Disclaimer:
Vocaloid © Yamaha
My Story Romance © Alfaribi
Re-edited by Adelia-chan
Genre: Romance/Friendship
Pairing: Len/Rin
Rated: T
Warning(s): NTR, Backsound, Typo, Dll.
.
Italic: Tulisan berbahasa asing, ucapan jarak jauh, suara benda/backsound, dll.
Chapter 1
Pertemuan Pertama
Ini adalah sebuah cerita cinta, mungkin kisah ini tidak seindah cerita cinta lainnya, akan tetapi semua yang tidak indah akan menjadi indah pada saatnya.
Cerita ini berawal dari saat aku berumur 5 tahun, aku bertemu dengan seorang gadis yang selalu sendirian. Saat itu aku sedang bermain bersama adikku yang bernama Lenka Kagamine.
Aku menghampirinya dan mengenalkan diriku.
"Hmmm, hay namaku Len," diriku memperkenalkan diri.
Dia hanya terdiam.
Tidak berselang lama adiku memanggilku dan menghampiriku.
"Kak!" teriaknya.
"Loh, hhmmm," dia bersembunyi di belakangku.
Adikku berumur 3 tahun, dia adalah anak yang sangat pemalu.
"Dia adikku, namanya Lenka," ucapku memperkenalkan adiku.
Dia tersenyum.
"Ano, maaf jika aku terlihat aneh, namaku Rin Kagamine," lalu dia memperkenalkan diri.
Adiku selalu berusaha menarikku untuk menjauh dari gadis itu.
"Sepertinya adikmu tidak menyukaiku," ucapnya tersenyum.
"Hahahaha, oh ya. Mengapa kau sendirian?" Tanyaku.
Dia langsung terlihat murung.
"Aku, aku baru saja pindah, aku tidak cukup pandai bergaul dengan orang-orang di sekitarku," jawabnya tersenyum.
"Ehmm, kalau begitu. Mau enggak jadi temanku?" tanyaku tersenyum.
Wajahnya terlihat terkejut.
"Hmm, apakah bisa?" tanyanya.
"Bisa?" ucapku sontak karena kebingungan.
"Apakah kau tidak mau jadi temanku?" tanyaku.
"Bu-bukan begitu," ucapnya terpatah-patah.
"Lalu?" tanyaku semakin bingung.
Tiba-tiba adikku menjawab.
"Kakak Rin terlalu banyak basa-basi, tinggal jawab iya saja pakai pura-pura gugup," celoteh adikku.
Rin tertawa.
"Hey, kau tidak boleh begitu," ucapku kepada adikku.
Adikku langsung terlihat murung.
"Maafkan aku ya Lenka, kau sangat lucu," ucap Rin.
"Err jadi aku panggil kamu Rin?" kataku bertanya.
"Eh tentu, kau boleh memanggilku Rin," jawab Rin.
"Jadi apa kau mau bermain dengan kami?" tanyaku.
Aku melihat wajahnya sangat riang sekali.
"Iya!" jawabnya tersenyum sambil mengangguk.
Setelah itu kami bermain hingga larut sore. Adikku Lenka sangat tidak senang saat aku bermain dengan Rin. Tetapi mungkin saja dia akan akrab dengannya.
Kami pulang bersama karena Rin berkata kalau rumahnya searah dengan rumah kami. Saat di perjalanan aku bertanya banyak kepadanya.
"Hhhmm, jadi kau tinggal di sekitar blok ini juga?" tanyaku.
"Iya," jawabnya singkat.
"Dia adalah tetangga baru di samping kita, Kakak," ucap adiku.
"Hah, kenapa aku bisa tidak tahu," celotehku.
Rin hanya tertawa.
Lagi-lagi aku melihat raut adikku sangat tidak suka dengan keberadaan Rin.
"Apa mungkin karena dia pemalu, jadi dia tidak terlalu suka dengan Rin?" batinku berkata.
"Ahh, yasudahlah, lama-lama juga mereka akrab," pikirku.
"Oh ya Lenka, apa makanan kesukaanmu?" tanya Rin.
Adikku hanya cemberut dan tidak mau menjawab satu kata pun.
"Hey, kau tidak boleh begitu kepada teman baru," ucapku mencairkan susana.
"Tidak apa-apa Len, Lenka itu gadis yang sangat lucu dan baik," ucapnya tersenyum.
Lalu adikku membalas perkataan Rin.
"Tentu saja, bukan hanya itu, aku cantik dan juga imut," ucap Lenka menyombongkan dirinya.
Akan tetapi dia langsung bersembunyi di belakang tubuhku.
"Hah, kau malu sendirikan jadinya," ucapku.
Lalu semua tertawa.
Setelah selang beberapa lama, akhirnya kami sampai di depan rumah kami masing-masing.
"Besok main lagi ya!" teriakku padanya.
Dia hanya tersenyum lalu masuk ke dalam rumahnya.
Setelah aku dan adikku masuk ke dalam rumah, Ibuku langsung menyambutku dan menyuruhku untuk mandi dan langsung makan. Aku hanya mengangguk saja. Saat aku makan malam dengan orang tuaku, aku bertanya sedikit tentang orang di sebelah rumah yang baru saja pindah.
"Ma, apa aku boleh bertanya?" tanyaku.
"Kau mau menanyakan apa Len?" jawab Ibuku.
"Orang yang di sebelah kita? Apa-" perkataanku terputus oleh adikku.
"Mama, aku benci anak tetangga baru itu," ucapnya.
"Heee, kau tidak boleh seperti itu," ucap Ibuku pada adikku.
"Kenapa kau benci sekali?" tanyaku pada adikku.
"Karena Kakak terlihat menyukainya, maka dari itu aku membencinya!" ucapnya lalu pergi meninggalkan ruang makan dan menuju kamarnya yang berada di lantai 2.
"Hah, kenapa dengan dia?" batinku berkata.
"Hemm, sepertinya adikmu hanya dapat akrab oleh dirimu saja ya, hahaha!" kata Ayahku sambil tertawa.
"Iya iya, karena Lenka seorang yang pemalu," tambah Ibuku.
Aku hanya tertunduk.
"Jadi apa tadi yang ingin kamu tanyakan Len?" tanya Ibuku.
"Aku bertemu dengan Rin, dia yang baru saja pindah kemarin. Aku ingin tahu apa pekerjaan orang tuanya? Kenapa dia terlihat selalu sendirian?" tanyaku.
"Oh, tadi siang Ibu bertemu dengan Ibunya Rin. Katanya, Ibunya Rin dia tidak dapat selalu di rumah karena pekerjaan. Katanya, ayahnya Rin bekerja di luar negri, dan Ibunya bekerja di perusahan ternama di kota ini, mungkin kau harus sering bermain ke rumahnya Len," jawab Ibuku.
"Oh ya, katanya dia juga seorang yang pemalu, mungkin karena itu dia susah mendapat teman, dan memilih untuk menyendiri," tambah Ibuku sambil tertawa.
"Ooh, seperti itu ternyata," batinku berkata.
"Kenapa kepalamu hanya mengangguk-ngangguk saja Len?" tanya Ibuku.
"Ahh tidak," jawabku.
Tidak berselang lama suara bel rumahku berbunyi.
Teng tong, suara bel berbunyi.
"Len, coba lihat siapa yang datang," ucap Ibuku.
Aku pun langsung pergi untuk membuka pintu, aku juga melihat adikku bergegas untuk turun, dan mencoba menghentikanku untuk membuka pintu.
Lenka menarik bajuku.
"Eehh, ada apa?" kataku.
"Jangan di buka!" ucapnya.
Ibuku lalu datang dan berkata.
"Kenapa tidak dibuka pintunya Len?" tanya Ibuku.
"Adik menarikku bu," jawabku.
Lalu Ibuku yang membukakan pintunya.
Ketika Ibuku membukakan pintunya aku melihat Rin dan Ibunya sedang berdiri di depan pintu.
"Mungkin karena itu adikku menariku, apakah dia benar-benar benci padanya ya," pikirku.
"Eh, silahkan masuk bu," ucap Ibuku.
"Ehm saya di sini saja, saya ingin minta bantuan kepada Ibu," ucap Ibunya Rin.
"Ada apa bu?" tanya Ibuku.
"Saya harus segera ke kantor untuk pekerjaan mendadak, saya mau menitipkan anak saya dulu malam ini. Karena dia takut di rumah sendirian," ucap Ibunya Rin sambil tertawa.
"Oh tentu saja, kenapa tidak. Di sini dia dapat bermain juga kok sama Len dan juga Lenka," ucap Ibuku.
Adikku langsung pergi ke kamarnya kembali dan mengunci pintunya.
"Makasih ya bu, maaf kalau saya merepotkan Ibu jadinya," ucap Ibunya Rin.
"Ahh tidak apa-apa, Rin silahkan masuk," ucap Ibuku mempersilakan Rin masuk.
"Len, ajak dia ke kamarmu ya," kata Ibuku.
Aku mengangguk.
"Ayo!" ucapku.
Dia terlihat sangat malu, dan selalu bersembunyi di belakang Ibunya.
"Jangan ngerepotin Ibunya Len ya Rin," ucap Ibunya Rin.
Kami pun pergi menuju kamarku. Aku tidak mendengar jelas percakapan setelah kami naik.
"Maaf jika kamarku berantakan, aku akan panggil adikku sebentar," ucapku lalu pergi meninggalkan Rin di kamarku.
Sebelum aku pergi ke kamar adikku, Ibuku memanggilku.
"Len," panggil ibuku.
"Iya?" Aku pergi menuju ke arah Ibuku.
"Bawa ini ke kamarmu, tanyakan dia sudah makan belum, jika belum ajak dia makan. Oke?" perintah Ibuku, sambil memberikan beberapa kue kepadaku.
"Oke," jawabku.
Aku menuju kamarku.
"Rin, apa kau sudah makan?" tanyaku.
Dia hanya mengangguk.
"Aku membawakan beberapa makanan ringan, aku taruh meja sini ya," ucapku sambil meletakkan kue yang tadi aku bawa.
Lalu aku pergi ke kamar adikku.
"Lenka, bukakan pintunya sebentar, aku ingin berbicara padamu," ucapku.
Adikku tidak mengacuhkanku.
"Oh ya, Lenka tidak mungkin menolak kue," batinku.
"Aku punya kue di kamarku!" teriakku.
Dia langsung membukakan pintu kamarnya.
"Hanya untuk hari ini saja kan?" tanya Lenka.
"Maksudnya?" tanyaku lagi.
"Dia menginap di sini?" tanya Lenka lagi.
"Yaa mungkin saja," jawabku.
"Baiklah," ucapnya lalu dia keluar dari kamarnya.
Kami pun pergi ke kamarku.
Aku melihat Rin sangat senang karena Lenka datang ke kamarku.
"Kenapa kau tersenyum padaku?" ucap Lenka.
"Kau tidak boleh seperti itu Lenka," ucapku sambil mengelus kepalanya.
Setelah itu kami berbincang hingga larut malam, aku menyuruh Lenka untuk membawa Rin tidur di kamarnya. Aku berfikir jika adikku akan menolak dan ternyata tidak.
Saat pagi hari tepatnya pukul 8 pagi Ibunya Rin datang dan menjemput Rin pulang.
Setiap hari kami selalu bermain, dan aku berharap dia akan menjadi teman berharga bagiku. Karena kami selalu bersama, orang tua kami memasukan ke sekolahan yang sama pula. Ini berlanjut hingga kami masuk ke SMP bersama juga.
Rin selalu memasakanku bekal untukku, dia sangat perhatian juga kepadaku. Hingga banyak teman-temanku yang iri padaku.
Masa SMP adalah masa yang paling membuatku senang, karena aku cukup punya banyak teman juga. Kaito salah satunya, dia paling solid dan dekat denganku. Akan tetapi dia selalu berkata bahwa Rin itu bukan orang yang baik, entah mengapa dia mengatakan itu kepadaku.
Aku berencana mengajak Rin dan Lenka pergi ke taman yang berada di tengah kota ini saat liburan semester nanti, karena di sana tempatnya cukup indah dan juga banyak sekali toko yang menjual berbagai makanan dan juga pakaian. Tetapi ternyata Rin yang lebih dahulu mengajak kami. Itu sebuah kebetulan yang sangat lucu bagiku.
Saat liburan semester tiba, kami pergi menuju taman tersebut. Aku terkejut karena adikku mau ikut bersama kami. Karena aku yakin dia masih membenci Rin. Apa mungkin karena Rin sering membantu adikku dalam mengerjakan tugasnya, dia menjadi baik kepada Rin? Setidaknya dia mulai ramah kepada Rin itu terdengar baik bagiku.
"Kakak, kita sampai di tempat ini, kita pergi ke kolam itu dulu ya kak, kasih makan ikan!" ucapnya lalu menarik tanganku.
"Ahh, bentar dulu Lenka," ucapku.
Aku berusaha menahan, akan tetapi tenaganya cukup besar. Dan sepertinya Rin membiarkannya begitu saja.
Rin pun mengikuti kami ke kolam itu.
Lenka berbalik badan.
"Kak- huuufftt, ternyata kau mengikuti kami ya, cukup hebat juga staminamu!" ucap adikku sinis kepada Rin.
"Ahh, ternyata dia masih benci kepada Rin," batinku.
"Lenka su-" ucapakanku terputus oleh Rin.
"Hah, kenapa? Jarak kolam ini dari gerbang kan hanya 10 meter saja," jawab Rin.
"Liat karena kau di sini, ikannya jadi kabur!" ucap Lenka.
"Itu tidak mungkin," kata Rin.
Rin lalu mendekati kolam.
"Tuhkan, tidak ada yang lari. Malah mereka mendekat padaku," ucap Rin.
"Mereka mendekat karena mereka pikir kau makanannya," celote Lenka.
"Sudahlah, kau akan mengacaukannya nanti Lenka," ucapku.
"Kalau gitu tinggalkan Rin saja, ayok kita kencan Kakak!" ucapnya menarikku lagi.
Rin menghentikan kami.
"Tidak ada yang boleh pergi, kan tadi katanya kita akan memberikan ikan!" teriaknya.
"Heeee!" teriak Lenka.
Wajah mereka saling dekat-dekatan.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" batinku.
Tidak terasa bahwa kami sekarang sedang menjadi sorotan orang-orang di sekitar.
"Lihatlah, laki-lakinya lucu. Mereka berebutan laki-laki itu," ucap orang di sekitar kolam itu.
"Hah, padahal mereka ribut karena masalah sepele, bukan berebut diriku," pikirku.
"Len," ucap seseorang yang suaranya akrab di telingaku.
"Ahh Kaito!" kataku.
"Untung kau di sini, bantu aku keluar dari masalah ini," ucapku.
"Hah, kalau begitu, ikut saja denganku. Biar mereka jalan-jalan sendiri saja," ucap kaito.
Lagi-lagi orang-orang di sekitar berbicara yang cukup menusuk hatiku.
"Wah, ternyata ganteng-ganteng sukanya sama laki-laki. Padahal kedua cewek itu cantik loh!" ucap orang-orang di sekitar.
"Khh, kenapa orang-orang jadi berfikir begitu?" batinku.
Aku sangat jengkel sekali.
"Baiklah ayo!" kataku.
Tiba-tiba Lenka dan Rin berteriak.
"Kau tidak boleh kemana-mana, kau kan janji berjalan-jalan dengan kami!" ucap Lenka dan Rin dengan kompaknya.
Mereka menarik ke dua tanganku.
"Ehhh!" teriakku.
"Haa, kenapa kalian menarik Len?" ucap Kaito.
"Karena jika tidak begini, kau akan membawanya!" ucap Lenka dan Rin dengan jengkelnya.
"Hahahaha, yasudah aku pergi dulu Kaito," ucapku tertawa.
"Hahaha, baiklah, semoga selamat Len!" ejeknya kepadaku.
"Heee?" kataku spontan.
Mereka berhenti berbicara cukup lama, aku berfikir untuk mencari topik agar suasana ini menjadi mencair.
"Ehh jad-" ucapanku terpotong oleh Rin.
"Di sana ada permen kapas, kita beli yuk!" ajak Rin sambil menarik tanganku.
"Ehhhh, permen kapas tidak baik untuk tubuh, ayok kita ke sana Kakak, aku ingin membeli yang dingin-dingin!" ucap Lenka sambil menarik tanganku yang lainnya, sepertinya Lenka tidak mau kalah dari Rin.
Mereka berdua menarik tanganku ke arah berlawanan. Aku hanya terdiam dan kebingungan dengan keadaan seperti ini. Dalam suatu sisi aku senang, dan di sisi lain aku menjadi khawatir. Karena kami sudah mulai menjadi bahan tontonan.
"Baiklah, aku harus berfikir sejenak untuk harus kemana," batinku.
"Akuu haus!" ucap Lenka.
"Aku pingin yang manis-manis!" ucap Rin.
"Kalau gitu kita pergi toko di sebelah sana, dia menjual makanan dan minuman yang manis!" kataku.
"Waah ternyata laki-lakinya cukup pintar mengajak wanita ya," kata orang-orang di sekitarku.
Kali ini aku cukup bangga dengan apa yang aku katakan.
"Hmmm, baiklah jika itu katamu Kakakku," kata Lenka.
"Karena kau yang bilang, aku setuju saja," ucap Rin.
Kami pun jadinya pergi ke toko itu. Tapi sebelum kami pergi, aku mendengar kalimat yang sangat mengerikan dari mulut Rin dan Lenka.
"Tapi, Kakak yang traktir ya!" ucap mereka.
Aku tertunduk mengiyakannya.
"Semoga saja di sana toko yang menjual makanan dan minuman yang murah," batinku.
Di sisi lain.
"Hmmm, Len dalam keadaan yang buruk. Aku sebagai teman baiknya harus segera membantunya!" ucap Kaito.
.
.
.
To be continued...
A/N: Mohon Review untuk cerita romance pertama kalinya ini :3
Jika ada yang kurang mengerti bilang aja ya.
.
.
.
Next Chapter: Holiday and Who?
