Disclaimer: Masashi Kishimoto

Warning: CRACK PAIRING! OOC (maybe), boring, a lot of typo, etc.

WARNED AGAIN, CRACK PAIRING! DON'T LIKE DON'T READ PLEASE!


Di sinilah aku. Rumahku, Konoha, tempat asalku, tempat tinggalku, tempat kelahiranku, dan lain-lain, dan sebagainya, dan seterusnya, dan teman-temannya, oke cukup aku capek.

Ehm, maksudku, ya, aku sudah pulang. Entah bagaimana ceritanya, aku benar-benar pulang. Kakiku menapaki jalanan Konoha yang terasa agak asing setelah sekian lama kutinggalkan. Namun suara berisik di sebelahku juga tatapan mata dari gadis –yang melihatku dengan begitu mupeng hingga bola matanya serasa ingin keluar- di sampingku entah kenapa tidak terasa asing sama sekali. Walaupun sudah lama aku tidak mendengar suara berisik tenor dan tatapan gila dari gadis ini, aku tidak merasa rindu. Aku muak.

"Lihat kan, Sasuke? Konoha sudah banyak berubah. Semua ini gara-gara penyerangan dan beberapa pertarungan dengan Pein. Tapi justru dengan begitu, semuanya bisa saling bekerja sama dan bahu-membahu membangun lagi desa ini. Dan lihatlah hasilnya. Jadi lebih baik, kan? Hahaha, iya, aku tahu, kau pasti merasa kagum dan menyesal sudah meninggalkan desa kita tercinta ini..."

"Tidak."

"...kan? Tentu saja! Aku juga pasti menyesal jika seandainya aku jadi kau. Tapi bila aku jadi kau pun, aku tidak akan sebodoh itu untuk pergi meninggalkan Konoha!" Heh... Lihat, bukan hanya berisik, tapi dia mulai terserang penyakit tuli. Tanpa mempedulikan jawabanku barusan, ia tetap menyerocos bak air terjun. "Tapi tenang saja, ada beberapa tempat yang tidak berubah, kok! Misalnya Ichiraku Ramen! Hmm, apalagi ya..."

"Bisakah kau tutup mulutmu?" Oke, aku tidak tahan lagi. Aku tidak mau terserang penyakit tuli dengan suara tenor yang tidak berhenti berbunyi ini. Atau jangan-jangan dia pun terserang penyakit tuli karena terlalu sering mendengar suaranya sendiri? "Aku tidak memintamu menceritakan apapun jadi berhentilah bercerita, Naruto. Dan kau Sakura, berhenti memandangiku seperti itu."

Aku hanya berbicara, bukan berseru. Tapi alis Naruto berkedut dan wajah Sakura mulai sedikit bersemu.

"Kau tidak berubah, teme. Padahal aku harap kau bisa berubah walaupun hanya sedikit saja ta-"

"Oke cukup!" potongku cepat. Serius, apa dia benar-benar tidak bisa, semenit saja, menutup mulutnya?

Sakura mulai bersuara. "Aduh, kelihatan Sasuke-kun ya kalau aku sedang memperhatikanmu?" Aku menaikkan sebelah alisku. Mulai lagi gadis ini... "Itu, anu... Kau hanya salah paham kok, aku tidak sedang memperhatikanmu. Hahaha, hahahahahahaha."

Aku hanya bisa mendengus. "Baiklah... Selamat datang untukku..." gumamku pada diriku sendiri.

Lalu, dimana aku akan tinggal sekarang?

"Teme, teme, teme, teme, teme, teme, teme, teme, teme, teme, teme, teme, temeeee."

Oh, suara Naruto ya? Aku baru sadar kalau aku berjalan beberapa langkah lebih cepat dari mereka. Bahkan saat aku sudah menoleh ke belakang sekalipun, si Naruto itu tetap saja memanggilku... apa tadi? 'Teme'?

Aku bahkan baru sadar kalau aku baru saja menoleh ketika dipanggil 'teme' oleh makhluk berisik satu ini.

"Siapa yang kau panggil dengan sebutan itu, dobe?"

Eh, dia malah nyengir. Apa maksudnya? Lalu dengan seenak jidat Sakura –ehm, maksudku... kalian mengerti maksudku kan?- dia merangkul pundakku. Oh my God! Apa Naruto berubah menjadi seorang maho alias makhluk homo? Ya, sebut saja dia makhluk. Aku merasa aneh bila menyebutnya manusia.

"Aku tahu kau pasti akan merasa senang dan terharu dan merasa bangga dan merasa senang lalu terharu dan bangga karena sudah mempunyai teman sejati sepertiku," ujarnya kepadaku. Apa dia tidak sadar bahwa ia baru saja mengulang kata yang sudah dibicarakannya saat beberapa detik yang lalu?

Aku tidak merespon. Terlalu malas, lagipula untuk apa meladeni orang bodoh?

Tapi sepertinya si dobe berambut durian dengan cengiran selebar kuda dan suara tenor yang sanggup membuat orang tuli (mulai sekarang aku singkat menjadi DBDDCSKDSTYSMOT) satu ini menunggu jawabanku.

"Hn?"

"Nah!" serunya kemudian yang membuatku harus menutup telinga. "Aku tahu kau pasti sedang kebingungan dimana kau akan tinggal sekarang kan? Oleh karena itu aku memperbolehkanmu tinggal di tempatku! Bwahahahahaha!"

Aku terdiam. Sebenarnya aku ingin mengeluarkan ekspresi cengo, tapi aku tidak diminta untuk OOC disini. Ternyata si DBDDCSKDSTYSMOT ini menawarkanku tinggal dengannya toh.

Apa? Tinggal di tempatnya? What The Fat?

Aku tidak mau. Tidak apa-apa jika aku kembali ke rumah klan Uchiha. Mau itu rumah atepnya udah pada bolong atau banyak debu sekalipun juga tidak apa-apa. Mau ada setan kek, mumi kek, mayat hidup kek, lebih baik tinggal bersama mereka daripada bersama makhluk bernama Naruto ini, si DBDDCSKDSTYSMOT.

"Hmm..." Aku pun melontarkan jawaban yang sudah kurangkai di otakku dengan kecepatan cahaya. "Tidak usah." Yap, itulah jawabanku. Keren kan? Keren kan?

"Tapi Sasuke-kun..." Aku melirik Sakura yang sedang buka suara saat ini. Ohh, ternyata dia masih bersama kami toh. "Jika kau tinggal bersama Naruto, aku tidak akan terlalu mengkhawatirkanmu."

Aku tidak menyuruhmu mengkhawatirkanku, jidat. Huff, tenang Sasuke, jangan ooc, jangan ooc.

Otakku kembali merangkaikan kata dalam waktu singkat untuk kujawab. "Sudah kubilang tidak usah." Tarrah~ Kau boleh kembali berdecak kagum atas jawabanku.

"Eeehhhhh? Tapi kenapa!" tanya Naruto dengan suara toa-nya.

"Aku yakin ada beberapa barang yang masih bisa dipakai di rumah klanku dulu," jawabku. Hmm, kalau di apartemenku yang dulu sih sudah tidak ada. Paling hanya foto kelompok tujuh yang sudah berdebu itu. Lagipula wajahku tidak terlalu tampan di sana. Malu-maluin aja tuh foto buat disimpen.

"Ah! Sudah kami duga!" seru si jidat dan si DBDDCSKDSTYSMOT secara bersamaan.

Aku menahan niatku untuk melontarkan pertanyaan 'hah?'. Pasti akan terkesan bodoh.

"Kami sudah mengobrak-abrik bekas klanmu waktu dulu kok!" ujar Sakura dengan wajah berseri-seri.

Tunggu. Apa tadi katanya? Mengobrak-abrik?

"Yah, kami sudah memikirkan dari jauh-jauh hari kalau kau pulang ke sini. Jadi kami cari dulu barang-barang yang mungkin masih mau kau ambil dan sudah meletakkannya di tempatku!" jelas Naruto dengan ceria. Dan bersemangat, tentu saja.

Oh, apalagi yang bisa kugunakan sebagai alasan? Tinggal dengan makhluk berisik begini?

"Baiklah kalau begitu."

Ha? Inilah yang terlontar dari mulutku. Kalian tidak percaya? Ih, sama dong.

"Hore!" Sakura melejit senang. Aku tahu di dalam innernya, ia pasti berkata: 'Yeah, Sasuke-kun tinggal di tempat Naruto! Dengan begitu aku bisa lebih sering mampir dengan seenak jidatku!'

"Yeah! Aku tahu kau memang tidak bisa jauh-jauh dariku, Sasuke!" seru Naruto. Aku hanya bisa mendengus. Kenapa bicaranya makhluk ini tidak pernah nyambung sih?

"Oh? Hai, Sai!" seru Naruto lagi. Aduh, apa dia tidak bisa berhenti berseru dan mencoba bicara dengan nada yang biasa saja?

"Ya. Maaf baru bisa menyusul sekarang," balas si mayat hidup yang tiba-tiba muncul itu. Ia menatapku dan aku balas memandangnya. "Hai Sasuke. Senang melihatmu di sini."

Aku menjawabnya dengan membuang muka. Bukan meletakkan wajahku di tempat sampah, tapi melempar pandanganku ke arah yang lain.

"Hei Naruto!" bentak Sakura sambil menjitak kepala si DBDDCSKDSTYSMOT. "Kau ini benar-benar tidak ada inisiatif yah! Kalau Sasuke sudah setuju untuk tinggal di tempatmu, harusnya kau membawanya ke tempatmu dan suruh dia beristirahat. Dasar kau ini!"

Nah, aku memang sudah bosan berdiri disini. Baru kali ini Sakura melakukan sesuatu yang benar. Apa dia sering melakukan hal yang benar hanya saja aku lupa? Sudahlah, aku tidak ingat.

"Oh... Kau tidak mau menemui teman-teman yang lain, Sasuke?" tanya Naruto padaku.

Aku terdiam sesaat. Teman-teman siapa yang dimaksud si DBDDCSKDSTYSMOT ini? Lee? Kiba? Shikamaru? Aku tidak yakin mereka memiliki pandangan yang sama dengan Naruto dan Sakura. Yang ada bila bertemu mereka, aku akan dirajam rame-rame karena sudah membuat mereka repot dengan berbagai pengejaran dan pencarian. Walau aku tidak takut sih... Mau mereka maju rame-rame pun aku yakin mereka tidak akan bisa mengalahkanku. Ha-ha-ha.

"Kurasa tidak."

"Hmmmm?" Naruto memiringkan kepalanya. "Yakin? Mumpung hari masih siang. Mereka pasti senang melihatmu."

Bego banget sih. Maksudku, bodoh sekali sih si Naruto ini. Kubilang tidak ya tidak. Masa dia tidak mengerti? "Tidak usah," jawabku lagi. Apa kalian merasa aku kebanyakan membatin daripada ngoceh secara langsung? Ya, aku juga merasakannya. Bawaan dari lahir mungkin.

Akhirnya si DBDDCSKDSTYSMOT mengangkat bahunya. "Ya sudahlah kalau begitu. Sakura-chaaaann~" Secepat kilat ia berbalik menghadap Sakura yang sedang –ehm- memandangiku lagi. "Kami duluan yaa, apa kau mau kuantar pulang dulu?"

"Tidak usah sok baik!" gerutu Sakura pada Naruto. Kemudian dia menghampiriku dan mengubah nada suaranya menjadi sangat lembut. "Sasuke-kun istirahat yang banyak ya. Jika merasa lapar atau membutuhkan sesuatu, kau boleh memerintah Naruto sesukamu." Naruto yang mendengarnya hendak memprotes, namun Sakura meliriknya dengan tatapan ganas. "Iya kan Naruto?" geramnya dengan nada rendah.

"I –i-i-i-i... Iyaa..." jawab Naruto akhirnya. Fuh, masa begitu saja sudah ciut?

"Loh kenapa ada Sasuke di sini?"

Aku menoleh. Di sebelah si mayat hidup, berdirilah seonggok nanas bongkok. Wah, aku agak kagum dengan reaksinya yang datar-datar saja ketika melihatku di sini.

"Shikamaru! Lihatlah, Sasuke sudah pulang!" seru Naruto. Entah sudah yang keberapa kalinya dia berseru hari ini.

"Iya, aku bisa lihat sendiri..." sahut Shikamaru –atau yang tadi kupanggil nanas bongkok- dengan nada mengantuk.

Aku baru sadar kalau si mayat hidup –alias Sai- sedang asik memandangi perempuan yang tadi datang dengan Shikamaru. Heh, rasanya aku kenal dengan gadis itu. Dia bukan orang Konoha, kan? Kenapa bisa ada di sini?

Gadis itu menengok. Matanya bertemu pandang dengan mataku yang kebetulan masih menatapnya. "Bisa tidak untuk tidak memandangiku seperti itu? Kau tidak pernah melihat manusia ya?"

Ahh, aku membuang muka lagi. Aku ingat siapa gadis kasar yang tidak terpesona oleh kharismaku ini. Dia kan saudara dari si gila yang waktu itu sempat dilawan Naruto. Cih, ingat kejadian itu aku jadi kesal. Gara-gara aku tidak menang melawan si gila yang aku lupa namanya itu sedangkan Naruto menang melawannya aku jadi gelap mata sendiri dan terlalu terpancing untuk menjadi lebih kuat. Tapi bukan saatnya membahas hal ini.

Sepertinya aku ingat namanya... Temupeng? Teripang? Temari? Oh, iya. nama gadis itu Temari.

"Jadi..." Si nanas bongkok itu mulai berbicara lagi. "... kenapa tiba-tiba Sasuke bisa ada di sini?"

Naruto nyengir selebar-lebarnya dan menepuk dadanya sendiri kemudian kembali merangkul bahuku. Ew... "Tentu saja dia bisa ada di sini! Aku yang membawanya kembali! Hebat kan? Aku tahu kau akan memujiku, tapi sebaiknya tidak usah. Aku tidak menerima pujian."

"Apanya yang hebat," balas si nanas bongkok itu sambil mengorek telinganya dengan jari kelingking. "Lagipula aku tidak ingin memujimu. Kepikiran saja tidak."

Jawaban yang bagus, aku suka itu. Bisa kulihat si DBDDCSKDSTYSMOT mulai memonyongkan bibirnya. Dan tanpa sengaja aku menoleh dan melihat si mayat hidup itu lagi-lagi sedang asik memandangi sesuatu. Atau seseorang? Oh ya ampun, dia memandangi gadis itu lagi toh.

Saat itu Terima sedang terkekeh pelan melihat kebodohan Naruto. Tunggu-tunggu. Kenapa aku jadi lupa lagi dengan namanya? Ah, sudahlah.

"Naruto!" suara Sakura kembali muncul. "Sudah kubilang bawa Sasuke beristirahat sana!"

"Iya, iya, baiklah. Duluan ya, Sai, Shikamaru, Temari!"

Nah! Itu dia. Namanya Temari.

"Daah Sasuke-kun~" Sakura melambai-lambaikan tangannya padaku. Aku hanya melirik sekilas tanpa berniat membalas lambaian tangan itu.

Setelahnya aku hanya mengikuti langkah Naruto tanpa menoleh ke belakang lagi.


Sudah lima jam empat puluh delapan menit tiga puluh sembilan detik aku duduk di salah satu kursi peot di apartemen si DBDDCSKDSTYSMOT yang sungguh teramat sangat berantakan. Bayangkan saja ada panci dan termos di lantai, serta celana dalam dan kaos di meja makan. Dan sumpah, baru lima jam saja aku sudah merasa tidak betah di sini.

Bagaimana mau betah jika selama lima jam kupingmu selalu menangkap suara yang sama dan menanyakan ini itu padahal jelas-jelas kau sedang tidak ingin menjawab namun dia tidak bisa membaca keadaan dan tetap bertanya padamu?

"Jadi Sas, apa saja yang sudah dilakukan Orochimaru padamu selama kau bersamanya?"

"Hh..."

"Lalu bagaimana ceritanya sampai kau bisa membunuhnya?"

"Tutup mulutmu."

"Lalu kau dan Itachi?"

Ah... Itachi...

Pertanyaan yang satu itu membuatku teringat dengan kakakku lagi. Well, aku tahu pasti dia kakak yang baik. Sosok yang keren. Dan aku tahu dia pasti sangat sayang padaku. Memikirkannya membuat rasa bersalahku muncul lagi, padahal tadi aku sempat melupakannya. Ah, sial.

"Berhentilah bertanya," kataku dengan agak ketus. "Aku lelah."

Berhasil, akhirnya dia diam. Dan... Hei! Apa-apaan itu? Dia menatapku dengan pandangan kasihan? Kemudian dia menepuk bahuku pelan dan berkata, "Ya sudahlah. Aku mengerti." Lalu dia berlalu ke arah kamar mandi.

What The Fat? Apa maksudnya dia mengerti? Aku tidak suka dikasihani. Dan aku paling benci dengan yang namanya mengasihani. Beraninya dia menatapku seperti itu.

Kesal, aku menendang panci yang ada di dekat kakiku. Panci itu melayang dan mendarat dengan sukses di kepalanya.

"Aduh!" serunya. "Hei! Apa-apaan kau ini!"

"Kuperingatkan padamu, jangan sekali-sekali kau berani menatapku seperti itu lagi."

Dia memandangku. Kami hanya terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia tersenyum dan berkata, "Kau tidak berubah, Sasuke."

Entah kenapa, sebuah senyum tipis muncul di bibirku. "Aku memang tidak pernah berubah."

Si dobe itu melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi. Samar-samar aku mendengarnya berkata, "Selamat datang."

Dan aku kembali tersenyum. "Aku pulang."

.

Dan sepuluh menit kemudian, kedamaian tetap tidak datang kepadaku.

"Arrgghh! Aku lapar!"

Aku memutar kedua bola mataku. Sudah lima menit penuh dia berteriak seperti itu. "Lalu?"

"Ayolah Sasukeeee, kita pergi makan saja... Ya? Ya? Ya?"

"Aku belum lapar. Lagipula kenapa kau tidak pergi sendiri saja?"

"Tidak bisa! Nanti Sakura-chan bisa marah kalau aku pergi makan tanpa mengajakmu. Ayo dong Sasukeeeeee. Mau ya? Mau ya? Mau ya?"

"Kau tidak akan sesial itu dengan bertemu Sakura tiba-tiba."

"Ayolah Sasukeee, kau kan tahu aku ini selalu tertimpa sial. Apalagi orangnya adalah Sakura-chan. Entah darimana dia pasti tau apa saja yang kau lakukan. Mau dong? Mau dong? Mau dong?"

Aku jadi merinding mendengar kalimat terakhir Naruto. Masa iya sih Sakura selalu tahu apa saja yang kulakukan? Wah, gawat. Aku harus sering-sering mengecek sekeliling jika aku mau mandi nanti.

"Sasukeeeeeee!"

"Iya, iya." Akhirnya aku menyerah juga. Bukan karena aku memang orang yang mudah menyerah, tapi kau juga akan melakukan hal yang sama jika kau jadi aku. Siapa sih yang bisa tahan dengan suara berisik Naruto selain Hinata?

Kami melangkah keluar dari apartemen itu dan mulai menuju Ichiraku Ramen. Si dobe ini malah bernyanyi sepanjang jalan. Ah, sepertinya dia memang benar-benar tidak bisa diam walau hanya lima menit saja.

Aku menghela napas gusar. Sudahlah. Toh, sudah keputusanku untuk kembali ke Konoha. Hal-hal semacam keberisikan Naruto dan perhatian berlebihan Sakura itu resiko yang sudah siap kutanggung. Tuhan memberkati.

Tiba-tiba aku melihat sesuatu yang menarik. Bahkan sepertinya aku cukup terkejut karena menurutku apa yang kulihat sekarang ini menarik.

Si mayat hidup, sedang berjalan bersama nanas bongkok dan... oke, aku lupa lagi siapa nama wanita itu.

"Lho?" Naruto menoleh ke arah pandangku. "Itu kan... Shikamaru dan Temari? Dan, SAI !" teriaknya kelewat kencang. Oh tidak... Telingaku...

Sai –maksudku, mayat hidup... Oke-oke, aku akan berhenti memanggil mereka dengan nama pujian yang sudah kurangkai dengan indah dan bagus bila kau tidak senang. Sai menoleh karena merasa namanya dipanggil. Tentu saja dua orang itu juga ikutan menoleh.

Nah, nama gadis itu Temari. Aku ingat sekarang.

Sai tersenyum ke arah kami. "Hai, Naruto. Ketemu lagi kita."

Naruto berjalan cepat ke arah mereka, merangkul Shikamaru, dan menyeretnya lagi kembali ke sebelahku. Kami memandanginya bingung, namun Sai dan Temari tetap berdiri di tempat mereka dan tidak berusaha mendekat. Mungkin mereka menduga kalau Naruto ingin berbicara soal privasi.

"Shikamaru, kenapa Sai bisa ada bersama kalian?" bisik Naruto pelan.

Shikamaru mendengus malas. "Kau menyeretku untuk bertanya hal itu?"

Naruto mengangguk semangat. Kali ini giliran aku yang buka suara. "Ada apa denganmu, Naruto? Tidak biasanya kau menanyakan hal-hal aneh macam ini."

Shikamaru mengangguk kecil menyetujui argumenku. "Kau benar-benar ketularan sifat bergosip Sakura ya?"

Naruto menggeleng cepat. "Aduh... Sasuke memang tidak tahu, tapi kau seperti tidak tahu Sai orangnya seperti apa saja, Shikamaru! Orang yang kaku seperti itu biasanya lebih memilih menghabiskan waktu di perpustakaan."

Shikamaru menguap sebelum menjawab. "Aku juga tidak tahu. Saat aku mengajak Temari makan siang, dia menghampiri kami dan mengajak Temari mengobrol. Lalu lanjut terus sampat sekarang."

Aku melirik mereka berdua. Yah, kelihatannya mereka sedang membicarakan sesuatu yang seru. Sai dengan senyum datarnya dan Temari dengan senyum... manisnya...

Naruto mengerutkan kening. "Ada yang aneh... Lalu sekarang kalian mau kemana?"

"Makan malam," jawab Shikamaru sembari menguap lebar. "Sudah dulu, ya."

"Tunggu, tunggu!" Naruto menyeret leher baju Shikamaru dan menariknya ke arah dua orang itu.

"Oy, oy... Naruto!" Aku mengikuti dengan alis yang sedikit berkerut. Mau apa lagi sih anak itu?

"Sai, Temari, kebetulan aku dan Sasuke juga mau makan! Gimana kalau kita bareng saja?" tanya Naruto dengan wajah yang ceria seperti biasa.

Aku mengernyitkan dahi. Kenapa Naruto jadi kepo begitu sih?

Kulihat gadis bernama Temari itu menaikkan sebelah alis dan menatap Shikamaru penuh tanda tanya. Shikamaru hanya bisa menggaruk kepalanya.

Sai tersenyum seperti biasanya dan menjawab, "Boleh. Toh, Temari dan Shikamaru juga tidak keberatan. Benar kan?"

Temari menggeleng kaku. Raut bingung terpancar jelas di wajahnya. "Jadi... Kau menyeret Shikamaru ke sana hanya untuk mengajak makan bersama?" tanya gadis itu.

Naruto membatu sesaat dan tertawa salah tingkah. "Aduh, perutku sudah lapar sekali. Ayo kita makan di Ichiraku Ramen saja ya?" ujarnya sambil berjalan duluan.

Aku menghela napas lagi dan mengikutinya. Kami semua berjalan dalam diam sampai tiba di Ichiraku Ramen.

Naruto –yang sepertinya teramat sangat ingin tahu ada apa dengan Sai– langsung duduk di sebelah kiri orang itu.

Temari duduk di sebelah kanan Sai, sepertinya tidak menyadari adanya maksud tersembunyi dari Naruto.

Shikamaru yang agak-agak curiga pada Naruto pun duduk di sebelah kiri anak autis itu. Ia menyikut lengan Naruto dan berbisik sesuatu seperti, 'Apa sih yang mau kau lakukan?' yang dibalas Naruto dengan bisikan pula, sesuatu yang terdengar seperti, 'Hanya ingin mengawasi Sai sebentar saja kok.'

Aku menghela napas, entah sudah yang keberapa kali, dan duduk di sebelah kanan Temari.


TBC ~~