Arti kata ulang dalam kehidupan hanyalah bermakna keinginan akan merubah masa lalu. Walaupun semuanya tahu itu adalah hal tabu, keinginan itu akan terus meraung. Namun dengan adanya tentangan itu, kata kesempatan dibuat. Yaitu pembalasan dosa. Pembalasan atas masa lalu menjadi masa depan yang diinginkan. Pembalasan dengan harap menjadi sosok suci yang terlahir kembali. Bila nyatanya hanya akan gelap bertemu gelap, maka biarlah mereka menanti cahaya tuk datang. (Naruto and Menma)

Black Navi present :

Peccatum

Naruto©Masashi Kishimoto

Rating : T

Warning : typo, aneh, gak teratur dll

Genre : friendship & mystery(atau angst? i dunno xD)


1. jumpa

.

.

.

.

Tak ada yang tau pikiran yang dilayangkan pemuda bertopi fendor hitam dengan balutan jas hitam yang dipadu dengan loang coat abu-abu yang terus berdiri dalam bisu di depan bandara. Tatapanya yang tertumpu pada satu titik namun pandanganya meluas selangit.

Tetap tenang ia melipat tangan. Membiarkan seluruh isi bandara berlalu lalang dengan mata yang menatap heran. Bisikan dan kecurigaan yang di keluarkan orang-yang melihatnya, ia acuhkan dengan dengusan keras.

Kerap kali ia angkat tangan krinya hanya untuk sekedar melihat jarum jam berada di posisi mana . Dan kakinya sesekali ia ketuk-ketukan di lantai bersemen pudar untuk menggerus rasa bosanya yang sudah teramat.

Angin dingin yang menyesap dan dan rambut dark blue nya yang bergoyang makin merapat. Menma mengatupkan matanya rekat-rekat. Alis hitamnya yang melengkung rapih, menurun seiring memori dan masalalu yang terlewat dalam benaknya.

Derum limousine yang menderu cepat dari arah barat, lalu bermanuver 180° menciptakan semburan salju di sekitarnya; dan berhenti tepat di hadapan Menma dengan kibasan angin yang cukup menggoncang.

Menma mengelengkan kepalanya. Tangan yang tadi telepas kini ia lipat lagi didada. Bibir tipisnya mengerucut melihat kaca mobil yang merefleksikan bayang dirinya bergerak seiring pintu mobil terbuka.

Kacamatanya ia lepas. Dan menyurat ekspresi kesal untuk pria berambut putih klimis disisir kebelakang yang membungkuk sopan kepadanya. Tak ada bunyi yang membuka, yang memutuskan pria itu bangkit dari hormat. Saat matanya beradu dengan onyx Menma,. Tuan mudanya sudah mengecam amarah.

"Kenapa lama sekali? Kau tahu Hidan, angin dingin ini seolah memukul keras yang menyebabkan linu. ?"

Saat namnya disebut, pria berambut putih tersenyum sendu. "ada sedikit masalah tuan muda.."

"ck!"

Jawaban aneh untuk seorang pria beruban yang aneh, pikir Menma.

Menyibakkan coat abu-abunya, Menma menuruni tangga dengan langkah tegas. Salju yang menumpuk memikik tipis saat sepatu hitam Menma menekanya.

Hidan membalikkan badanya, mengikuti laju Menma menuju limousine hitam yang di khususkan untuk menjeput tuan mudanya. Hidan tersenyum. Sosok yang dulu hanya setinggi selututnya kini telah beranjak menjadi pemuda hebat yang hampir melampauinya.

-10 tahun yang telah berlalu sangat cepat,-

"Ada apa tuan muda?" pria tua itu bertanya kepada sang tuan muda yang berdiri statis memandang kaca hitam mobil bagian depan.

"Tuan muda?!"

Menma tersentak, matanya nya beralih ke pintu yang terbuka di hadapanya. Mengangguk sebentar pada pria yang telah membukkan pintunya, Menma masuk ke mobil dengan lembut.

'brak'

Pintu tertutup. Hidan mengambil jalan putar menuju setir depan.

Saat ban berputar menggerus salju di aspal, Sosok berjaket hody berwarna hitam, tersenyum misterius di balik topinya.

Hidan melirik sosok di sampingnya dibalik kemudinya. Pemuda yang duduk merosot, menenggelamkan wajahnya dalam-dalam ke syal merah miliknya. Hidan juga memoles senyum tipis. Mata vioelet nya beralih memandang layar yang merekam aktivitas Menma di jok belakang. "Tenang, tuan, semua sesuai perintah anda.."

Pemuda di samping Hidan mendengok, wajahnya yang tertutupi oleh masker putih dan kulitnya yang disamarkan gelap malam membuat Hidan sedikit merinding.

"Ha..?! bahkan tak sesuai pun, dia masih terjebak. Sepuluh tahun itu, tak merubah wataknya.." Sang pemuda menyela dengan suara serak.

Hidan memutar kemudinya kekanan. Menggoyang perseneling dan menancap rem dan gas bergantian. Decit ban dan asap dari gesekan dua benda dengan struktur berbeda tak menjadi malam yang sepi, lekang oleh kebrutalan seseorang yang membanting setir sebuah mobil berharga satu juta dollar.

"Whooaa…."

Hidan menyeringai. Bahkan sepuluh tahun pun tak merubah keahliannya untuk bermain kecepatan.

"uhuk, uhuk, —dasar pria tua gila. Aku ini sedang sakit! Walupun mukamu tak bertambah tua ataupun kerut tapi ingatlah kau ini sudah tua melakukan sesuatu yang kau sebut dengan nge-drive. Itu di larang. Ingat kau SU-DA-H TU-A.! uhuk-uhuk"

Pelipis Hidan sedikit berkedut. Cacian pemuda di sampingnya, sangat menusuk hatinya sangat dalam. Dan pelaku penghinaanya masih terbatuk-batuk di maskernya. Tanganya meremas kemudi, mulutnya sudah akan terbuka sampai dering telepon memecah niatnya.

"Hidan. Aku dengar ada orang yang batuk. Apakah ada penumpang selain diriku? Apakah itu otou-san?"

Hidan tercekat. Ia melihat aktivitas menma –dari layar tab- yang sedang memegang sebuah alat bebentuk seperti handphone di tanganya dan memandang dinding pembantas antara pengemudi dan dari kursi penumpang. Kedap suara telah di pasang di kursi penumpang, yang seharusnya Menma tidak tahu bunyi apapun –pikir Hidan

Hidan berdehem, memastikan suara dan keyakinan hatinya untuk sedikit berdusta.

"ah, tidak. Tidak ada siapapun disini. Hanya aku dan asap rokok ku yang disini.."

Hening. Menma tak membalas, namun sambungan komunikasi masih tersambung.

"Kau tahu tuan muda? Selama anda pergi aku telah berjanji untuk tidak merokok sampai tuan muda kembali dari study. Jadi sekali merokok, seperti inilah." Hidan tersenyum yang pasti Menma takkan tau dan tak mengerti apakah kalimat itu hanya dusta atau nyata.

"Yah, terserah padamu. Yang pasti kau menumpangi seorang gelandangan tidak jelas di mobil limousine mewah kesayangan tou-san."

Pemuda di samping Hidan langsung tersedak. Coffe hangat yang barusan ia minum langsung menyembur kaca mobil. Dan tangan kirinya yang memegang kaleng kopi, oleng dan jatuh membasahi celana Hidan.

Hidan memekik tertahan saat panas kopi menyengat kulitnya.

"Ya tuan muda benar sekali. Dia seorang gelandangan tak tahu diri.." desis Hidan yang mendelik ke pemuda bertopi yang ikut mendelik.

'TUT'

Sambungan diputuskan sepihak.

Perang dingin menghanyut di antara dua lelaki yang duduk bersebelah dan hanya di batasi perseneling emas.

Mata yang saling menyulut api menyorot satu sama lain. Namun saat lampu jalan menyibak kegelapan dalam mobil, mereka mendesah dingin. Dan kembali menghidupkan fokus ke jalanan lenggang.

"Kau sama sekali tak berubah tuan. Selalu bersikap tak sopan pada yang tua."

"Kau juga tak berubah. Selalu tak mau mengalah pada yang muda, Hidan"

Hidan mengetuk-ngetuk jarinya di setir. "Tapi, saya bersyukur anda masih bersikap seperti itu. Masih ramah dan menganggap,orang lain seperti keluarga. Termasuk ke diri saya yang tak berguna ini."

"Ah, menurutku tidak. Aku berubah banyak sekali selama sepuluh tahun ini. Bahkan aku tak yakin aku masih seperti dulu atau tidak. Aku merasa yang aku yang ini hanya sebuah refleksi cermin dari sosok mayat yang memandang kaca."

Jawaban yang di berikan adalah penyelaan atas dasar keraguan. Malam yang melintang, lampu jalan yang temaran. Angin malam yang melesat bersama limousine yang yang melaju cepat. Juga kebisuan singgah tersinggung suara serak yang menyeka canggung.

"Ada penyadap di celanamu Hidan"

"Eh?"

Tangan bersarung tangan hitam menjulur ke celana hitam Hidan yang basah. Sebuah alat kecil berbentuk speaker di ajukan ke dekat wajah Hidan. Hidan melihat dari ekor matanya.

"Jadi, tuan muda Menma bisa mendengar karna itu ya?"

"Yap, -uhuk. Kemungkinan ia meletakan nya saat masuk kedalam mobil. Tanganya yang panjang dan lihat mungkin –uhuk- yang menyebabkan kau tak sadar. lagi pula ini model buruk jadi suara buruk jadi pasti yang didengarnya hanyalah putus-putus atau malah buram.. "

Hidan mengangguk-angguk seraya mengimajinasikan semua nya menjadi satu jawaban.

"dan ini-uhuk- sepertinya sudah rusak karna tersiram kopi tadi . Dan tak bisa mendengar pembicaraan terakhir tadi. –uhuk, UGHUK! HATCHYYY!"

"Sepertinya flu anda sudah parah. 1jam lagi akan sampai ke apartemen tuan muda Menma. Dan setelah itu akan saya antarkan."

Pemuda bersyal merah itu merosot kan badanya ke jok kembali. Sisa kesadaranya hanya untuk mengucapkan satu kalimat dengan frasa seperti orang mabuk.

'yang pelan-pe..lan saja.. sekalian aku.. mau tidur.'

"Ha'i"


'Ckitt'

Saat putar ban telah terhenti, Menma langsung membuka pintu dan keluar dari limousine hitam yang ia tumpangi. Coat abu-abu yang berkibar di terjang angin malam di gemerlip lampu kota yang yang muncul layaknya bulan.

Apartemen besar yang menjulang tinggi yang hampir menusuk langit, berada di depan matanya. Dan karpet merah yang menjulur adalah sambutan yang diberikan kepada sang kaki emas –orang yang bergelimang harta dan pertunjukan adu kasta. Salah satu orang berkasta tinggi yang termasuk dirinya. Harum dari marganya lah yang mewarnai kasta nya. Setidaknya pun nama aslinya adalah sampah dengan linang merah yang mengering bersama waktu yang berputar.

Menma menoleh ke belakang. Hidan telah berada di belakang nya dan menunduk hormat. Sarung tangan putih yang selalu membalut tangan pria berambut putih itu kemana saja. Sarung tangan penutup dosa atas tangan yang selalu membelah jiwa.

"Anda berada di kamar 0905 tuan muda. Kamar spesial di lantai gedung paling atas."

Menma berputar mengadap Hidan yang berdiri tegak. Tangan kanan nya ia masukkan ke dalam saku celanya dan tangan kirnya memegang topi fendor hitamnya.

"Nah, Hidan siapa yang menumpahkan kopi kalengan itu di baju mahalmu.?" Menma memincingkan matnya kea rah celana Hidan.

" –Apakah gelandangan tak berguna tadi?"

Hidan tersenyum tipis dengan garis lengkung di matanya."Begitulah.."

Secara tiba-tiba, Menma menendang kuat limousine di depanya sampai oleng. Hidan membulatkan matanya.

"Keluarlah BAJINGAN! Jangan sembunyi, aku tahu kau disana S―"

"URUSAI!"

"Eh?" Menma menjengit.

Pemuda bermasker keluar dari sisi kiri mobil. Mimik yang dikeluarkan Hidan hanya tersenyum dan berbanding terbalik dengan Menma yang memasang tampang Horor.

"uhuk, kau tahu orang lagi tidur ya bego'? "

Saat sebuah sorot lampu mobil jalan menyinari pemuda misterius itu. Surai yang tertutup topi baseball yang sedikit menjumput di bagian pelipis membeberkan ciri pemuda tersebut.

"Sudah bangun tuan –?"

"U-uzumaki Na-naruto."

Menma memandang penampilan Naruto. Hoody hitam, baseball cap, syal merah yang melilit lehernya, masker putih dan –jeans?

"Naruto, harusnya kau berpakain formal untuk malam ini. Karna kemungkinan otou-sama dan okaa-sama akan menememui kita sebelum «hari penentuan»?"

Menma mengkritiki penampilan Naruto yang memang seperti gelandangan. Namun, Naruto malah menopang dagunya ke atap limosine. Pancaran mata yang di keluarkan pemuda bersurai kuning benar-benar sayu berbeda dengan Menma yang menatap di dingin dirinya.

"Saa, kau tak ta-uhuk-hu kalau aku ini sakit ya? Apakah masker ini kau anggap sebagai penyamaran?" suara serak Naruto mendominasi pertanyaan beruntun. "kau tahu? saat seseorang sakit kenyamanan adalah utama. Ketika kita tak merasa nyaman, sakit pun akan bertambah parah. Dan hasilnya berbanding terbalik dengan saat kita nyaman. Dan inilah style rasa nyaman ku daripada menggunakan jas formal."

"Bolehkah aku memasukkan mu kedalam kumpulan penggrepe wanita dan si cabul maniak?" Menma berkacak pinggang.

"eh?"

"kau juga tahu, style mu itu sangat mirip dengan cirri para pemerkosa wanita di jepang yang akhir-akhir ini sangat menggangu masyarakat. Terutama gadis virgin"

Naruto langsung bangkit dan menunjuk-nunjuk Menma dengan marah "Oi! Gak sopan tahu menghina saudara mu sendiri? Uhuk-Uhuk!"

"Naruto-sama!"

Hidan yang melihat Naruto sedikit limbung langsung berlari menopang tubuh pemuda hoodie dengan tanganya. "Sepertinya flu anda parah sekali. Anda akan saya antar, Naruto -sama."

Naruto langsung mengelak tangan Hidan yang merangkul lengan nya kasar. Mata sapphirenya yang sayu, mendelik violet Hidan.

"Sudah! aku mau naik taksi saja"

Menma membisu sesaat. Netra nya terus memantau dua orang yang sedang beradu argument. Namun hanya satu titik fokusnya. Pemuda syal merah dengan kuning cerah di surainya.

"Sudah, antar saja dia Hidan. Mana mungkin ada taksi di tengah malam begini." Menma member isyarat seperti mengusir ke Hidan dan Naruto yang sedikit bergulat.

Naruto menoleh ke Menma. Wajah datar dan sorot dingin di onyx Menma, mengukir maksud. Naruto melepas tanganya dari muka Hidan yang akan mendekat. Batuk nya yang memotong sendiri kata yang akan ia ucap. Naruto berdehem, menghilangkan serak yang di rasa.

"Iie, aku sudah bilang aku akan naik taksi. Tuh disana taksinya sudah menunggu." Naruto menunjuk sebuah taksi yang pintu nya sudah terbuka di depan sebuah minimarket.

Hidan menganga, Menma tercengang. –Jam dua dini hari sebuah taksi masih ada yang lewat, sehebat apakah supir itu, pikir Hidan.

Naruto mengeratkan syal tebal merahnya yang tak elak dari batuknya. Dan memutar balik badanya dan berjalan gontai seperti orang mabuk. Ia berhenti di langkah ketiga. Dan mengahadap Menma yang masih berdiri memasukkan tangan ke dalam coat abu-abu.

Meletakkan kedua tangan nya di samping mulutnya, Naruto mencoba berteriak di sela suara seraknya

"Sebenarnya kita masih belum bertemu sampai saat 'itu'. Tapi aku disini ingin melihat mu. Dan sepertinya kau baik-baik saja otouto. Tanpa lecet dan masih kinclong seperti mobil baru, tak sepertiku! Hahaha-ughuk..UGHUK!"

Naruto langsung berlari di mengisi kekesongan malam. Rembulan yang mengapung di langit, memasok sinar di jalan gelap yang ia telusuri.

Hidan hanya mematung. Dirinya masih berada diantara nyata dan mimpi. Saat dimana kebahagiaan yang terasa sepuluh tahun itu mengulang dalam benaknya memutar kembali bersama pertemuaan yang ia idamkan dalam doa. Semua terjadi dan semua akan hadir kembali dalam kertas kosong yang baru

Onyx Menma meredup. Matanya terus membayang sosok yang berlalu di antara gelap jalan. Memori lambaian tangan dari sosok yang sangat ia sayangi. Mengerjap, Menma menghapus bayang bahagia nya. Dan berjalan masuk kedalam gedung seraya menekan topi fendornya untuka lebih menutup gurat ekspresinya. Hatinya mendengung kata yang tak terucap lisan oleh pemuda pirang yang baru berlalu dan membalasnya dalam bisikan nafas yang dihembus.

.

- Ohisashiburi ne otouto-

-jaa.. mata na, ani-ue-

.

.

.

`to be continued`


halo, saya author baru disini ^^ karna itu fanfic saya agak abal.. xD #tehe~
Oleh karna itu saran, kritik, dibutuhkan untuk saya untuk bisa lebih maju lagi. :) Untuk senpai-senpai jangan pelit jari untuk mengetik kekurangan dan saran-saranya untuk seseorang newbie ini.

chapter pertama cuma sekedar prolog aja dan buat main tebak-tebakan aja seperti apa cerita ini ke depan. Yang bisa nemu 'sesuatu' dari yang cerita yang saya sajikan, akan saya beri hadiah. Tapi di ambil di toko bangunan terdekat. :v bercanda ding.. XD #digeplok

Hadiahnya saya beri request tokoh cerita dari arc kedua. :3

silahkan ditebak dan di cari. ^^

(Black Navi)