A/N : Halo, saya author yang menjadi pemilik baru akun ini. Tenang saja, saya sudah mengantongi izin dari pemilik lama untuk menjalankan akun ini mulai sekarang. Tidak hanya itu, saya juga diberi mandat untuk melanjutkan fic yang sudah nyaris discontinued ini karena si pemilik lama yang sudah memiiki kesibukan dengan dunia orang dewasa. Beberapa typo dan kata-kata yang kurang nyaman dibaca akan diperbaiki. Hope you enjoy!


Part 1 : Aku juga ingin

KRIIIIIIIIING!

Cklik.

Yui mematikan alarm untuk yang kedua kalinya. Karena tanpa disadari saat ini terdapat dua jam weker diatas mejanya. Matanya yang seperempat terbuka belum bisa melihat dengan jelas. Sambil membersihkan iler, Yui bangkit dan berjalan sempoyongan menuju kamar mandi.

Ui yang setiap pagi membangunkannya tidak bisa hadir kali ini. Karena ada studyvisit untuk siswa kelas 11 dan ia sudah berangkat pagi-pagi sekali. Sebenarnya Ui tidak tega membangunkan kakaknya di pagi yang masih gelap. Jadi ia meninggalkan jam wekernya di kamar Yui yang sudah disetel dengan selisih waktu beberapa menit dari jam weker kakaknya, untuk jaga-jaga jika alarm pertama diabaikan. Disamping itu, sebenarnya Ui ingin mengajukan diri untuk tidak ikut karena khawatir dengan keadaan kakaknya nanti. Tapi karena Yui memaksanya agar tidak perlu cemas dengan alasan karena Yui sudah besar, mau tak mau Ui harus patuh. Padahal kata 'sudah besar' itulah yang membuat Ui semakin mencemaskannya.

Yui menggosok giginya pelan. Tenaganya belum sepenuhnya terkumpul. Semalam ia benar-benar dibuat lelah dengan berbagai pekerjaan rumah yang biasanya dikerjakan Ui. Padahal Yui sendiri yang mengajukan diri untuk menangani semua tugas Ui malam itu dan membiarkan Ui istirahat untuk persiapan besok.

Saat akan mengenakan jasnya, ia teringat sesuatu.

"Oh iya, jam berapa ya sekarang?" Gumamnya dengan mata yang belum sepenuhnya sadar.

Yui berjalan ke meja kecil di samping kasurnya. Membungkuk untuk melihat di angka mana jarum jamnya menunjuk.

"Gomennasai, weker-chan, aku lupa melihatm-Whoaaaaa!"

Poor Yui-chan. Angkanya menunjukkan jam istirahat pertama di sekolahnya.


"Sudah istirahat pertama, apa Yui benar-benar tidak datang? Kau tahu apa yang terjadi dengannya, Nodoka-chan?" Nodoka hanya mengangkat bahu ketika ditanya oleh Mio.

"Apa dia sakit?" Wajah Mugi berubah cemas.

"Kalau sakit dia pasti meneleponku untuk menitipkan surat izin. Atau Ui yang akan datang ke rumahku untuk menitipkan suratnya," terang Nodoka.

"Oi, oi, Sudah jelas 'kan kalau Yui itu bolos?" Celetuk Ritsu usil yang kemudian dihadiahi hantaman gulungan buku oleh Mio.

"Kau ini jangan bicara seenaknya!"

Nodoka tampak berfikir sebentar, "Bisa saja sih hal ini terjadi."

"E-eh, Nodoka?" Mio terkejut. Ritsu tampak berbangga diri dengan menyilangkan tangan di dadanya.

"Ano, teman-teman, sebenarnya bolos itu apa?"

Semua terpaku ke asal suara, membisu. Bingung menjelaskannya. Ritsu langsung berdiri.

"Mugi, kau benar-benar ingin tahu?" Ia berjalan ke arah tempat duduk Mugi dan merangkul bahunya. Mugi mengangguk dengan semangat. Di sisi lain, Mio berancang-ancang mengawasi Ritsu yang biasanya melantur.

"Bolos itu kau tidak datang ke sekolah tanpa keterangan apapun. Kau bebas bersenang-senang di rumah saat orang tuamu pergi bekerja. Kemudian jalan-jalan sepuasnya tanpa cemas berdesak-desakan di kereta!" Dan hantaman kedua berhasil mendarat lagi di kepala Ritsu.

"Itu bukan hal yang bisa dibanggakan, baka!" Bentak Mio.

"ITAI!" Ritsu menggembungkan pipinya sambil memegangi kepalanya yang benjol dua tingkat.

Berbagai bayangan muncul di kepala Mugi. Dari cerita Ritsu yang menggebu-gebu, ternyata Mugi sangat memperhatikan. 'Aah~ Sepertinya asyik ya!' Pikirnya. Sebagai Ojousama yang baru kali ini menikmati masa sekolah sungguhan, tentunya cerita seperti ini sangat menyenangkan untuknya. Dibanding kehidupan sekolah sebelumnya yang dijalani di rumah karena orang tuanya yang harus berpindah-pindah tempat tinggal. Saat akan masuk SMA Mugi memohon kepada kedua orang tuanya untuk menjalani kehidupan sebagai remaja normal. Beruntung orang tuanya adalah manusia yang paling menyayanginya di dunia ini. Mugi bebas memilih kemana ia akan pergi sekarang. Maka dari itu, dia banyak mencoba hal-hal yang sebelumnya hanya ia dengar dan lihat, namun belum pernah dialaminya.

Nodoka duduk di kursi sebelah Ritsu. Pandangannya menerawang ke langit-langit. Ia menarik nafas, siap untuk menceritakan sesuatu.

"Hal ini pernah terjadi ketika aku dan Yui kelas dua SMP. Waktu itu Yui tidak datang ke sekolah tanpa memberitahuku. Aku sampai berpikir apa dia sakit. Makanya ketika pulang sekolah aku mampir ke rumahnya untuk memastikan keadaan Yui. Waktu aku masuk ke rumahnya, ternyata dia sedang bersantai-santai di ruang tengah."

"Apa sampai disitu ceritanya? Lalu bagaimana?" Timpal Mio ketika Nodoka memberi jeda pada ceritanya.

"Hahaha! Tenang, Mio-chan, aku hanya berhenti sebentar untuk mengambil nafas."

"Gomenne aku terbawa suasana," ujar Mio sambil menggaruk dagu dengan jari telunjuknya.

Sebenarnya ada orang yang lebih penasaran dengan cerita Nodoka. Siapa lagi kalau bukan Ojousama yang menganggap ini sebagai informasi penting. Sebegitu penting?

"Ternyata dia bangun kesiangan. Mengingat di sekolah kami ada aturan bahwa anak yang terlambat lebih dari tiga kali orang tuanya akan dipanggil ke sekolah. Yui sudah lebih dari itu dan ia lebih memilih membolos daripada memberitahu orang tuanya. Mungkin karena saat itu orang tuanya sedang berada di luar negeri."

"Hm, tidak diragukan lagi. Dia tidak ingin mengecewakan orang tuanya. Jadi ia menyembunyikan rahasia kelamnya itu. Yui memang sugoi!" celetuk Ritsu membayangkan Yui dengan mantel panjang berjalan di jalanan yang sepi, dengan pengambilan gambar dari belakang punggungnya, diterpa angin malam ala bandit Hollywood yang masa lalunya rumit. Mugi mengangguk setuju dengan muka serius.

"Ngomong apa kau?" Mio sudah memicingkan pandangan tajam ke arah teman masa kecilnya. "Lagipula Ritsu juga dulu sering membolos 'kan? Jadi hal seperti ini bukan masalah untuk Ritsu," mata Ritsu membulat.

"Miooooo..." Ritsu menyergah dengan nada memelas.

Mugi semakin tertarik dengan sesi curhat dadakan ini. Tiba-tiba ia bangkit dari tempat duduknya dengan semangat. Semuanya memandang ke arah Mugi.

"Baiklah, bagaimana kalau kita lanjut cerita-ceritanya di ruang musik, sambil minum teh?"

Ketiga kawannya tersenyum setuju, "Ayooo!"


"Silakan dinikmati tehnya,"

"Arigatou, Mugi-chan!" Ucap Ritsu, Mio, dan Nodoka bersamaan. Pengecualian untuk Ritsu yang memanggilnya tanpa embel-embel chan. Mugi pun duduk di sebelah Mio. Kursi yang biasanya diduduki Yui, kini diduduki oleh Nodoka.

Nodoka memulai pembicaraan.

"Ano, benarkah tadi perkataan Mio?" Ritsu menyemburkan tehnya.

"Benar sekali! Ritsu sering membolos saat masih SD," ungkap Mio tanpa basa-basi. Membuat Ritsu tertawa sambil mencoba menutupi kesalahannya.

"Ha ha... Waktu itu aku menjaga adikku yang sakit."

"Pernah sekali Ritsu absen tanpa keterangan. Dan ketika aku ke rumahnya untuk melihat keadaannya, ternyata... Ia sedang memainkan Play Station barunya dengan Satoshi yang juga bolos sekolah," Ritsu membeku.

Disambut tawa dari lainnya, Ritsu hanya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal tanpa penyesalan apapun.

"Ternyata Ritsu memang sudah bandel sejak kecil ya."

Kata-kata Nodoka seperti menampar Ritsu dengan kekuatan super yang levelnya lebih tinggi dari hantaman Mio.

"Bukan hanya itu, aku jadi sering menghabiskan waktu sendiri di kelas gara-gara Ritsu bolos. Padahal hari Sabtu tapi masih saja membolos!" Tambah Mio sambil curhat colongan. Dari dulu memang hanya Ritsu satu-satunya teman yang mau menghabiskan waktu dengannya. Selain Ritsu, teman-temannya yang lain lebih sering kehabisan kata-kata kalau berbicara dengan Mio. Juga karena Mio bukan orang yang bisa memulai pembicaraan.

"Waktu itu ku kira sudah hari Minggu," ujar Ritsu dengan wajah innocent.

"Bagaimana dengan Mio-chan?" Tanya Mugi tiba-tiba dengan nada seperti memastikan sesuatu.

Ritsu melirik ke arah Mugi. 'Mengapa dia memasang wajah serius begitu?'

"A-aku, um, belum pernah. Ti-tidak, aku tidak pernah membolos!"

"Oh my Mio-chwaaan, akuilah~ Apa kau tidak ingin imejmu sebagai gadis yang 'jaim dan alim' jadi hancur berkeping-keping?" Goda Ritsu. Mio memalingkan muka sambil berusaha menyembunyikan pipinya yang sudah memerah karena malu.

"Hoho, baiklah! Kalau Mio tidak mau cerita, biar aku yang menceritakannya!" Seru Ritsu melirik jahil ke arah Mio.

"Eeh benarkah Mio-chan juga pernah membolos?" Tanya Mugi dengan mata berbinar. Bahkan Mio yang sangat disiplin pun pernah bolos juga. Keheranan juga menyelimuti wajah Nodoka.

"Ritsuuuu..." Merasa imejnya mulai terinjak, gantian Mio yang berusaha menyergah dengan nada memelas.

Ritsu memposisikan duduknya senyaman mungkin tanpa menghiraukan Mio yang hampir menitikkan air mata. Sedangkan Mio sudah menutupi wajahnya dengan buku.

"Kejadiannya waktu masih SD. Ketika seleksi lomba pidato. Padahal seleksinya masih dengan teman sekelas, tapi ia ketakutan sampai memohon bantuan dariku. Super-Ricchan membantu Mio dengan melarikan diri bersama-sama. Hahaha! Kau harus berterima kasih padaku sekali lagi, Mio!"

"Aku tidak akan berterima kasih untuk bantuan yang menyesatkan itu, Baka Ritsu!" Sahut Mio geram. Direspon dengan tawa oleh yang lainnya. Semua menikmati pembicaraan konyol ini seperti nostalgia dengan masa lalu.

"Nodoka-chan, apa kau juga memiliki pengalaman membolos?" Pertanyaan kali ini dilontarkan oleh Ojousama kita yang manis.

'Mugi benar-benar antusias dengan topik ini,' batin Ritsu masih penasaran sekaligus merasakan aura yang tidak mengenakkan.

"Eh, aku? Um, bagaimana ya? Mau dibilang bolos tapi sebenarnya tidak membolos juga."

Jawaban Nodoka sukses membuat Mio dan Ritsu menyemburkan tehnya. Sedangkan Mugi seperti terpesona dengan benda yang sangat indah. Matanya berbinar dan mulutnya menyuarakan 'WAH'.

"Ya ampun, Mugi," Ritsu sweatdrop. Tentu saja tingkah Mugi sangat aneh dan sepertinya hanya Ritsu yang menyadarinya. Ritsu jadi ingat saat Mugi meminta ia melakukan sesuatu padanya saat itu. Mugi ingin dijitak. Dengan alasan yang tidak realistis. Karena iri dengan kedekatan teman-temannya antara satu dengan lainnya yang sering diwarnai dengan aksi kekerasan. 'Apa jangan-jangan...' Ritsu segera menepis pemikirannya jauh-jauh.

"Nodoka-chan, jangan bercanda!" Seru Mio.

"Aku tidak bercanda. Dan aku masih bingung, apakah ini bisa disebut bolos atau tidak."

"Ayolah ceritakan saja!" Sungut Ritsu dengan nada bosan karena Nodoka selalu menjeda kalimat-kalimatnya, tidak langsung ke intinya.

"Makanya dengarkan dulu baik-baik!" Protes Mio karena terganggu dengan gerutuan Ritsu. Mio jelas sangat penasaran. Ternyata dewan murid seperti Nodoka yang terkenal sangat tertib bisa membolos juga.

"Ketika SMP, malam-malam aku terserang demam. Kondisiku lumayan lemah sehingga aku harus istirahat dan membuat surat izin untuk absen besok. Aku menitipkannya pada Yui."

"Sepertinya endingnya bisa ditebak," ujar Ritsu memelankan suaranya.

"Esoknya setelah pulang sekolah, Yui mampir lagi ke rumahku. Ia membawakan buah-buahan dan buku pelajaran hari itu yang harus aku salin catatannya. Ia baik sekali sampai sebegitu repotnya. Tapi begitu ia menyerahkan bukunya, ada sepucuk surat terjatuh di depan kami."

"Bwahahahahahaha!" Tawa Ritsu meledak. "Instingku 100% akan mengatakan kalau itu pasti suratnya! Bwahahahahaha!" Benjol season tiga menghiasi kepala Ritsu.

"Hahahaha, benar sekali! Yui lupa menyerahkan suratnya. Aku ingat saat itu dia minta maaf sesenggukan. Melihat wajahnya yang tulus dan lugu itu, mau kesal pun tidak bisa."

"Souka, kami sangat mengerti di bagian ini," Sahut Mio dan Mugi bersamaan memaklumi kepolosan Yui yang diluar batas rata-rata.

"Lalu bagaimana dengan Tsumugi-san?" Kali ini Nodoka yang bertanya.

"Umm..."

Bel pertanda jam pelajaran berikutnya berbunyi.

"Oh, sayang sekali. Kita lanjutkan lain waktu ya, Tsumugi-san. Kita harus cepat-cepat kembali ke kelas." Nodoka menyayangkan.

"Ayo, Mugi... Setelah ini Sawako-sensei yang mengajar," Ajak Mio sambil beranjak dari tempat duduknya.

"Hai!" Seru Mugi dengan senyum manis, seraya menyembunyikan sedikit kekecewaannya. Mio dan Nodoka keluar duluan sambil ngobrol-ngobrol.

"Oi, Mugi, apa kau baik-baik saja?" Ritsu bertanya.

"Ricchan..."

"Hehh? Kenapa wajahmu berubah sedih?"

"..."

"Mugi, jangan bilang kalau kau-"

"Aku ingin merasakan bolos juga!"

"Heeeeehh!"


Tsuzuku