17th
Kim Namjoon x Kim Seokjin
With Ailee
T AU/School Romance BL
.
Aku tahu ini sudah telat
Tapi biarkan aku mengucapkannya
Happy Birthday
Kim Namjoon
.
Sebuah senyuman terukir menawan di bibir Namjoon. Jemari panjangnya menggenggam sebuah kertas yang beramplopkan warna senada ; pink, yang beraroma manis, seperti biasanya.
Sudah menginjak tiga bulan sejak Namjoon menerima surat misterius yang berisikan puisi manis tentang betapa kagumnya, mencintanya si penulis ini pada dirinya. Sesosok monster tanpa taring.
Suratnya selalu tertempel apik di belakang pintu atap sekolah, menempel begitu rekat tanpa takut terhempas oleh angin. Namjoon masih ingat, dihari ia akan melakukan olimpiade, sebuah bekal dengan surat yang sama tergeletak manis disisi pintu atap. Bekal tersebut ada bila Namjoon akan menghadapi hari-hari besar dalam hidupnya, dan sebuah kebiasaan kecil dimana ia akan mencari udara segar untuk menghadapi hari tersebut, begitu dihafal oleh si pujangga.
Namjoon merasa istimewa.
Jujur saja, si sexy brain ini begitu penasaran dengan sosoknya. Bagaimana dia bisa membuat Namjoon jatuh cinta padanya hanya dengan sebuah tulisan bersamaan dengan bento yang selalu tertata rapi dengan nasi berbentuk monster. Betapa Namjoon begitu jatuh cinta pada sosok si pujangga tersebut. Caranya begitu manis dan cute, membuat Namjoon selalu menantikan hari esok untuk segera menerima suratnya.
.
.
.
Namjoon mengerang rendah, wajahnya menengadah menatap riak awan menghasi katulistiwa yang terbentang cerah dengan corak biru mudanya. Namjoon sengaja membolos pelajaran bahasa inggris, toh ia tidak akan mendapat hukuman atau makian karena ia termasuk jajaran orang jenius yang diperhitungkan di sekolahnya.
Si tampan tengah merindu, sudah tiga hari ia tidak menerima surat dari si pujangga. Ia akui dirinya sangat teramat salah karena sudah mengabaikan berbagai macam tulisan yang si punjangga berikan tanpa mencari tahu siapa dia sebenarnya. Dirinya hanya terlalu takut bila mengethui bahwa sosok yang dia pikirkan selama ini, jauh dari ekspetasinya.
Kesalahan besar.
Tentu saja ia mengerti itu adalah pemikiran bodoh, bagaimana bisa Namjoon berpikir seperti itu bila saja hatinya selalu berdetak keras setiap hidungnya menghirup wewangian dari surat tersebut, terlebih matanya yang bebinar saat matanya jeli meniti kata demi kata dari si pujangga yang terlampau manis dengan hidangan yang bila mana beruntung akan Namjoon dapatkan dan ia santap dengan suka cita.
Namjoon merindukannya.
Teramat rindu.
.
.
.
"Ada yang bisa aku bantu Noona?"
"Berhenti bersikap formal padaku Namjoon."
Namjoon berdeham pelan, matanya melirik tidak tertarik pada senior dengan tubuh semampai yang merupakan incaran anak-anak lelaki di sekolah mereka, Ailee Noona.
"Oke. Jadi bisa pada intinya? Kau menggangu ketenanganku."
"Kasar sekali." Ailee terkekeh melihat penolakan jelas dari Namjoon, jemarinya yang berhiaskan nail art terangkat untuk sekedar mengibaskan rambutnya kebelakang, memperjelas lekukan dadanya. "Apa aku begitu mengganggumu?"
Namjoon memutar bola matanya malas, ia akui dirinya menyukai sosok yang seksi, namun tidak seperti ini, memampangkan begitu jelas. Benar-benar bukan tipenya sama sekali.
"Tidak, hanya saja ini jam tidur siangku –diatap- sendirian."
"Kau tidak berniat menambah orang untuk menemanimu?"
"Sejujurnya ia, namun itu bukan kau."
Ailee terperangah, kepercayaan dirinya yang setinggi langit bagikan dilempar begitu tajam menghempas bumi. Membuat dirinya bediri kaku, segala kalimat memikat yang ia yakini akan meluluhkan Namjoon memudar dari kepalanya.
"J-jahat sekali."
"Harus kau ketahui, aku itu seorang monster."
'tanpa taring." Lanjut Namjoon dalam hati. Namjoon akui sosok didepannya patut untuk diperhitungkan. Namun hatinya sudah terisi, begitu penuh dan menyesakkan.
"Aku tau aku sudah mendapat penolakan secara terang-terangan. Tapi biarkan aku mengungkapkannya." Ailee menghela nafas, matanya tekatup rapat sebelum kembali terbuka dengan perasaan sungguh-sungguh. "Aku menyukaimu, benar-benar menyukaimu dari semenjak kau mengiringi aku menyanyikan lagu dengan rutinitas yang hampir mempertemukan kita setiap hari. Jadi, Namjoon maukah kau menjadikn aku sebagai hadiahmu di ulangtahunmu yang ke tujuh belas ini?"
Namjoon terpaku. Beku ditempatnya bediri, ia bahkan melupakan fakta bahwa dirinya hari ini berulang tahun. Bagaimana bisa si pujangga memporak porandakan dirinya hingga melupakan segala hal dan hanya memikirkan dirinya.
Namjoon menimang, mencari kalimat yang pas agar tidak menyakiti Ailee. Perempuan didepannya begitu berani, namjoon mengapresiasikan keberaniannya, namun dirinya tidak berniat menyutujui ajaka Ailee. Sebuah kalimat penolakan sudah tersusun apik dikepalanya, hendak bibirnya akan berbicara, namun ia urungkan saat melihat pintu atap yang terbuka. Menampilkan sosok tingga –namun lebih pedek dari Namjoon-, berseragam sama dengannya, dengan rambut caramel yang berantakan saat tertimpa angin, dan ini hal yang akan Namjoon sukai kedepannya, wajah terkejut yang manis, dengan tubuh mematung dan sedikit bergetar. Ah ya, jangan lupakan jemari lentiknya yang tengah menggenggam erat sebuah amplop dengan corak pink.
Namjoon tersenyum dengan hati yang berdebar.
"Maafkan aku noona, aku sudah menemukan hadiahku." Namjoon tersenyum menawan kearah Ailee yang terkejut bukan main. Kaki-kaki panjangnya melahkan melewati tubuh Ailee yang mematung untuk sampai pada sosok manis yang selama ini ia tunggu. "Dan disini hadiaku." Namjoon merangkul mesra pinggang ramping simanis dengan harum khas yang sama, khas yang selalu ia cium dari wangi amplop yang ia terima.
"Namjoon kau…" Ailee kembali terkejut bukan main saat dirinya berbalik melihat Namjoon merangkul seorang lelaki. Tentu saja ia kalah telak. "Oke. Oke. Aku baik.." Ailee bergetar hampir menangis saat mengucapakannya, dengan langkah cepat ia berlari melewati Namjoon dengan sosok manis yang tengah dirangkulnya.
.
.
.
"Terasa seperti mimpi sekarang ini."
Namjoon tersenyum cerah sambil matanya tidak bisa berhenti menatap sosok manis yang kini menundukkan kepala sambil tangannya tidak berhenti meremas surat yang ada dalam genggamannya. Si manis dengan gugup yang teramat sangat melepaskan rangkulan Namjoon saat Ailee pergi meninggalkan mereka, membuat posisi canggung mereka yang sama-sama tengah berdiri berhadapan membuatnya gugup bukan main, terkecuali Namjoon yang teramat bahagia.
Namjoon mendekat disaat si manis lengah, jemari kokohnya mengganggam erat jemari lentik si manis agar ada dalam genggamannya. "Hei, tatap aku." Namjoon meminta dengan nada lembut dibarengi dengan remasan di jemari si manis. "Aku tidak akan menggigitmu. Taringku tumpul."
Kekehan manis menerpa pendengaran Namjoon begitu kuat, membuat dirinya yang selalu berangan tengtang seperti apakah suara si pujangganya terbayar. Namjoon terlalu bahagia hingga tangannya yang kurang ajar merayap naik menyentuh pipi tembam si manis yang memerah karena sentuhannya, mengangkatnya naik hingga kini mata mereka saling bertubrukan. Membuat getaran mereka seirama. Sama-sama ribut.
"Seokjin. Aku tahu ini terlihat begitu bodoh, namun aku jatuh cinta dari setiap puisi yang kau tuang dengan tulisan tangan yang manis." Namjoon semakin mengeratkan genggamannya, menatap lurus tepat dimata. "Maukah kau menjadi pacarku? Aku begitu mencintaimu."
Seokjin kaget bukan main, bagaimana Namjoon bisa mengetahui namanya? Namun bisakah Seokjin menyimpan semua pertanyaan itu, untuk memeluk Namjoon dan menjawab 'ya' untuk pertanyaannya. Karena ia begitu bahagia sekarang ini.
.
.
.
"Joon?"
"Ya sayang?"
"Bagaimana kau bisa tahu namaku?"
"Kkkk~ Bagaimana dengan aku yang tidak bisa melupakan cinta monyetku selama taman kanak-kanak dengan tulisannya yang rapih dan indah meski umurnya hanya berselisih satu tahun denganku?"
"K-kau.. Lalu kenapa tidak menemuiku?"
"Tidak. Karena aku yakin kau akan datang."
"Menyebalkan!"
.
.
.
END of 17th
