I Pray to You God

Chapter 01


SEVENTEEN Fanfiction

Genre: Comedy, School life, cute story, romance, BL/Yaoi, fantasy, crime

Pairing: Meanie, JunWon


Keheningan malam dikalahkan oleh sosok putih yang kini sedang meracau tak jelas akibat perbuatan pria yang sedang menggerayanginya. Sunyi malam yang sendu terpecah konsentrasinya akibat eluhan nan nikmat itu memenuhi udara. Membuat siapa saja yang melewati jalanan itu mengurungkan niatnya tuk melewati jalan gelap tersebut. Wonwoo yang baru saja menerima ajakan kencan buta yang dialamatkan padanya kini terjebak dalam situasi tak senonoh itu.

Wonwoo terima saja karena pria itu sudah membayarnya, tapi ini tidak sesuai kesepakatan, "Cukup Seungchol hyung! Ini tidak ada dikontrak." Wonwoo berontak, tangan pria yang sedang Menyentuhnya itu ia tepis.

Sambil mendecih Seungchol berkata, "Sialan kau Jeon! Orang-orang berkata kau paling mahal dan nikmat, tapi baru menyentuhmu sedikit saja kau sudah seperti ini." Pria itu kini mengalihkan pegangannya pada stir mobil.

Ya, mahal karena ia good-looking dan nikmat untuk dipandang.

Laki-laki yang duduk di kursi penumpang segera mengeluarkan secarik kertas lalu menuliskan sesuatu, selesai menulis ia tunjukkan karyanya kepada pria tadi.


Pelanggaran: Menyentuh pekerja artinya denda 25.000 Won.


"Sialan mahal sekali!" Seungchol memukul stir.

Wonwoo tersenyum menggoda lalu berkata, "Maaf, sudah menjadi peraturan sayang." —sarkasme.

"Kalau aku membayar lebih, apa kau mengizinkanku untuk..." Tidak melanjutkan kalimatnya, Seungchol membuat tanda lingkaran dengan jarinya lalu disusul jari telunjuk dari tangannya yang lain ia masukkan ke lubang yang ia buat tadi. Tersenyum manis sambil menaik-naikkan alisnya.

'Ya Tuhan kenapa aku harus berhadapan dengan makhluk mesum ini?' monolog Wonwoo, memutar bola matanya malas lalu mengindahkan pertanyaan pria tadi, "Tidak bisa Seungchol-hyung, aku masih pelajar." Wonwoo memasang simpul lalu menyipitkan mata —terkesan manis walau dibuat-buat.

Seungchol cemberut, moodnya kacau. Pria itu menyandarkan tubuhnya pada kursi mobil yang sedang didudukinya.

Wonwoo adalah seorang pria yang menerima jasa kencan buta jika dibayar. Syaratnya sederhana —pria yang manis dan kaya. Manis karena tidak akan menyerangnya, dan kaya karena akan mengisi dompetnya. Simple.

Wonwoo mengadahkan tangannya, ia sampirkan pada pria disamping. Menunggu lembaran kertas tuk terpampang disana.

Seungchol melirik, ditatapnya malas sosok manis di sebelahnya yang sedang tersenyum riang. Namun ia tetap mengeluarkan dompet dari kantung celana, "baiklah," Segera ia keluarkan lembaran demi lembaran uang tuk diberikan kepada pemuda tadi.

Wonwoo tersenyum, uang yang diberikan Seungchol tadi ia hitung, "Pas!" Senyumnya merekah, tak sabar membayangkan ingin belanja apa sepulang kerja nanti.

Wonwoo segera membuka pintu mobil disampingnya, beranjak pergi dari ruang sempit itu.

"Wonwoo!" Teriak Seungchol, memanggil pria putih yang akan meninggalkannya, "Tidak ada ciuman?" Seungchol bertanya dengan muka penuh harap, tapi Wonwoo malah mendengus.

"Muah! Silahkan gunakan jasa kami lagi!" Wonwoo mengedipkan mata, tak menunggu respon orang dibalik stir segera ia banting pintu mobil dan balik kanan.

Wonwoo tersenyum puas, ia berhasil mengelabui Seungchol dengan sikapnya tadi. Memancing pria yang lebih tua darinya itu dengan berpose erotis, membuat Seungchol kelabakan tuk menyentuhnya.

Tidak—Wonwoo tidak menikmati pekerjaannya. Baginya ini seperti neraka, menjadi objek pandang terlebih sentuh untuk laki-laki yang memesan dirinya hanya demi uang. Tidak—Wonwoo tidak membencinya, ia bisa mendapatkan uang yang banyak hanya dengan mengedipkan mata atau menemani seseorang makan malam—terlebih dirinya ditraktir.

Perjalanan hidupnya sudah cukup pahit sehingga dirinya harus berujung pada pekerjaan menjijikan tersebut. Saat dimana orang tuanya meninggal karena dilalap api, memaksa dirinya dan adiknya tuk hidup sebatang kara —berjuang mencari makan tuk hidup.

Tapi Wonwoo tidak ingin dikasihani, ia ingin mandiri. Walaupun pekerjaannya terbilang rendah namun Wonwoo tidak dalam posisi menolak, ia tidak ingin dirinya dan sang adik mati konyol karena kelaparan padahal peluang bagi dirinya tuk mendapatkan uang terbuka lebar di depan mata.

Wonwoo memasukkan tangannya ke dalam jaket, berusaha mengabaikan angin-angin nakal yang menyusupi tubuhnya.

Malam sudah menguasai dan Wonwoo tinggal lah seorang saja di tepi jalan. Laki-laki itu mengangkat tangan sebagian, menyingkap jaket lalu melihat bandul besi bertuliskan angka tuk mengetahui pukul berapa sekarang. Pukul tiga pagi. ia hanya dapat beristirahat selama empat jam untuk menyiapkan dirinya kembali tuk menghadiri sekolah. Sistem belajar di Korea Selatan cukup melelahkan, ditambah dirinya yang harus menekuni pekerjaan kencan butanya tersebut.

"Wonwoo!" Seseorang menyapa.

Uh! Akan gawat sekali jika ia ketahuan oleh pihak sekolah berkeliaran pada tengah malam seperti ini, padahal dirinya merupakan siswa berprestasi.

Wonwoo meneruskan langkahnya, tidak ingin menghiraukan panggilan namanya tersebut, 'Jika ia melihatku berjalan terus maka ia akan berfikir bahwa dirinya salah orang.' batin Wonwoo, membulatkan tekad meneruskan langkah menuju rumah.

"Jeon Wonwoo!" Suara itu lagi.

Wonwoo terantung menyerah, ia membalikkan tubuhnya. Mencari asal suara. Tidak ada orang.

'Apa aku berkhayal?' Wonwoo memang sudah sangat mengantuk, ia mengucek matanya.

"Kau tidak berkhayal." Suara itu lagi.

Wonwoo tercekat, ia berputar mencari asal suara tadi. Tidak ada siapa-siapa. Dan belum caranya tadi menanggapi pertanyaan Wonwoo, ia hanya meluncurkan pertanyaan itu dalam benaknya. 'Bagaimana orang itu bisa tahu isi benakku?' Wonwoo mengedarkan pandangannya pada sekeliling.

"Karena aku adalah dewa, aku bisa mendengar benakmu." Wonwoo hampir terloncat, apa suara itu hanya ada dalam kepalanya?

"Siapa kau?" Wonwoo berteriak, masih mencari asal suara.

"Di bawah!" Kata suara itu lagi.

Wonwoo mendelikkan matanya ke bawah, ia menangkap sosok kecil berbulu hitam panjang dengan mata kuning runcing menyala terduduk manis, "Halo Wonwoo!" Sapa makhluk itu.

Wonwoo yakin dirinya berhalusinasi, tidak mungkin sosok kucing hitam memanggil namanya. "Sepertinya aku sakit." Keluhnya.

"Kau tidak sakit, aku memang memanggilmu." Kata makhluk itu lagi.

Wonwoo terdiam—hening, terlebih tak ada orang sama sekali di jalan gelap itu.

"Kau sosok paling hina yang pernah aku temui Wonwoo," kata kucing hitam itu lagi, Wonwoo masih mencoba menyelaraskan pikirannya.

'Oh dia bilang aku hina.' batin Wonwoo. Sebuah kalimat yang menghujam keras namun tak berdampak apa-apa bagi seorang Jeon Wonwoo, ia sudah biasa disebut hina oleh adiknya akibat pekerjaan yang ditekuninya mencari uang dengan menipu atau menjadi kekasih simpanan —jadi cercahan macam itu tidak akan memberikan efek padanya.

Wonwoo melanjutkan perjalanannya, uang yang ia niatkan tadi tuk membeli makanan ia urungkan karena mini market sudah tutup.

"Hey!" Kucing itu berteriak, Wonwoo membalikkan badannya lalu menatap makhluk kecil itu.

"Apa kau tidak kaget melihat kucing bisa bicara? Tidak heran?" Daripada menanyakan kenapa Wonwoo tidak merasa sakit hati karena ia sebut hina, ia lebih memilih menanyakan kenapa Wonwoo tidak kaget melihat dirinya—seekor kucing yang dapat bicara.

Wonwoo memutar matanya culas, hidupnya sudah ruwet; mulai dari debt collector yang terus-terusan mengejar dirinya, sampai bebannya mencuci kaus kaki futsal milik adiknya yang kelewat bau bahkan melebihi trasi udang.

Wonwoo berjalan satu langkah menghampiri kucing itu —lalu berjongkok, "Dengar ya tuan kecil! Kau sama sekali tidak membuatku kagum ataupun heran. Urusanku sudah kelewat banyak dan memusingkan, aku tidak ingin membawa satu kucing yang bisa bicara menambah bebanku." Katanya culas.

Kucing hitam itu membulatkan matanya, terkagum pada sosok realistik di hadapan, "kalau begitu bawa aku pulang Wonwoo, kau harus..."

Wonwoo menempelkan telunjuknya pada mulut —wajah, karena mulutnya terlalu kecil— kucing tersebut, "Ssst... Diam kau setan kecil! Untuk makan aku dan adikku saja aku sudah kesusahan, sekarang kau ingin menumpang hidup?" Wonwoo memicingkan mata.

Terlihat raut sebal di wajah kucing itu, toh wajah semua kucing terlihat sama. Yakni terlihat menyebalkan, "Ini perintah Wonwoo, kau akan masuk neraka jika membangkang." Sosok hitam itu memperingatkan.

Wonwoo memutar bola matanya malas, "Hidupku sudah seperti di neraka, apa bedanya jika setelah mati aku ke neraka juga?" Tanyanya datar.

Kucing itu mendecak malas, ia tahu riwayat hidup Wonwoo. Usahanya sedari kecil mencari uang —walaupun dari menipu sampai mencuri ia lakukan juga— demi hidupnya dan sang adik. Oh betapa sengsaranya hidupmu Jeon Wonwoo.

'Tidak menjawab, artinya aku menang.' Monolog Wonwoo kala itu sebagai penutup percakapan saat ini, ia merasa bukan kewajibannya lah mengadopsi kucing tambun itu. Toh dilihat dari manapun kucing itu terlihat sejahtera, sepertinya ia berjenis persia dan tubuhnya sangat berisi—hidupnya pasti mewah sekali karena dirawat orang kaya. Siapa yang tidak ingin memiliki kucing elit macam ini? Yah walaupun Wonwoo menolaknya mentah-mentah barusan bukan berarti ia tidak menginginkan kucing ini, ia hanya risau mengurus keperluannya. Belum lagi kucing ini adalah kucing Persia, perawatannya pasti sangatlah mahal. Bulu panjangnya menyelimuti sekujur tubuh minta diusap—diremas, Wonwoo jadi gemas sendiri. Tapi ia urungkan niat itu, toh memeluk kucing yang bisa bicara —apalagi jantan— dapat melukai harga dirinya.

Wonwoo balik kanan, segera melanjutkan perjalanan pulangnya. Namun langkahnya tertahan kala kucing hitam itu mengatakan, "Kau adalah sosok serigala berbulu domba Wonwoo." Yang diperingati terpatung.

Deg.

Itu kali pertamanya hatinya merasa sakit kala seseorang —lebih tepatnya seekor kucing— menghinanya. Memang benar ia sudah berkali-kali mencari uang dengan cara tidak halal —kebanyakan menipu— demi dirinya dan sang adik. Dan sudah berapa kali juga orang yang ia tipu rugi karena dirinya, Wonwoo habis pikir.

Entah kenapa padahal dirinya sudah berkali kali disebut hina tapi kata 'Serigala berbulu domba' tadi seakan menusuk dadanya, terngiang-ngiang di kepala bahkan berhasil membuatnya migren.

Wonwoo balik kanan, menghadap kucing itu. Ia bersimpuh lalu mengadahkan tangannya, tanda agar sang kucing menaiki gendongannya.

Tak perlu berfikir dua kali sang kucing hitam langsung melompatkan kakinya menuju tangan putih itu, menempatkan dirinya nyaman.

Wonwoo berdiri lalu menapakkan kakinya kembali menuju rumah, 'Jika urusanku sudah selesai aku akan menjualmu pada tukang sirkus.' Wonwoo bermonolog ―mengancam.

Dengar.

Kucing itu mendengar batin Wonwoo, tapi ia memilih untuk tidak mengindahkannya, "Kenalkan aku Kim Mingyu!" Kata kucing itu, kepalanya mendongak mencari mata sang pemilik baru.

"Ya ya ya, Kim Mingyu. Jangan ajak aku bicara disini, aku tidak mau dianggap gila." Meskipun Wonwoo tahu tidak ada seorangpun disini tapi ia memilih untuk tidak menanggapi perkataan kucing tersebut, Wonwoo adalah seorang pria yang cool yang selalu menjaga image nya.

Perjalanan pulang berlangsung sunyi, hanya suara serangga yang menjadi pengiring dirinya dan sang kucing menembus hawa malam tuk menuju tempat persinggahan.


.


Suara pintu kayu terbuka dan menciptakan suara riuh karena engsel yang berkarat sudah lama tidak diganti. Di tengah ruangan, seorang anak laki-laki berusia tujuh belas tahun yang sedang sibuk memainkan game console barunya sambil mengemut lolipop segera menyambut sosok kakak yang baru pulang selepas bekerja, "hyung, lama sekali!" Kata laki-laki itu.

Wonwoo menilik maniknya menuju adiknya tersebut, "Hey anak kecil! Kenapa kau belum tidur?" Menaikkan intonasi serta mengernyitkan alis —tanda sang pemilik suara marah.

Yang dimarahi hanya menggidikan bahu lalu membentuk mulutnya seperti busur, "Ada game yang ingin aku tamatkan, hyung mana makanannya?" Setelah mengatakan alasannya ia mengalihkan percakapan.

Tidak mau bertengkar lebih lama Wonwoo menjawab, "Mini marketnya sudah tutup Jungkook, masak saja sosis atau nugget. Atau Chicken Wings sepertinya enak, soda masih ada kan?" Wonwoo menyebutkan serentet makanan instan yang menjadi penopang hidup dirinya dan adiknya tersebut, berjalan menuju dapur.

"Kau tahu? Awalnya aku suka dengan makanan-makanan itu," mengekori Wonwoo sambil melompat kecil, "tapi entah kenapa belakangan ini —aku ingin makanan yang..." Jungkook menggantung kalimatnya, "Sehat," Katanya datar, melirik sebentar onix sang kakak.

"Jangan berlagak tua," Wonwoo kesal, ia lempar Mingyu yang sedari tadi bersembunyi dibalik jaketnya pada sang adik.

"Gyaaa.. Apa ini?" Jungkook mengeluh kesakitan karena makhluk yang tadi dilemparnya hampir mencakar dirinya, "Oh.. Kucing?" Jungkook tersenyum lebar, "I prefer dog." Tiba-tiba senyumnya luntur, raut kekecewaan tampak pada wajah.

"Itu bukan kucing biasa, dia bisa bicara." Kata Wonwoo, senyum cerah tampak pada wajah.

Jungkook menyipitkan matanya, "Kau sakit hyung, sepertinya kau harus berhenti dari pekerjaanmu." Kata Jungkook datar, berlanjut membuka kulkas lalu membungkuk tuk menilik apa isinya.

"Aku memang bisa bicara."

Hening.

Jungkook menghentikan aktifitasnya sementara Wonwoo masih sibuk dengan peralatan masak di hadapan —yah meskipun ia tidak bisa masak dan masakannya terbilang cukup buruk jika dirasakan.

Jungkook mengalihkan pandangannya dari kulkas pada sosok hitam yang tadi sempat ia gendong lalu ia letakkan pada meja makan, "ia bicara." Katanya datar, masih mencoba menelaah peristiwa yang menghampirinya tadi.

Wonwoo yang sedang melepas jaket melirik sebentar adiknya lalu berkata, "Tuh kan benar." Katanya seraya tersenyum.

Hening.

Jungkook memutar bola matanya, "WOOOOOOOOOW!" Sontak ia berteriak. "Hyung!" Jungkook terkejut —meskipun reaksinya agak terlambat— ia membuat kontak dengan kakaknya.

Wonwoo merapikan rambut sambil tersenyum jengah, sementara Mingyu di atas meja hanya tersenyum bangga menatap Jungkook yang terkagum akan dirinya.

"Hyung kau tahu apa artinya?" Teriak Jungkook, ia memeluk kemudian menggenggam erat kedua tangan hyung nya.

Wonwoo membuka matanya lebar, ia juga menyunggingkan senyum disana, "Apa kau memikirkan apa yang aku pikirkan?" Wonwoo bertanya lembut, sementara Jungkook masih tersenyum-terkaget-terkagum.

"AYO KITA JUAL KUCING INI PADA TUKANG SIRKUS!" Teriak mereka serempak, berpelukan lalu berputar-putar sambil berpegangan tangan. Tak lupa iringan nyanyian " lalalallalalalalla" keluar dari mulut mereka, beradu memecah keheningan malam. Tidak memedulikan tetangga yang menggedor-gedor tembok pembatas rumah mereka adar tidak berisik.

"Yeyeye lalalala! Yeyeye lalalala!" Mereka berdua bernyanyi, berputar-putar sambil menggandengkan kedua tangan mereka.

"Hore kita akan kaya!" Teriak Jungkook.

"Aku tidak perlu menjual tubuhku lagi," Kata Wonwoo.

"Aku bisa ikut camping sekolah," Kata Jungkook.

"Aku bisa bayar buku tahunan sekolah,"

"Aku bisa beli seragam futsal,"

Sementara sosok di atas meja hanya menggeleng pelan, "Kalian kakak adik yang benar-benar sudah gila," Katanya pelan. "di kepala kalian hanya ada uang saja." Tambah kucing itu, bersimpati kepada kakak-adik yang sedang menari-nari di atas dapur.

TBC


Horeeee... Akhirnya kesampean bikin cerita komedi,, yah walaupun fantasi tapi gue harap kalian suka;) Ini merupakan imajinasi gue ketika smp, waktu itu khayalan gue msh waras jd sama sekali gk ada yaoi n gk ada hentai. Tapi cerita ini bakalan gw remade abis-abisan, plus saat itu gue bikin cerita ini lebih mendominasi karakter oc gw yg kebanyakan wanita drpd lk"

Berharap dinotice kak deka-deki dan JoLiyeol:')

Jangan lupa reviewnya nya,, siapa tau gue bisa terinspirasi dari kalian heheheh... I love you All!

Kalau mau ada saran tolong PM yaaa...