• Freal •
[ ficlet ; bahasa ; b x b ; bts ; vhope ; smut / m / nc-17 ]
Hoseok masih tak mengerti mengapa dirinya dalam keadaan sadar begitu menggantungkan harapan pada sosok yang bersahabat erat dengan nonsense tiada akhir.
a/n: hai. sori ya. nongol nongol malah bawa efef lain nih, si tempe. ya udahlah shay, tunggu aja yang masih belom kelar tuh. tar juga mood-nya nyampe. belom enem bulan juga kan, hahahah.
oke. ini ff secara garis besar sih, isinya top!Taehyung sama bot!BTS gitu lah. kenapa Taehyung? karena bagi aku, dari semua daddy ganteng di BTS, Taehyung emang yang paling memenuhi syarat jadi seorang GGB; Ganteng Ganteng Brengsek, istilahnya. jadi aku ga bisa engga harus dedikasiin hasrat terpendam q pada Taehyung bersama dengan cecantiq2 kesayangan q, ea.
terus walopun tadi bilangnya bot!BTS, tapi ga semua anak BTS-nya yang jadi bottom ya, yang masuk akal jadi bottom bagi aku (dan hopefully bagi kalian juga) aja. ada 4 orang nih, spoiler, termasuk... Hoseok (iya, maaf, di mataku Hoseok sekarang sudah resmi jadi seorang bottom.) jadi bakal ada 4 chapter, ficlet/oneshot semua, tapi isinya relevan satu sama lain. ntap soul ga. ga ya. yaudah kalo ga, that's to be expected lah dari seorang nugu.
itu aja dulu deh, tar sisanya aku omongin di bawah. enjoy, ya.
[ WARNING ]
sekali lagi, top!Tae. little bit angsty, tiny bit. and unfortunately, vague smut.
.
.
.
.
.
.
.
#
"Sore, Prof."
Hoseok mengangkat kepala. Di ambang pintu, berdiri seorang laki-laki yang menghubunginya kemarin malam dengan alasan 'ada hal penting yang ingin didiskusikan'. Seperti terburu-buru, namun waktu kedatangan yang melewati satu jam perjanjian itu jelas menandakan sebaliknya. Di tangannya sudah bertengger map berisi sekumpulan dokumen yang akan diteliti olehnya lebih lanjut.
"Oh, Taehyung," ujarnya dengan senyum ramah. Seperti seorang akademisi yang mafhum, Hoseok mempersilakannya duduk di hadapannya dengan tenang.
Taehyung menyamankan posisinya, membuka lembar per lembar bukti kualifikasi seorang calon penerima beasiswa MBA ke Amerika Serikat, bersamaan dengan basa-basi ringan sebagai pembuka.
Hoseok tak begitu mempermasalahkan. Jika Taehyung mau, sebenarnya, surat rekomendasi yang terletak paling atas disitu tak perlu lagi bubuhan tanda tangan miliknya. Dekan Wharton Business School of UPenn bukanlah orang lain bagi seorang rektor muda SNU. Negosiasi tangan ketiga dapat dipastikan mulus seperti biasa, apalagi mengingat Menteri Keuangan tak lain dan tak bukan adalah ayah kandungnya sendiri.
Sialnya dirinya sudah lebih dulu tahu bahwa tujuan kedatangan pria yang (sialnya)-tampan dan berbakat-ini tak berdiri atas nama kesepakatan semata.
"Prasyaratmu sudah lengkap... referensi, bahasa, dan lain-lain sudah pas," Hoseok tetap menandatangani apa yang perlu dia tanda tangani sebagai formalitas, "yah, saya kira lebih dari cukup."
Walau ekspresinya masih menggambarkan kekhasan semangat kerja di jam berakhirnya kegiatan hari ini, sejujurnya dia tak ingin membuang waktu lebih lama. Senyum yang merekah di wajah tanpa dosa itu sudah sangat mengusik pikirannya, bahkan dari beberapa waktu yang lalu.
"Oh, c'mon, Prof." "Baru sekali ini kita bicara di kantor pribadimu."
'Aku yakin masih ada yang perlu kau tarik garis besarnya dariku.'
Ya. Hoseok menangkap makna tatapannya barusan. Nonsense yang diungkapkan lewat sikap yang bebas, terlepas dari kedudukan lawan bicara itu terkadang menyentuh urat kekesalannya, seperti sekarang.
"Tidak, aku pikir begitu." Hoseok buru-buru menyanggah. Sampai candaan yang dia lontarkan berikutnya terdengar seperti argumen tak berdasar. "Lulusan ekonomi SNU yang sudah mengelola startup dengan valuasi tak kurang dari $3000 tak perlu verifikasi lebih lanjut, bukan?"
Tak heran Taehyung tertawa. Dengan tawa itu pula, sesaat kehangatan itu terasa hadir kembali. Saat mereka berdua yang sempat melewati waktu bersama di luar ranah profesional, untuk beberapa menit kemudian.
Namun Hoseok berusaha tak begitu peduli. Tindak-tanduk yang familiar itu tak mungkin nihil arti. Dia tahu kini ketenangannya sedang diuji. Laki-laki itu mengerti, jika sosok Prof. Jung yang humoris nan toleran sempat terpatahkan oleh dirinya yang pernah lama tak di sisi.
Kendati saat dia berada disini bersamanya, dengan begitu kasualnya di depan mata kepala, kelegaan di hati itu sudah tak bersisa. Kedatangannya tak lagi diyakini oleh Hoseok sebagai permohonan maaf, terlebih untuk membayar sakit hatinya.
Hoseok menggunakan kesabarannya yang tersedia demi menghadapi waktu yang berkehendak untuk mempertahankan dirinya dengan lelaki itu di ruangan ini lebih lama, dalam keakraban artifisial.
.
.
.
.
.
.
.
"Yah... terimakasih atas bantuannya, Prof." Taehyung beranjak dari kursi, memasang sikap profesionalnya dalam berpamitan. Menjabat tangan Hoseok yang akhirnya merasa lega, yang masih sanggup untuk tak memperlihatkannya.
"Sama-sama." "Semoga sukses."
Taehyung terkekeh pelan. "Bisa dipastikan."
Hoseok menerjemahkan ungkapan tersebut sebagai 'tak ada yang tak mungkin jika itu ditangani olehmu.'
Nonsense yang kedua itu sudah disimpan oleh Hoseok dalam hati.
.
.
.
"Walau sebenarnya ada banyak yang ingin saya bahas, namun mengingat keterbatasan waktu..."
"...saya harap Anda bersedia menerima saya lain kali."
.
.
.
Hoseok tertawa kecil dalam nyata, juga secara miris dalam hati. Dia kira sudah cukup untuk timbunan nonsense yang menggunung sampai hari ini. Daripada mengabulkan permintaannya barusan, dia akan sangat menghormati keputusan Taehyung untuk segera angkat kaki dari ruangannya, sebelum kesabarannya benar-benar habis.
Sebelum itu, Hoseok merasa alangkah baiknya jika memaparkan senyum terakhir yang dianggapnya sebagai senyum perpisahan resmi, secara istimewa untuk laki-laki itu.
Yang juga secara resmi menguak isi hatinya dengan sangat jelas pada sepasang mata telanjang milik Taehyung.
.
.
.
.
.
.
.
Laki-laki ini tak pernah berubah.
Satu kelegaan itu yang tak pernah hilang, untungnya. Taehyung masih merasa lega karenanya, walau dia tahu Hoseok sedang tidak dalam keadaan terbaiknya ketika dia kembali.
Taehyung masih merasa bangga dan terkesima, karena kenyataannya hanya dia yang mengetahui sisi lain sosok berkaliber ini; ketahanannya menghadapi kebrengsekan Taehyung. Dia memang brengsek telah mempermainkan ketulusan hatinya, bahkan setelah semua yang telah Hoseok berikan padanya, baik kerjasama bilateral yang terselubung, sampai fisik yang beradu di atas ranjang.
Keberaniannya memperlihatkan entitasnya dengan jumawa sekarang pun bukan tanpa alasan. Dia berdiri disini, menantikan saat sosok ini mencapai batasnya. Saat senyum yang terpancar dari wajahnya merefleksikan ketabahan, namun bening yang meliputi matanya yang memerah berkata lain.
Kelemahan yang masih terlihat begitu indah.
Dan ketika saat itu tiba, Taehyung tahu perbuatan benar yang harus dia lakukan.
Meraih barisan jemarinya dalam genggaman, dan mengecup punggung tangannya lembut.
.
.
.
"You miss me that much, huh?" "Darling."
.
.
.
.
.
.
.
Hoseok sudah terpaku, tak peduli dengan dirinya yang kini tampak picisan di hadapan Taehyung. Senyuman itu rupanya menjadi bumerang baginya. Memijat batang hidung di area antara kedua matanya mungkin hanya satu-satunya cara untuk menyelamatkan wibawa, ketika helaan nafasnya yang dalam tempo singkat terdengar tertatih pelan.
Tak ada lagi kesempatan bagi batinnya untuk berdalih. Berdalih dari kenyataan bahwa memang benar;
dirinya merindukan laki-laki ini dengan sangat.
Senyuman yang masih terkias di wajah tampannya kini mengandung makna lain. Taehyung rasa kerinduan yang sama, yang juga sedari tadi tak diperlihatkannya pun butuh terpuaskan.
"You know," bisik Taehyung dengan satu tangan terbungkus di dalam kantung celana, meraih dagunya dalam sepasang telunjuk dan ibu jari. Menghapus jarak antara keduanya.
Kata-katanya yang telak kemudian beralamatkan pada semburat malu-malu di pipi Hoseok, serta tatapan mata yang terfokus di bibirnya.
"The thoughts of making love to you... has deliriously been killing me."
.
.
.
.
.
.
.
Seketika lembaran dokumen nan dangkal maslahat itu tak lagi jadi soal, tatkala si mantan mahasiswa tengah mencetak sejarah di tubuh sang rektor. Yang menyentuhnya tanpa perlu merasa menanggalkan seluruh pakaian yang meliputi fisiknya. Karena kecupannya di bagian tubuhnya yang paling intim sudah mampu untuk membuatnya hampir kehilangan kesadaran.
Hoseok tak pernah berubah. Masih tampak rupawan di usianya yang menginjak akhir kepala tiga. Yang masih membuat Taehyung terkesima, dan membanggakannya, atas dia yang setia menjadi sosok idola, namun tunduk hanya dalam pelukannya. Ekspresi yang sama, getaran yang sama. Menyuarakan keberterimaan penuh, secara tak kuasa.
Dengan tangan dinginnya, pemuda itu menjamahnya, mempertemukan keeksotisan kulit coklatnya dengan putih halus miliknya, dalam waktu yang akan menjadikannya rahasia. Bujuk rayu yang dia haturkan tiap helaan nafasnya, Hoseok telan dengan ketulusan. Ciuman panjangnya yang hangat di bibirnya dibalas dengan penuh pengharapan.
Mana mungkin lagi Hoseok bisa berdalih, kala nyatanya kerapuhan hatinya menerima kebrengsekan Taehyung tanpa syarat, pada akhirnya.
Sungguh. Walau Taehyung tak selamanya berkehendak untuk berada di sisinya, Hoseok masih terus menunggu.
Walau dia sudah lebih dulu tahu, bahwa cintanya yang langka tak jatuh hanya padanya seorang.
.
.
.
.
.
.
.
#
Hoseok perlahan membuka matanya. Masih merasa samar akan keadaan dirinya yang entah bagaimana berakhir di atas tempat tidurnya dengan seragam kerja. Yang sudah cukup berantakan.
Di tengah usaha untuk membuat dirinya siuman dari angan-angan yang membayang, ingatan terakhirnya tertancap pada satu memori. Tentang kedatangan seorang laki-laki.
Laki-laki yang datang dan pergi. Membawa sepenggal harapan, yang kemudian kandas oleh kepalsuan janji.
Juga secara ironi, laki-laki yang mengaburkan segala antipati dengan memenuhi permohonan air matanya yang meminta kesediaannya agar tetap berada di sisinya lebih lama lagi, dalam pelukan eratnya di akhir intimasi pada menit-menit yang telah lalu.
Namun Hoseok masih menganggap semuanya mimpi.
.
.
.
.
.
Hoseok masih menganggap semuanya mimpi, sampai pandangannya kemudian tertuju pada sesuatu yang terletak di atas nakas.
Sepucuk pesan perpisahan, juga setangkai mawar merah.
.
.
.
"I'll be missing you one more time."
- Don Juan
.
.
.
Hoseok masih tak mengerti mengapa dirinya dalam keadaan sadar begitu menggantungkan harapan pada sosok yang bersahabat erat dengan nonsense tiada akhir.
.
.
.
.
.
.
.
# end
.
.
.
.
.
.
.
# epilogue
Suasana tempat ini mungkin sekilas lebih baik daripada tempatnya bernaung. Mungkin, oleh keramaian yang membuat lupa. Wanita, ataupun laki-laki yang bersandar di sisi counter, maupun yang berkerumun di sofa, tak akan menolak jika didatangi.
Setidaknya yang dia legakan, di tempat ini hawa yang mengingatkannya akan tugasnya menangani jasad yang meregang nyawa di bawah penanganan gawat daruratnya, terbias oleh dentuman musik yang memekakkan telinga.
Sayang, tak lantas emosi tentang salah dan benar yang beradu dalam pikirannya kandas tertelan bersama dengan teman barunya malam itu; segelas bir.
Tentang ekspresi getir seorang wanita akan tewasnya buah hati perempuannya, dan promosi sebagai salah satu tangan kanannya yang dihaturkan oleh sang Direktur Utama sebagai bentuk pujian pada kesuksesannya atas operasi pengangkatan tumor otak pada Perdana Menteri Korea Selatan; yang notabene seorang koruptor.
Dan dirinya, seorang dokter bedah yang tak mampu menyelamatkan dua nyawa yang berharga itu sekaligus.
Walau fisiknya menerima bir yang sudah menginjak gelas ketiga itu dengan baik, hal yang sama tak berlaku bagi hatinya yang terasa makin sakit.
.
#
.
[ next : taejin ]
a/n: iya, yang di bagian epilogue itu preview buat next chapter a.k.a taejin punya hehe.
oke, lanjut. setelah bacot panjang di atas, sebenernya ini ff udah aku post di akun baru di wattpad, cie. maklum, lagi belajar gaul. username-nya sama kok, chevalo juga biar ga ribet. ato copas aja link ini: wattpad( dod )com( / )chevalo. (ofkors, itu kurungnya diilangin, dod-nya juga diganti titik.) ya walopun isinya ga ada yang berfaedah, antara fenfik repost dari sini sama yang ga di-post disini juga ada. kalo ada yang minat, coba intip2 aja. tq.
udah sih. sampe promosi aja ini ceritanya. yah, semoga kalian suka aja ya ficlet/short story ini. maaf jika kurang berkenan. see you. ××
