Diclaimer: NARUTO belongs To Masashi Kishimoto.

xxx

Ia sangat menyukai saat-saat seperti ini. Saat dimana ia dapat melihat wajah tidur pria yang berada di sampingnya.

Kenapa tidak? Cara pria itu menggulungkan tubuhnya dalam selimut dengan rambut pirang keemasan yang berantakan, garis air liur yang mengalir keluar dari mulutnya, alis dan bulu mata yang kadang bergerak tidak beraturan, deru nafas yang terdengar teratur dengan dada yang naik turun, serta wajah yang polos tanpa beban sama sekali, semua itu benar-benar hal yang paling manis yang pernah dilihatnya. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan jeritan bahagia yang hendak keluar dari bibirnya.

Hinata tidak tahu sudah berapa lama waktu yang ia habiskan hanya untuk menatapnya. Ah, tapi itu sama sekali tidak penting. Ia sama sekali tidak peduli dengan hal itu. Justru sebaliknya, ia ingin melihat wajah itu sepanjang hari tanpa berniat melewatkan satu detik pun kesempatan. Tidak setiap hari ia bisa menikmati pemandangan seperti ini tanpa godaan dari sang pria jika ia tertangkan basah melakukan hal seperti yang dilakukannya kini. Namun sekarang, menurutnya, adalah saat yang paling tepat untuk memuaskan keinginannya menatap wajah tidur sang terkasih. Sepuasnya.

Jari-jari putihnya menyusuri wajah kecoklatan yang dihiasi tiga garis itu dengan begitu pelan dan hati-hati, seakan ingin merasakan tekstur wajah itu seluruhnya tanpa melewatkan satu inchi pun. Setelah puas, ia menyeka air liur di sekitar mulutnya dengan jarinya. Ia mencodongkan tubuhnya dan memberikan ciuman lembut di kening sang pria. Tindakannya ini membuat pria itu terjaga dari tidurnya. Kelopak mata itu terbuka perlahan, menampakkan sepasang mata berwarna biru sapphire yang sangat mempesona bagi Hinata. Ia mengerjapkan matanya hingga pandangannya bertemu dengan sepasang mata amethyst yang tentu saja telah dikenalnya dengan sangat baik.

"Hinata?"

"Selamat pagi, pangeran tidur," balas Hinata dengan senyum dan rona merah samar yang tak lepas dari wajahnya. Jemarinya bergerak membelai helaian rambut pirang milik Naruto.

Naruto menguap satu kali sebelum kembali membaringkan tubuhnya, untuk kali ini di kedua paha Hinata. "Jam berapa sekarang?"

"Waktu untukmu bangun dan menunjukkan cintamu padaku seperti biasa, Naruto-kun…" kali ini Hinata yang mencoba menggoda Naruto, membuat seringai khas muncul di wajah pria bermarga Uzumaki itu. Ia bangun dan melingkarkan lengannya di pinggul Hinata dan menarik wanita itu untuk lebih dekat padanya. Jari-jari tannya yang nakal mulai melancarkan serangan dengan menggelitik perut telanjang Hinata.

"Kurasa aku sudah menunjukkannya tadi malam… Atau kau belum merasa puas, hime?" tawa pelan nan jahil itu dibalas dengan satu pukulan di bahu Naruto. "Ouch! Aku hanya bercanda, Hinata-chan."

Hinata memutar bola matanya dan berusaha menahan rona merah itu agar tidak semakin nyata terlihat di wajah putihnya. "Ini sudah hampir siang. Apa kau tidak lapar, Naruto-kun?"

Naruto tidak menjawab. Ia justru kembali menutup matanya dan membawa Hinata ke dalam pelukannya. Ia tersenyum saat aroma lavender dan vanilla yang mampu menenangkannya itu tercium melalui indra penciumannya. Tidak butuh waktu lama untuk ia kembali tertidur dalam pelukan Hinata.

Hinata tertegun. Ia mencoba mengguncang pelan tubuh Naruto namun itu tidak efektif mengingat Naruto sudah kembali mendengkur. Hinata tersenyum dan menggeleng pasrah.

Sepertinya waktu untuk menatap wajah tidur suaminya itu masih panjang di hari minggu ini. Dan tentu Hinata sama sekali tidak keberatan untuk hal itu.

END