Pair : Naruto x Hinata
Naruto Still belongs to Masashi Kishimoto
Rated : T
.
.
.
.
Summary :
Jika perempuan itu mampu menaklukan hatiku. Mengapa aku hanya berdiam saja? Tidakkah lebih baik untuk meresponnya? Atau sesuatu akan terjadi jika aku menerimanya? JIka benar, apakah resiko itu begitu besar? Aku bingung harus memulai dari mana.
.
.
.
.
"Hey Naruto! Kau melamun lagi ya?"
"Tidak."
"Haa.. Mana mungkin tidak. Kebiasaanmu melamun disiang hari seperti ini. Sudahlah Naruto.. Apa sih yang sering kau lamunkan? Pentingkah?"
"Aku tak tahu. Tapi entah mengapa akhir-akhir ini, hal seperti ini suka terjadi sendirinya padaku. Aku saja bingung. Ah sudahlah Kiba.. Jam berapa sekarang? Bukankah kita harus menyelesaikan Tugas dari Kakashi-sensei?"
Kalian pasti sudah mengetahui namaku. Yap! Namaku adalah Namikaze Naruto. Aku adalah putra sulung dari keluarga Namikaze. Ayahku bekerja di perusahaan ternama yang cukup terkenal diseluruh dunia. Sementara ibuku adalah seorang ibu rumah tangga yang hanya mengurus keluarganya yaitu aku, adikku dan ayahku. Dan pria yang mengajakku berbicara ini adalah sahabatku Inuzuka Kiba. Dia adalah anak dari keluarga Inuzuka yang memiliki beberapa sekolah ternama didunia. Tidak heran jika setiap orang hampir mengenali kami berdua karena kami cukup terkenal.
"Mengalihkan pembicaraan heh? Kau pikir kau cukup pintar tuan Namikaze? Katakan padaku apa yang kau lamunkan setiap hari? Apakah itu wanita?" ada apa dengannya? Mengapa ia jadi begitu ingin tahu? Cihh..
"Apa urusannya denganmu? Bukan urusanmu juga." Dengusku kesal.
"Hey! Itu urusanku. Karena apa yang kau lamunkan itu membuat kau hampir setiap hari menghiraukanku!"
"Intinya bukan urusanmu Kiba!" Dengan sedikit nada tinggi aku meneriaki temanku itu dan pergi meninggalkannya.
"Hey tunggu! Katakan padaku Naruto!"
.
.
.
*Lavender*
.
.
.
.
'Tring~ Tring~'
Hari sudah semakin sore menunjukkan pukul 16.00 yang mengisyaratkan bel untuk mulai berdering. Hal ini tentu saja membuat semua teman-temanku merasa seperti diangkat kesurga. Suara bel yang terus berdering membuatku sedikit risih karena bel itu berada tepat sekali diatasku.
"Mengapa aku harus mendapati tempat ini.." Gumamku.
Temanku yang sedari tadi melihatku tersenyum jahil dan mulai meremehkanku dengan tatapan sedikit mengejek.
"Makanya Naruto. Jangan jadi pemalas. Akhirnya Kakashi-sensei menempatkanmu disitu deh hihi.."
"Iya Sakura-chan hehe.. Aku hanya suka kecapean saja."
"Setiap hari kau slalu beralasan Naruto." Umpatnya kesal padaku dan segera bergegas pergi keluar meninggalkanku dan murid-murid yang tersisa dikelas.
Aku hanya bingung pada wanita itu. Ia begitu cantik sehingga banyak sekali lelaki yang menginginkannya. Tetapi mengapa lelaki yang menyatakan cinta padanya slalu ia tolak?
Ah sudahlah.. aku harus segera pulang. Telat saja bisa membuatku pulang tak selamat nantinya.
.
.
.
.
Mobil Ferariku sudah harus segera diganti bannya. Aku bosan dengan ban yang tidak bergaya seperti ini. Mengapa Kaa-san tidak pernah memberitahuku jika ada ban yang lebih bagus dari ini. Dia itu sangat Fashionable tapi tidak memperdulikan anaknya ini huhh.
"Ko-Konichiwa Se-Senpai.. Bisa minta bantuan sebentar?" Suara yang begitu lembut tiba-tiba membuyarkan penglihatanku pada ban yang sedari tadi sedang ku urusi.
"K-kau..? E-eh ma-maksudku.. Tentu. Apa yang harus aku bantu?" Mataku masih terus memandanginya. Entah mengapa ia persis sekali dengan wanita yang sering kulamunkan.
"A-ano.. Ban sepedaku sepertinya bocor.. Aku mencari-cari seseorang.. Namun yang kudapati hanya Se-Senpai." Ucapnya menunduk menyembunyikan wajahnya dari hadapanku.
"Kau murid kelas? Aku tak pernah melihatmu. Apa kau murid baru? Atau kau sering bolos?" Aku mengintimidasinya dengan menanyakan hal yang tidak masuk akal ya ampun Kami-sama.. Ada apa denganku hari ini.
"Eh? Aku murid kelas X yang pernah Senpai tunjuki jalan menuju kelasku. A-Aku selalu masuk. H-Hanya aku tidak terlalu dikenal banyak orang." Menunjuki kelas? Kapan? Tidak ingat sepertinya. Namun aku hanya mengangguk ingat saja. Karena aku harus membantunya untuk membereskan sepedanya.
"Dimana sepedamu?"
"Ini yang kupegang dari tadi Senpai." Aduh pertanyaan yang konyol. Sampai tak menyadari bahwa ia sudah sedari tadi membawa sepedanya.
"Oh itu sepeda ya.." Dengan polosnya aku mengatakan hal seperti itu kepadanya.
"E-eh? Trotoar senpai.. Ini Trotoar.." Trotoar seperti sepeda? Mataku yang salah atau memang aku sedang dikerjai?
"Hihi.. Ya ini Se-sepeda senpai. Tak mungkin wanita sepertiku me-membawa trotoar kesekolah." Naruto Baka! Apa yang terjadi padamu hari ini sih! Kau minum apa tadi pagi!
"K-Kalau begitu biar kulihat dulu."
.
.
"Hanya kurang angin. Kebetulan sekali kau bertemu denganku. Karena aku slalu membawa pompa ban." Ucapku sambil tersenyum lima jari.
"Arigatou Senpai.."
"Oh ya Hinata-chan.."
'DEG'
"E-eh? Senpai tahu namaku?" Astaga.. Ternyata benar wanita ini yang slalu ada dilamunanku. Namanya saja tidak salah kusebutkan.
"Ka-kaukan pernah mengatakannya padaku saat kita berpisah." Aku harus mencari berbagai alasan agar tidak dicurigai.
"Ta-tapi—"
"Oh ya.. Sebaiknya kau pulang. Hari sudah semakin sore. Apalagi kau menaiki sepeda. Kalau begitu aku duluan."
Akupun pergi kemobilku dan segera berpamitan dengan meng'klakson'kan mobilku padanya. Segera kulajukan mobil yang sedari tadi kutumpangi dan perjalanan kerumahpun terjadi..
.
.
.
.
End of POV's
.
.
Wanita yang ditinggal sendirian itupun mematung ditempat karena mengetahui pria yang ia idamkan mengetahui namanya. Jika dipikir hari demi hari. Pria itu saja jarang menyapanya. Melihatnya atau mengetahuinya saja pria itu kemungkinan besar sama sekali tidak mengetahuinya.
"Di-dia mengetahui namaku? Kami-sama.. Apakah aku bermimpi? Aaaa! A-Aku harus segera pulang menceritakan pada Hana!"
Dan terjadilah perjalanan panjang yang dialami gadis itu dengan sepedanya menuju perjalanan pulang.
.
.
Rumah yang kumuh dengan ditinggali oleh dua orang penghuni ini membuat keramaian yang dibuat mereka sendiri.
"APA?! Dia mengetahui nama Nee-chan?! Waa! Nee-chan hebat ya! Pria seperti Naruto-nii mengetahui nama Nee-chan! Ini sungguh kabar gembira Nee-chan! Lalu apa yang kalian bicarakan?"
"Nee-chan hanya meminta bantuan karena ban sepeda Nee-chan kurang angin." ucap wanita itu sambil bersedih.
Wanita itu adalah Hyuuga Hinata. Ia hanya tinggal berdua bersama adiknya yang bernama Hyuuga Hanabi. Kedua orangtua mereka mengusir mereka dikarenakan tidak mampu membiayai anaknya sendiri. Kejamnya mereka mengusir HInata dan Hanabi yang pada saat itu adiknya masih berumur 2 tahun dan dirinya masih berumur 8 tahun. Dan akhirnya Hinata sampai sekarang mampu mengurusi adiknya itu. Ia bekerja sambilan dengan gaji yang cukup untuk membiayai kehidupan dan sekolah mereka.
"Nee-chan.. Tak usah bersedih. Mungkin hari ini Nee-chan hanya baru bisa berbicara dengannya. Namun cukup kabar gembira untuk Hana.. Senang melihat Nee-chan senang!"
Sang kakak yang melihat sang adik begitu gembira sangat begitu terpukul. Entah apa yang ada dipikiran gadis itu berbeda dengan apa yang ada dipemikiran adiknya.
'Haruskah aku terus mengidamkan pria itu Kami-sama? Namun aku hanya gadis yang tak punya apa-apa untuk mendekatinya. Bahkan derajat kamipun sangat berbeda jauh' umpatnya dalam hati.
"Nee-chan melamun! Aku lapar Nee-chan. Apa yang kita makan malam ini?" Hana membuyarkan lamunan kakaknya karena ia sudah sedari tadi menunggu kedatangan kakaknya.
"Makan Roti isi kacang lagi Hana.. Tak apa kan?" Merasa tak enak hati Hinata mengatakannya dengan senyuman penuh penyesalan.
"Tak apa Nee-chan! Yang penting kita makan. Bagaimana dengan minumannya? Aku sudah sangat haus Nee-chan."
"Nee-chan bawakan air mineral dingin. Tadi ada diskon besar-besaran. Makanya Nee-chan beli 6 botol besar untuk hari-hari berikutnya." Ucap Hinata dengan memperlihatkan botol besar air mineral yang sedari tadi ia bawa didalam plastik.
"Asyik! Akhirnya aku tidak akan haus lagi! Terima kasih Nee-chan.. Tapi Nee-chan.. Hari ini sekolahku ada pembagian buku. Masing-masing buku itu seharga 120yen."
Hinata menatap adiknya itu sebentar penuh harap.
"Tapi jika Nee-chan tidak mau membelinya tak apa. Mungkin aku bisa memungutnya ditempat lain. Kali ini aku takkan merepoti Nee-chan." Ucap Hanabi sambil tersenyum penuh ketulusan. Namun dimata Hinata itu adalah penyiksaan.
"Nee-chan ada uang untuk itu Hana. Tenang saja ya.. Nee-chan masih ada uang sisa belanjaan tadi Hana. Jadi tenang saja."
.
.
.
.
"Apa yang harus kulakukan besok? Mati gaya jika bertemu dengan wanita itu lagi."
Lelaki blonde itu terus merutuki dirinya atas apa yang terjadi tadi sore antara dia dengan wanita yang slalu menghantui pikirannya itu.
"Satu hal yang aku bingungkan.. Wanita itu tiba begitu saja disetiap lamunanku. Bahkan tadi aku sama sekali tak berani menatap wajahnya! Ada apa denganku! Dia bilang kami pernah bertemu bukan? Kenapa harus malu?"
.
.
.
Wanita berambut indigo itu terus melirik jam pukul 05:00 pagi berusaha untuk bangun. Namun kegiatannya terhenti karena kepalanya yang mendadak sangat sakit.
"Mengapa ini slalu terjadi padaku? Sepertinya aku tak pernah melakukan hal aneh."
Berusaha untuk bangkit menyiapkan diri untuk kesekolah namun apa daya dirinya sedang tidak sehat.
"Ada apa Nee-chan? Nee-chan tak apa?" Hana yang mengetahui perubahan wajah pada kakaknya itu segera menghampiri kakaknya.
"Nee-chan tak apa Hana. Hanya sedikit pusing." Ucap gadis itu sambil memegangi kepalanya menandakan bahwa kepalanya sakit.
"Tak usah sekolah ya? Hana akan membuat surat ijin untuk Nee-"
"Nee-chan bisa kok. Tak usah mengkhawatirkan Nee-chan.. Kau bersiaplah untuk kesekolah." Tepis Hinata. Ia tidak mau adiknya terlambat hanya karena dirinya yang dibuat repot.
"…" Dengan sedih Hanabi memandang kakaknya yang terus saja melawan rasa sakitnya untuk bersekolah.
"Hana.. Sekolah itu butuh perjuangan. Banyak anak-anak diluar sana yang seperti kita ingin bersekolah namun tidak bisa. Maka dari itu.. Tak bagus menyianyiakannya." Hinata terus membenarkan posisinya bahwa dirinya tak apa.
"Baiklah Nee-chan.. Aku akan menyiapkan pakaian Nee-chan saja dan menyiapkan segelas air untuk mengurangi rasa sakit walau hanya sedikit." dan kemudian Hanabi bergegas untuk melaksanakan apa yang harus ia kerjakan.
Hinata yang melihat adiknya beranjak pergi dari hadapannya tersenyum.
"Aku kuat Kami-sama.." Kemudian ia bangkit dan bergegas untuk mencuci badannya dan bersiap-siap berangkat.
.
.
.
Pria blonde itu sepertinya terus mendapatkan surat-surat tak penting yang menurutnya mengganggunya itu. Kemudian ada satu surat yang mengalihkan perhatiannya didalam loker yang baru saja ia buka.
"Harum sekali. Kelihatannya ini beda dari surat-surat sebelumnya."
Dengan penasaran pria blonde itu membuka surat itu dengan perlahan. Ia juga tak mau merusak 'Image' surat itu. Dan sepertinya surat ini sudah lama. Dipemikirannya mungkin surat ini terlalu dalam ditaruh oleh pengirim rahasia.
From : -
To : Naruto Senpai
Dear Naruto Senpai
Jika Naruto Senpai membaca surat ini.. Itu artinya Naruto Senpai mau meluangkan waktu untuk membacanya.
Naruto Senpai..
Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku mengagumi, menyukai tawamu bahkan senyumanmu. Tingkah lakumu yang konyol juga tak lupa membuatku slalu tersenyum.
Naruto Senpai adalah semangat hidupku. Dengan slalu melihat Naruto Senpai dari jauh.. Hal ini tidak membuatku risih. Karena cukup dari kejauhan itulah aku bisa mengetahui tentangmu.
Sekian dari surat ini.
Kuharap Naruto Senpai suatu saat akan membalas perasaanku.
Aku tahu ini mustahil.
Namun tiada yang mustahil bagi Kami-sama jika hal itu terjadi.
Love : -
.
Membaca surat yang tak dikenalnya dengan penuh perasaan. Baru kali ini ada yang mengirimkan kata demi kata seperti itu padanya. Hal ini membuatnya berfikir bahwa itu bukan hanya sekedar fansnya. Tetapi orang yang terlalu mengaguminya dan mencintainya.
"Tidak ada nama pengirimnya. Siapa sih? Mengapa wanita disini begitu misterius semua." Pria itu kembali menatap para wanita yang berlalu lalang dengan penuh tatapan ngeri.
"Harusnya aku tahu bahwa mereka yang membuatku takut bersekolah disini." Helaan nafas yang sukses membuatnya sedikit tenang.
'Brugh!'
"Ugh! Go-gomen.. A-Aku tak melihat jalan.." Seseorang yang menabrak pria itu dengan penuh minta maaf berusaha menetralkan jalannya.
"Tak apa.." Narutopun tercekat melihat siapa seseorang yang baru saja menabraknya.
"Hi-Hinata.. E-eh maksudku.. Ohayou Hinata!"
Sapaan itu sukses membuat indera pendengaran Hinata mengencang. Tak lupa dengan degupan jantung yang berpacu tak karuan kala bertemu dengan si raja pemalas yang juga pria idamannya.
"Na-Naruto Senpai.. Go-gomen! A-Ano.. Kepalaku sedang tidak sehat. Jadi aku buru-buru! Permisi!"
Belum sempat ia beranjak pergi. Sebuah tangan kekar menangkap tangannya yang mungil. Menahannya untuk tidak pergi.
"Kau sakit? Ayo cek ke dokter!" entah kenapa hal ini membuat pria itu terkejut akan sifatnya pada gadis muda ini. Ia mendadak perhatian.
"Tidak.. Aku hanya sedikit pusing. Aku baik-baik sa-" dan dengan cepat siaga. Pria blonde itu menahan tubuh wanita yang sekarang pingsan dihadapannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
Nyan.. Nyan.. Nyan..
A/N :
Gomenasai Minna-san..
Kalau jelek atau ngegantung chapternya.. Soalnya saya bener-bener Newbie T.T
Ini bahkan Fic pertama saya.
Chapter selanjutnya tunggu ya.. Masih dalam Proses Pembuatan (/)
By to the way.. Bolehkah saya Minta Reviewnya? XD
Hihi..
