Naruto dan Sasuke hanya milik Masashi Kishimoto

Narusasu

Warning : OOC, BL

Happy reading

Because of You

By Slyeranime

Uchiha Sasuke adalah murid populer di sekolahnya. Ia terkenal dengan sifatnya yang cool, pintar, dan selalu tenang dalam menghadapi masalah. Bukan hanya itu, jika di lihat dari segi fisikpun Sasuke tetap yang terbaik. Ketampanannya yang selalu sukses membuat para gadis terpesona dan bertekuk lutut di hadapannya juga merupakan fakta yang tak bisa di pungkiri. Bisa di bilang ia adalah tipe orang yang benar-benar sempurna. Hanya ada satu dari seribu manusia.

Kesempurnaan yang dimiliki Sasuke ini membuatnya menjadi sosok yang dingin dan angkuh, tapi anehnya hal ini malah menjadi sisi menarik bagi para gadis. Mereka menganggap Sasuke sebagai sosok yang misterius dan makin bersemangat untuk mendapatkan perhatian sang primadoni.

Sayangnya Sasuke sama sekali tidak tertarik dengan ini semua. Walaupun ia sadar bahwa dirinya disukai, tapi ia tetap berpikir jernih. Baginya para gadis adalah makhluk-makhluk ganas yang bisa membuat hidupnya menjadi sulit. Yah ia sudah cukup berpengalaman dengan ini semua. Mendekati salah satu dari para gadis hanya akan menimbulkan kericuhan diantara mereka. Ia masih ingat bagaimana sang mantan kekasihnya di hina dan di bully secara habis-habisan oleh gadis lain. Sejak saat itu Sasuke memutuskan untuk tidak menjalin hubungan dengan siapapun. Inilah caranya untuk menghindari keributan.

Sasuke sudah biasa di kejar-kejar oleh para gadis. Ia juga sudah biasa di tembak oleh sebagian dari mereka. Tapi ada sesuatu hal yang membuat Sasuke merasa super heran pada hari itu. Selama ia hidup, ini adalah pertama kalinya ia mengalami hal aneh seperti ini. Dan ia yakin berapa kalipun hal ini terulang, ia tidak akan pernah bisa terbiasa.

Pagi ini, ada seseorang yang meletakkan sebuah surat didalam loker Sasuke. Ia mengajak Sasuke untuk bertemu di atap sekolah pada jam istirahat nanti. Sebetulnya Sasuke tidak terlalu terkejut, kejadian seperti ini selalu terjadi setidaknya dua kali seminggu. Dan Sasuke selalu memenuhi ajakan-ajakan seperti itu. Yah dia memang sedikit arogan tapi ia tidak pernah berniat untuk melukai perasaan gadis manapun. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk datang ke atap sekolah untuk bertemu sang pemilik surat. Tapi hasil yang ia dapat sungguh di luar dugaannya.

Memang benar ada seseorang yang menunggunya di tempat itu. Seseorang berambut blonde dengan sebuah kacamata besar bertengger di hidungnya. Seragam musim panas yang ia kenakan terlihat super besar dari tubuhnya yang agak kecil dan pendek. Tapi yang membuat Sasuke terkejut setengah mati adalah fakta bahwa seseorang yang telah mengirim sebuah surat ke lokernya adalah seorang Lelaki, bukan seorang gadis.

Demi Kami-sama, Sasuke tidak menyangka bahwa ada seorang pria yang juga menaruh perhatian padanya. Ia sejujurnya adalah tipe orang yang tidak percaya dengan hal-hal yang berbau homo atau Gay. Ia bukan homopobhia, ia hanya tipe orang yang menganggap bahwa orang-orang yang menaruh perhatian kepada sesama jenis pastilah hasil pelarian dari pengalaman hidupnya yang tidak terlalu baik. Dan pada saat itu Sasuke sampai pada kesimpulannya sendiri.

"Dengar, aku tidak begitu yakin bahwa kau benar-benar menyukaiku." Sasuke memulai. Ia memandang sang pemuda blonde yang hanya setinggi lehernya itu dengan tatapan canggung. "Mungkin kau salah mengartikan perasaanmu sendiri."

Pemuda blonde memandang Sasuke sebentar. Ia terlihat ingin mengatakan sesuatu, tapi seperti ada yang menahannya ia kembali menutup mulutnya rapat-rapat. Seluruh wajahnya mendadak memerah. Sepertinya ia tipe orang yang pemalu.

Sasuke menghela nafas. Setelah dipikir-pikir pemuda di hadapannya ini memang terlihat agak girly. Lihat saja wajahnya yang semerah tomat itu. Lelaki mana ada yang blushing seperti itu. Yah setidaknya dalam kamus Sasuke tidak ada.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu di masa lalu, sehingga kau bisa merubah orientasimu seperti ini. Tapi yang pasti aku tidak mungkin menerimamu menjadi kekasihku." Kata Sasuke menatap lurus ke arah sang Blonde.

Pemuda blonde itu menatap balik Sasuke dengan kedua mata yang melebar. Walau Sasuke tidak bisa membaca seluruh eksprsinya berkat kacamata sang blonde yang terlalu besar, tapi dari pergerakan tubuhnya Sasuke tau bahwa jawaban Sasuke membuatnya terluka.

Sasuke melihat tubuh sang blonde gemetar dan kedua tangannya meremas ujung kemejanya sendiri. Lalu tidak beberapa lama, Pemuda itu menundukkan kepalanya. Ia melepaskan kaca matanya dan mengedip-ngedipkannya beberapa kali.

Oh God, apa sekarang ia menangis?

Jadi sekarang ia telah menjadi orang jahat, karena melukai sang pemuda blonde yang rapuh? Baiklah sekarang ia merasa bersalah. Tapi apa lagi yang bisa ia lakukan sekarang? Ia tidak mungkin menggandeng lelaki ini menjadi kekasihnya.

No way!

Apa dia tidak berpikir? Sasuke bukan Gay!

Sasuke menelan ludah, ia mengalihkan pandangannya dari pemuda blonde. Lebih baik ia tidak menatap ke arahnya.

Ternyata bukan hanya wanita, ia juga tidak tahan melihat pria menangis. Terlalu canggung.

"Kau tahu, Wanita tidak seburuk yang kau duga. Jika kau mau membuka diri untuk mereka, mungkin kau bisa menemukan perasaanmu yang sebenarnya." Sasuke bergerak gelisah di tempatnya. Ia melirik pemuda blonde dengan ujung matanya. Bocah itu masih menunduk.

Shit! Sampai kapan dia akan terus seperti itu?

"Aku yakin kau akan menemukan wanita yang cocok denganmu pada akhirnya. Kau hanya perlu sedikit mengubah diri." Sasuke kembali melirik sang pemuda blonde. Tidak ada pergerakan ia masih menunduk. Sasuke mengernyit kesal.

Sudahlah! Kenapa ia harus perduli? Ia sudah sering melihat wanita menangis karenanya. Lelaki menangis karenanya pun harusnya tidak terlalu berpengaruh. Sudah bagus Sasuke tidak langsung lari ketika pertama bertemu dengannya, ia malah berbaik hati mau menasihatinya.

Tak ada lagi yang perlu Sasuke katakan. Tetap berada di sini hanya akan membuat suasana menjadi canggung.

Sasuke berbalik. Lebih baik dia segera pergi dari tempat ini.

"Aku mengerti." Sasuke mendengar sebuah suara menyahut.

Ia menoleh.

Sang pemuda blonde telah memakai kacamatanya kembali. Ia memandang Sasuke cukup lama lalu tersenyum. Bukan senyuman bahagia, tapi senyuman menahan luka.

"Thanks Uchiha Sasuke, aku akan selalu mengingatnya." Kata pemuda itu dengan tatapan yang tidak di mengerti Sasuke.

-Tiga tahun kemudian-

Tiga tahun adalah waktu yang cukup lama. Cukup untuk merubah kehidupan seorang Uchiha Sasuke. Kini ia bukan primadoni lagi, ia telah menjadi orang biasa yang hidup dalam kesederhanaan. Sekarang ia telah menjadi Mahasiswa semester 7 di salah satu Universitas cukup terkenal di kotanya. Tapi jangan salah Sasuke bukan orang kaya. Sejak orang tuanya meninggal Sasuke hanya bisa mengandalkan uang tabungan orang tuanya. Dan ketika uang itu mulai menipis ia mulai berusaha untuk mengirit dengan bekerja sampingan. Lalu bagaimana bisa ia masuk ke Universitas terkenal itu? Tentu saja ia memanfaatkan kecerdasannya untuk mendapat beasiswa. Bukan hal yang sulit bagi sang Uchiha.

Kehidupan menjadi mahasiswa memang beribu kali lebih berat di banding menjadi seorang siswa sekolah biasa. Sasuke yang kini mempunyai tanggung jawab untuk menghidupi dirinya dan adik perempuannya membuatnya harus banting tulang untuk mengumpulkan uang. Yah bukan hanya dia, adiknya Uchiha Hinata juga harus ikut bekerja di masa mudahnya untuk membantu Sasuke membiayai keperluan mereka. Walau melelahkan, tapi Sasuke tak pernah mengeluh. Baginya prioritas utamanya sekarang ini adalah menjaga adik semata wayangnya.

Dan berkat itu semua, Sasuke tidak memiliki waktu luang untuk bermain bersama teman-teman sekampusnya. Semua waktunya ia habiskan untuk belajar dan bekerja. Yah Sasuke tidak mengeluh, ia bahkan tidak terlalu tertarik untuk hang out bersama temannya yang lain.

"Oi Sasuke apa kau tidak tertarik ikut dengan kami? Jika kau ikut, aku yakin segerombolan gadis manis juga akan datang." Kiba -teman Sasuke di jurusan yang sama- berkata sambil berjalan di sampingnya.

Entah untuk keberapa kalinya, Kiba membujuk Sasuke untuk pergi minum bersama dengannya. Sejujurnya ia tidak pernah bosan untuk mengajak, karena keberadaan Sasuke merupakan pertanda baik untuknya. Jika Sasuke mau ikut dengannya, maka para gadis cantikpun akan langsung memenuhi ruangan. Yah walau semuanya mengelilingi Sasuke, tetap saja Kiba juga mendapatkan cipratan darinya.

Tapi sayangnya, seperti de javu, jawaban Sasuke selalu sama

" Aku tidak tertarik."

"Oh come on! Just help me ok?" Kiba memohon. Ia melingkarkan lengannya di leher Sasuke, berusaha membujuk sang pemuda raven agar mau ikut dengannya.

"No way!" Sahut Sasuke keras. Melepaskan lehernya dari serangan lengan besar berbau anjing itu.

Kiba cemberut. Agak kesal juga dengan kelakuan temannya itu. Ia heran sendiri bagaimana mungkin ia mau berteman dengan pemuda super dingin seperti dia. ck, tapi Kiba bukan seorang yang mudah menyerah.

"Ayolah Sasuke, ini untuk terakhir kalinya." Bujuk Kiba. Yang hanya di tanggapi dengan kata "hn" dari Sasuke, membuatnya memutar kedua bola mata dengan kesal.

"Tunggu!"

Sebuah teriakan menggelegar terdengar dari arah keramaian. Beberapa orang yang sedang berjalan ataupun mengobrol di halaman Universitas Konoha itu mendadak terdiam dan menghentikan aktifitasnya untuk mencari si sumber suara. Hal ini juga dilakukan oleh Sasuke dan Kiba yang memutuskan untuk memberikan perhatiannya.

Seorang wanita berambut kuning yang diikat ekor kuda terlihat berlari mengejar seorang pemuda berambut blonde. Tapi sepertinya pemuda blonde itu terlihat tidak perduli dan terus berjalan tanpa mau repot-repot untuk berbalik ataupun berhenti.

"Mau apa Mr Playboy itu kemari?"

Sasuke mendengar Kiba berbisik. Sasuke langsung melayangkan perhatiannya kepada sang pemuda yang di cap sebagai Mr Playboy itu. Ia mengerutkan alisnya ketika teringat sesuatu.

"Naruto! Kumohon!" Wanita itu kembali berteriak. Ia menarik pemuda itu agar menghadap ke dirinya. "Kau tidak bisa memutuskanku begitu saja! Aku tidak mau!"

Beberapa orang yang menyaksikan adegan itu langsung berbisik satu sama lain. Menimbulkan sedikit keributan dalam adegan percintaan antara dua sejoli.

Lalu seakan tersadar dari dunianya, sang wanita blonde yang merupakan penyebab dari kejadian itu memandang sekelilingnya dengan tatapan penuh keterkejutan. Sepertinya ia tidak menyangka bahwa sekarang ia sedang menjadi pusat perhatian.

Merasa malu dengan apa yang ia lakukan, ia spontan melepaskan sang pemuda blonde. Dan dengan wajah yang super merah, ia berlari masuk ke dalam bangunan dan menghilang dari pandangan. Melihat sang gadis pergi, pandangan berganti ke arah pemuda blonde yang hanya berdiri diam di tempatnya. Beberapa menit kemudian pemuda yang dipanggil Naruto itu berbalik dan kembali berjalan ke tujuan awalnya dengan wajah datar tanpa dosa.

"Ini pertama kalinya ia datang kemari. Mungkin semua wanita di fakultasnya sudah tidak begitu menarik lagi baginya, sehingga ia mencari wajah baru di fakultas kita." Kiba berkata tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari punggung si pemuda blonde.

Sasuke tidak mengatakan apapun. Ia hanya menganggukkan kepalanya sebagai persetujuan. Sebenarnya ia sering mendengar tentang kabar mengenai sang Mr Playboy. Berdasarkan berita, ia adalah orang yang hobi bergonta-ganti pacar. Pemuda beruntung yang dianugrahi wajah tampan dan kekayaan tak terhingga.

Pemuda yang bernama Namikaze Naruto itu adalah pewaris dari perusahan Namikaze corp, salah satu perusahaan terbesar di jepang. Dan sepertinya dengan memanfaatkan segala keberuntungannya, ia menggunakan kesempatan itu untuk menaklukkan banyak gadis.

Tapi dibanding itu semua, ada hal lain yang membuat Sasuke sulit untuk menerimanya. Ini pertama kalinya ia melihat Naruto secara langsung. Dan sejujurnya Naruto mengingatkannya kepada pemuda blonde yang pernah di temuinya beberapa tahun yang lalu. Tapi jika di perhatikan mereka agak berbeda. Faktanya pemuda blonde yang ditemuinya dulu memiliki fisik yang berbeda dengan Naruto. Pemuda itu tidak setinggi Naruto, cara berpakaiannyapun sangat berbeda. Naruto terlihat seperti super model terkenal, sedangkan pemuda blonde itu terlihat seperti siswa culun yang tidak menarik. Tapi di lain pihak, walau Sasuke tidak begitu mengingat wajah sang pria blonde karena kacamatanya yang besar, rambut mereka yang berwarna sama membuat Sasuke merasa bahwa mereka adalah orang yang sama.

"Ckckck, Si Ino itu idiot sekali, kenapa dia mau dengan lelaki brengsek seperti itu?" Kiba mengomel. Ia melirik tempat dimana sang gadis blonde terakhir kali menghilang.

Sedangkan Sasuke memandang ke arah pria blonde yang berjalan di kejauhan menuju fakultasnya sendiri.

….

Sakura berjalan gontai ke fakultasnya. Ia merasa galau dengan kelakuan sahabatnya saat ini. Faktanya perempuan blonde yang bernama Ino itu sedang mengurung diri di kamar dan menolak untuk bertemu dengan siapapun juga. Termasuk dengan dirinya sendiri yang merupakan sahabat terdekatnya.

Sakura menghela nafas panjang. Ia duduk di kantin sendirian dengan kepala di topang. Jujur saja, ia sangat mengkhawatirkan keadaan sahabatnya itu. Semenjak putus dengan pemuda Namikaze, kelakuannya yang ceria berubah menjadi muram dan sangat tertutup. Dan beberapa hari ini ia akhirnya memutuskan untuk mengurung diri di kamar dan tidak mau tau dengan dunia luar.

"Oi Sakura, kau terlihat muram hari ini." Kiba datang entah dari mana. Ia duduk di hadapan Sakura seraya menepuk pundak sang gadis.

Sakura tidak menjawab, ia hanya tersenyum sebagai jawaban dari sapaan Kiba.

Sasuke yang juga datang bersama Kiba, duduk di samping Sakura. Ia membawa sebuah buku bercover seorang pria berpakaian kimono dengan sebuah pedang di tangannya.

Sasuke sama sekali tidak ambil pusing untuk menyapa gadis di sampingnya.

Kiba yang merasa aneh dengan sikap Sakura, menginjak kaki Sasuke yang tengah asyik membaca buku. Sasuke menengadahkan kepalanya untuk memelototi Kiba. Tapi Kiba tidak terpengaruh, ia menunjuk Sakura dengan ujung matanya, berusaha membuat kode agar Sasuke menyapa Sakura.

Sasuke mengernyit, ia mengerling Sakura yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Dalam hati ia juga tidak tega melihat gadis manis di sampingnya itu terlihat begitu tertekan.

Sesungguhnya Sakura adalah satu-satunya wanita yang akrab dengan Sasuke. Mereka telah saling mengenal sejak di senior high school. Dan Sakura adalah satu-satunya wanita beruntung yang pernah menjadi pacar Sasuke. Yah walaupun sudah lama, mereka tetap saling menaruh perhatian satu sama lain. Bukan rasa cinta sebagai kekasih, tetapi rasa sayang sebagai sahabat. Setidaknya, itulah yang di pikirkan Sasuke terhadapan Sakura.

"Ada masalah Sakura?" Sasuke bertanya.

Sakura yang sepertinya baru menyadari keberadaan Sasuke disisinya, langsung berbalik memandang pemuda raven dan tersenyum lebar -Kiba bahkan harus menelan kejengkelannya ketika menyadari betapa lebarnya senyum Sakura dibanding senyuman yang diperuntukkan padanya tadi.

"Ino mengurung dirinya dikamar. Ia ti dak mau bertemu denganku. Aku khawatir ia akan melakukan hal bodoh." Kata Sakura lemas. Ia kembali teringat kejadian kemarin.

"Aaah, pasti karena si Mr Playboy itukan? Dasar gadis bodoh, kenapa dia mau berhubungan dengan lelaki itu!" Sungut Kiba yang langsung di hadiahi sebuah pukulan di kepala oleh Sakura.

"Tutup mulutmu! Kau itu laki-laki, kau mana mengerti tentang hal-hal seperti ini!"

"Apa yang dikatakan Kiba ada benarnya. Untuk apa berhubungan dengan lelaki yang akan menyakitimu kelak." Kali ini Sasuke yang berbicara. Kiba mengangguk puas dan melayangkan cengirannya kepada Sasuke.

Sakura menggeleng. "Ini berbeda Sasuke-kun. Naruto berbeda." Katanya, "Ia benar-benar mengerti bagaimana memperlakukan perempuan. Perempuan manapun tidak akan bisa menahan diri untuk tidak tertarik kepadanya. Kalian harus tahu, Namikaze Naruto itu adalah sosok yang sangat sempurna di hadapan perempuan."

"Heeh, jangan-jangan kau juga suka padanya lagi!" Tunjuk Kiba. Yang kembali mendapat sebuah pukulan dari Sakura.

"Jangan bercanda! Aku sudah menyukai orang lain!" Sakura membela diri, sekilas ia melirik Sasuke yang sepertinya sibuk dengan pikirannya sendiri. "lagi pula, mana mau aku dengan orang itu. Ia adalah tipe laki-laki yang hanya ingin bercumbu dengan para gadis. Aku bahkan tidak pernah melihat Ino berbincang secara biasa dengannya. Mereka selalu menghabiskan waktu dengan melakukan hal-hal…" Sakura tidak melanjutkan kalimatnya. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Dalam hati ia menyesali dirinya yang tidak memperingatkan sahabatnya sebelumnya.

Kiba mengerutkan alisnya. "Hmm, aku masih tetap tidak mengerti mengapa begitu banyak perempuan yang tertarik kepadanya." Kata Kiba. "Yah coba kita lihat! Sasuke bahkan jauh lebih tampan di banding pemuda brengsek itu!" Kiba menunjuk Sasuke bangga. Sedangkan Sasuke hanya memutar bola matanya tidak perduli. Ia kembali melanjutkan aktifitasnya, membaca dalam diam.

Tapi sepertinya Kiba belum mau menutup pembicaraan. Ia mencondongkan tubuhnya mendekat ke Sasuke dan berbicara dengan suara lebih kecil, sehingga hanya mereka bertigalah yang bisa mendengarnya. " Sasuke, hanya kau yang bisa mengalahkan pemuda Namikaze itu. Kau bisa membuat para gadis bertekuk lutut padamu dan meninggalkan pemuda playboy itu. Kau bisa jadi pahlawan wanita!" Katanya antusias.

Sasuke hanya ber "Hn" ria tanpa mau memberikan perhatian lebih kepada Kiba. Ia membalik halaman bukunya dan kembali membaca. Tampak tidak tertarik.

"Cih, Apa kau mau membuat Sasuke menjadi seperti Naruto!" Sakura tidak terima, "Dan lagipula mengapa kau terus berkata seolah-olah wanita adalah makhluk lemah yang tidak bisa berbuat apa-apa!"

"Hegh! Bukannya kau sendiri yang menyebut-nyebut tentang betapa lemahnya perempuan dihadapan Namikaze Naruto." Kiba membalas.

"Apa! Kapan aku bilang begitu!"

"Baru beberapa menit yang lalu kau mengatakannya! Dasar pikun!"

"Apa kau bilang!"

Dan pertengkaranpun dilanjutkan dengan aksi pemukulan kepala Kiba. Sasuke yang memilih untuk tidak ikut campur dengan urusan mereka, memusatkan perhatiannya untuk tetap membaca.

Yah, selama Naruto tidak mencari masalah dengan hidupnya, ia tidak akan ambil pusing.

Sepulangnya dari kampus. Sasuke menyempatkan diri untuk mampir kesuatu tempat. Ia memarkir motornya di depan sebuah kedai ramen kecil di pinggir jalan. Ia merapatkan jaketnya lalu masuk ke dalam kedai. Sama seperti malam sebelumnya, kedai itu cukup ramai di sapa pembeli.

"Paman." Sapa Sasuke kepada seorang lelaki tua yang sedang sibuk melap meja. Sasuke mengangguk sopan ketika orang itu berbalik memandangnya.

"Aah Sasuke, sudah lama kau tidak kesini. Kau ingin makan sesuatu." Sapa sang lelaki tua ceria.

"Tidak usah paman, aku datang menjemput Hinata."

Paman pemilik kedai tampak berpikir. "Hinata sudah pulang dari tadi. Hari ini ia minta izin padaku untuk pulang cepat, katanya ia mau pergi ke suatu tempat."

"Benarkah?" Balas Sasuke heran. Aneh sekali Hinata tidak mengatakan apa-apa padanya tadi pagi.

"Tidak perlu khawatir ia pergi dengan langgananku. Aku yakin ia akan baik-baik saja." Sahut paman pemilik kedai seraya menepuk-nepuk bahu Sasuke pelan.

Mendengar kata pelanggan, Sasuke jadi penasaran. Apa yang terjadi? Tumben sekali Hinata mau pergi dengan sembarang orang. Atau jangan-jangan pelanggan itu adalah kekasihnya?

Heh ternyata adiknya sudah besar.

Tanpa berlama-lama lagi Sasuke segera pamit kepada paman pemilik kedai. Yah ini memang salahnya, ia mendadak datang tanpa memberitahu Hinata terlebih dahulu. Siapa juga yang menyangka pekerjaannya akan selesai secepat itu.

Pekerjaan Sasuke memang tidak terlalu berat, tapi sangat menyita waktu. Lewat bantuan dari Kakashi -salah satu dosennya di kampus- ia bisa mengumpulkan uang dengan mengajar di beberapa tempat. Di kampusnya pun ia adalah seorang asisten dosen. Uang yang di hasilkan juga lumayan banyak untuk memenuhi keperluan mereka sehari-hari.

Sesampainya di depan rumah, Sasuke sedikit heran ketika melihat sebuah mobil sport merah terparkir tepat di depan pagar rumahnya.

Mobil Siapa? Pikirnya, apa teman Hinata?

"Niisan."

Sasuke menoleh, ia melihat Hinata melambaikan tangan kepadanya dari depan pintu.

Sasuke membalas dengan mengangkat satu tangannya ke atas. Dan ketika ia berjalan masuk menuju Hinata, ia mendadak sadar bahwa ada seseorang yang juga berdiri di samping adiknya. Seseorang yang mampu membuat Sasuke memandang ngeri ke arahnya.

Oh kami sama apa yang dilakukan pemuda Namikaze ini di rumahku?

"Niisan, apa kau tidak apa-apa?" Tanya Hinata heran melihat ekspresi Sasuke yang seperti sedang melihat hantu.

"Kau?" Sasuke memandang Naruto dengan tatapan tajam.

Naruto membalas menatap Sasuke dengan sebuah senyuman menghiasi wajahnya.

"Niisan, kau mengenalnya kan? Ia satu kampus dengan Niisan. Ia juga bilang bahwa dia pernah bertemu dengan Niisan saat kalian masih di Senior high School." Terang Hinata.

"Hai Sasuke, lama tidak bertemu." Sapa Naruto, ia mengulurkan tangannya ke depan Sasuke.

Sasuke memandang tangan itu lalu mengalihkan pandangannya ke arah Hinata.

"Hinata bisa kau tinggalkan kami sebentar. Ada yang ingin ku bicarakan dengannya." Kata Sasuke dingin, tidak menggubris tangan Naruto.

Hinata tidak mengatakan apapun, ia mengangguk lalu menatap kedua pemuda itu dengan sedikit rasa ingin tahu sebelum masuk ke dalam rumah.

Sasuke tidak membuka mulut sampai suara langkah kaki Hinata tak terdengar lagi di telinganya. Ketika suasana sepi, ia menyandarkan tubuhnya ke pintu lalu memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Ia menatap pemuda blonde di hadannya dengan ekspresi dingin.

"Kau tampak berbeda dari sebelumnya." Kata Sasuke memandang Naruto dari ujung kaki sampai ujung rambut.

Ya apa yang di katakan Sasuke memang benar. Hari ini Naruto tampak memukau, ia mengenakan jaket hitam dengan kaos orange di dalamnya, berbeda sekali dengan penampilannya beberapa tahun lalu, yang memakai seragam ekstra besar.

"Ya itu berkat seseorang." Balas Naruto. "Senang kau mengenaliku."

Lagi sebuah senyuman muncul di wajahnya. Dan beberapa detik kemudian Sasuke menyadari bahwa Naruto memiliki mata berwarna biru yang indah dan jernih. Mungkin karena dulu Naruto memakai kaca mata besar makanya ia tidak begitu melihatnya. Atau mungkin…

"Kau pakai kontak lensa?" Tanya Sasuke memandang tepat ke mata biru Naruto.

Naruto tertawa kecil, ia mengambil langkah ke depan dan mendekatkan wajahnya ke Sasuke. "Ini mata asliku. Kenapa? Kau menyukainya?"

Sasuke mengernyit. Sekarang ia mulai bertanya-tanya kemana perginya bocah lugu yang pernah menyatakan cinta padanya di atap sekolah dulu. Bagaimana bisa ia berubah menjadi pemuda agresif seperti ini.

"Heeh, kau lihat? Sepertinya pertumbuhanku jauh lebih cepat darimu." Kata Naruto bersemangat. Ia mendekatkan tubuhnya ke Sasuke dan mengukur tinggi badannya dengan pemuda raven. Sekarang tingginya setara dengan Sasuke.

Sasuke memutar bola matanya malas. Walau dalam hati ia agak kesal juga di sindir begitu.

"Berbeda denganku, kau terlihat sama sekali tidak berubah. Masih sama seperti dulu." Kata Naruto.

"Hn." Gumam Sasuke. Mulai risih dengan posisi mereka saat ini.

Bagaimana tidak. Bisa dibilang saat ini Naruto sedang mengunci Sasuke. kedua tangannya ia letakkan di kanan kiri Sasuke dan wajahnya memandang Sasuke lekat-lekat seakan-akan Sasuke adalah sebuah patung yang begitu menarik minatnya.

"Apa kau tau, Sasuke? Penampilanku memang banyak berubah, tapi hatiku masih tetap sama." Bisik Naruto, ia mendekatkan wajahnya ke Sasuke. semakin dekat sampai-sampai Sasuke bisa merasakan hembusan nafas Naruto di kulitnya.

Tidak tahan lagi, Sasuke mendorong Naruto menjauh darinya.

"Aku tidak tahu apa hubunganmu dengan Hinata. Tapi ku harap kau menjauhinya." Sergah Sasuke memandang tajam pemuda di hadapannya.

Naruto hanya mengerjap-ngerjapkan matanya bingung. "Kau berbicara seperti itu seakan-akan aku sedang berusaha mendekati Hinata. Sesungguhnya aku sama sekali tidak bermaksud melakukan apapun padanya."

"Terserah apa katamu. Aku hanya ingin kau menjauhinya. Carilah wanita lain yang bisa menjadi korbanmu selanjutnya. Jangan adikku!" Ancam Sasuke. Menganggap pembicaraan selesai ia segera berbalik dan bermaksud masuk ke dalam rumah.

Tapi sebuah tawa menghentikannya. Ia menoleh dan melihat Naruto sedang tertawa sambil memegangi perutnya. Sasuke memandang Naruto dengan alis bertaut.

"Apa ada yang lucu?"

"Sepertinya imageku sudah benar-benar jelek." Komentar Naruto akhirnya. "Tapi setelah ku pikir-pikir Hinata manis juga. Apalagi ia adikmu."

"Apa!"

"Sudahlah aku mau pulang. Sampai jumpa." Naruto melambaikan tangannya sebelum melangkah menuju mobilnya yang terparkir. Meninggalkan Sasuke di depan pintu yang menatap Naruto dengan tatapan ingin membunuh.

Si brengsek itu! Ingin mencari masalah denganku! Umpatnya dalam hati.

Hari-hari berikutnya, Sasuke disibukkan dengan pekerjaannya. Kakashi yang punya urusan di Korea meminta Sasuke untuk menggantikannya mengajar. Ini membuat Sasuke cukup kalang kabut. Ia adalah asisten dosen sekaligus mahasiswa, dan untuk menghandel kedua hal itu tidaklah mudah. Waktu luangnya benar-benar tidak ada. Dan lagipula ia masih belum boleh mengajar. Namanyakan masih terdaftar di universitas itu. Tapi Kakashi yang cuek sama sekali tidak ambil pusing dengan itu semua.

"Aku percaya padamu Sasuke." Katanya dengan tatapan penuh percaya diri.

Dan Sasuke hanya bisa mengangguk dan mengikuti semua perintah dari dosen gadungan itu. Terserahlah ia tidak mau ambil pusing yang penting bayarannya bertambah.

"Niisan." Panggil Hinata ketika mereka sedang menyantap makan malamnya.

"Hn."

"Apa pendapatmu tentang Naruto?"

Mendengar nama itu di sebut, Sasuke langsung tersedak. Hinata yang kaget dengan reaksi kakaknya segera mengambil air putih dan memberikannya kepada Sasuke. Ia menepuk bahu kakaknya pelan.

"Apa maksudmu?" Tanya Sasuke, memandang adiknya dengan curiga sekaligus khawatir.

Hinata menggeleng, "Aku hanya ingin bertanya saja."

Sasuke menatap wajah adiknya dengan teliti. Ada semburat merah dipipi Hinata. Matanya memandang Sasuke dengan sedikit malu-malu. Apa jangan-jangan Hinata?

"Hinata apa kau suka pada Naruto?"

Hinata menggelengkan kepalanya dengan cepat. wajahnya semakin bersemu merah. "Tidak, bukan begitu. Aku hanya merasa dia orang yang sangat baik."

"Lalu untuk apa kau menanyakan pendapatku tentang Naruto?"

Hinata terdiam. Ia menatap Sasuke takut-takut. "Tidak apa-apa, Niisan. Kita lupakan saja."

Setelah itu Hinata segera berdiri dan masuk ke kamarnya tanpa mengatakan apapun lagi.

Sasuke memandang kamar adiknya dengan perasaan yang tidak karuan. Benaknya kini di penuhi dengan pikiran-pikiran yang bahkan tak berani di bayangkannya.

Dan secara mendadak kata-kata Sakura dulu kembali muncul dipikirannya.

Ia benar-benar mengerti bagaimana memperlakukan perempuan. Perempuan manapun tidak akan bisa menahan diri untuk tidak tertarik kepadanya. Kalian harus tahu, Namikaze Naruto itu adalah sosok yang sangat sempurna di hadapan perempuan.

….

Sasuke berjalan di tempat yang terlihat asing baginya. Ia menatap sekelilingnya dengan kesal, seakan-akan sedang mencari seseorang.

Ya ia memang sedang mencari seseorang, seseorang yang terus menghantuinya selama ini. Membuatnya kesal setengah mati. Berkat orang itu Sasuke bahkan tidak bisa memejamkan matanya semalaman.

Ia menyesali dirinya yang terus disibukkan dengan pekerjaan, sehingga monomerduakan adiknya. Dan sekarang sebelum semuanya semakin terlambat, Sasuke harus memperbaikinya. Ia tidak akan membiarkan adiknya jatuh ke dalam lubang gelap yang akan menyesatkannya.

Demi Tuhan! Ia tidak akan membiarkan Hinata jatuh ke tangan Naruto.

Jadi disinilah ia sekarang. Berjalan tanpa tahu arah di fakultas sang rubah, berusaha mencari-cari dirinya.

"Hei apa kau melihat Namikaze Naruto?" Tanya Sasuke pada seorang pria aneh yang berpakaian serba hijau.

Pria itu tampak berpikir, "Aku rasa aku tadi melihatnya masuk ke dalam toilet." Katanya seraya menunjuk suatu tempat di belakangnya.

Sasuke tidak mengatakan apapun, ia berjalan cepat ke arah tempat yang di tunjuk tadi. Ketika ia sampai di depan pintu bertuliskan toilet, secara perlahan ia memutar knop pintu dan masuk ke dalam.

Hal pertama yang Sasuke lakukan ketika sampai di dalam adalah memastikan keberadaan si blonde. Ia melayangkan pandangannya ke berbagai sudut ruangan untuk menemukan mangsanya. Naruto terlihat sibuk mencuci tangannya di salah satu westafel. Ia sama sekali tidak menyadari keberadaan Sasuke. setelah yakin bahwa tidak ada orang lain selain mereka berdua, Sasuke mengunci pintu dari dalam.

Jelas ia tidak ingin ada orang yang mengganggu.

Sasuke menyandarkan tubuhnya di depan pintu, menutup jalan keluar. Mata Onyxnya menatap tajam pemuda itu. Seandainya tidak ada hukum di dunia ini, ia pasti akan langsung melenyapkan pemuda itu dari bumi ini. Sayangnya, ia salah satu warga yang taat akan peraturan.

"Wooh Kau mengagetkanku!" Naruto sedikit terlonjak dari tempatnya, ketika kedua mata birunya bertemu dengan Sasuke. Tapi tidak lama kemudian, ia merubah ekspresinya menjadi sebuah seringai Srigala.

"Apa kau datang kemari khusus untukku?" Tanya Naruto, ia berjalan mendekati Sasuke yang menatapnya tajam.

"Bukankah aku sudah memperingatimu untuk menjauhi Hinata?"

Naruto tiba-tiba berhenti. Seringainya menghilang. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Kenapa? apa ia mulai jatuh cinta padaku?" Kata Naruto santai.

Sasuke yang mulai merasakan darahnya naik ke kepala, berusaha menahan emosinya. "Berhenti mendekati Hinata!" Kata Sasuke dengan nada menggertak.

"Heh," Naruto terlihat seperti ingin tertawa, membuat Sasuke ingin sekali menghantamkan tinjunya ke wajah menyebalkan itu. "Bukankah sudah kukatakan? Aku sama sekali tidak tertarik dengan adikmu. Yah tapi kalau ia terlanjur mencintaiku, aku tidak keberatan bersenang-senang sebentar dengannya. Tapi aku tidak akan se-"

Bugh

Kata-kata Naruto terpotong. Sasuke yang sudah tidak bisa menahan emosinya, langsung melayangkan tinjunya tepat ke wajah Naruto. Membuat Naruto tersungkur dan jatuh menghantap lantai.

"Sampai matipun tidak akan kubiarkan ia bersamamu." Kata Sasuke dengan nada sedingin es. Ia memandang Blonde dibawahnya denga tatapan ingin membunuh.

Naruto merasakan darah didalam mulutnya. Ia meludah dan membersihkan darah di bibirnya dengan belakang tangannya.

"Kau tidak akan menyelesaikan masalah dengan memukulku, bodoh!" Sahut Naruto. Ia kini memandang Sasuke dengan tatapan tidak kalah tajam.

Sasuke mengepalkan tangannya. Ingin rasanya ia menghajar pemuda di hadapannya ini hingga babak belur, tapi kesadarannya terus membujuknya agar tetap tenang. Walau menyebalkan ia mengakui apa yang dikatakan Naruto memang benar.

"Katakan padaku apa yang kau inginkan?" Tanya Sasuke dingin.

Naruto mengangkat tubuhnya untuk kembali berdiri. Ia membersihkan bajunya dari debu, lalu kembali memandang lurus ke Sasuke. Seringai kembali muncul di wajahnya. "Apa yang bisa kau tawarkan?"

Sasuke mengerutkan alisnya. Ia mengalihkan pandangannya dari Naruto, berusaha untuk mencernah perkataan sang pemuda Namikaze.

Apa yang bisa ia tawarkan?

Sasuke melirik Naruto sebentar –yang masih memasang seringai di wajahnya- lalu kembali beralih.

Apa dia mau uang?

Ck, tidak mungkin. Orang kaya seperti dia sudah tidak membutuhkan uang.

Lalu apa?

Ia tidak memiliki apapun, selain Hinata dan dirinya.

Sasuke menggigit bibir bawahnya. Ia kembali melirik Naruto, yang kini terlihat bosan menunggunya.

Tidak ada jalan lain! Hanya ini yang ia punya!

"Baiklah," Sasuke memulai, ia menelan ludah lalu berkata, "Aku menawarkan diriku. Aku akan menjadi kekasihmu, tapi jauhi Hinata."

Sasuke sempat melihat mata Naruto mendadak membesar, tapi sedetik kemudian wajahnya kembali serius.

"Apa kau bercanda?" Sahut Naruto, "Untuk apa aku memacarimu? Agar kau bisa memukulku setiap hari?"

Sasuke memutar bola matanya. Dalam hati ia juga tidak begitu mengerti untuk apa ia menawari dirinya. Tapi selama ia bisa menjauhkan pemuda ini dari Hinata, mengapa tidak? Yah berkorban sedikit tidak apa-apalah.

"Bukankah kau masih menyukaiku?" Sasuke berkata ia berjalan mendekati Naruto, yang menatapnya was-was.

"Aku tetap tidak akan berpacaran dengan orang yang tidak menyukaiku." Balas Naruto.

"Hmm?" Sasuke berhenti tepat di depan Naruto. "Aku suka padamu. Kau tampan, kaya, dan keren." Katanya.

"Oh ya? Kalau begitu buktikan! Buktikan kalau kau suka padaku." Sergah Naruto.

Sasuke mendengus. Dan dalam waktu beberapa detik, ia menarik kerah baju Naruto dan mencium bibir pemuda blonde di hadapannya. Ia menyipitkan matanya untuk memandang wajah Naruto yang terlihat begitu terkejut. Sasuke menerobos masuk ke dalam mulut Naruto dengan lidahnya. Hal pertama yang dirasakan Sasuke adalah darah. Tapi Sasuke tidak memperdulikannya, ia tetap melanjutkan aksinya, untuk membuat Naruto percaya. Apapun akan ia lakukan untuk menjauhkan Naruto dari adiknya.

Sasuke kembali menarik dirinya, ketika nafasnya mulai terasa sesak. Ia menyeka tetesan saliva yang mengalir di ujung bibirnya dengan jempolnya, sebelum menatap Naruto dengan tatapan menantang. Menunggu respon dari pemuda itu.

"Baiklah, aku terima tawaranmu." Sahut Naruto, bibirnya melengkung menunjukkan senyum penuh kepuasan.

Tbc

Satu lagi FF gaje dari saya. Sebenarnya pengen bikin one shot tapi karena –lagi-lagi- kepanjangan jadi saya potong disini.

Mohon maap apabila banyak typo

Ada yang ingin dituliskan mengenai fanfic saya satu ini? Ketidakpuasan? Kritikan yang membangun? Atau pujian? *Cengengesan

Ada yang tertarik tentang kelanjutannya nanti?

Yuk Silahkan di ripiuh ^_^

Tidak ada kata terlambat untuk meripiuh loh