NaruHina;—andai Hinata tahu, Naruto selalu mengabadikan momen yang dilakukan gadis itu menggunakan jepretan lensa kameranya.
[ Snapshot ]
Naruto masih tetap duduk di bangku kantin kampus dengan sebuah DSRL di tangan. Sesekali terdengar suara jepretan kamera, ia tengah mememotret sesuatu—mungkin lebih tepatnya, seseorang. Naruto memamerkan cengiran ketika melihat foto—objek—yang didapatnya terasa sempurna.
Oke, sekali lagi. Lelaki itu kembali membuka penutup lensa kamera.
Jepret!
Jepret!
Pemilik surai pirang itu bahkan tak mampu mengatasi debaran jantungnya yang kian menggila ketika melihat gadis itu tertawa bersama teman-temannya selang dua meja di depan sana. Ugh, ia sudah mulai geger otak sekarang.
Ah, andai Hinata tau bahwa Naruto sangat menyukainya. Suka yang melebihi sukanya terhadap fotografi. Dan sekarang Naruto baru menyadari, Hinata yang menjadi objek potret kameranya adalah yang paling mengagumkan.
—jepret!
Tuhan, ia bahkan tak kuasa untuk berhenti! Sekali lagi, sekali lagi, sekali lagi. Kini Naruto pun tak tahu, seberapa banyak ia sudah mengucapkan dua kata tersebut.
Yeah, kalian bisa mengatakan bahwa dirinya adalah seorang pengecut. Ia tidak akan marah. Lihat bagaimana Hyuuga Neji yang begitu protektif terhadap adiknya. Ingin melempar senyum pada Hinata saja sudah dihadiahi tatapan kematian. Sungguh, Naruto masih sayang nyawa.
Lelaki bermanik sebiru lautan itu terlalu sibuk memotret tanpa mengetahui Hinata sudah menyadari bahwa dirinya tengah diamati. Gadis itu berbalik. Naruto tersentak, terkejut. Sial, dia tertangkap basah!
Naruto mengedarkan pandangannya ke pejuru kantin, memastikan kalau-kalau nyawanya dalam bahaya. Syukurlah Neji sedang tak ada dalam jangkauan jarak pandang Naruto.
Lalu, atensi Naruto sepenuhnya kembali pada Hinata yang sedang memberinya sebuah senyum malu-malu dengan wajah yang sudah merona luar biasa. Manis sekali. Mulai dari hati, rasa hangat menjalari seluruh tubuhnya. Tanpa bisa dicegah, Naruto langsung membalas dengan sebuah senyum lima jari andalannya.
Sepertinya karena terlalu malu, Hinata langsung membalikkan tubuhnya. Ya semua orang juga tahu, gadis itu adalah tipe yang luar biasa pemalu dan sopan, terutama terhadap lelaki.
Suara kikikan beberapa gadis terdengar. Milik teman-teman Hinata—juga teman Naruto—sedang menggodanya. Biasalah, Sakura, Ino, dan Karin.
Naruto meletakkan kamera di atas meja, begitupun sebelah tangannya yang ikut bertumpu di sana. Masih dengan senyum yang serupa, Naruto tak bisa mengalihkan pandangannya dari punggung Hinata.
Hingga sebuah getokan di kepala menbuatnya berjengit. Naruto langsung menoleh ke arah pelaku, hendak memberi pidato singkat betapa tidak sopannya memukul kepala orang lain sebelum—
"Apa yang sedang kau pandangi disana, Naruto?"
—Neji berdiri di sampingnya dengan tatapan leser yang mungkin bisa melubangi pelipisnya jika itu bukan fantasi.
Eh?
Naruto menggaruk-garuk kepala belakangnya, tak tahu harus melakukan apa, "Hehe."
Sebuah keputusan yang selanjutnya ia sesali karena tidak memcoba untuk berkilah.
Getokan kedua diterima sebagai bonus dari Neji. Baiklah, terima kasih banyak. Meskipun sebenarnya, Naruto tidak menginginkan itu.
[ fin ]
.
.
#haghag ini apa ya?
