ! Sebelum kami melangkah masuk ke dalam museum, aku sudah mewanti-wanti bocah ini untuk tidak berteriak sembarangan ! Bisa-bisa aku ditegur oleh Security museum ini karna menggangu ketertiban dan kenyaman pengunjung. Tapi melihat wajah Yuri yang sangat mengerti dengan apa yang kubicarankan tadi. Membuat ku sedikit lega selama 35 menit berada di dalam museum itu. Hingga hal yang tidak ku inginkan ternyata terjadi juga.
"KYAAA ! YANG ITU SANGAT BAGUS SEKALI NEE-SAN !" teriaknya histeris sambil menunjuk tulang T-Rex yang berdiri megah ditengah-tengah museum. Ohh Tuhan, ternyata salah besar aku terlalu mempercayai bocah ini ! Yang benar saja, baru satu kalimat diucapnya seketika penghuni seluruh museum melihat kearah kami berdua.
"Hehehe, maaf. Anak ini sedikit abnormal kalau melihat situs-situs sejarah yang sangat antik" jawabku kesekenanya saat aku dihujani tatapan-tatapan mengerikan dari para security.
"Ayo kita kesitu, Nee-san ! Disana pasti ada yang lebih menarik !"serunya semangat menarik paksa tanganku sebuah tempat diujung lorong sebelah kiri kami. Aku tidak habis pikir. Berapa oktaf suara anak ini saat ia berteriak seperti itu. Pastinya sangat besar sekali hingga sanggup memecahkan seluruh kaca museum ini.
"Yuri... Kita mau kemana sich ?" tanyaku pada Yuri karna aku sangat merasa aneh saat memasuki lorong ini. Kenapa lorong ini sangat sepi sekali ya, tidak ada satu orang pun yang mau mengunjungi tempat ini.
"Nee-san diam saja. Nee-san pasti akan suka tempat ini, aku jamin" Kenapa bocah ini begitu yakin sih aku akan tertarik pada hal yang akan dia tunjukkan nanti. Aku sendiri sangsi, aku akan tertarik akan hal itu. Yuri terus membawa ku melewati lorong demi lorong dan pada akhirnya kami berbelok kesebelah kanan di ujung lorong.
"T-Tempat apa ini, Yuri ?" tanya ku binggung karna tempat ini benar-benar aneh. Tidak ada satu pengunjungpun yang kami jumpai saat melewati lorong tadi. Bahkan ruangan yang kami masuki sekarang. Ku edarkan pandanganku di sekeliling ruangan itu untuk melihat lebih jelas benda-benda apa saja yang ada diruangan ini. Dan menurut ku sama sekali tidak ada yang menarik, yang ada hanya batu-batu kuno, baju-baju prasejarah, patung-patung besi yang sudah berkarat, senjata, pistol, mahkota yang sudah tidak utuh lagi bentuknya, dan berbagai macam benda-benda lainnya.
"Kyaaa ! Ternyata cantik sekali !" Anak itu terus saja bergumam kagum setipa kali melihat benda aneh di sepanjang ruangan ini. Penasaran, aku pun menolehkan kepalaku agar bisa melihat objek apa yang sedang dikagumi bocah ini.
"Lihat kan Nee-san ! Cantik dan megahkan ! Aku sangat ingin sekali melihat benda ini waktu pertama kali aku melihatnya di tv"
Ini kah yang Yuri bilang cantik ? Ya ampun, imajinasi anak kecil memang sangat mengerikan. Menurutku tidak ada yang bagus dari benda ini, hanya seonggok batu besar dengan ukuran, umm mungkin sekitar 7x7 meter. Sekilas batu ini seperti sebuah gerbang besar dengan ukiran seorang wanita seperti putri (Dilihat dari pakaiannya) dengan rambut lurus panjang mencapai lutut memakai kimono panjang menutupi mata kakinya, lengan baju putri itu tampak terpisah. Pernahkah kalian melihat erza 'Fairy tail' mengenakan kimono saat mencoba menolong jellal yang sedang membangkitkan Nirvana ? Seperti itu lah kimononya, hanya saja bedanya terletak di Obi di Putri itu yang terlalu besar di belakangnya membentuk seperti pita, dan lengannya yang ditutupi lengan kimono pada umumnya sampai batas jari-jari tangannya. Disekelilingnya tubuhnya ada sebuah selendang panjang berterbangan disekitar tubuhnya seolah-olah melindungi putri itu dari segala macam bahaya. Putri itu tampak sangat cantik dengan mahkota sedikit melilit rambutnya. Tusukan 2 konde disebelah kiri dan kanan dengan rantai-rantai panjang sekitar 3cm di ujung konde itu menambah kesempurnaan dalam penampilanya.
"Nee-san..." suara Yuri memecah lamunan panjangku saat melihat wanita di batu itu. "Dia cantik kan, Nee-san ?" tanya nya meminta pendapatku.
"Mmm, entahlah. Nee-san tidak tahu dia cantik apa tidak. Wajahnya saja tidak nampak jelas karna ada garis panjang itu membelah tubuhnya" jawabku jujur. Memang aku tidak tahu, sosok itu cantik apa tidak. Wajahnya terhalang garis menyerupai sebuah pintu hingga membelah tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tapi entah kenapa, sosok wanita itu itu begitu kuat pesonanya, hingga aku tidak henti-hentinya memandang sosok itu seolah-olah menghipotisku agar terus melihatnya.
"Nee-san tidakkk seruuuu ! Bilang saja yang sejujurnya kalau dia memang cantik. Buktinya, Nee-san tidak pernah lepas memandangi nya" tembak Yuri langsung. Grrtt, bocah ini !
"Yuri, apa benar ada siarkan di tv benda didepan kita ini ?"
"Iya ! Dikoran, dan majalah pun ada" jawabnya pasti. "Nee-san tau siapa wanita ini ?" Aku menggeleng pelan.
"Dia ini Tsuki No Musume, Nee-san"
"Haah ? Maksudmu ini Putri Kaguya, begitu ?" kataku tidak percaya kalau wanita ini putri bulan. Bocah ini pasti terbawa penjelasan tidak masuk akal dari pihak museum saat diwawancarai stasiun tv agar pamor museum ini bisa naik, dan ramai pengunjung. Dasar ! Berani-beraninya mereka membohongi semua orang hanya untuk kepentingan mereka !
"Jadi Nee-san tidak percaya !" Yuri berteriak kesal saat melihat jawabanku yang seakan tidak peduli apa yang baru ia katakan.
"Iya"
"Nee-sannnn, dia itu memang Tzuki No Musume asli ! Dia itu penjaga keseimbangan dunia kita dan dunia sihir, agar tidak ada orang jahat yang bisa memasuki dunia kita !" Yeah-Yeah, cukup sudah aku mendengar halusinasi dari bocah umur 7 tahun yang sedang berusaha membualku dengan dunia sihir, atau apapun itu.
"Dengar ya Yuri, dunia sihir, atau dunia apa pun itu sebenarnya hanya ilusi bela.."
"Maaf nona, adik manis. Museumnya sudah mau tutup. Kalian bisa kembali lagi kesini besok bila ingin melihatnya lagi" seorang pria tinggi dengan rambut pirang mendekat kearah kami. Dilihat dari pakaian dan topi yang dikenakannya, orang ini pasti pengurus museum ini.
"Tidak ada yang ketiga kali ataupun yang keempat kali. Cukup ini yang terakhir bagiku untuk menginjakkan kaki ke tempat ini. Ayo, Yuri kita pulang" ucapku dingin berlalu meninggalkan petugas itu.
"Nee-san !" protes Yuri karna aku dengan paksa menarik tanganya agar keluar dari museum terkutuk ini.
"Kalau anda berubah pikiran dan ingin datang lagi. Tempat ini akan selalu terbuka untuk anda, nona" petugas itu membalikkan badannya menghadap kearahku yang berhenti dengan posisi membelakanginya.
Kulirik wajahnya yang masih tersenyum ramah padaku, dengan seringai licik, kusunggingkan senyum sinis ku pada nya bertanda bahwa 'Aku tidak akan pernah lagi kesini, sampai kiamat pun !'
.
.
.
.
.
.
"Kyaaaa !" teriakku lantang sambil membangkitkan tubuhku secara paksa dari atas kasur empukku. Dengan nafas terngah-engah, ku edarkan pandangaku melihat sekeliling kamarku yang masih menampakkan pernak-pernik Chappy kesukaanku. Syukurlah ternyata Cuma mimpi, pasti aku kurang tidur hingga bisa bermimpi aneh seperti itu. Wajar saja, aku berhasil mengistirahatkan mataku saat jam menunjukkan pukul 4 dini hari setelah melakukan berbagai aktivitas 'penyambutan tahun baru' bersama teman-teman sekolahku.
Uggh, kepalaku rasanya pusing sekali karna bangun spontan seperti itu. Kepalaku rasanya terhantam batu besar. Sepertinya untuk melanjutkan tidurku yang terganggu tidak memungkinkan lagi, walau mataku masih sulit untuk terbuka. Tapi rasa pusing dikepalaku mengacaukan semuanya. Kupandangi jam bekerku dengan bentuk (Lagi-lagi) chappy. Pukul 10 lewat 12 menit, benar-benar tidak baik untuk kesehatan jika tidur di jam-jam seperti ini, bisa-bisa tubuh kurusku tambah kurus karena darah rendah.
"Pagi sayang~~, sudah bangunnya. Kaa-san pikir kau akan bangun saat makan malam nanti" Ibuku ini memang suka mengada-ngada. Mana mungkin aku tidur sampai jam makan malam.
"Aku lapar, jadi kuputuskan untuk makan saja dari pada tidur" bohongku.
Tanpa mengulur-ngulur waktu, ibuku segera menyajikan sepiring roti panggang keju plus susu coklat panas. "Yuri mana, Kaa-san"
"Dia... Oh, itu dia" tunjuk Ibuku pada Yuri yang berlari menuju kearahku.
"Nee-san sudah bangun ?" Yuri bertanya dengan nada ceria. Aku cukup kasian juga dengannya yang sudah kupaksa pulang saat ia sedang asyik-asyiknya melihat barang-barang dimuseum itu. Dia sepertinya tidak menaruh dendam kepadaku atas perlakuanku kemarin, malah seperti sudah melupakannya. Dasar anak kecil.
"Umm, Yuri, apakah kau masih ingat apa nama koran atau majalah yang menayangkan batu kuno yang kita lihat kemarin ?" tanya ku langsung. Memang ini lah yang ingin ku tanyakan pada gadis ini saat aku terbangun dari mimpi aneh yang baru saja ku alami.
"Koran ? Batu kuno ?" tanyanya balik dengan ekpersi luar biasa binggung.
"Iya kau pernah bilang kan, batu yang kita lihat dimuseum kemarin pernah ditayangkan di tv dan juga di koran. Bisakah kau memberitahukanya pada Nee-san ?"
"Batu apa, nee-san ? Aku benar-benar tidak mengerti apa yang Rukia-nee bicarakan ?" Yuri makin mengerutkan kedua alisnya dalam.
"Batu yang kita lihat kemarin, batu Tsuki No Musume" jelasku lagi dengan penuh kesabaran. Satu fakta yang ku tahu lagi tentang Yuri, mengembalikan ingatannya itu ternyata lebih menyusahakan dari mengajaknya jalan-jalan. Huffth !
"Kapan aku bilang seperti itu Nee-san, kitakan belum sempat melihat apapun. Nee-san lupa ya, kitakan diusir dari museum karena aku terlalu berisik saat melihat tulang dinosaurus itu"
Seketika aliran tubuhku membeku, a-apa aku tidak salah dengar apa yang diucapkan bocah ini. Apa mungkin dia mempermainkanku karena masih kesal kupaksa pulang. Tapi wajah ini... Wajah Yuri terlihat tidak berbohong, seakan yang diucapkannya tadi adalah kejujuran dari bibir mungilnya.
"Di-Diusir ?" yakin ku lagi.
"Iya. Nee-san lupa ya ?" ucapnya tegas.
"Jadi benar kalian di usir ? Pantas saja kalian pulang cepat kemarin. Ku pikir, Yuri berubah pikiran tidak mau pergi ke museum itu ternyata seperti itu keadaannya" sambung pamanku.
Oh nooooo !
.
.
.
.
.
.
Sudah tiga minggu sejak kejadian aneh itu. Setiap malam aku selalu terus mengalami mimpi yang sama sejak kepulangan ku dari museum aneh itu. Bagaimana aku tidak merasa aneh, kejadian yang ku alami yang berbeda sekali dengan apa yang Yuri dan pamaku katakan. Terlebih saat aku membongkar semua koran bekas dan majalah bekas langganan keluarga ku, tidak juga ku temukan berita yang menyinggung tentang batu kuno yang aku dan Yu-, tidak ! Maksudku yang aku lihat. Tidak ada sama sekali ! Saat aku mencoba mencari kebenaran berita itu di internet atau mbah google. Berita itu sama sekali tidak ada ! Kebingungan hatiku semakin berada dipuncak. Apa yang harus ku lakukan Kaien-san~~~. Biasanya tiap malam aku selalu memimpikanmu selama 7 bulan terakhir. Tapi yang kuimpikan malah aneh ! Seorang wanita yang kulihat kemarin di batu kuno itu, wajahnya sih tidak terlihat. Tapi dari bentuk kimono yang sedang dipakainya semakin menguatkan dugaanku bahwa itu adalah Tsuki No Musume. Dan satu lagi seseorang yang membuatnya terus menerus terngiang di otakku. Sesosok laki-laki bertubuh tinggi, dengan rambut menyala seperti matahari. Wajahnya tidak terlihat sama seperti wanita itu, tapi yang menjadi masalah siapa laki-laki itu ? Kenapa bisa muncul dimimpiku ? Padahal aku sama sekali tidak mengenalnya ataupun melihat batang hidungnya, sepanjang hidupku, laki-laki yang baru aku kenal adalah, ayahku, pamanku, dan juga Kaien-san. Lalu siapa dia sebenarnya ?
"Kau belum pulang Rukia-chan ?"
Mendengar ada suara yang memangilku, reflek aku pun menoleh ke arah asal suara itu. "Akh ! Hehehe. Kau juga belum pulang ya ?" tanyaku pada seorang gadis disebelahku.
"Belum, ku lihat akhir-akhir ini Rukia-chan sering melamun di kelas sejak pertama masuk sekolah. Apa k-kau masih mengenang-nya, Rukia-chan" tanya gadis itu hati-hati padaku.
Aku membeku ditempat mendengarnya. Aku tahu siapa yang dibicarakan gadis ini, sosok yang selalu mengisi hatiku walaupun ia telah pergi jauh meninggalkanku menuju bintang-bintang di langit.
"J-Jangan terlalu dipikirkan, Rukia-chan. Sesungguhnya ini semua bukan salahmu. Kau jangan terus-terusan menyalahkan dirimu" ucapnya lagi berusaha mengiburku. Aku hanya tersenyum tipis dan memutuskan untuk pamit pulang.
Benar juga, apa sih yang aku pikirkan akhir-akhir ini ? Kenapa aku harus memusingkan bunga tidur yang tidak terlalu penting seperti itu. Semenjak itu juga, pikiranku tidak terfokuskan lagi pada wajah kekasihku yang sebenarnya. Ohh~~, betapa bodohnya aku mengingat orang yang sama sekali tidak penting dan mengabaikan Kaien-san. Pasti saat ini di surga sana Kaien-san sangat sedih melihatku seperti ini. Baiklah, Rukia ! Segera fokuskan pikiranmu hanya pada satu orang, Kaien-san !
Aku yang semula menikmati pemandangan sekitarku yang masih diselimuti salju tiba-tiba terhenti saat melihat tempat yang kudatangi terakhir kali bersama sepupu cerewetku. Entah apa yang merasuki pikiranku hingga ku langkahkan kakiku menuju tempat terkutuk (Menurutku sih) itu. Padahal aku sudah bersumpah tidak akan pernah menginjakan kaki ke tempat ini. Ternyata tubuhku telah berkhianat padaku sehingga aku tetap melangkahkan kaki ku menuju ruangan kemarin. Uggh ! Firasatku entah kenapa sangat buruk saat masuk ke museum ini tanpa ada satu manusia pun menghuninya. Kemana orang-orang ini ? Kenapa tidak ada pengunjung, tidak ada petugas, tidak ada security, yang ada hanya semua benda mati yang entah-mengapa aku merasa mereka semua melototiku. Akhh ! Sugestiku telah melanglang buana hingga aku berhalusinasi seperti itu.
Kudekatkan tubuhku saat melihat batu kuno itu yang terlapisi lemari kaca. Upzz, sudah kubialng tidak ada apa-apanya batu aneh itu. Kubalikkan kembali tubuhku agar aku bisa meninggalkan tempat mengerikan ini. Yeah memang mengerikan, buktinya saat aku masuk saja, tubuhku merinding dengan hawa mencengkam di sekitarnya.
Trakkk ! tiba-tiba terdengar seperti bunyi suara kaca retak dari arah belakangku. Kutolehkan kepalaku untuk memastikan benar ada bunyi kaca yang retak. Dan benar saja, tidak bisa ku percayai, ternyata kaca yang melapisi batu kuno itu pecah dengan sendirinya.
"Kyaaa !" teriakku histeris saat kaca-kaca itu terjun dengan bebasnya ke lantai. Bagaimana ini ! Kalau petugas museum melaporkanku kepolisi dengan tuduhan 'Mencuri artefak berharga museum !'. Dimana aku harus menunjukkan wajahku pada orang tua dan teman-temanku.
Seketika kilatan cahaya terpancar dari garis yang membelah tubuh wanita itu. Belum sempat aku mencerna pikiranku agar aku harus segara kabur dari tempat ini, belahan garis itu terbuka dengan sempurna. Nampaknya batu itu memang seperti sebuah gerbang. Kurasakan hembusan angin kuat mulai menyerbu 'Gerbang' itu, bukan hembusan tapi 'Gerbang' itu seperti menghisap semua benda yang ada disekitarnya. Oh, ini tidak bagus !
"TOLONG !" teriak ku kencang saat tubuhku seperti akan terhisap kelubang pusaran angin dari 'Gerbang' itu. Berharap ada seseorang yang bisa menyelamatkanku agar tubuhku benar-benar tidak lenyap di pusaran angin itu. Dan nampaknya harapan ku benar-benar sirna sudah. Tubuh kurusku terangkat menuju gelombang pusaran itu. Kini hanya ada satu yang bisa aku lakukan, pasrah dan...
"Kyaaaaaaaaaaaaa !" teriakku sekuat tenanga berharap nyawaku masih ada saat pusaran itu menenggelamkan tubuhku di dalam 'Gerbang' itu.
Traap ! Pintu 'Gerbang' itu tetutup dengan rapatnya dan kembali menjadi batu kuno yang tidak orang tahu apakah keberadaan batu itu nyata ? Atau hanya ilusi belaka ?
.
.
."Ughh~~~" keluhku saat mencoba membuka kedua mata ku yang terpejam serat. Kurasakan saat ini seluruh tubuhku benar-banr remuk karna menghantam tanah. Apa yang terjadi denganku ?
Kupaksakan tubuhku untuk bangkit walaupun seluruh sendi, dan pergelangan tubuhku sangat terasa sakit. Dengan samar-samar, ku edarkan pandanganku menyapu kesekeliling tempat yang sangat asing di mataku. Apa kepala ku membentur sesuatu ? Kenapa rasanya sangat perih dan sakit. Jangan-jangan kepalaku memang terbentur sesuatu hingga aku tidak bisa melihat dengan jelas di mana tepatnya diriku sekarang ini setelah tubuhku benar-benar terperosok kedalam pusaran angin 'Gerbang' aneh itu.
"I-Ini d-dimana ?" Aku benar-benar binggung dengan tempat ku berada sekrang ini, walaupun tidak begitu jelas karan pengheliatanku masih buram, aku bisa yakin 100% kalau aku sedang berada di tengah hutan. Ku coba berdiri dengan sisa tenaga ku yang masih tersisa, ku langkahkan kakiku menyusuri semak-belukar di hadapanku.
'Seseorang ! Tolong aku' rintihku didalam hati, enatah kenapa suara ku tidak bisa ku keluarkan. Apa mungkin ini akibatnya aku terlalu banyak berteriak hingga suaraku tidak bisa ku keluarkan. Ohh, bagus ! Aku benar-benar akan mati di tengah hutan ini. Bagaimana kalau ada mahluk buas di hadapanku ? Apa yang bisa ku lakukan kalau suaraku saja sangat sulit untuk keluarakan.
Bruuk ! Aku terjatuh karena kaki tersandung sesuatu. Ohh Tuhan, apa kau benar-benar ingin mengabulkan doa ku yang meminta kematianku di percepat agar bisa meluapakan Kaien-san. Saat ku mencoba menegakkan tubuhku yang masih dalam posisi telungkup menjadi posisi duduk. Aku seperti mendengar suara orang-orang. Dewi Fortuna~~~, ternyata kau masih ada didekatku.
"Cepat cari keseluruh penjuru hutan ini ! Dia pasti tidak jauh dari kita. Ayo cepat !" suara laki-laki terdengar lantang dari arah sebrang sana. Aku masih bisa hidup, Yayyy !
"Baik, pak ! Tapi apa benar oarang aneh itu masih ada disini pak ?" tanya seseorang dari mereka yang pasti nya itu juga laki-laki.
"Dasar bodoh ! Hitsugaya Taicho bilang dia ada disini ! Taicho bilang sensor dari tempat kita mengangkap energi aneh dari arah sini. Maka itu lah kita sebagai anggota pasukan Gotei 10 yang terhormat diperintahkan untuk menangkap orang yang diduga mata-mata pengkhianat itu !" semburnya pada bawahannya.
"Baik pak, aku mengerti !"
"Aku menemukannya ! Dia ada disini !" teriak seseorang berada tidak jauh dari tempatku. Glekk ! Aku merasakan firasat buruk.
"Tangkap dia !" seru seorang laki-laki dari arah sebrang tadi. Seketika ku dengar gemuruh oarang-orang bersorak-sorai seperti menemukan mangsa yang mereka incar.
"Akhhh !" teriak ku melengking saat aku merasakan sebuah benda tajam seperti sebuah 'Panah' menembus perutku. Apa yang terjadi ? Kenapa aku diserang ! Seharusnya aku wanita lemah dan tak berdaya ini dilindungi ! Bukannya diserang.
"Jangan biarkan dia lolos !" Derap langkah kakipun membahana seperti mau menerkamku hidup-hidup. Ini tidak bisa di biarkan ! Aku harus pergi, kalau tidak aku benar-benar bisa mati. Dengan gontai ku langkahkan kaki dengan deras menjelajah pepohonan dan semak-semak yang ada dihadapanku. Karena terlalu memaksakan tubuhku yang sedang terluka, mulutkupun menyemburkan suatu cairan merah pekat yang bisa ku tebak, itu darahku sendiri. Oh sial ! Kenapa disaat seperti ini mataku tidak bisa melihat dengan jelas ! Ditambah kerongkonganku yang terasa tercekat batu besar tidak bisa meminta pertolongan.
Brukk ! Langkah kakiku terasa lemas hingga tubuhku kembali menghantam tanah. Pandanganku tampak gelap. Apakah ini akhir hidupku ?
"Sen sekkai no itami !" kembali kudengar suara asing berteriak lantang dari arah depanku. Setelah mengucapkan kata-kata yang terasa sangat aneh di telingaku, suara rintihan kesakitan pun menyusul. Apa yang terjadi ?
"Akuma o keru !" kembali kudengar suara orang yang lainnya selain pria pertama tadi. Suara kesakitanpun kembali ku dengarkan saat pria itu selesai melantangkan kalimat aneh itu.
"Apa yang kalian lakukan bodoh !" teriak pria ketiga, sepertinya pria ketiga ini memaki kedua pria aneh tadi.
"Berisik mata satu ! Diamlah, aku tidak tahan mendengar suara mu itu !" umpat pria pertama.
"Apa kau bilang !" ucap pria ketiga itu tidak terima.
"Nasi sudah jadi bubur, mau bagaimana lagi. Kita nikamati saja permainan ini" Pria kedua ikut bersuara. Siapa mereka ini ? Apa yang mereka lakukan ? Menolongku kah ? Atau mereka juga sama seperti orang-orang tadi yang mau membunuhku ?
Kurasakan tubuhku seperti terangkat oleh tangan besar dan kokoh. Sepertinya ada seseorang yang membawa tubuh tidak berdayaku ini ke arah dekapannya, bisa kurasakan nafas hangat nya menerpa permukaan wajahku. Tangan kananku terasa di sentuh oleh jari-jarinya yang panjang. "Dia masih hidup !" teriak pria pertama lantang sesudah memeriksa denyut nadi ku yang masih berdetak.
"Apa yang kau lakukan ? Cepat letakkan kembali gadis itu ditempatnya semula. Kau makin membuat situasi ini ruyam tau !" hardik laki-laki ketiga itu. Sungguh tega dirimu pria ketiga membiarkan aku yang sudah sekarat seperti ini.
"Kita bawa saja ke Guild kita, dia sudah sekarat. Dimana hati nuranimu pria ubanan, membiarkan orang ini mati seperti ini" ungkapnya sok mendramatisir kelakuan pria ketiga itu.
"Bukannya aku tega melihat gadis itu sudah terluka parah seperti itu, tapi kau harus tau. Orang-orang itu adalah pasukan dari pria boncel itu, mereka pasti mengejar gadis ini karena ada sesuatu hal yang sangat berbahaya. Kau tau, hubungan kita dengan mereka sudah memburuk jangan di tambah buruk lagi. Dan juga, apa kau bisa menghadapi nenek sihir itu kalau tau kau membawa buruan mereka ke guild kita, hah ?"
"Soal Yoruichi aku bisa mengatasinya" jawabnya enteng.
"Bukan Yoruichi bodoh ! Tapi nenek sihir yang 'itu' !" ucapnya frustasi.
"Sudahlah Kokuto ! Biarkan saja dia yang dicincang nenek sihir itu. Itulah akibatnya kalau selalu mencampuri urusan semua orang !" balas pria kedua itu yang sendari tadi aku tidak mendengar suaranya saat adu mulut dengan pria pertama dengan pria ketiga atau bisa di bilang, sepertinya nama pria ketiga itu 'Kokuto'. Rasa penasaran pun mengelitik hati ku untuk membuka kedua mata ku yang sejak pertama terpenjam karena menahan rasa sakit di bagian tubuhku. Dengan perlahan, ku buka kedua mataku, walaupun aku tidak bisa leihat dengan jelas tapi ada suatu hal dari pria yang mendekapku ini, 'Matahari'. 'Matahari' yang sama seperti saat aku lihat pertama kalinya di mimpi ku setelah pulang dari museum itu.
"Tenanglah, kau akan baik-baik saja" ucapnya tegas padaku saat kesadaranku makin menghilang sepenuhnya. Hingga yang kursakan kini hanyalah tinggal kegelapan...
.
.
.
To-Be-Continue
Kyaaa ! Minna ! Dhiya-chan sini ! Sebagai Newbie, mohon bantuan serta kritik dan sarannya untuk Fic IchiXRuki pertamaku ^-*
Maaf ya, ceritanya agak membosankan, dan bikin sakit mata. Tapi disini, Dhiya cuma mau menyalurkan kreativitas Dhiya bagi pencinta IchiXRuki walau cerinya agak hancur,dan abal. Tapi Review teman-teman sangat membantu loh ^_^
Ditunggu yaaa~~~
