Dari prompt LJ 31-days bulan Maret nomor 11:no encouragement for ghosts

[[Hetalia is not mine~ ]]

(*******)
((AU!))

Bangunan itu terdiri dari dua lantai, besar dan menjulang dengan angker. Sudah berabad-abad lebih tidak ditempati. Bisa dibayangkan sangat tidak terawat, lapuk, tidak layak ditempati. Bangunan ini tidak tersentuh karena kisah-kisah seram yang tersebar luas di masyarakat, ada yang membuktikannya sendiri, ada yang hanya tahu.

Terkadang, dalam malam-malam tertentu, dari bangunan ini akan keluar suara teriakan yang dapat mengoyak gendang telinga, dapat terdengar hingga berpuluh-puluh meter. Hanya beberapa orang yang tahu kalau hal ini benar terjadi. Karena, bangunan ini terletak jauh dari pemukiman. Di balik bukit, jauh dari perkebunan warga. Halaman belakang bangunan langsung menyapa hutan yang tidak boleh disentuh.

Masyakarat di sekitar situ sangat menghargai alam. Mereka bekerja dengan berkebun dan berternak. Pembukaan ladang tidak dikerjakan dengan asal. Mereka mengambil seperlunya dan selebihnya dikembalikan ke alam. Tak hanya sangat bergantung pada alam, mereka percaya cerita-cerita nenek moyang mereka, orang-orang di zaman dahulu, termasuk cerita-cerita takhayul yang belum terbukti kebenarannya.

Masyakat di sini pencerita yang hebat. Bangunan yang terletak di tepi hutan itu, juga termasuk salah satu cerita terhebat yang mereka miliki. Konon, berabad-abad yang lalu, ketika tanah mereka masih dijajah oleh bangsa asing, sedikit dari bangsa tersebut adalah penyihir, selanjutnya merekalah yang tetap tinggal sementara bangsa-bangsa mereka meninggalkan tanah tersebut. Salah satu penyihir itu bernama Sir Arthur Kirkland. Apakah dia sebenarnya mantan prajurit? Tidak ada yang tahu. Masyarakat kampung saat itu lebih bodoh daripada sekarang, apa itu penyihir, mereka tak tahu! Tidak ada yang tahu penyihir-penyihir tersebut melakukan apa. Tentunya, selain menunjuk mereka lalu melafalkan nama mereka dan mengucapkan mantra-mantra.

Tetapi, yang mereka tahu, penyihir-penyihir itu jahat. Termasuk Sir Arthur. Dia mendirikan sebuah puri tepat di pinggir menuju hutan, di balik perbukitan. Apakah itu jahat? Tidak, itu bukan bagian yang jahatnya. Masyarakat kampung di zaman itu, pemukimannya masih tersebar, di sinilah kejahatan yang Sir Arthur lakukan. Dia menculik perempuan-perempuan desa! Untuk apa? Tidak ada yang tahu. Yang pasti mereka tidak pernah kembali. Masyarakat yang mencoba mengambil kembali gadis-gadis mereka, malah berujung mati. Bangunan itu, puri itu, kemudian disebut Puri Perawan. Lucu sekali? Ya, masyarakat kampung sangat punya rasa humor dalam penamaan. Puri Perawan menjadi daerah pertumpahan darah antara masyarakat dengan penyihir Sir Arthur.

Bagaimana dengan Sir Arthur sendiri? Selain kejahatannya, siapa yang tahu bagaimana wataknya? Di zaman itu, daerah pemukiman tidak terlalu terpusat seperti sekarang. Ada beberapa rumah yang letaknya beberapa puluh meter dari puri itu. Sir Arthur sesekali keluar. Tidak pernah menyapa, masyarakat yang berpapasan dengannya langsung tahu itu Sir Arthur, dari auranya yang dingin dan selalu tidak tersenyum. Dia menjaga jarak dengan penduduk, seperti penjajah lainnya, tetapi juga karena dia penyihir. Sejak masyarakat mulai tahu perbuatan jahatnya, dia sudah benar-benar hilang. Sir Arthur tidak pernah keluar, termasuk memenuhi kebutuhannya untuk makanan. Untungnya, bagi orang yang peduli, dia seperti penduduk yang lain, berkebun untuk memenuhi kebutuhan.

Akhir dari cerita bermacam-macam. Termasuk akhir cerita yang biasa-biasa saja; Sir Arthur mati karena diamuk masa. Ohh bung, itu klasik. Sir Arthur bunuh diri karena tersiksa akan hidupnya yang seorang diri, stres karena tidak dapat membangkitkan wanita yang dicintainya. Itu kalau berkaitan dengan alasannya menculik semua wanita. Ada juga yang berpendapat, kalau Sir Arthur memantrai dirinya, menyatukan dirinya dengan puri. Ini karena hal-hal yang menyeramkan tentang puri sepeninggalnya. Kalau bukan Sir Arthur sendiri menjadi hantunya, lalu siapa? Puri itu hanya pernah ditinggali olehnya, dan tidak pernah ditempati kembali.

Tak pernah ada yang berani menempati puri itu. Membangun tempat tinggal di dekat puri, membuka lahan di dekat puri, juga tidak. Puri itu, yang bisa dijadikan bangunan bersejarah, hanya berdiri di sana, sendirian seperti pemiliknya. Hanya kisah-kisah misterinya yang masih hidup dan mewarnai kisah-kisah bewarna di kampung itu.

Keadaan Puri, ditinggalkan tuannya yang mati, rupanya tak berlangsung lebih lama lagi. Setelah berabad-abad lamanya, akhirnya ada orang yang tertarik untuk menempati puri itu.

Masyarakat terkejut dan khawatir. Perempuan muda dari Eropa, yang tak tahu menahu akan menjadi pemilik puri yang selanjutnya. Mereka bilang, "Perempuan ini nyari mati!"