1. MET THE DEVIL
Kupikir ini sudah sekian kalinya keluarga kami berpindah-pindah tempat tinggal, sekarang keluarga kami tinggal di pusat negara Korea, Seoul. Sebelumnya, keluargaku selalu berpindah jauh dari kota besar, seperti pinggiran jepang atau bahkan ke negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand.
Suara gedoran pintu terdengar, suara berat ayah mulai terdengar dari luar. Dengan sangat malas aku keluar dari tempat tidurku yang sangat nyaman ini, bila tidak segera bangun kupastikan ia akan menggedor pintu kamarku hingga pintunya rusak.
"Ya, dad, aku keluar"dengan segera aku bersiap menuju sekolahku yang baru, namun karena aku belum mendapatkan seragamku yang baru, aku masih menenakan seragam sekolah lamaku. Seragam khas negara china yang terlihat sangat mencolok diantara banyak murid kota metropolitan.
Saat aku membuka pintu kamar, ayah sudah tidak terlihat, mungkin sudah didapur. Dengan langkah agak terseret aku berjalan menuju dapur yang sudah mulai dipenuhi oleh harumnya roti bakar. Kulihat Papa sedang mengambil seluruh jenis selai yang kami miliki dan menaruhnya dimeja makan, sementara ayah sudah sibuk dengan korannya, serta kacamata dihidungnya yang membuatnya terlihat lebih tua.
Aku menarik salah satu kursi dimeja makan yang berada didekat ayah yang menarik atensi papa yang sejak tadi sibuk dengan rotinya. "Oh, pagi kookie", papa dengan senyum penuh ketampanannya menyambut pagiku, lalu ia kembali focus dengan rotinya.
"morning pops", aku hendak mengambil salah satu roti yang sudah disajikan papa, tiba-tiba tangan ayah memukul tanganku yang sedang mengambil roti. "Kita tunggu papamu, baru kau boleh makan roti itu", ujar ayah sambil menatapku datar. "Ugh, ne".
Setelah papa sudah selesai dengan semua rotinya, baru kami memulai sarapan pagi kami dengan penuh keceriaan pagi yang dimiliki papa, serta ledekanku pada papa serta sesekali ayah menimpali dengan tawanya yang sangat geli dengan kelakuan papa.
Namaku Jungkook, aku hidup dikeluarga yang bisa dibilang sangat harmonis. Ayahku bekerja sebagai karyawan kantoran biasa di sebuah perusahaan multinasional dengan gaji tidak terlalu besar, namun cukup untuk membiayai keluarga kami. Sementara papa hanya bekerja sebagai pelayan dicafe atau koki direstoran kecil dekat rumah kami untuk penghasilan tambahan, ia adalah papa terbaik yang pernah kumiliki.
Ngomong-ngomong dijaman yang sudah serba maju seperti sekarang ini, pernikahan sesama jenis bukan lagi penghalang cinta setiap orang, semakin majunya teknologi bahkan dapat membuat pasangan sesama jenis memiliki anak kandung mereka sendiri.
Ini adalah hari pertamaku masuk setelah sekitar 2 minggu penuh mengurus kepindahanku yang entah keberapa kali. Selesai sarapan papa membantu ayah berangkat kekantor, seperti biasa papa mengantar kami hingga kedepan pintu rumah serta memberikan ayah kecupan kecil serta mencium pipiku. Sebenarnya aku agak malas menceritakannya karena, ya ampun papa, aku sudah 16 tahun.
Pagi ini aku masih diantar ayah, karena aku belum terlalu hafal lingkungan sekitar rumah kami yang baru ini. Selama perjalanan kesekolah ayah hanya sesekali memperingatkanku agar pulang tepat waktu, ia sudah memberitahuku soal bus yang harus kugunakan dan beruntung otak ayahku yang sangat pintar itu diturunkan padaku sehingga aku sudah mengingat jalan yang harus kulewati.
Kami sampai disebuah sekolah yang cukup besar dengan dinding kokoh menggelilingi seluruh lingkungan sekolah, mungkin untuk mencegah kaburnya para murid. Serta, terdapat halaman besar yang mengelilingi gedung utama lengkap dengan air mancur yang menyambut saat kami memasuki halaman itu. Ayah mengantarku hingga aku bertemu wali kelasku, setelah itu ia mencium pipiku dan berkata bahwa ia harus segera berangkat kerja.
Aku hanya bisa mengangguk dan mengikuti wali kelasku yang mengantarku kekelas baru. Kelas itu masih belum terlalu ramai karena memang bel masuk masih akan berbunyi sekitar 20 menit lagi. Beberapa murid yang sudah datang terlihat tertarik denganku, sebenarnya aku ingin saja berbicara dan berkenalan dengan mereka namun mungkin lebih baik aku berbicara dengan mereka saat aku sudah diperkenalkan oleh guru.
Wali kelasku menyuruhku duduk dibangku manapun yang masih kosong, aku memutuskan untuk duduk dibarisan paling kiri nomor dua dari depan, setelah memastikan aku duduk wali kelasku itu meninggalkanku sendiri dan berkata bahwa ia masih harus mengurus beberapa hal, aku tau itu hanya sekedar basa-basi, namun aku hanya bisa tersenyum dan mengucapkan terimakasih.
Selama diperjalanan menuju kelas tadi wali kelasku memberitau bahwa kelasku yang sekarang ini hanya berisi 20 anak, tetapi untuk ukuran 20 murid kelas ini bisa dibilang cukup besar. Kelas berwarna putih bersih ini ditempeli dengan beberapa poster handmade yang bisa dibilang cukup menarik, poster-poster ini mencangkup materi pelajaran yang dibuat menarik dan mudah dicerna.
Setelah cukup puas memperhatikan sekelilingku tiba-tiba ada sebuah tas berwarna mint yang terhempas pelan kebangku disampingku, sebuah senyum manis seorang pemu….da ? entahlah aku tidak bisa memastikan apa jenis kelamin orang ini karena ia bisa dibilang terlalu manis untuk ukuran pemuda. Namun saat kulihat celana berwarna putih panjang membungkus kaki mungilnya aku baru yakin kalau orang yang sedang senyum didepanku ini seorang pemuda.
Pemuda mungil ini melambaikan tangannya riang, ia tersenyum sangat lebar hingga matanya yang sipit itu tidak terlihat, tubuhnya dibalut dengan seragam putih dengan lambang sekolah dan tempelan lainnya, bentuk tubuhnya sangat terlihat akibat rompi sekolah berwarna biru tua yang membungkus tubuh kecil itu, serta dasi sekolah yang tergantung asal – asalan dikerah bajunya, dasi itu berwarna hitam berhiaskan lambang sekolah serta 2 strip tebal berwarna putih.
Rambutnya yang berwarna kemerahan serta beberapa rambut hitamnya yang terlihat baru menumbuh itu terlihat berantakan, "Hey, kau murid baru ya ? aku Park Jimin, salam kenal", ia menjulurkan tangan masih dengan wajahnya yang tersenyum riang itu.
Aku membalas uluran tanganya, tangannya terasa hangat "yeah, aku Jeon Jungkook, salam kenal", kami bersamaan melepaskan genggaman tangan kami dan tepat sekali bel masuk sekolah berbunyi, acara berkenalanku dengan pemuda bernama Park Jimin itu terputus karena seorang guru sudah masuk kelas. Wanita berusia sekitar 40 tahunan awal itu mulai mengabsen murid-muridnya, saat namaku disebut ia menyuruhku maju kedepan kelas dan memperkenalkan diri.
Aku hanya bisa pasrah dan maju kedepan, hampir seluruh pasang mata dikelas itu menatapku penuh ketertarikan, "Halo, namaku Jeon Jungkook, aku pindahan dari china, salam kenal" , aku membungkukan badanku sedikit.
"ya, itu perkenalan dari Jungkook-ssi, ada yang ingin bertanya ?", aku sangat berharap tidak ada yang bertanya dan untungnya tidak ada stupun murid yang bertanya, namun ada beberapa dari mereka yang sepertinya membicarakanku. "baiklah kalau begitu, Jungkook-ssi anda bisa kembali ketempat duduk anda, semoga kalian bisa saling kenal seiring dengan berjalannya kelas", aku pun mengangguk patuh dan kembali ketempat dudukku.
Pemuda bernama Park Jimin itu kembali tersenyum kearahku sesaat setelah aku kembali ketempat duduk, kemudian ia kembali memperhatikan guru yang sedang berbicara itu. Setelah sekitar 1,5 jam bel berbunyi, guru tersebutpun keluar kelas, karena ini masih awal tahun ajaran, KBM belum berjalan maksimal sehingga sekarang bisa dibilang sebagai free-time, beberapa murid mulai keluar kelas.
"hey, Jungkook –ssi, mau berkeliling sekolah bersamaku? Aku akan mengenalkan seisi sekolah, for free, if you want", ujar pemuda bernama park jimin itu. Aku sedikit tertarik sehingga aku mengangguk setuju dan mengikutinya keluar sekolah.
"baiklah pertama-tama kita akan menuju kantin karena itu lumayan dekat dengan kelas kita, seperti SMA pada umumnya, disinipun murid-murid tersebut dibagi dalam beberapa kelompok, Jocks, Nerd, Popular, Geek dan yang lainnya, untuk kasus pembully-an bisa dibilang cukup jarang-", dan jimin terus menjelaskan tentang seluruh sekolah ini, dengan sesekali aku bertanya beberapa hal, seperti siapa saja yang harus kuhindari, dimana sebaiknya aku duduk dikantin, atau tentang ekstrakulikuler.
Dalam beberapa menit pemuda jimin ini berhasil menjadi cukup akrab denganku, hingga kami melewati gedung olahraga indoor yang terlihat cukup ramai dengan murid yang sedang melaksanakan ekstrakulikuler, ada klub voli, basket serta badminton ada disana, Lalu kami terus berjalan hingga lapangan olahraga outdoor yang juga dipenuhi oleh murid-murid klub baseball yang terlihat sangat menarik dimataku.
Sementara diujung lapangan yang sangat besar ini ada klub panahan, kami memutuskan mendekat kelapangan dan akhirnya aku melihat dia, dengan busurnya yang terangkat serta pandangan matanya yang tejam menatap titik merah yang menjadi sasarannya, tangannya yang lumayan berotot itu dengan gagah tanpa tergoyang sedikitpun melepaskan anak panahnya hingga menembus dengan telak titik merah yang menjadi sasaran.
Kepala bersurai hazel terang menoleh kearahku hingga mata kami bersibobok, matanya yang hitam kecoklatan itu menatapku dengan tajam dan dalam hingga aku tidak bisa mengalihkan pandanganku, jantungku mulai berdetak tak karuan. Perlahan dapat kurasakan Jimin menggoyangkan pundakku dan aku kembali tersadar dari hanyalanku.
"hey, Jungkook, apa yang kau lihat ?", suara nyaring Jimin akhinya membuatku bisa lepaskan pandanganku dari mata tajam itu, aku menoleh kearah Jimin.
"Jim, siapa laki-laki itu ? " aku mengarahkan jariku kepada pemuda yang tadi membuatku tenggelam dalam hayalanku. Jimin mengikuti arah tunjukkan dan wajahnya menampakkan ekspresi yang kurang mengenakkan.
"Well, dia Kim Taehyung, dan aku menyarankanmu untuk tidak berdekatan dengannya sama sekali, dia adalah iblis yang siap menjatuhkan mu kelubang paling dalam", ujar jimin yang mebuatku terdiam, pemuda dingin sepertinya tidak akan membuatku terluka kan. Kan ?
