Disclaimer:

Saint Seiya belongs to Masami Kurumada

Saint Seiya Lost Canvas belongs to Shiori Teshirogi

Warn: Typo, probably OOC, modern alternate universe


-TLC-


Setelah menghabiskan lima putaran bolak-balik, Regulus memutuskan berisitrahat sejenak dari kegiatan berenangnya, hal yan rutin dia lakukan tiap Jumat sore. Diambilnya handuk yang tadi diletakkan di atas salah satu kursi di pinggir kolam renang, mengeringkan air untuk sejenak selama beristirahat sebelum kembali ke dalam air. Baru saja dia duduk sebuah suara sudah menyapanya.

"Sore Regulus."

Di sebelahnya berdiri Connor mengenakan baju renang one piece motif biru-putih bergaris zig-zag. Rambutnya yang masih kering menandakan gadis itu baru saja datang.

"Connor. Tidak biasanya melihatmu di sini."

"Aku juga sering berenang Regulus, tapi Minggu pagi."

"Minggu pagi isinya anak kecil, terlalu ribut." Komentar Regulus, dia pernah sekali ingin berenang di hari Minggu hanya berakhir tidak bisa menyelesaikan satu putaran dengan tenang. Sejak itu dia mencoret Minggu pagi dari waktu berenangnya, digantikan dengan jogging di Central Park.

"Aku juga menganggap begitu tapi selain hari Minggu aku sibuk, hari ini saja aku beruntung memiliki waktu luang."

"Connor benar-benar sibuk ya."

"Begitulah, ibuku ingin aku menjadi desainer seperti dia. Regulus sendiri bagaimana?" Connor putri dari pasangan desainer yang mendunia dan aktor sekaligus model yang terkenal, banyak yang berharap dia meneruskan kehebatan salah satu dari orangtuanya bahkan jika bisa mendesainnya sudah terlihat sejak kecil, tahun lalu salah satu rancangannya berhasil masuk peragaan busana bergengsi meski Connor mengaku bukan murni rancangannya, 40% masih ada campur tangan ibunya. Sementara parasnya yang manis membuat banyak berharap dia akan terjun ke dunia modelling tapi untuk yang satu itu Connor masih memikirkan.

"Aku? Entahlah. Ada beberapa yang kuinginkan tapi...kurasa sedikit susah."

"Kenapa? Ini masa depan Regulus kan."

"Aku tahu. Sudahlah, kalau ingin kubicarakan ya kubicarakan."

Connor tertawa pelan. "Regulus memang menarik ya. Hari Minggu nanti mau menemaniku? Ulang tahun ayahku sebentar lagi." Ajaknya.

Selama sepersekian detik Regulus nyaris menjawab iya, kalau tidak ingat hari Minggunya sudah 'dipesan' oleh orang paling menyebalkan sejauh yang pernah dia temui. "Minggu ya, maaf, aku sudah ada janji hari itu." Ada nada sesal diperdengarkan Regulus. "Tapi kalau besok bisa, kalau Connor senggang." Tambahnya cepat.

"Kalau begitu besok jam 12? Kutunggu di lobi."

Regulus menggeleng tidak setuju. "Biar kujemput ke tempatmu saja, hanya beda satu lantai. Ada dresscode khusus yang harus kupakai?" Salah satu hal yang diajarkan Aspros dalam lima bulan ini, beberapa toko mewah akan menilaimu rendah jika pakaianmu tidak sesuai dengan standar mereka. Mengingat ini ajakan Connor untuk mencari hadiah ulang tahun ayahnya seorang aktor yang namanya terdengar ke seluruh negara, besar kemungkinan mereka akan memasuki toko-toko dengan brand eksklusif, meski keseharian Connor adalah gadis rendah hati dengan penampilan yang tidak mencolok, tidak memamerkan barang brand mahal yang dimiliki.

"Hmm...semi formal kurasa sudah cukup." Dia berjalan menuju pinggir kolam renang sambil mengenakan swimming cap dan merapikan rambutnya. Dia berhenti tepat di tepi kolam, menatap Regulus. "Mau lomba? Aku cukup percaya dengan kecepatan berenangku."

Regulus tersenyum lebar, meletakkan handuk yang tergantung di leher kembali tergeletak di atas kursi. Dia tidak pernah menolak tantangan. "Yang kalah membayar makan siang besok."


Lima menit sebelum pukul dua belas, Regulus sudah berdiri di depan pintu apartemen yang terletak satu lantai di bawahnya, apartemen Connor. Hanya satu kali memencet bel sebelum pintu dibuka. Tampak Connor memakai summer dress putih tanpa lengan dengan rok rimpel dipadu dengan jaket jeans separuh lengan, sebuah pita emas melingkar manis di pinggang, sendal cokelat dengan desain seperti jaman Yunani kuno menjadi pilihan alas kakinya, ada kalung tipis dengan bandul berbentuk bintang tergantung manis di leher. Selama beberapa detik Regulus hanya terdiam menatap kagum penampilan Connor, sementara yang diperhatikan menunjukkan wajah bingung.

"Regulus? Ada apa?"

"Tidak, hanya biasanya aku melihatmu dengan baju ke sekolah, Connor manis juga memakai dress seperti ini." Puji Regulus dengan senyum lebar yang membuat wajah Connor merona.

"Regulus bisa saja, penampilanmu sendiri tidak biasa." Connor memperhatikan apa yang dikenakan Regulus, kemeja putih lengan pendek, vest biru tua yang tidak dikancingkan, jeans hitam, sabuk senada yang tertutup kemeja yang tidak dimasukkan, jam tangan Omega melingkar di lengan kiri.

"Ini ya..." Regulus memperhatikan penampilannya. "Pemberian kakek dan nenek, baru pertama kali kupakai." Jawabnya sambil menggaruk pipi dengan telunjuk. Kakek dan nenek yang Regulus maksud adalah Tuan dan Nyonya besar Gemini yang memang memaksanya untuk memanggil mereka dengan 'kakek-nenek', sempat membuat Regulus kikuk.

"Connor pakai kacamata?" Tanyanya saat Connor memasang kacamata frameless setelah menutup pintu apartemen dan berjalan ke lift, menuju basement tempat supir Connor menunggu.

"Tidak, hanya untuk penyamaran sedikit. Beberapa orang kenal dengan wajahku dan ibu mengatakan untuk hati-hati dari media. Kalau ada yang melihatku berjalan berdua dengan Regulus...Regulus bisa..." Wajah Connor kembali memerah.

"Connor?" Tanya Regulus bingung dengan sikap Connor.

"Regulus bisa repot karena pasti akan ditanya media."

"Rasanya membayangkan aku dikelilingi blitz kamera dan mic itu menyesakkan. Ayo." Regulus menjulurkan tangannya saat pintu lift terbuka.

15 menit berkendara mereka tiba di pusat perbelanjaan yang diinginkan Connor. Mall terletak di Colombus Square, Time Warner Center. Regulus pernah melewati tempat ini beberapa kali tapi baru sekarang dia menginjakkan kaki ke dalam. Sesuai dugaannya, harga barang di dalamnya untuk menengah keatas. Uang bulanan yang dia dapat dari Aspros memang lebih dari cukup untuk membeli barang di sini (bahkan dia sempat menganggap Aspros salah memasukkan nominal saat transfer), hanya saja dia tidak suka menghambur-hamburkan uang.

"Menurutmu pin dasi atau pin jas yang lebih bagus?" Connor meminta pendapat sambil melihat isi etalase yang dipenuhi pin beraneka bentuk di salah satu toko.

"Hmm...jas?" Jawab Regulus yang tidak yakin dengan jawabannya sendiri.

"Memangnya Regulus memberi apa saat ayahmu ulang tahun?"

"Tahun lalu aku memberikan pisau lipat. Ayah jarang memakai jas." Bisa dikatakan dalam setahun bisa dihitung jari Regulus melihat ayahnya memakai jas. Pekerjaan Illias membuat Regulus lebih sering melihat ayahnya mengenakan seragam kepolisian dalam menghadiri acara resmi daripada jas dan sosok Illias memakai jas juga yang terakhir dilihat oleh Regulus.

"Tahun ini? Ah! Maaf, aku tidak bermaksud." Tambah Connor cepat dan panik.

"Tidak apa-apa Connor. Tahun ini aku memberikan hadiah untuk Sisyphus saja."

Tahun ini hadiah yang dia rencanakan untuk ayahnya tidak akan terpakai begitu juga tahun-tahun berikutnya. Kalau diingat lagi memang memberi rasa hampa, dia memang tidak larut dalam kesedihan tapi rasa berduka tidak pernah hilang dengan mudah apalagi kehilangan orang yang berarti. Sampai detik ini jika dia lengah dan kembali memikirkan orangtuanya dia pasti ingin menangis, yang selalu ditahan.

"Maaf." Ucap Connor sekali lagi.

"Tidak apa. Jadi, sudah memutuskan membeli yang mana?" Regulus mengalihkan pembicaraan.

Butuh 20 menit sampai Connor memutuskan sebuah pin dasi dan jas untuk hadiah ayahnya dan pergi ke toko yang menyediakan jasa pembungkusan kado, sekarang hadiah itu tersimpan rapi di tas kertas yang di bawa Connor.

"Terima kasih sudah membantuku."

"Sama sekali tidak." Regulus memeriksa jam tangannya, pukul satu siang, pantas dia merasa lapar. "Mau makan siang?" Ajaknya, menunjuk restoran yang menyajikan steak di sebelahnya. Connor memberi anggukan setuju, sepertinya mereka sama-sama lapar.

Setelah menu diberikan Regulus sudah tidak lagi terbelalak kaget. Lima bulan tinggal dengan seorang CEO pemilik perusahaan multinasional sekarang dia terbiasa melihat harga menu yang cukup mahal, menu yang dilihatnya sekarang bahkan terbilang 'tidak seberapa' dari restoran yang pernah dia datangi.

"Arugula salad, Filet Mignon, dan Pan Roasted Field Mushroom." Connor memberikan pesanannya pada pelayan. "Regulus sudah memilih?"

"Uhmm...ya...Jumbo Lump Crab Cake, Prime Boneless Sirloin Steak, Truffle Mashed Potatoes." Sepertinya dia akan menghabiskan uang jajannya cukup banyak untuk makan siang kali ini, tapi sudahlah, tidak selalu tiap bulan dia mengeluarkan uang sebesar ini hanya untuk makan. Bahkan kalau dia cerita biaya makan hari ini pada Aspros dia yakin hanya akan mendapat jawaban 'oh', mengingat CEO satu itu pernah menghabiskan biaya makan dengan nominal dua kali dari totalnya sekarang.

"Dan setelah itu Hasgard memarahiku habis-habisan." Regulus menyelesaikan ceritanya yang sukses membuat Connor tertawa.

"Pasti menyenangkan ya bisa berlarian bebas di hutan. Aku tumbuh di Manhattan sejak kecil, kalau ingin berlarian bebas hanya di Central Park. Aku iri dengan Regulus."

"Tidak juga. Kota tempat tinggalku dulu hanya kota kecil, tidak ada tempat-tempat mewah seperti di sini."

"Tapi Regulus lebih suka tempat sederhana daripada penuh hiruk-pikuk seperti Manhattan kan."

Tebakan yang tepat.

"Hee...anak kucing sedang kencan ya." Sebuah suara mendadak menyela pembicaraan mereka dan Regulus sudah hafal siapa pemilik suara itu.

"Mau apa, Aiacos." Geram Regulus sambil menoleh ke belakang.

"Aku baru kembali dari tempat klien, mencari tempat makan siang, dan kebetulan bertemu dengan anak kucing di sini." Jawabnya diikuti seringai usil sampai menunjukkan giginya.

"Jangan ikut-ikutan Rhade memanggilku anak kucing." Marah Regulus.

"Karena itu panggilan kesayangan khusus Rhade?" Aiacos masih mengusilinya.

"Aiacos!"

"Anak kucing marah." Pandangan Aiacos beralih pada Connor yang hanya memperhatikan percakapan. "Nona muda yang cantik, rasanya aku pernah melihatmu di TV. Siapa namamu?"

"Connor." Jawab Connor gugup.

"Ah...kau putri desainer terkenal itu kan? Dikabarkan akan meneruskan jejaknya. Setelah berkencan dengan Regulus mau pergi denganku?"

Sudah merasa cukup dengan kelakuan Aicos, Regulus mengambil ponselnya, menyusuri satu per satu nomor kontak di sana, berharap dia masih menyimpan nomor salah satu orang yang bisa mengendalikan Aiacos. Bingo, masih ada.

"Oi, Aiacos, nomor Violate ini kan." Dia mengarahkan layar ponselnya ke arah Aiacos yang sukses membuat pria itu pucat pasi. "Sepertinya iya. Kau mau dia kutelpon dan memberitahu kelakukanmu sekarang?" Kondisi berbalik, Reguluslah sekarang yang memberi seringai licik.

"Aku cari makan di restoran lain saja." Aiacos segera mengambil langkah seribu.

"Dia itu, padahal sudah punya tunangan masih saja menggoda perempuan lain." Regulus menghela nafas panjang. "Maaf untuk tadi Connor. Dia kenalanku dan kelakuannya memang membuat orang sakit kepala."

"Hanya sedikit kaget saja. Dia rekan kerja Aspros?"

"Kakaknya rekan kerja Aspros dan kakaknya juga alasan aku tidak bisa pergi denganmu besok. Kalau bukan aku berhutang dengannya aku juga tidak mau ke sana." Balas Regulus malas. "Karena orang itu pelaku yang menabrak mobil orangtuaku tertangkap cepat, dia menyebalkan, seenaknya memberiku panggilan 'anak kucing', kadang tidak bisa ditebak jalan pikirannya, benar-benar orang yang membuatku kesal."

"Tapi Regulus perhatian dengannya kan."

Regulus kaget mendengar perkataan Connor, seakan dia tersadar sesuatu. "Aku perhatian dengannya? Dengan orang menyebalkan itu?" Ulangnya tak percaya.

"Koreksi kalau aku salah, tapi Regulus bukan tipe yang merepotkan diri dengan orang yang tidak di suka kan. Kalau tidak suka sebisa mungkin tidak berhubungan dengan orang itu, sedangkan orang yang Regulus ceritakan tadi di mata Regulus menyebalkan tapi Regulus tidak mengkategorikannya sebagai 'tidak suka', buktinya Regulus mau bercerita dengannya."

Memang kalau dipikir kembali ucapan Connor benar, kalau dia benar-benar tidak suka dengan Rhadamanthys kenapa dia masih merespon tiap ucapan dan perlakuan pria itu, dia bisa saja mendiamkannya, tapi tidak, selama ini Regulus selalu membalasnya. Meski sekitar 50% dia uring-uringan tapi tetap saja dia merespon Rhadamanthys, bahkan pernah sekali, meski tidak mau diakui langsung, dia berpikir kapan bertemu lagi dengan pria berambut pirang itu.

"Kalau kubilang 'suka', dia laki-laki, Connor."

"Rasa 'suka' ada banyak interpretasi, suka pada keluarga, teman, orang yang penting, pacar, bahkan bisa lebih dari itu, setiap orang berbeda. Aku tidak tahu rasa suka yang mana, tapi aku yakin itu perasaan Regulus."

"Entahlah." Jawab Regulus, mengaduk-aduk jusnya dengan mata tidak fokus.

"Kalau ada yang melihatku berjalan berdua denganmu, kau bisa dianggap pacarku...itu yang mau kukatakan, tapi kalau kukatakan nanti bisa mempengaruhi pilihanmu, lagipula Regulus memang terlalu baik." Ucap Connor dalam hati.

Selesai makan siang, dengan bill dibayarkan Regulus yang sempat mendapat protes dari Connor karena dialah yang empat detik lebih lama saat lomba berenang kemarin yang dibalas Regulus dia tidak serius saat memberi taruhan itu terlebih tidak enak jika sampai perempuan yang membayar, mereka berjalan-jalan mengelilingi mall, melihat toko-toko yang lain. Karena Connor masih merasa tidak enak Regulus yang membayarkan makan siang, mereka setuju kali ini Connorlah yang membayar es krim yang mereka beli di salah satu stand di dalam mall.

"Connor mau kemana lagi?" Regulus memeriksa jam, pukul tiga.

"Ada film yang mau kulihat sebenarnya." Jawab Connor malu-malu.

"Boleh saja, tapi di sini tidak ada bioskop."

"Bioskop tempatku biasa menonton hanya 10 menit dengan mobil dari sini."

"Tidak masalah."

Mereka kembali setelah selesai menonton film horor yang bercerita tentang boneka yang dirasuki setan, yang tidak disangka Regulus ternyata Connor tidak takut dengan film genre thrill dan horor, lalu berjalan-jalan sebentar di sekitar Broadway sebelum pulang pada pukul tujuh. Meski Connor yang meminta ditemani, tapi pulang larut akan terkesan tidak sopan pada orangtua gadis itu. Dia mengantar sampai depan pintu apartemen Connor, berbincang sebentar dengan ibunya yang menyinggung 'ingin menjadikan penghuni apartemen atas sebagai model rancangan terbaru' yang segera dipotong Connor. 15 menit berbincang, Regulus unjuk diri kembali ke apartemennya, dengan undangan makan malam ditawarkan ibu Connor untuk Sabtu depan yang disanggupi Regulus.

"Aku pulang." Ucap Regulus, melangkah menuju dapur ingin mengambil segelas air tapi justru bertemu dengan patronnya yang juga mengambil minum.

"Bagaimana kencannya, Little Lion?"

"Tidak sepenuhnya kencan, Aspros. Aku hanya menemani Connor mencari hadiah untuk ayahnya, mengajak makan, nonton, jalan-jalan di Broadway, pulang. Tidak ada yang spesial."

"Untuk bocah seumuranmu itu kencan." Aspros menyentil dahi Regulus.

"Diam saja. Sisyphus mana?" Dia tidak merasa tanda keberadaan pamannya di apartemen.

"Ada panggilan tugas mendadak, dia bilang tengah malam baru pulang. Little Lion takut kalau tidak ada paman tersayang?" Ejek Aspros.

"Tentu saja tidak." Sungguh kalau bukan dia berhutang banyak pada pria ini, Regulus ingin menendangnya, membayar semua keusilan yang pernah ditimpakan pada Regulus. "Besok aku juga pergi."

"Kencan lagi dengan nona cantik di lantai bawah?"

"Bukan. Aku sudah bilang kan ke tempat Rhade."

Seketika seringai usil Aspros digantikan menjadi wajah serius, begitu kelihatan sampai Regulus nyaris mengambil langkah mundur dalam refleks. "Yah...jaga dirimu baik-baik besok dan tidak ada menginap di sana."

"Aku tahu, geez..."

Kadang dia bingung dengan sikap Aspros, kadang mengusilinya, kadang protektif, tapi bukan hal yang buruk. Keusilan Aspros juga yang membuatnya akrab dengan patronnya.