Mianhae Umma…!

.

.

Suara riang anak-anak bermain dan tertawa membuat ramai sebuah Taman Kanak-kanak, tapi tidak semua sedang bermain, coba kita lihat lebih dekat. Seorang anak bermata Bambi sedang berhadapan dengan beberapa anak disana, tangan bocah gembul itu sudah mengepal, bibirnya sudah gemetar hendak menangis.

"Min bukan anak halam! Min punya Appa! Umma juga cayang Min!"

"Kalau Min punya Appa, kenapa ga pelnah kita liat, Min bohong kan. Kata Umma aku Min itu anak halam, telus juga bawa cial."

"Iya kata Umma aku juga. Katanya aku ga boleh temenan cama Changminnie."

Bruukkk

Changmin, bocah gembul itu pun mendorong dengan kasar anak-anak yang sedari tadi mencelanya.

"Huuuuuwwwwwwwweeeeeeeeeeeeeeeee." Kedua bocah itu menangis akibat perlakuan Changmin sehingga mendatangkan salah seorang guru di sana. Changmin tidak menunjukan wajah sedihnya sedikit pun, sepertinya amarahnya menutupi rasa sedihnya.

"Changmin! Apa yang kau lakukan!" teriak salah satu guru membuat Changmin terkejut, Changmin hanya mundur karena takut, Changmin melihat guru tersebut mendiamkan 2 bocah yang sedari tadi mencelanya.

"Changminnie nakal cocaengnim. Huuwwwweeeeee hiks. Dia dolong kami." Changmin hanya terdiam, ia tidak mau membela diri, guru itu pun menatap tajam Changmin.

"Stttsss ya sudah, kalian main sana, biar Changmin disini ya." Kedua bocah itu mengangguk dan pergi meninggalkan Changmin dan sang guru. Changmin hanya menatap guru tersebut. Sementara sang guru kini melipat tangannya di dada.

"Changmin lagi, Changmin lagi."

"Min ga calah!" Mata Changmin sudah memerah kini, sang guru hanya dapat menghela nafasnya, ia pun berjongkok dan menghadap Changmin.

"Mendorong sampai terjatuh itu perbuatan tidak benar sayang." Tangan guru itu membelai rambut Changmin dengan lembut, sementara mata Changmin kini sudah mengalirkan air mata.

"Yoona cocaengnim ga ngelti! Hiks." Changmin pun pergi berlari meninggalkan Yoona, guru tersebut, Yoona hanya dapat mendesah frustasi. Changmin pun pergi menuju kolam ikan tempat yang jarang di kunjungi anak-anak, matanya sudah membengkak karena menangis.

.

.

Bel pulang pun berbunyi, semua anak-anak sudah di jemput oleh orang tuanya, hanya Changmin yang tidak pernah di jemput, wajahnya pun kembali muram. Ia berjalan sendiri menuju rumahnya yang tidak jauh dari Taman Kanak-kanak tersebut. Panas terik pun membuat Changmin lelah, tapi ia tak berhenti untuk istirahat, ia terus berjalan. Ia tau, jika sampai telat pulang, ia akan kena marah. Changmin sudah sampai di depan rumah yang begitu mewah, langkah mungilnya pun mulai memasuki rumah tersebut.

"Dari mana saja kau?! Sudah aku bilang berulang kali bukan? jangan telat pulang!" Changmin pun menciut melihat sosok namja cantik yang ada di hadapannya kini.

"Min lancung pulang kok Umma. Benelan."

"Ck! Kalau sudah tidak betah tinggal di sini kau bisa pergi. Aku pun sangat senang kau pergi. Wajahmu itu selalu buatku muak!" Changmin hanya mencengkram kuat seragam sekolahnya, bibirnya mulai bergetar, sekali lagi isakan itu terdengar.

"hiks…hikss… Min mau cama Umma."

"Diam! Berhenti menangis! Dan jangan panggil aku Umma! Kau hanya pembawa sial!"

"Jaejoong!" teriakan pun terdengar, Jaejoong si namja cantik itu pun menatap ke sumber suara kini. Changmin masih menangis akibat perkataan kasar Jaejoong.

"Yoochun-ah, jangan ikut campur urusanku. Kau dan Junsu selalu saja membela anak ini." Yoochun menghampiri Changmin dan menggendong Changmin yang tengah menangis, Changmin menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Yoochun.

"Jae, bisakah kau bersikap baik pada anakmu sendiri?"

"Anak? Yoochun, gara-gara dia hidupku hancur. Gara-gara dia pula Appaku meninggal saat dia tau aku mengandung anak ini. wajah anak ini pun selalu mengingatkanku pada si brengsek itu!" Changmin pun semakin erat memeluk leher Yoochun kini, ia terus menangis.

"Jae cukup. Kau bisa mengganggu mental Changmin."

"Aku tidak peduli! Mau mentalnya terganggu, mau anak itu mati pun a-.."

"Jae! Kubilang berhenti!" Yoochun membentak Jaejoong, Yoochun sangat tau Changmin sudah sangat sakit mendengar semua cacian dari Ibu kandungnya sendiri. Yoochun mengusap lembut punggung Changmin. Jaejoong menatap kesal Yoochun, Yoochun memilih mendiamkan Jaejoong dan membawa Changmin ke kamar. Changmin terus saja memeluk erat leher Yoochun sampai mereka tiba di kamar Changmin.

"Sudah sampai. Yak jagoan Ajushi menangis hn? Sudah Jushi katakan bukan, namja tidak boleh menangis."

"Hiks, Umma cucah kalena Minnie. Min belati olang jahat Juchi." Yoochun tersenyum, ia menghapus air mata yang mengalir di pipi tembam Changmin.

"Tidak Minnie sayang. Sudah jangan dengarkan kata-kata Ummamu ya." Changmin hanya terdiam dan menatap Yoochun. Yoochun tersenyum kemudian mengusap lembut rambut Changmin.

"Ajuchi, Appa Min ciapa?" Yoochun terdiam karena terkejut dengan pertanyaan Changmin, apa yang harus Yoochun katakan? Yoochun pun tidak tau siapa Appa kandung dari Changmin, hanya Jaejoong yang tau Appa kandung Changmin.

"Ajuchi kenapa diam? Belati benal kata temen Min, Min ga punya Appa. Min anak halam, telus bawa cial."

"Hei siapa bilang, tidak ada istilah anak haram dan bawa sial."

"Umma celing bilang itu."

"Dia hanya sedang marah, Ummamu sangat sayang padamu Changminnie, percayalah."

"Min juga cayang banget Umma." Yoochun tersenyum mendengar ucapan Changmin. Jaejoong memang tidak pernah bersikap baik pada Changmin, tetapi bocah itu selalu menyayangi Jaejoong. Jika saja Yoochun dan Junsu tidak menghentikan aktivitas Jaejoong 4 tahun lalu untuk membuang bayi Changmin, Mungkin saja Changmin tidak tau dimana saat ini. Jaejoong sangat membenci Changmin karena Changmin anak dari hasil pemerkosaan. Saat tau hamil Jaejoong sudah ingin menggugurkannya, tetapi Yoochun dan Junsu melarangnya. Yoochun dan Junsu adalah pasangan kekasih dan juga sahabat baik Jaejoong, tetapi hubungan mereka merenggang semenjak kehadiran Changmin, Jaejoong merasa Yoochun maupun Junsu terlalu membela Changmin.

.

.

Di lain tempat seseorang bermata musang nampak sedang serius mengerjakan pekerjaannya, langkah kecil seorang bocah pun berlari ke arahnya.

"Apppaaaaaaaaaaa." Tawa riangnya membuat Yunho, pria bermata musang tersebut tersenyum. Yunho segera mengangkat tubuh gembul bocah tersebut dan memangkunya.

"Sepertinya anak Appa sedang senang, ada apa hn?" Yunho mencium pucuk kepala bocah manis itu, sentuhan lembut penuh kasih sayang pun selalu ia berikan.

"Kyunie mau manja-manja cama Appa, Appa jangan kelja mulu." Yunho pun terkekeh mendengarnya, sekali lagi Yunho mengecup pucuk kepala bocah itu.

"Begitu? Baiklah. Mari kita bersenang-senang Jung Kyuhyun." Yunho segera berdiri dengan menggendong bocah berusia 4 tahunan tersebut, ia segera berlari keluar dari ruang kerjanya menimbulkan suara tawa riang dari bocah bernama Jung Kyuhyun. Yunho sangat menyayangi Kyuhyun, ia tidak bisa melihat anak kesayangannya itu bersedih. Yunho pun pernah berucap, ia akan menukarkan apapun, bahkan nyawa sekalipun untuk kebahagiaan Kyuhyun. Sungguh kisah 2 anak yang memiliki kehidupan sangat bertolak belakang bukan? Changmin dan Jung Kyuhyun. Changmin memang tidak memiliki marga, bahkan Jaejoong sendiri tidak mau memberikan marganya untuk Changmin. Jadi? Sudah sangat tampak jelas bukan oleh semua orang, Changmin bukanlah anak yang di inginkan dan di anggap.

.

.

Mianhae Umma….!

.

.

Changmin masih setia di kamarnya, ia sedang bersama teman putih kecilnya. Mangdong. Anjing kesayangan Changmin. Anjing yang Changmin temukan di jalan saat pulang beberapa bulan lalu.

"Mangdong-ie, becok ada peltemuan olang tua. Min takut mau bilang Umma. Ntal Min di omelin." Changmin mengusap bulu lembut anjing kecilnya tersebut.

"Tapi ntal kalau Umma ga datang, pacti Min di ledekin lagi. Huuuhh Min jadi pucing mikilnya."

Guuukkkk

Mangdong pun seraya mengerti apa maksud Changmin, Changmin hanya tersenyum dan kembali mengusap bulu Mangdong.

"Bialin aja Min di ledekin, kacian juga Umma haluc kelja juga. Mangdong-ie kepala Min cakit lagi. Aduh cakit banget ya." Changmin meremas kepalanya, sementara Mangdong terus menggonggong, sepertinya anjing itu mengerti majikannya kesakitan saat ini. Changmin meremas kepalanya yang sangat sakit, tapi beberapa saat kemudian mata Changmin terpejam. Entah ia tidur karena lelah menahan sakit, atau pingsan.

.

Keesokan harinya, Changmin kembali berjalan sendiri ke sekolahnya. Para maid hanya berani membantu Changmin untuk bersiap ke sekolah, memandikan dan memakaikannya seragam, serta menyediakan sarapan untuk anak itu. Tapi untuk mengantar, mereka masih sayang pekerjaan, Jaejoong melarang keras para Maidnya mengantar Changmin ke sekolah. Changmin memang masih sangat kecil, tetapi ia sudah mampu untuk mandiri bukan? Changmin tidak marah dengan keputusan Jaejoong, ia menerima keputusan Ibu kandungnya dengan sangat senang. Changmin sudah dekat dengan sekolahnya kini, ia melihat banyak teman-temannya bersama orang tua mereka. Changmin mencoba tidak permasalahkan hal ini. Ia lanjutkan perjalanannya, dekat gerbang ia melihat temannya yang begitu manis sedang berdiri di tepi jalan. Awalnya Changmin tidak memperdulikannya sampai ia lihat sepeda motor melaju kencang menghampiri temannya tersebut.

"Kyuuuniiiieeeeeeeeeeeeee." Changmin berlari menarik tangan temannya tersebut sehingga tubuh mereka terjatuh bersamaan. Kepala Changmin terbentur keras ke aspal, Kyuhyun temannya tersebut berada di atasnya. Mereka yang tidak melihat kondisi sebenarnya pun menduga kedua bocah itu sedang bertengkar, apalagi beberapa orang tua murid yang tidak menyukai Changmin menuduh Changmin memulai perkelahian.

"Kyunie ga ap-.." Ucapan Changmin terputus saat Kyuhyun di angkat oleh Ayahnya.

"Kau tidak apa-apa sayang? Apa anak ini menyakitimu?" tanyanya, Changmin pun berdiri melihat Kyuhyun.

"Tuan Jung, Kyuhyun tidak apa-apa? ah anak ini lagi, anak ini nakal sekali, kemarin saja Jonghyun dan Minho di dorong sampai terjatuh." Changmin hanya terdiam, ia hanya melihat sekilas Yunho menatapnya dengan penuh kemarahan, tatapan Yunho lebih menyakitkan dari pada Jaejoong, Changmin hanya menunduk takut kini.

"Minnie ga calah kok, Min Cuma ma-.."

"Diam! Jangan ganggu Kyuhyun lagi, atau aku menyuruh pihak sekolah mengeluarkanmu, aku tidak peduli siapa orang tuamu." Tubuh Changmin bergetar hebat, matanya sudah berair, Yunho menggendong Kyuhyun masuk kedalam, sementara Changmin hanya menatap mereka dengan raut wajah sedih.

"Minnie ga calah." Changmin memasuki area Taman Kanak-kanak itu sendiri tanpa orang tua seperti temannya yang lain. Ia tidak berani mendekati tempat acara, karena pasti guru-guru akan menanyakan dimana orang tua Changmin. Changmin mengusap kepala belakangnya yang terasa nyeri akibat jatuh tadi.

"Minnie Chwang." Changmin menengok saat suara yang ia kenal memanggilnya dengan panggilan khas. Changmin tersenyum lebar kini.

"Makacih ya udah tolong Kyunie, Appa menolak celalu caat aku mau celitain kalau Minnie Chwang nolongin Kyunie."

"Ga papa kyunie, bialin aja."

"Um." Kyuhyun mengangguk dengan sangat manisnya. Sebenarnya Changmin tidak memiliki teman, tetapi sepertinya Kyuhyun akan menjadi temannya karena sudah merasa di selamatkan Changmin. Yunho selalu menolak saat Kyuhyun mau menceritakan tentang Changmin yang sebenarnya menyelamatkannya. Acara pertemuan tersebut berlangsung baik, hanya saja Yoona, guru TK tersebut mencari keberadaan Changmin yang tidak terlihat dari tadi, Yoona sangat tau Changmin anak baik pada dasarnya, hanya saja Changmin selalu terlibat masalah. Changmin pun anak terpandai. Yoona cukup terkejut saat Yunho melaporkan tentang Changmin, bahkan Yunho meminta pihak sekolah untuk mengeluarkan Changmin. Yunho memang orang kaya, apapun dapat ia lakukan, bahkan nyaris 5 tahun lalu pun Yunho dapat menyuruh orang membawa model tercintanya dan menikmati tubuh model tersebut. Sayangnya model tersebut pergi menghilang tanpa jejak. Yunho memang brengsek dulu, tapi sikapnya berubah saat Kyuhyun hadir dalam hidupnya. Bayi yang Yunho besarkan karena bayi tersebut tidak memiliki siapa pun. Kyuhyun adalah anak sahabatnya yang tewas dalam kecelakaan pesawat, sementara ibu kandung Kyuhyun meninggal saat melahirkan Kyuhyun. Yunho menutup rapat rahasia ini. bahkan seluruh orang hanya mengetahui Kyuhyun adalah anak kandungnya.

.

Di lain tempat, Jaejoong sedang berpose di depan kamera. Ia menampilkan wajah cantik dan tubuh rampingnya dengan indah. Inilah profesi Jaejoong dari dulu. Jaejoong sempat vakum saat ia sedang mengandung Changmin, padahal saat itu Jaejoong mendapat tawaran besar, hanya saja gagal karena pihak agency mengetahui Jaejoong sedang hamil.

"Good! Kau memang yang terbaik hyung." Pemotretan itu pun selesai, Jaejoong tersenyum riang, ia mengambil botol mineral dan meminumnya.

"Semua hasilnya bagus, ahaha pantas saja Changmin begitu manis dan lucu, ia menurunimu ternyata." Jaejoong pun langsung terdiam dan memandang tajam kepada lawan bicaranya kini.

"Junsu, jangan bahas anak itu. Buat aku tidak berselera saja." Junsu hanya menghela berat nafasnya.

"Sampai kapai kau perlakukan Changmin seperti ini hyung? Changmin tidak salah, seharusnya kau hanya marah pada Appanya Changmin."

"Wajah anak itu selalu mengingatkanku pada pria brengsek itu, mana bisa aku lupakan semuanya? Karena anak itu karirku nyaris hancur."

"Changmin sangat menyayangimu hyung. Jangan terlalu memperlakukannya buruk dan menyumpahinya, aku takut Tuhan mengabulkan semua ucapanmu dan kau menyesal nantinya."

"Tidak akan, aku tidak akan pernah menyesal. Aku tidak peduli dengannya sama sekali, aku malah berharap anak itu pergi."

"Astaga hyung. Sungguh kau tak punya hati. Mana Kim Jaejoong yang dulu aku kenal? Bahkan kau tidak mau memberikan marga mu untuk Changmin, bahkan nama Changmin pun Yoochun yang berikan. Aku tidak mengerti jalan fikiranmu." Junsu pun pergi meninggalkan Jaejoong, Jaejoong bersikap acuh, ia tidak perdulikan ucapan Junsu sama sekali.

Hal yang selalu Yoochun dan Junsu harapkan Jaejoong dapat membuka hatinya, berharap Changmin mendapat kasih sayang yang layak. Ibu kandungnya saja berani untuk mencelanya, dengan begitu bukankah orang dengan leluasa perlakukan Changmin dengan buruk. Kapankah hari itu tiba? Hari dimana Jaejoong menyayangi Changmin dan perlakukan Changmin dengan layak.

Next?