"Nee, Noir-chan. Kamu tidak membeli cokelat untuk valentine day nanti 'gitu?"

"Ha?" aku hanya terperangah dengan pertanyaan temanku itu. Cokelat? Valentine day? Aku rasa dua kata kunci tadi jauh dari kepribadianku.

"Iya! Masa sih kamu tidak tahu? Cokelat untuk seseorang yang kamu suka loh~" goda Sanada Yukimura, temanku sejak kecil. Entah kenapa dia selalu berbinar-binar setiap kali membahas soal cokelat valentine. Kalian tahu? Perempuan dengan model rambut buntut kuda berwarna coklat ini terus membahas topik yang sama sejak tiga hari yang lalu. Benar-benar membuatku penat.

"Tahu deh, kamu pasti mau memberikan cokelat itu pada Masamune kan?" balasku sekalian menyindir. Yang disindir hanya mengeluarkan semburat merah muda di kedua pipinya. Tuh kan.

"Aku benar-benar gugup, Noir-chaaaaaan"

"Gugup kenapa lagi?"

"So-soalnya... aku mau menyatakan perasaanku pada Masamune-dono... valentine day itu benar-benar saat yang pas untuk menyatakan perasaan! Iya kan Noir-chan?" kini aku terdiam, tidak tahu harus memberi respon apa untuk Yukimura. Boro-boro menyatakan perasaan, jatuh cinta saja belum pernah.

Namaku Hosokawa Noir. Sekarang aku sedang memasuki semester satu, tahun kedua di Basara Gakuen. Yap, aku masih kelas dua SMA. Seharusnya kisah-kasih di SMA itu indah, penuh dengan cerita cinta, dan bla bla bla bla itu juga kata orang-orang sih. Dan buktinya, aku belum pernah merasakan apa yang dikatakan orang-orang itu. Seperti yang aku bilang tadi, aku belum pernah merasakan yang namanya tertarik pada lawan jenis! Kalau kalian mau menganggapku sebagai cewek aneh, silakan saja.

Orang-orang mengenalku dengan sosok perempuan setinggi 168 cm, bertubuh ramping, berkulit kecokelatan, rambut berwarna hitam dengan potongan yang terbilang sangat pendek bagi kaum Hawa, dan sepasang mata dengan iris berwarna silver. Seperti perempuan tomboy? Tepat sekali.

Aku memang terkenal tomboy dan sangat berani menentang bahkan berkelahi dengan laki-laki. Buktinya dari zaman kami masih ingusan –masih kecil maksudnya– sampai sekarang, selalu aku yang berkelahi demi Yukimura karena dibully oleh anak laki-laki. Mungkin karena itu juga kenapa aku tidak punya rasa ketertarikan pada laki-laki. Dan karena itu juga aku jadi lebih menyayangi Yukimura... sebagai adik yang selalu aku lindungi.

Tapi maaf, bukan berarti aku lesbian ya. CAMKAN ITU!

"Umm... Noir-chan? Kenapa bengong?" suara lembut Yukimura menarikku kembali ke dunia nyata. Ah iya, aku malah bengong. Mendengar ucapan Yukimura tadi malah mengingatkanku pada masa kecil kami. Menyadari hal itu, aku hanya mengeluh cukup kencang untuk didengar oleh siapapun orang yang disebelahku.

"Bukan apa-apa..."

"Kamu membeli cokelat kan? Jadi ayo!" sekali lagi, aku disuguhi pertanyaan sebelumnya, yang kemudian aku berakhir dengan lengan yang ditarik oleh Yukimura.

"Valentine nya juga masih lama! Sabar doong~" tukasku, namun suaraku yang nyaris berteriak itu tidak membuat perempuan yang sedang jatuh cinta itu menghentikan langkahnya.

.

Oke, dia berhasil menyeretku ke sebuah toko cokelat.

Dan berkatnya, aku berakhir dengan sekotak cokelat berbentuk hati di tanganku. Patinya itu cokelat yang dipilih oleh Yukimura untukku setelah mengahabiskan waktu sekitar 10 menit untuk keliling melihat-lihat.

Masalah harga cokelat sih bukan masalah. Tapi mau aku berikan ke siapa?

Huft...

"Nah, sampai hari H nanti, simpan di freezer ya!" aku hanya mengangguk. 'Aku sudah tahu Yukimura!' batinku. "Mau kamu kasih ke siapa cokelatnya?" lanjutnya.

Oke, pertanyaan yang menjadi rumusan masalah kali ini berhasil membuatku repot-repot memikirkan hal itu, terlontarkan dengan mudahnya dari mulut Yukimura. Tentu saja, aku yang ditodong pertanyaan semacam itu hanya bisa membatu ditempat. Tidak ada ide harus membalas apa.

"Aku... tidak tahu" well, setidaknya itu adalah jawaban yang paling tepat untuk sementara waktu.

"Eh?" perempuan berambut cokelat disebelahku hanya menaikkan sebelah alisnya begitu mendengar jawabanku yang terkesan tidak niat. "Memangnya tidak ada seseorang yang kamu suka?" lanjutnya.

"Tidak ada tuh" jawabku santai sambil lanjut berjalan meninggalkan toko cokelat tersebut. Disusul dengan Yukimura yang juga menyelaraskan langkahnya denganku.

"Masa sih tidak ada sama sekali? Nanti kamu disangka lesbian loh!" 'justru itu masalahnya, Yuki' batinku lagi begitu aku memasukkan cokelat tadi kedalam tasku tanpa perlu menghentikan untaian langkahku.

Rasanya aku jadi semakin khawatir pada diriku sendiri.

Kok tidak ada laki-laki yang menarik perhatianku?

Aku tidak mau disangka bahkan seutuhnya menjadi manusia dengan orientas lesbian!

'Tidak, aku masih normal! Belum ada yang menarik perhatianku saja mungkin' batinku sambil berusaha membuang semua prasangka buruk dalam pikiranku.

Tapi kalau aku ditanya ingin laki-laki yang seperti apa.

Aku ingin jatuh cinta pada laki-laki yang bisa...

...membuatku merasa kalau aku adalah perempuan.

Berharap demikian tidak masalah kan?

Kalaupun ada satu di dunia ini, aku harap Tuhan mempertemukan kami. Karena aku juga ingin merasakan jatuh cinta.

Aku menatap langit malam yang kini dihiasi oleh banyak objek bercahaya yang berjatuhan, nyaris memenuhi langit. Bintang jatuh kah?

Bukankah ini saat yang tepat untuk berharap?

Konon katanya, harapan yang disampaikan saat melihat bintang jatuh akan terkabul dengan cepat.

Aku memejamkan mataku, dengan hatiku yang terus mengulang seuntai kalimat harapan.

Tapi, tiba-tiba tubuhku tidak bisa bergerak. Apapun yang berada di depanku berputar bersamaan dengan ratusan bintang jatuh yang kini membentuk sebuah 'blackhole'. Aku ingin lari, tapi tubuhku tidak bisa bergerak.

Sampai akhirnya, dunia gelap gulita.

.

.

"Ada penyusup! Ada penyusup! Cepat laporkan pada Aniki!" sekelilingku masih gelap, namun terdengar jelas bahwa ada seseorang yang berteriak di dekatku. Entah siapa itu. Setitik semburat cahaya menerjang pandanganku seiring dengan sepasang kelopak mata yang mulai terbuka.

"Hei kau! ini bukan tempat untuk tidur!" sekali lagi seseorang berteriak padaku namun aku tidak peduli, sampai akhirnya kesadaranku terkumpul sepenuhnya. Pemandangan yang ada dihadapanku sangat berbeda dengan yang kuingat sebelumnya.

Yang aku lihat bukanlah trotoar kota di malam hari.

Tapi laut.

"Hei kamu!" kemudian sebuah suara yang terdengar lebih rendah memanggilku dari belakang, refleks aku membalikkan badanku untuk melihat siapa pemilik suara tersebut.

"Apa yang kamu lakukan di kapalku?" dan yang kulihat adalah sesosok pria tinggi dengan penutup mata di sebelah kiri, bertubuh kekar, dan membawa sesuatu seperti jangkar. Kapal?

"Kamu... siapa...?" ucapku sambil terperangah pada sosok bertubuh kekar dihadapanku. Rambut berwarna platinum itu tampak bercahaya karena terpantul sinar matahari.

"Justru harusnya aku yang bertanya seperti itu!" tukasnya dengan sedikit berteriak, kemudian ia mendekat dan berjongkok tepat dihadapanku. "Lagipula, baju model apa ini? Di era sengoku ini belum pernah aku melihat baju seaneh ini" lanjutnya. Aku masih duduk, menatap lekat-lekat mata sebelah kanan pria didepanku sambil mencerna kalimatnya. Sampai akhirnya, konklusi yang kutemukan membuat keringat dingin mengalir sepanjang tulang punggungku.

Era... Sengoku?

Ja... jangan-jangan...

"SERIUS INI ERA SENGOKU?" dengan penuh ketidakpercayaan, tanganku refleks menarik kedua bahu laki-laki dengan penutup mata didepanku. Tentunya dengan intonasi dan volume suara yang membuat semua orang di kapal menghibahkan perhatiannya padaku.

"TENTU SAJA INI ERA SENGOKU! KAMU INI KENAPA SIH?!" balasnya dengan intonasi dan volume suara yang tidak mau kalah denganku. "Kamu ini berasal dari mana sih sebenarnya?" lanjutnya lagi sambil melembutkan suaranya seiring dengan kedua tanganku yang perlahan melepaskan bahunya, namun kini dengan tatapan prihatin yang ia berikan padaku.

"Begini, tolong dengarkan aku! Terserah kalian mau percaya atau tidak! Aku berasal dari Tokyo, Jepang! Tiba-tiba saja aku melihat ratusan bintang jatuh memenuhi langit malam dan disinilah aku sekarang! Dan aku yakin sekali kalau aku yang berasal dari masa depan ini terlempar sampai ke dimensi era sengoku!" ucapku dengan seadanya pada laki-laki bersurai platinum itu. Tentu saja, penjelasan yang aneh itu mengundang bisikkan-bisikkan dari sekelilingku.

"Tokyo? Daerah mana tuh?"

"Daerah Jepang katanya? Tapi di daratan Nihon ini tidak ada yang namanya Tokyo"

"Masa sih dia dari masa depan? Takhayul ah!"

"Tapi pakaian nya aneh loh! Mungkin saja gadis ini benar adanya"

Yah, kurang lebih begitulah komentar-komentar yang kudengar. Sedangkan laki-laki didepanku merubah posisinya menjadi duduk dihadapanku sambil mengangguk-angguk seolah ia mengerti tentang keluh-kesahku.

"Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa ada di kapalmu. Bahkan aku tidak tahu bagaimana caranya aku kembali ke masa depan! Aku ingin pulang! Aku khawatir pada Yuki!" lanjutku lagi dengan pandangan mataku yang mulai kabur. Oh tidak, jangan bilang kalau sekarang aku menangis dihadapan banyak laki-laki. Tapi aku sendiri sudah tidak bisa menahan lelehan air mata ini. Aku takut aku tidak bisa pulang. Aku takut aku tidak bisa bertemu Yukimura lagi.

"E-eh! Woi woi! Jangan nangis dong!" kemudian aku merasakan sebuah tangan besar yang mengelus-elus punggungku, maksudnya ingin menenangkanku. Tapi tetap saja, rasa takut dan khawatir masih menyelimuti sebagian besar pikiranku. "Ok ok! Aku akan membantumu mencari jalan pulang menuju masa depan, Tokyo, atau apalah itu asal kamu berhenti menangis!" namun kini ia berhasil membuatku mengangkat wajahku agar bisa menatapnya dengan penuh harap, tidak peduli sekacau apa wajahku saat ini.

"Serius?" tanyaku masih tidak percaya apakah aku salah dengar atau tidak.

"EEEH?! Aniki apa kamu serius?!" pekik para anak buahnya yang sedari tadi memperhatikan kami, juga sama-sama tidak percaya terhadap pernyataan pimpinannya yang bersifat sepihak itu.

"Tentu saja aku serius! Tidak ada yang mustahil bagi Saikai no Oni!" jawab sang pemimpin yang dipanggil 'Aniki' tersebut dengan mantapnya, lalu ia kembali bertanya padaku "Hoi, siapa namamu?"

"Aku... Hosokawa Noir"

"Hosokawa Noir, eh? Nama yang aneh, tapi manis juga" kemudian ia beranjak dari duduknya dan berteriak "OK SEMUANYA! MULAI SEKARANG HOSOKAWA NOIR AKAN IKUT DENGAN KITA!"

"YAAAA!"

"Tapi Aniki, bagaimana caranya kita mencari jalan menuju masa depan?" sanggah salah satu anak buahnya.

"Eh iya... bagaimana ya?" tanya laki-laki itu pada dirinya sendiri. Seketika para anak buahnya sweatdrop. Aku khawatir kalau otak laki-laki ini sudah sepenuhnya menjadi otot.

"Ini pasti ada sangkut pautnya dengan hal-hal gaib, Aniki!"

"Ohh... hal gaib ya? Kalau begitu kita bisa tanyakan pada Yoshitsugu Ootani! SEGERA ARAHKAN KAPALNYA KE OSAKA!"

"BAIK ANIKI!"

Dengan sekali perintah, dan tanpa perlu diulang, para anak buah yang sedari tadi 'menonton' kami langsung kocar-kacir melaksanakan perintah pimpinannya. Dan lagi, laki-laki yang dipanggil 'Aniki' ini memberi perintah dengan mudahnya. Padahal tampangnya sangar-sangar begitu, tapi kelihatannya ia sangat disegani dan dihormati.

Sangar, kuat, liar, dan independen... empat kata yang sangat sempurna untuk menggambarkan pria tinggi tersebut.

Terlebih lagi, cara dia berdiri memandangi luasnya lautan dengan punggung gagah dan rambut platinumnya yang diterpa angin. Seolah tidak takut dengan apapun yang akan menerjang dirinya nanti.

Dan hal tersebut membuatku merinding, sekaligus bersemangat.

"Umm... itu... siapa namamu?" tanyaku begitu aku beranjak dan menghampiri sosok tinggi tersebut.

"Chosokabe Motochika. Orang-orang mengenalku dengan julukan Saikai no Oni"

"Itu... terimakasih ya, Chosokabe-san" ucapku pelan begitu aku berdiri tepat disebelahnya. Sama-sama memandangi lautan biru. Angin laut membawa suasana hening yang tenang ke kapal raksasa ini.

"Apa? 'Chosokabe-san'? Pfft... Hahahahahaha!" tiba-tiba saja suasana hening yang begitu nyaman tersebut terpecahkan oleh tawa puas yang terdengar dari sebelahku.

"Ke... kenapa?"

"Hahaha... Hei, panggil saja aku Motochika, tidak perlu pakai embel-embel 'Chosokabe-san', aku agak tidak suka hal-hal berbau formalitas, santai saja... Noir..." kemudian ia menatap tepat ke mataku begitu ia menyebutkan nama depanku. Sedangkan aku hanya balas menatapnya dengan kedua iris mataku yang semakin membulat, tidak percaya dengan apa yang aku dengar barusan. Oh tidak, pipiku mulai panas! Kenapa dia bisa dengan mudahnya memanggil orang asing seperti itu? Dan lagi, ini baru pertama kalinya dalam seumur hidup ada laki-laki yang memanggilku "Noir" selain kakak dan ayahku.

"Kenapa kamu? Sakit?" tanyanya kembali seiring dengan wajahnya yang semakin mendekat, sebelah manik berwarna biru laut itu mengamati tiap semburat merah di wajahku.

"A... aku... aku..."

"Hmm?" dengungnya dengan nada penasaran seiring dengan wajahnya yang semakin mendekat. Hei! Apa-apaan ini?!

"Tidak apa-apa kok!" tapi aku bersyukur mempunyai refleks yang sangat baik. Sebelum ia benar-benar mendekati wajahku, sebelum kami –lebih tepatnya sih AKU– berakhir tragis, dengan sigap aku mendorong wajahnya dengan sebelah tangan. Tidak peduli setelah ini dia akan murka atau tidak! Bodo amat soal wajahku yang semerah Apel Washington! Untung saja ini di dunia lain, kalau teman-temanku sampai melihat hal ini, aku akan berakhir dengan hari-hari penuh ejekan.

.

.

.

Setibanya di pelabuhan daerah benteng Osaka.

Laki-laki disebelahku, yang akhirnya aku panggil 'Motochika' ini masih juga cemberut soal wajahnya yang tiba-tiba dihinggapi oleh tanganku. Aku tahu dia sangat kesal, terutama hal super menyebalkan tadi dilakukan oleh orang asing yang ia tolong sendiri. Tapi sepertinya ia tidak bisa melakukan hal kasar pada perempuan, jadinya ya... dia berakhir dengan wajah masam penuh iritasi sepanjang perjalanan.

Sampai akhirnya kami memasuki benteng Osaka. Aku terperangah bukan main saat melihat kastil bersejarah yang asli, ASLI karena aku terlempar ke zaman Sengoku, zaman dimana masih banyak perang saudara di Jepang. Aku tidak bisa berhenti melihat-lihat halaman depan kastil yang masih sangat rapi, tidak seperti benteng Osaka di masa depan yang sudah mulai banyak di renovasi karena termakan usia. Tentunya masih dengan Motochika yang sedari tadi diam tanpa kata.

"Apa yang membawamu kemari, Chosokabe?" tiba-tiba saja langkah kami terhentikan oleh suara rendah. Laki-laki berperawakan ramping dengan rambut berwarna perak itu menatap dengan tatapan sangat tidak ramah, begitu dingin seolah kalau dia sangat keberatan dengan kehadiran kami. Aku kenal dia... dia kan teman sekelasku!

"Yoo, Ishida Mitsunari! Apa kabar? Tenang saja, aku kesini bukan ingin mengacak-acak kastil kesayangan Hideyoshi kok" ucap Motochika seolah ia begitu akrab dengan laki-laki yang serupa dengan teman sekelasku. Sedangkan si empunya nama hanya bisa mendelikkan matanya, namun masih setia mendengar ucapan Motochika. "Aku ada perlu dengan Gyoubu. Lebih tepatnya sih, 'kami'," lanjutnya sambil menyimpan sebelah tangannya di pundakku, membuatku sedikit bergidik saat lengan kokoh itu melingkari punggungku.

"Siapa dia? Apa kau memungut orang asing yang nyasar di Jepang?" tanya Mitsunari, masih dengan nada dinginnya. Orang ini... kok mulutnya barokah sekali?! Ishida Mitsunari di duniaku juga sama menyebalkannya sih!

"Nah, justru itu masalahnya" balas Motochika, singkat.

"Dia di dalam" ucap Mitsunari tidak kalah singkat dan pergi meninggalkan kami. Aku hanya memandang laki-laki sedingin es yang serupa dengan teman sekelasku tersebut dengan tatapan heran seiring dengan garis punggungnya yang mulai menghilang dari pandangan.

.

"Bagaimana Gyoubu? Kau bisa bantu kami?" tanya laki-laki berpredikat bajak laut di sebelahku pada sosok yang dipenuhi perban di depanku.

"Kau benar-benar terdampar ke masa lampau, Nona Hosokawa" jawabnya setelah mendengar semua penjelasan tentang diriku yang tiba-tiba berada di dimensi lampau ini, "Sebaiknya tunggu bintang jatuh selanjutnya agar kau bisa kembali melewati gerbang dimensi".

"Kau tahu kapan hal itu terjadi?" tanya Motochika lagi. Sedangkan pria yang dipanggil Gyoubu alias Ootani Yoshitsugu tersebut fokus pada papan berbentuk hexagram, dengan lambang Yin dan Yang ditengahnya serta lambang 5 elemen dan 12 elemen turunan lainnya. Aku lupa apa nama papan itu tapi yang kutahu bahwa konsep Yin-Yang, 5 elemen dan 12 elemen turunannya merupakan mitologi asal China yang dipakai untuk meramalkan gejala alam. Ya... itu juga menurut buku yang kubaca sih.

Dia ini Jenderal pasukan Toyotomi, tapi bisa punya papan yang biasa dipakai oleh Onmyouji. Ah entahlah...

"Bintang jatuh itu akan kembali terjadi dalam waktu seminggu kedepan"

"HA?! SEMINGGU?!" sontak aku dan Motochika hampir tersedak ludah sendiri begitu mendengar hasil ramalan dari Gyoubu. Sedangkan yang memberi jawaban hanya mengangguk kecil sebagai respon, membuat kami semakin terperangah –bahkan Motochika sampai ternganga–, shock dan tidak percaya bercampur menjadi satu. "GAK SALAH TUH?!" pekik kami berbarengan, membuat Gyoubu mengangguk sekali lagi dengan sedikit kesal karena hampir membuat dia tuli seketika.

Seminggu?

SEMINGGU AKU HARUS TERJEBAK BERSAMA BAJAK LAUT INI?!

Tuhan... aku ingin pulang... aku merindukan Yukimura...

"Tapi aku sarankan sebaiknya anda menyesuaikan diri dengan budaya di dimensi ini, Nona Hosokawa. Hal tersebut bisa mengundang perhatian publik dan mungkin akan membahayakan nona sendiri" saran Gyoubu, "Waktu satu minggu itu cukup lama, setidaknya anda harus membeli beberapa Kimono" lanjutnya lagi seiring dengan bola mata hitam itu melirik kearah bajak laut serba ungu disebelahku, refleks aku juga mengikuti kemana Gyoubu mengarahkan pandangannya.

"H-hei! Maksudnya apa menatapku seperti itu?!" tanya Motochika bingung bercampur panik.

"Sampai bintang jatuh kembali terjadi, Nona Hosokawa adalah tanggung jawabmu, Saikai no Oni. Kau kan hobi berburu harta karun, setidaknya belikanlah ia beberapa Kimono, jangan pelit" tegas Gyoubu sambil pergi mengambang(?) diatas papan tempat duduknya. Ucapan Gyoubu yang terbilang sedikit menusuk itu berhasil membuat Motochika diam tanpa kata untuk yang kedua kalinya dengan sepasang kepalan tangan yang gemetar, menahan gejolak amarahnya yang siap membogem siapa saja makhluk yang ada dihadapannya.

Sedangkan aku hanya nyengir ditempat, tidak berani berbicara dengannya.

.


Yoo, apa kabar~?

Setelah saya baca ulang, ternyata sedikit kesalahan dan ada sedikit 'hal' yang diganti, termasuk nama OC saya yang diganti jadi Hosokawa Noir. Entah kenapa, jadinya saya edit dari awal deh.

Motochika:"Telat banget nyadarnya, dasar telmi!"

Biasa lah, yang ada di pikiran mahasiswa bukan cuma fanfict! Itu juga gue nyadar nya pas lagi praktikum di kandang ternak.

Motochika:"Wahahahaha! Mahasiswa apaan lu sampe ke kandang ternak segala?!"

Oke, abaikan si banci Shikoku diatas *author ditimpuk jangkar*, dia gak tau penderitaan mahasiswa agribisnis tu kayak gimana, hiks... *malah curhat*

Well, intinya saya minta maaf bagi keteledoran dan keterlambatan author dalam fict ini hehehe

Lanjut chapter 2~!

Mind to review, minna?