"Otousan! Otousan! Lihat, Tetsuya sudah bisa melakukannya!"
Shintarou bertepuk tangan, senyum menghiasi parasnya, tidak jauh berbeda dengan anak sembilan tahun berambut abu yang kini berdiri di sampingnya.
Sebenarnya, Shintarou ingin tertawa melihat keimutan anak keduanya itu.
"Satu poin untukmu, Tetsuya," tangan besar sang Ayah menepuk puncak kepala biru muda, "tapi kau harus lebih berusaha lagi agar bola itu masuk dengan benar,"
Chihiro, yang sedari tadi diam memerhatikan di samping Shintarou ikut mengambil bagian. Namun sebelumnya ia berjalan kecil menuju bola yang tergeletak tidak jauh dari ring, mungkin karena bola itu menggelinding tak tentu arah setelah Tetsuya melemparnya. Tentu saja itu hanya bola mainan bagi Tetsuya. Berbeda dengan bola basket yang Chihiro bawa.
Pagi ini kebetulan Shintarou libur dari shift kerjanya, begitu pula dengan Seijuuro. Oh, siapa yang tidak senang ketika mendengar berita kecil seperti itu? Apalagi Shintarou. Bukannya ia tidak ingin bekerja dan merasa bosan, hanya saja … terkadang ia juga membutuhkan libur yang harus dihabiskan bersama keluarganya.
Ya, seperti sekarang ini, niat ingin bersantai sampai sore selama libur lenyap seketika begitu kedua anaknya tiba-tiba datang ke kamar dan merengek untuk menemani mereka bermain basket. Untung saja lapangan basketnya tidak jauh dari apartemen, nyaris saling berhadapan.
"Mou,Tetsuya ingin bisa seperti Otousan dan Chihiro-nii," Kedua pipinya mengembung, bibir mengerucut, dan sepasang alis yang menekuk tajam.
"Tetsuya pasti bisa," sang Kakak ikut menimpali, memberikan bola basket mainan pada tangan Shintarou, dan bola basket satunya lagi diapit oleh satu lengannya, "Kalau Tetsuya mau berusaha terus, nanti pasti bisa."
Kepala kecilnya mendongak, iris biru mudanya mulai berbinar antusias. "Benarkah itu?"
"Un!" Chihiro mengangguk yakin, setelah itu berlutut di samping sang Adik, "Nicchan pasti akan mengajari Tetsuya," mengerling sejenak pada Shintarou, lalu menambahkan, "dan dibantu oleh Otousan."
Shintarou tertawa renyah. Sungguh, mendapati kedua anaknya bersikap seperti ini setiap hari benar-benar membuat penat dan stress-nya hilang. Chihiro dan Tetsuya, juga tentu saja, Seijuuro, adalah harta yang akan dijaga Shintarou selamanya.
"Sudah aku duga kalian akan ada di sini."
Mereka bertiga serempak menoleh, tiga iris berbeda warnanya melirik dengan cepat. Mendapati Seijuuro berdiri di sisi lapangan, kedua lengannya penuh karena dua mantel kecil yang dibawanya.
"Papa!" Chihiro dan Tetsuya menyahut serentak, sedangkan di sisi lain, Shintarou tersenyum simpul.
Laki-laki berambut merah itu berjalan ke arah bangku taman di samping lapangan, menyampirkan dua mantel kecil yang dibawanya, setelah itu berjalan ke tengah. Mendekati Chihiro dan Tetsuya yang langsung berlari ke arahnya.
"Papa! Papa! Ayo bermain basket bersama kami," Tetsuya yang pertama sampai dan memeluk kaki Seijuuro. Sebenarnya bisa saja Chihiro yang pertama sampai, namun mengingat cara berlari adiknya yang masih perlu diwaspadai, ia jadi memilih untuk berjaga di belakang. Takut-takut tubuh kecil itu terjatuh.
"Tetsuya sudah bisa bermain basket?" Seijuuro berlutut di depan anaknya, sempat mencubit pipi gemuknya. "Apa Chihiro-nii yang mengajarkanmu?"
Tak ada kata lain yang terucap dari bibir Tetsuya, namun senyum lebar yang terpoles di wajah imutnya menjawab pertanyaan Seijuuro.
"Hei, hei, Tetsuya, jangan lupa Otousan juga ikut mengajarimu," tidak ingin kalah oleh eksistensi anak pertamanya, Shintarou ikut menimpali. Walau sebenarnya itu terlihat konyol di mata Seijuuro.
"Otousan seperti anak kecil saja,"
"Itu benar Chihiro, Shin merajuk seperti anak kecil,"
"Kalian berdua, selalu saja seperti ini," Shintarou menghela napas pasrah, membetulkan letak kacamatanya, setelah itu menepuk ketiga puncak kepala anggota keluarganya. Ya, termasuk Seijuuro pun ia menepuknya.
"Ayo kita bermain two on two,"
Sebelah alis Seijuuro terangkat, merasa aneh dengan istilah yang disebutkan pria itu. Namun begitu melihat sorot mata hijaunya, ia mengerti. Shin memang selalu memiliki sejuta cara, ujarnya geli dalam hati.
"Baiklah," sahut Seijuuro kemudian sambil bangkit berdiri, "siapa yang ingin satu tim bersama Papa?"
Tangan mungil milik bocah bersurai biru langit pun terangkat. "Papa, Tetsuya mau sama Otousan,"
Seijuuro pun tersenyum, "baiklah, kalau begitu Chihiro satu tim dengan Papa, ya,"
"Un!" Kepala abu itu mengangguk mantap. "Lihat saja, Chihiro dan Papa akan mengalahkan Tetsuya dan Otousan!" lanjutnya menggebu-gebu.
Chihiro kebanyakan nonton film laga, Shintarou yakin itu. Dan kalau ini memiliki setting serupa dengan film laga, Shintarou pun yakin akan ada latar belakang berupa kobaran api dan efek suara menggelegar yang mengiringi perkataan Chihiro barusan. Untung saja Chihiro tadi tidak ikut menambahkan perkataannya dengan embel-embel ingin menguasai dunia dan lain sebagainya.
"Tetsuya tidak akan kalah dari Chihiro-nii," ucap Tetsuya sambil menunjuk sang kakak dengan jari telunjuk tangan kanannya. "Karena Tetsuya selalu menang dan selalu benar,"
Ampun, anak bungsunya juga sampai ikut-ikutan.
Tapi sebentar! Ucapannya yang terakhir tadi persis Seijuuro sekali. Ah, apakah ini yang dinamakan buah jatuh tak jauh dari pohonnya? Dan lihat, seperti dugaan Shintarou, sekarang bibir Seijuuro terangkat membentuk seringai senang, efek dari mendengar ucapan Tetsuya.
"Peraturannya mudah, tim yang dapat mencetak tiga angka pertama yang menang. Bagaimana?" jelas Shintarou.
Ketiga kepala berbeda warna itu pun mengangguk paham.
"Saa, kalau begitu kita mulai permainannya sekarang!" kata Seijuuro akhirnya.
.
.
.
"Midorima Family Stories"
Sequel for "Sweet Pieces"
.
Kuroko No Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Midorima Family Stories © Alice To Suki
Pair : MidoAka (Midorima x Akashi)
Warning : Shota!Kuroko. Shota!Mayuzumi
.
Storia 1 : Two on Two?
.
.
Mereka mengambil posisi masing-masing. Shintarou dengan Tetsuya dan Seijuuro dengan Chihiro.
Sejujurnya Shintarou cukup percaya diri untuk bertanding basket hari ini. Karena Oha Asa bilang—ya, Shintarou sudah menikah, memiliki pekerjaan dengan prospek menjanjikan dan memiliki dua anak yang imut luar biasa, namun ia tetap setia untuk mendengarkan Oha Asa tiap paginya—kalau keberuntungan cancer berada di urutan kedua hari ini.
Selain itu mudah saja bagi Shintarou untuk mencetak angka dengan sistem permainan two on two seperti ini, mengingat ia mampu untuk menembak bola dari jarak berapapun juga.
Tapi karena sekarang ia bermain dengan keluarga kecilnya dan bukan dengan tim basket kelas atas, maka Shintarou memutuskan untuk bermain basket dengan cara adil dan normal. Kecuali untuk kondisi terdesak, tentu saja ia akan langsung mengeluarkan kemampuannya.
Permainan diawali dari tim Shintarou karena Tetsuya sebelumnya menang suit dari Chihiro. Well, perkataan Tetsuya tadi soal selalu-menang-selalu-benar bukan main-main rupanya.
Shintarou memantulkan bola jingga itu di sisi kanan tubuhnya. Memperhatikan Seijuuro yang tengah menghadang di depannya. Manik merah-emas itu menatap iris hijau Shintarou tajam dan tidak luput pula untuk mengikuti pergerakan Shintarou secara seksama.
"Sudah lama aku tidak bermain basket denganmu, Shin," ujar Seijuuro dengan senyum tipis.
"Ya, aku juga senang dapat bermain lagi denganmu, Sei,"
Surai merah itu mendengus geli, "Tapi… jangan harap kalau aku akan membiarkanmu menang dengan mudah,"
Iris hijau itu terbuka sedikit lebar. "Jangan bilang kau mau menggunakan kekuatan mata emperor-mu, Sei,"
"Well, pengecualian untuk Tetsuya. Aku hanya menggunakan ini padamu saja, Shin,"
"Bukankah itu berlebihan? Ini hanya permainan biasa,"
"Tidak bisa. Kemenangan itu ibarat napas bagiku, Shin sayang,"
Bahkan dalam pertandingan non-formal pun, Seijuuro tidak mau kalah. Benar-benar. Dan ini yang Shintarou maksud dengan keadaan terdesak.
"Kalau begitu, aku juga tidak akan segan-segan."
Shintarou memasang kuda-kuda. Kedua tangannya memegang bola dan siap untuk menembak ke arah ring. Shintarou melompat, lalu memberi dorongan pada bolanya. Bola jingga itu pun melambung dan masuk ring.
Begitulah yang seharusnya terjadi.
Namun Seijuuro dengan cepat langsung ikut melompat, berhasil menggagalkan tembakan Shintarou dan mulai merebut bola tersebut.
"Chihiro!" panggil Seijuuro sambil mengoper bola itu pada Chihiro.
Chihiro yang mendapat operan dari Seijuuro segera menggiringnya menuju ring milik tim Shintarou dan dengan mudah ia melewati penjagaan Tetsuya. Dengan kuda-kuda yang telah diajarkan Shintarou, Chihiro melakukan shoot dan dengan telak masuk ke ring.
"Yatta! Berhasil masuk!" teriak bocah berambut abu tersebut riang.
Perolehan sementara. Satu poin untuk tim Seijuuro dan nol untuk tim Shintarou.
"Otousan, payah." sahut Tetsuya telak dengan wajah datarnya.
.
.
.
Babak kedua dimulai. Mereka kembali ke posisi masing-masing dan bola kembali dipegang oleh tim Shintarou.
Sebelum memulai babak ini, terlebih dahulu Shintarou dan Tetsuya membuat rencana untuk mengalahkan Seijuuro serta Chihiro. Bersyukurlah pada kemampuan analisis milik Shintarou sehingga mereka berdua dapat menyusun strategi yang sistematis dan rapi.
Keempatnya memulai lagi permainan. Shintarou memegang bola pertama dan Seijuuro pun kembali menghadangnya.
"Tidak akan ada gunanya, Shin," ucap Seijuuro dengan seringai tipis.
"Hm? Begitukah?" tanggap Shintarou.
Shintarou segera mengoper cepat bola basket tersebut kepada Tetsuya. Walaupun bola itu agak terlalu besar bagi anak seusianya—umur Tetsuya baru empat tahun—tapi Tetsuya mampu menerima operan itu dengan baik.
Saat hendak membawa bola, Kuroko dihadang oleh sang kakak yang ternyata sudah berada di depannya.
"Chihiro-nii minggir, Tetsuya mau lewat,"
"Eh? Tapi Tetsuya tidak boleh lewat," jawab Chihiro. "Lebih baik bolanya dipegang sama Niichan saja, ya," lanjut Chihiro sambil menjulurkan tangannya.
"Tidak boleh, bolanya punya Tetsuya." Kata Tetsuya sambil memeluk bola tersebut. Terlihat kalau bolanya terlalu besar sehingga jemari-jemari Tetsuya tidak mampu untuk bertautan satu sama lain.
"Tuh, lihat bolanya terlalu besar. Sini biar Niichan yang bawa! Nanti selesai main, Niichan belikan Tetsuya segelas vanilla milkshake ukuran besar,"
Menyogok Tetsuya dengan minuman favoritnya. Oke, caramu licik Midorima Chihiro.
Manik biru langit milik Tetsuya sempat berbinar begitu mendengar penawaran Chihiro. Namun binar itu memudar saat Tetsuya kembali mengingat perkataan Shintarou, "Jangan mau menerima penawaran Niichan atau penawaran Papa karena sekarang kita sedang bertanding, Tetsuya."
"Tetsuya tidak mau,"
Chihiro terdiam sesaat. Sejak kapan Tetsuya menolak penawaran vanilla milkshake ukuran besar? Biasanya dia langsung menerima tawaran itu tanpa berpikir panjang. Oh, tidak! Apakah ini tanda-tanda akhir dunia? Kamisama, Chihiro masih ingin hidup. Masih banyak novel yang belum Chihiro baca.
Baru lengah sebentar saja, Chihiro sudah kehilangan Tetsuya yang ternyata berhasil melewati pertahanan miliknya. Kemampuan menghilang Tetsuya sudah makin baik rupanya, pikir Chihiro.
Tubuh kecil Tetsuya tampak kesulitan untuk men-dribble bola dan melihat itu, Chihiro jadi dihadapkan dengan dua pilihan. Bingung memilih antara merebut bola dari Tetsuya—yang Chihiro yakini akan sangat mudah sekali—atau menjaga Tetsuya dari belakang, takut-takut tubuh itu jatuh saat berlari.
Setelah pertimbangan yang cukup, Chihiro memilih opsi kedua. Lagipula ia harus menjadi Kakak yang baik bagi Tetsuya dan menjaga sang adik dari marabahaya merupakan tugasnya. Hal-hal itu juga mencangkup menjaga Tetsuya agar tidak—
BRUK!
—terjatuh saat berlari.
"Tetsuya!" Chihiro langsung mendekati tubuh mungil adiknya yang baru saja terjerembab jatuh ke tanah. Bola yang dibawa Tetsuya pun menggelinding akibat terlepas dari tangan Tetsuya.
Seijuuro dan Shintarou yang mendengar teriakan Chihiro pun segera bergegas mendekati bocah bersurai baby blue tersebut. Khawatir terjadi sesuatu yang buruk terjadi pada Tetsuya.
"Tetsuya, kau tidak apa-apa?" Tanya sang kakak seraya membantu Tetsuya bangun lalu mendekapnya.
Tidak ada jawaban.
"Tetsuya?" Kali ini Seijuuro yang angkat bicara sambil berjongkok untuk melihat keadaan putra bungsunya.
Tetsuya mengangkat kepalanya. Namun Chihiro dan Seijuuro kaget saat melihat Tetsuya malah tersenyum lebar pada mereka berdua.
"Papa, Chihiro-nii, maafkan Tetsuya, ya,"
Belum sempat Seijuuro dan Chihiro mengerti maksud dari perkataan Tetsuya, tiba-tiba Tetsuya berteriak, "Otousan, bolanya!"
Bola menggelinding, menjauh dari jangkauan Chihiro juga Seijuuro. Shintarou yang sudah siap sebelumnya langsung menyambar bola jingga tersebut. Sebelum Seijuuro sadar dan sempat menghentikan Shintarou, bola sudah ditembakan dan masuk ke dalam ring.
Dengan begini, kini poin kedua tim seri. Satu sama.
"Rencana Vanilla Shakes I, berhasil!" ucap Tetsuya semangat seraya melompat-lompat girang.
Ya, itu tadi memang menjadi bagian dari rencana Vanilla Shakes I—namanya Tetsuya yang memilihkan—hasil pemikiran cerdik atau malah licik, sang dokter muda.
"Shin,"
"Ada apa, Sei?"
"Aku terlalu meremehkanmu, ternyata. Dan aku ingin memberitahumu kalau pertarungan baru saja dimulai." Aura gelap pun menguar di sekitar Seijuuro dan kilatan manik berbeda warna itu berubah makin tajam.
Sepertinya Shintarou berhasil membangunkan iblis yang telah lama tertidur dalam tubuh Seijuuro.
.
.
.
2 poin untuk tim Chihiro, 2 pula untuk tim Tetsuya. Seri.
Ternyata bukan hanya Chihiro dan Tetsuya saja yang ingin mengalah dalam permainan ini, tapi untuk Seijuuro dan Shintarou pun merasakan hal yang sama. Padahal sudah dua puluh menit mereka bermain, tak ada satu pun dari mereka yang mau mengalah.
Hanya tinggal 1 poin lagi yang mereka perebutkan untuk menjadi pemenang.
"Tetsuya!" Shintarou memberi pass untuk sang partner—tentu dengan hati-hati memberikannya—hingga sinyal-sinyal untuk menangkap bolanya tersampaikan di setiap sel saraf otak Tetsuya.
Namun bukannya menangkap, satu tangan Tetsuya refleks bergerak dengan cara lain. Memberi pass balik kepada Shintarou. Dan untuk pass yang satu ini bisa dibilang unik juga istimewa.
Ignite pass.
Nama yang diberikan Seijuuro untuk kemampuan Tetsuya yang satu ini. Tidak hanya anak bungsunya saja, Chihiro pun bisa melakukannya.
Sayangnya, ignite pass yang diberikan Tetsuya tidak berhasil sampai untuk Shintarou. Karena begitu bola oranye itu terlempar, Chihiro yang tiba-tiba saja menghalangi pandangan sang Ayah, tidak berhasil menangkapnya hingga tepat menghantam kepalanya dengan telak. Membuat tubuhnya limbung dan jatuh seketika.
Tetsuya membelalak.
"Nicchan!"
Kaki-kaki kecilnya berlari mendekati sang kakak, tentang bola dan permainan yang tengah berlangsung langsung dilupakannya begitu saja. Bahkan Shin dan Seijuuro yang tiba-tiba berhenti dari permainan ia lupakan.
"Nicchan?" Tetsuya berlutut di depan Chihiro dengan hati-hati, memastikan keadaannya dan berharap kalau lemparannya tadi tidak terlalu keras. "Nicchan, maafkan Tetsuya,"
Chihiro mengangkat kepala, setelah itu tersenyum simpul. "Tenang saja," satu tangannya bergerak menepuk puncak kepala sang Adik, "Nicchan tidak apa-apa, hanya saja—ukh!"
"Biar aku lihat," Shintarou bergerak cepat, menyadari bocah abu itu meringis pelan sambil memandangi kaki kanannya. Untung saja salah satu anggota keluarga dari mereka adalah seorang dokter.
"Bagaimana, Shin?" kali ini suara Seijuuro yang terdengar, membugkuk dengan kedua tangan tersimpan di atas lutut.
"Hanya terkilir biasa," jelasnya kemudian, sedikit memberikan pijatan pada bagian mata kaki Chihiro, membuat yang terluka kembali meringis pelan.
Seijuuro menghela napas lega. Tadi anak bungsunya yang terjatuh, dan sekarang anak sulungnya yang terkilir. Mereka ini selalu saja bisa membuat jantungnya berhenti berdetak secara mendadak.
"Kalau begitu kita hentikan—"
"Maaf…" suara lirih Tetsuya membuat semua pandangan mata tertuju ke arahnya. Iris birunya mulai berkaca-kaca, bibirnya mulai melebar membentuk ulas cemberut. "Niichan, maafkan Tetsuya…"
O-oh, sepertinya Tetsuya kecil akan menangis.
"Huaaaa!"
Dan memang benar bocah berambut biru itu melakukannya.
Seijuuro terkekeh geli, tidak merasa kesal begitu suara tangis besar Tetsuya kembali terdengar. Shintarou tak jauh berbeda, tangan besarnya kembali menepuk puncak kepala anaknya. Sesekali bibirnya bergumam untuk membuat tangisnya berhenti.
"Ne, ne, Tetsuya tak perlu menangis. Nicchan kuat kok!"
Sore itu permainan diakhiri dengan usaha mereka untuk membuat tangis Tetsuya berhenti.
.
.
.
"Sore yang melelahkan, ya?"
Shintarou melirik orang yang di sampingnya sesaat, kembali membenarkan mantel yang membungkus tubuh Chihiro, setelah itu menggendongnya di punggung. Bocah kecil itu tertidur dengan tenang, bahkan tanpa sadar mengeratkan pelukannya di leher Shintarou. Langkah kakinya mulai berjalan meninggalkan lapangan basket .
"Begitulah," balas Shintarou, lalu terkekeh geli. "Hari liburku juga hampir berakhir,"
"Kau terlalu mengkhawatirkan jam-jam kosongmu itu, Shin."
"Aku tidak mengkhawatirkannya."
"Oh, coba katakan itu pada seseorang yang suka sekali menghabiskan waktunya membaca buku tentang anatomi tubuh di saat libur seperti ini."
"Sei,"
"Baiklah, ayo kita pulang."
Tidak jauh berbeda dengan Chihiro, keadaan Tetsuya juga bisa dibilang sama. Tertidur tenang dalam pangkuan Seijuuro, apalagi mantel yang dipakaikan Seijuuro sebelumnya membuat hawa dingin tidak mengusik tidurnya.
"Basket membuat mereka lelah," Seijuuro menyahut lagi, melirik Tetsuya dalam pangkuannya, lalu memberikan kecupan sayang di keningnya. "Mengingatkan kita akan masa-masa dulu, hm?"
Sadar pertanyaan itu ditunjukan untuknya, Shintarou mengangguk.
"Setidaknya itu membuat mereka senang,"
"Dan membuat mereka tertawa. Ah, jujur saja, kedua anakku memang sangat menggemaskan,"
Iris hijau Shintarou mengerling cepat. "Anak kita, Sei."
"Baiklah, baiklah," Seijuuro tidak membantah ketika Shintarou mangambil satu langkah di depannya, berhenti sejenak, lalu memberikan satu kecupan singkat dengan cepat di bibir tipisnya.
"Shin, anak-anak bisa melihatmu,"
"Sei, berhenti merajuk. Kau tidak lihat mereka tertidur? Oh, ya. Di apartemen nanti, aku ingin secangkir chamomile tea buatanmu."
"Kali ini siapa yang merajuk?"
.
.
Storia 1 : Completed
A/N : Alohaa~ kembali lagi dengan Alice dan Suki disini! XD
Nah! Seperti yang dikatakan sebelumnya, Midorima Family Story akan menjadi sekuel bagi fic Sweet Pieces yang rencananya akan berupa kumpulan-kumpulan oneshoot. Jadi yang belum baca Sweet Pieces, silahkan dibaca dulu *promosi terselubung /plak* dan yang udah baca dan review, kami ucapkan terima kasiiih~ X3
Oh, iya! Selamat berpuasa bagi kalian yang menjalankannya... ^^
Akhir kata kami ucapkan,
Review, please! *wink*
