© Masashi Kishimoto ©

.

.

.

Deskripsi minim

.

.

Kalo nggak suka, tinggalkan tanpa meninggalkan sampah

.

.

Langkah Awal

.

.

.

.

Matahari semakin naik tinggi. Sinarnya memancar terik dan terasa panas menyengat kulit. Sepertinya sang raja siang itu ingin menampakkan kekuasaannya pada seluruh makhluk bumi.

"Huh... Panas sekali udara siang ini," desis seorang gadis jelita memakai gaun qipao.

Sebentar-sebentar dia menyusut peluh yang membasahi dahi dan lehernya. Wajahnya yang bersih dan cantik nampak kemerahan. Namun keadaan itu malah semakin menambah kecantikan parasnya.

"Yahhh. Seperti terpanggang di atas tumpukan bara api saja layaknya. Ayolah bergegas, agar kita
bisa tiba lebih cepat di desa depan sana itu," seorang pemuda tampan mengenakan kemeja putih lengan panjang, yang tampak sengaja ia biarkan terbuka pada bagian dada. Dia juga mengenakan celana panjang yang berjalan di sebelahnya menimpali.

Seusai berkata demikian, pemuda itu pun melangkah lebih cepat memasuki daerah hutan yang cukup luas. wanita cantik bergaun qipao itu juga bergegas mempercepat langkahnya menjajari pemuda berkemeja putih. Mereka terus melangkah menyusuri jalan di tengah-tengah hutan. Tampak kalau jalanan yang mereka lalui sudah biasa di lewati orang. Hawa panas yang menyengat kulit itu mulai berkurang ketika angin berhembus menyegarkan.

"Masih jauhkah desa yang kau maksud itu, Sasuke?" tanya gadis jelita itu, tak sabar. Sepertinya ia kini ingin segera tiba di pedesaan untuk melepaskan rasa lelahnya.

"Entahlah, Sakura. Aku hanya menduga-duga saja. Tapi dengan adanya jalan setapak di hutan ini, pasti ada perkampungan di daerah ini," sahut pemuda tampan berkemeja putih berambut model emo yang tak lain adalah Sasuke

"Huh! Kalau hanya menduga-duga saja, aku pun bisa," tukas gadis jelita itu, cemberut.

Sasuke hanya tersenyum saja melihat kekasihnya merajuk. Dibiarkannya saja ketika gadis itu melangkah mendahuluinya. Pemuda itu tahu, Sakura, kekasih merah muda-nya hanya merasa jengkel dengan ucapannya tadi.

"Hei, Sasuke. Lihat ini!" teriak Sakura sambil membungkukkan tubuhnya seperti menemukan
sesuatu.

Sasuke bergegas menghampiri. Dan memang jarak antara mereka terpisah sekitar seratusan meter lebih, sehingga pemuda itu belum sempat mengetahui apa yang telah ditemukan kekasihnya itu.

"Kenapa dengan orang itu, Sakura" tanya Sasuke setelah melihat sesosok manusia yang tergeletak di depan Sakura.

"Entahlah, Sasuke. Tapi sepertinya ia telah mati" sahut Sakura tanpa mengalihkan perhatiannya dari orang yang sudah di perkirakan menjadi mayat.

"Orang ini… sebelum tewas, ia berupaya melarikan diri" Sasuke seperti begumam.

Sasuke segera mengikuti bercak darah yang tercecer di atas permukaan tanah. Sambil mengikuti bercak darah itu, Sasuke mengamati sekeliling, dan tak jauh dari tempat mereka terdapat pedati. Maka Sasuke pun bergerak di ikuti Sakura memeriksa isi pedati.

Pemuda itu semakin terkejut ketika melihat belasan sosok mayat bergelimpangan beberapa meter di
depannya.

"Sepertinya mereka rombongan pemusik panggilan, Sakura. Lihat saja pedati-pedati ini!" jelas
Sasuke lagi sambil memperlihatkan beberapa alat musik terdapat di dalam pedati itu.

"Hm... Apa yang telah terjadi dengan mereka?" gumam Sakura bertanya kepada dirinya sendiri.

Segera diperiksanya sosok-sosok mayat yang bergelimpangan tak karuan itu. Di antaranya juga terdapat mayat wanita.

"Mungkinkah mereka telah bertemu perampok di tempat ini?" duga gadis itu.

"Tidak mungkin, Sakura", Sasuke yang mendengar kata-kata kekasihnya itu, cepat menyahuti. "Karena semua barang-barang mereka sepertinya masih utuh. Dan lagi, kalau betul bertemu perampok, pasti wanita-wanita itu tidak akan dibunuh. Perampok-perampok itu pasti akan menawannya, karena wajah mereka cukup cantik-cantik juga."

"Kalau bukan perampok, lalu siapa yang telah membantai mereka sedemikian kejam? Rasanya tidak mungkin kalau mereka dibunuh tanpa sebab yang jelas"

"Bisa saja rombongan pemusik lain yang merasa iri dengan mereka. Mungkin robongan pemusik ini lebih
terkenal dan lebih disukai daripada yang lainnya?" sahut Sasuke.

Kali ini Sakura tidak membantah ucapan kekasihnya, ia lebih memilih segera memeriksa mayat-mayat yang bergelimpangan

"Sasu… semua korban bacokan senjata tajam" ucap Sakura sambil memeriksa bagian tubuh mayat wanita muda di depannya.

Sasuke ikut memeriksa luka pada mayat yang di perlihatkan oleh Sakura.

Plakk!

Sebuah tamparan ke lengan Sasuke ketika mencoba memeriksa luka pada mayat wanita muda tadi, tapi masalahnya, luka tersebut terdapat tepat di payudara. Sehingga, ketika Sasuke menjulurkan tangan memeriksa, tangannya malah mendapat tamparan dari Sakura.

Sasuke tersenyum pada Sakura, ia mengerti kenapa Sakura berbuat demikian.

"Sakura, dia ini sudah jadi mayat, aku tidak tertarik dengan mayat"

"Tetap saja kau ingin mengambil kesempatan" gerutu Sakura. "Periksa saja pria itu"

Sasuke mengangkat bahu, "Kenapa harus mengambil kesempatan pada mayat. Bukankah kau ada"

"Ish! Dasar mesum!" kembali Sakura menggerutu pada Sasuke. Tapi dengan wajah memerah.

"Kau suka kan?" Sasuke masih menggoda Sakura sesaat.

"Sasuuuu…" seru Sakura semakin merona.

Sasuke tertawa, "Ha…ha..ha… iya..iya.. dasar galak!"Sasuke menurut dan memeriksa mayat pria paruh baya yang di maksud Sakura.

"Senjata apa yang di pakai sampai membuat luka sehalus ini" gumam Sasuke kembali menunjukan wajah keseriusannya.

Sebagai seorang yang sudah berpengalaman, Sasuke sudah mengenali setiap detil dari setiap luka yang di torehkan oleh setiap jenis senjata tajam.

"Memangnya kenapa, Sasu?" tanya Sakura yang sudah berpindah kesamping Sasuke sambil ikut, memeriksa luka bacokan yang ada pada tubuh mayat tadi.

"Pedang paling tajam sekalipun, tidak akan membuat goresan luka sehalus ini" kembali Sasuke terdengar menggumam.

"Memang beda?"

Sasuke mengangguk, "Luka ini seolah-olah muncul begitu saja" gumamnya lagi.

"Mungkinkah jenis jutsu tertentu? Yang tidak menggunakan senjata" Sakura kembali bertanya dan mencoba menduga.

"Jutsu seperti apa?" Sasuke yang balik kebingungan.

"Seperti milik Naruto, mungkin"

Sasuke menggeleng, "Jutsu milik Naruto adalah sekumpulan angin yang bergerak berputar dan bersumbu dengan sangat cepat, sehingga bisa menggores atau merobek sasarannya, masalahnya putaran angin itu tidak beraturan, tentus saja luka yang di hasilkan pula pastilah tidak beraturan"

"Lalu bagaimana dengan pengguna pasir seperti Gaara?"

Sekali lagi Sasuke menggeleng, "pasir milik Gaara hanya menusuk, bukan membacok. Lagi pula luka yang di sebabkan oleh Pasir milik Gaara adalah seperti batu yang di asah tajam. Jadi bekasnya pastilah kasar. Tidak sehalus ini"

Sakura terdiam lagi mendengar ucapan kekasihnya. Ia juga kurang pandai dalam hal seperti ini, yang berbau penyidikan.

"Sudahlah, kita kuburkan saja mayat-mayat ini. Dan segera ke desa berikut. Mudah-mudahan kita bisa menemukan petunjuk"

Sakura mengangguk. Ia pun mulai mengikuti sang kekasih untuk menguburkan mayat-mayat itu dengan layak.

...

...

...

Dendam Tsunade pada Sakura masih belum padam. Saking dendamnya, dia tidak segan mengeluarkan uang banyak, bahkan sampai merelakan tubuhnya. Dia mulai banyak melakukan seleksi pada jagoan-jagoan. Tidak peduli dia berasal darimana atau golongan mana. Yang pasti ia memiliki kemampuan dan mau bekerja pada Tsunade.

Kini berkumpullah beberapa orang terpilih yang mau di pekerjakan oleh Tsunade. Mereka semua duduk berhadapan dengan Tsunade.

Semua jago-jago ini sudah cukup lama menemani Tsunade dan cukup meyakinkan bagi Tsunade agar bisa di percaya untuk melaksanakan tugas.

Dari paling kiri Tsunade, telah duduk seorang pria berambut merah berwajah tampan baby face. Dia di panggil Sasori. Di belakang Sasori berdiri sebuah boneka kayu ukuran manusia. Keahliannya adalah mengendalikan benda atau makhluk hidup menjadi seperti bonekanya. Konon, karena kemampuannya itu, ia bisa dengan mudah melakukan pemerkosaan.

Duduk di sebelah Sasori duduk pria berambut merah pula, bertubuh kurus. Dia dipanggil Nagato. Dia pria yang selalu di temani kecapi perak. Dengan kemampuannya memainkan kecapi ini, dia sering di menghibur Tsunade. Dan satu-satunya pria yang tidak pernah tidur dengan Tsunade, namun dialah pria yang paling menunjukan kesetiaan pada Tsunade. Dia pulalah yang paling menunjukan rasa hormat dan paling menjaga ucapan pada Tsunade

Di samping Nagato, duduk pria tua berambut putih. Di usianya yang sudah uzur ini, namun masih menampakan kesegaran laksana anak muda. Dialah Jiraiya, dia lebih menyukai taijutsu, dan memiliki peliharaan seekor katak raksasa. Katak itu bisa mengeluarkan racun, bahkan permukaan kulitnya juga beracun.

Setelah Jiraiya ada seorang pria gemuk. Chouji, di pinggangnya terdapat pedang yangs selalu ia sampirkan. Tapi jangan Salah, meskipun ia bertubuh tambun, ia sangat ahli dan lincah dalam bermain golok. Ciri lain pada chouji adalah selalu membawa buntalan yang konon isinya adalah berbagai jenis makannan. Mulutnya seperti tidak pernah berhenti mengunyah.

"Karena kalian sudah berkumpul, aku ingin memberi kalian tugas"

"Tsunade sayang" sahut Jiraiya, meski dia sudah tua tapi dialah yang paling genit pada Tsunade, "Tugas apa gerangan yang membuat kau mengumpulkan kami"

"Tujuanku mau meyewa kalian, karena aku ingin, kalian membunuh mantan bawahan Dan Kato, calon suamiku" tatapan Tsunade menjam pada orang bayarannya, "Dia berambut merah muda, namanya Sakura"

"Jadi kau mengumpulkan kami, hanya untuk mencari dan membunuh seorang gadis? Bukan jadi pengawalmu?" Sasori menatap Tsunade dalam-dalam.

"Memang itu tujuannya, yang sekarang kalian lakukan adalah memenuhi keinginanku. Dan tugas kalian adalah temukan dan bunuh Sakura" tegas Tsunade.

"Kau cukup menyewa salah satu di antara kami kan?" sahut Jiraiya, "Atau karena kau juga butuh di selangkangi"

"Bisakah kau menjaga ucapanmu, oran tua?" desis Nagato, sebagai orang yang menghormati Tsunade. Tentu saja ia juga tersinggung dengan ucapan Jiraiya yang ia anggap kurang ajar.

"Huh.. pria impoten ini tersinggung atau karena kau iri padaku yang sudah tua tapi bisa menikmati Tsunade?"

"Kau.." Nagato menggeram.

Setelah berkata demikian, jemari tangan kanannya bergerak memetik dawai kecapi.

Creeeng!

Wuss!

Terasa adanya serangan yang tidak terlihat, terasa menyambar di depan wajah Jiraiya.

"Nagato! Berhenti!" Tsunade menghentikan Nagato mendentingkan dawai kecapi miliknya. Ia tahu apa yang terjadi jika Nagato sudah memetik dawai kecapinya.

Sasori hanya melirik sekilas, lalu kembali beralih pandangan pada Tsunade, "Sehebat apa wanita ini, sampai-sampai kau menyewa kami, bahkan merelakan semuanya?"

"Kehebatannya mungkin bisa di atasi oleh salah satu di antara kalian. Tapi bukankah jika lebih banyak melakukan pencarian akan lebih baik. Dan aku juga sudah mendengar, kalau ia di temani oleh seseorang yang menghentikan Yahiko dan Ninja kegelapan, yang ingin berkuasa" jawab Tsunade.

"Yahiko? Kau pasti bercanda, Yahiko memilik jutsu yang hebat, bagaimana bisa kau mengatakan kalau ada yang berhasil membunuhnya" Jiraiya tidak percaya.

"Kau kenal Yahiko?" Tsunade menatap Jiraiiya.

"Dia dulunya adalah muridku, tapi setelah berhasil menguasai Jutsu Abadi, ia meninggalkanku. Dan juga sudah melampauiku" desah Jiraiya

"Begitu, ya. Kalau memang orang yang mengalahkan Yahiko itu bersama Sakura, itu artinya kau juga tidak bisa menangkap dan membunuh Sakura begitu saja "

"Sudahlah", Jiraiya menarik nafas, ia tidak peduli apakah Yahiko benar-benar mati atau tidak. "Yang pasti aku akan membawa kepala wanita itu padamu, tidak peduli jika ia ditemani oleh orang hebat. Dan aku minta bayaran, jika itu berhasil"

"Apa itu?"

"Kau jadi budak sex ku, selama yang aku mau, sampai aku puas" seringai Jiraiya muncul, membayangkan wanita menggiurkan itu menjadi budak sex nya.

"Jiraiya…" kembali Nagato menggeram.

"Seumur hidup pun aku mau, jika itu berhasil kau lakukan" jawab Tsunade sama sekali tidak peduli.

"Tsunade-sama" seru Nagato. Ia sama sekali tidak rela membayangkan orang yang ia hormati di perlakukan seperti binatang oleh bajingan tua seperti Jiraiya.

Dan tampak Tsunade mengabaikan Nagato.

"Aku ikut Tsunade-sama. Aku juga akan membawa kepala gadis itu untukmu" Nagato mengimbuhkan.

"Kalau begitu kita akan bersaing, Kurus" sahut Jiraiya menanggapi Nagato.

"Saat aku yang berhasil, jauhi Nona Tsunade" Nagato menantang Jiraiya.

Jiraiya mendengus menyetujui.

"Aku juga ikut!" sahut Sasori.

Melihat antusiasme nya Sasori, Nagato mengangguk sambil tersenyum. Di banding Jiraiya, menurut penilaian Nagato, Sasori jauh lebih baik. Beda dengan Jiraiya yang memikirkan sex semata dengan Tsunade. Sasori setidaknya memiliki rasa suka pada Tsunade. Dan itu masih lebih baik.

"Kalau aku, asalkan kau memberiku makanan banyak" Chouji yang dari tadi diam, kini ikutan berbicara. Untuk yang satu ini tidak perlu di khawatirkan oleh Nagato.

"Kapan kami bisa mulai, Tsunade?" tanya Sasori menujukan kalau ia makin tidak sabar.

"Seperti apa wajahnya, kalau sekedar berambut merah muda, kan banyak. Grauppp!" Chouji menambahkan sambil melahap makanannya.

Tsunade menatap Chouji. Sementara yang di tatap, nampak tidak acuh, ia malah makin lahap dengan makanannya.

"Benar… aku sudah memiliki sketsa wajahnya" jawab Tsunade.

"Sebelum berangkat, aku ingin meminta jatahku" Jiraiya malah menatap selangkangan Tsunade.

"Hey… seharusnya giliranku" Sasori menimpali.

"Kita gantian saja"

"Tidak, Jiraiya! Untuk kali ini, cukup Sasori saja" jawab Tsunade menengahi pertengkaran yang akan di mulai antara Sasori dan Jiraiya.

"Apa?"

"Ini hukuman untukmu. Karena muridmu yang telah membunuh Dan Kato" jawab Tsunade sambil menarik Sasori.

"Woy.. dia itu mantan muridku, dan aku tidak ada hubungannya"

"Tetap saja. Sekarang cepatlah menemukan Sakura, atau aku tidak akan pernah menjatahimu lagi. Bahkan jatah dari para maidku" ketus Tsunade, "Dan kalian harus hati-hati, si kembar tak berperasaan sebentar lagi juga akan datang" imbuh Tsunade sambil meninggalkan yang lain.

"Masih ada lagi selain kami?"

"Hm.. Dikenal sebagai pasangan Emas dan Perak, Gin dan Kin"

"Nyonya Tsunade, aku minta pamit, ada yang harus kulakukan sebentar"

Tsunade mengangguk sebelum hilang di balik pintu bersama Sasori

Jiraiya menatap Chouji yang makin berisik dengan makanannya. Selanjutnya ia menatap Nagato yang mulai meninggalkannya.

Jiraiya malah kesal. Tapi karena masih tidak mau rugi, ia merapatkan kupingnya di dinding kamar yang baru saja tsunade dan Sasori masuki.

Suara berdecit dan benturan paha terdengar ke luar kamar, membuat si Bandot tua seperti Jiraiya merasa panas dingin. Ia makin memaki-maki karena bayangannya yang ingin menikmati tubuh Tsunade, tidak tersampaikan.

Dan akhirnya para maid yang ada pun menjadi tujuan Jiraiya.

Jiraiya meninggalkan tempatnya, sementara erangan Sasori mulai mendominasi dari pada erangan Tsunade.

Brakk!

Sebelum Jiraiya beranjak, suara pintu di dobrak dengan paksa terdengar.

Jiraiya menoleh ke sumber suara. Nampaklah oleh Jiraiya, dua pria yang sangat mirip rupa, yang membedakan adalah warna rambut mereka, yang satu berwarna kuning kekemasan dan yanglain berwarna putih keperakan.

"Kami ingin menemui Tsunade" sergah pria berambut kuning, kalau menilik dari perkenalan melalui Tsunade tadi maka dialah yang bernama Gin.

"Tsunade sedang bersenang-senang" kali ini dengan sikap tidak peduli Chouji yang menjawab, ia tetap asyik menikmati makanannya.

"Hey Kak Gin" adiknya yang beramput putih keperakan, bernama Kin berbicara sambil melangkah ke tempat Chouji, "Aku menemukan mainan baru" serunya lagi.

"Hey, Gendut! Aku minta makanannmu" Kin mengulurkan tangannya, hendak meraih makanan yang ada di depan Chuouji.

Wutt!

Chouji dengan kecepatan luar biasa, Chouji mengayunkan goloknya. Kin juga tidak kalah cepat, ia menghindari bacokan pria gendut tadi.

"Aku akan membunuhmu, kau berani sekali memanggilku gendut. Lalu kau ingin mengambil makananku. Karena kedua hal itu, aku akan membencimu" Chuji langsung menyerang sambil mengayunkan pedangnya dari atas ke bawah.

Plak!

Kin menahan lengan Chouji yang mengayun memegang pedang.

"Hiaaaah...!"

Chouji melepaskan tangannya dan menebaskan pedangnya ke samping, tapi pedang itu segera meliuk dan jadi menghujam ke dada Kin.

Suuut...!

Kin melompat miring, pedang itu lolos dari sasaran. Kaki Chouji segera menendang siku lengan yang memegangi pedang itu.

Bet!

Plaak!

Dengan sigap, tangan Chouji yang bebas menahan tendangan Kin.

Tapi begitu serangannya di tahan, Kin memutar tubuh dan melayangkan tendangannya dan mengenai dada Chouji.

Buk!

Sungguh hebat dan kuatnya tendangan Kin, badan Chouji yang tambun itu terlempar dan melayang menghantam dinding.

Bruk!

Hiyaa!

Dengan buru-buru Chouji bangun dan menyerang kembali. Tendangan keras dari Kin nampak tidak memberikan pengaruh padanya.

Wuss!

Tiba-tiba terasa aneh, gerakan Chouji dan Kin yang tadi ingin saling menghantam berhenti di tengah jalan.

"Lepaskan aku, Sasori!" teriak Chouji

Chouji yang mengenal kalau pemilik jutsu yang bisa mengendalikan tubuh orang lain laksana boneka marionett.

Chouji dan Kin menoleh, mereka melihat Sasori sedang mengulurkan kedua tangan dengan jari yang membuka. Bagi Kin itu cukup aneh. Tapi bagi Chouji yang merupakan sahabat Sasori, tentu saja tahu, jika saja Sasori menggerakan jari-jarinya maka mereka berdua akan bergerak seperti mengendalikan mereka.

"Aku heran denganmu, tapi, aku bisa bebas dari sihir murahanmu!" ucap Kin, ia mulai menggerakan anggota tubuhnya. Ia mencabut pedangnya.

Sasori menggerakan kelima jarinya dan hasilnya adalah, Kin malah mengarahkan pedangnya ke lehernya sendiri. Kin kaget.

"Diam! Atau ku buat kau memotong lehermu sendiri" ucap Sasori.

Gin yang melihat hal itu, maka ia pun bergerak sangat cepat dan muncul di belakang Sasori.

"Aku tahu, kau menggunakan string gaib, dengan itu, kau bisa mengendalikan tubuh mereka. Tapi aku merasa kalau string gaibmu tidak menempel padaku. Itu artinya aku bebas dan menggorok batang lehermu" Gin di belakang Sasori, bersuara perlahan seperti berbisik.

"Cukup Gin, Kin, Sasori. Aku menyewa kalian bukan untuk saling membunuh" suara Tsunade muncul dengan menutupi tubuh dengan kain seadanya.

"Hentikan keributan ini" imbuh Tsunade.

"Hey.. kak!" seru Kin pada Gin saat melihat Tsunade muncuk setengah telanjang, "Sepertinya wanita ini terganggu, bagaimana kalau kita memuaskan dia. Kau mau pilih mana. Depan atau belakang, buatku sama saja"

Jreng!

Akk!

Sebuah suara dawai kecapi di petik secara bersamaan. Dan hasilnya malah membuat Kin terlempar.

Gin yang masih berada di belakang Sasori kaget melihat adik kembarnya terlempar oleh suara kecapi tadi.

"Sudah kubilang, jaga ucapanmu pada Nyonya Tsunade" suara datar tiba-tiba muncul. Gin dan Kin menoleh. Di depan pintu telah berdiri Nagato.

"Ha…ha…ha… lain kali. Lebih baik kalian langsung bertindak dari pada berbicara. Kalau tidak, rangka yang di kebiri itu akan marah jika kalian berbicara seperti tadi" seru Jiraiya sambil tertawa.

"Sudah lah! Aku malas bertengkar hari ini" ucap Gin sambil melepaskan pedangnya yang menempel di leher Sasori. "Hey, Oppai besar, apa yang harus kami lakukan"

"Temukan. Wanita berambut merah muda bernama Sakura, bunuh dia. Sketsa wajahnya ada di ruanganku yang lain" sahut Tsunade.

"Tidak perlu bertanya lebih, temukan dan bunuh dia, hadiah apapun yang kalian mau akan ku penuhi jika kalian berhasil" Tsunade memotong ucapan Kin yang kelihatan hendak bertanya.

"Sasori bebaskan mereka, dan lanjutkan pekerjaan kita tadi" perintah Tsunade lagi, selanjutnya ia meninggalkan yang lain kembali kekamarnya.

...

SSS

...

Meski matahari sudah mulai setengah perjalanan menuju peraduannya. Sesosok bertubuh kurus, berambut merah sedang duduk bersila. Sebentar ia menatap langit di bawah pohon rindang. Jari jemarinya menari di atas kecapinya.

Tidak jauh dari tempat pria tadi, terdapat pula di atas jalanan rombongan dengan pedati sedang melintas. Sebagian ada yang berjalan kaki sambil menenteng berbagai alat musik. Sementara para wanitanya berada dalam pedati. Sesekali terdengar tawa dan canda dari para gadis tersebut.

Kalau di lihat, bisa di duga mereka adalah kelompok pemusik panggilan. Mereka memang berencana akan melakukan pertunjukan di desa yang ada di depan mereka.

Datang dari jauh membawa duka.

Merambah hutan belantara

Dekat menebarkan luka.

Mencerca tanpa bersuara

Meski di hati dendam membara.

Mencari durjana penyebab sengsara.

Para rombongan itu tiba-tiba berhenti begitu mendengar alunan suara kecapi yang di petik oleh pria berambut merah dan bertubuh kurus tadi. Tawa dan canda para gadis itu pun berhenti seketika.

Meski untuk orang biasa, alunan musik itu sangatlah indah. Tapi bagi seniman musik seperti mereka, alunan musik itu terdengar menyimpan kesedihan dan rasa sepi.

"Suara itu sangat indah, tapi menyimpan kesedihan mendalam" salah seorang yang membawa gendang mulai buka suara.

"Benar sekali. Rasa-rasanya, di antara kita mungkin tidak ada yang menandingi permainan kecapinya" sahut yang lain, ia juga membawa kecapi.

Semua setuju. Mereka menoleh ke pria yang tempatnya agak jauh di depan mereka. Maka mereka pun bergegas menemui dan berusaha mengajak bicara pada pria yang berambut merah tadi.

"Tuan!" Sapa salah seorang di antara mereka, "Kalau saja Tuan merubah nada yang terkandung dalam petikan tuan tadi, tentu akan sangat indah"

Mendengar ucapan salah seorang rombongan itu, si pemilik kecapi itu mengangkat kepala. Tapi itu hanya sesaat, sebentar kemudian ia kembali menundukan kepala menatap dan melanjutkan memainkan alat musiknya.

Merasa tidak di gubris oleh yang di ajak bicara, mereka akhirnya rombongan itu memilih juga untuk mengabaikan si pemetik kecapi tadi.

"Mungkin dia tuli"

"Aku benci pemusik seperti kalian" untuk kali pertama, si pria rambut merah mulai bicara, "Bagus kalau kalian segera pergi" imbuhnya.

Nada mengusir tanpa jelas penyebabnya itu, membuat mereka tersinggung.

"Kurang ajar! Kau pikir kau raja huh!" bentak pria yang paling besar di antaranya, perangainya yang kasar dan temperment membuat ia yang mengawali naik pitam.

"Hajar saja si kurus ini, sekali remas dia juga akan mampus!" yang lain yang tersinggung juga ikut-ikutan memanasi.

Srettt!

Pria kasar tadi melolos pedangnya dengan sikap mengancam. Meskipun dalam keadaan marah, namun
Pria itu tetap saja tidak sudi berbuat curang. Laki-laki ini belum juga melancarkan serangan, karena pemain kecapi itu masih saja menundukkan kepalanya.

Sikapnya benar-benar tidak peduli. Membuat pria kasar tadi menjadi kehilangan kesabaran. Ia tidak peduli, jika di katakan curang karena menyerang orang yang tidak siaga.

Wuss!

Pria kasar tadi menerjang.

Lelaki kurus pemetik kecapi tadi meliukan tubuhnya untuk menghindari sambaran pedang. Usai berbuat demikian. Ia menyodorkan kecapinya tepat mengenai perut si pria kasar tadi.

Duk!

Pria kasar tadi terjajar mundur sambil memegangi perutnya. Wajahnya nampak meringis menahan sakit. Sementara si pemetik kecapi kembali duduk bersila dengan posisi siap memetik kecapinya

"Kurang ajar! Beri dia pelajaran agar lain kali tidak bersikap sombong dan memandang rendah orang lain!" perintah pria berwajah kasar mengisyaratkan beberapa orang rekannya untuk menghajar lelaki
pemetik kecapi itu. Ia juga sadar kalau si pemetik Kecapi itu bukanlah orang sembarangan.

"Haaat..!"

Si pemetik Kecapi tahu kalau mereka bukanlah rombongan pemusik sembarangan pula. Mereka semua di bekali dengan keahlian bela diri.

Baik di gunakan untuk bertarung melindungi harta mereka, maupun di pakai sebagai bagian pertunjukan di atas panggung.

Wuttt! Wuttt...!

Enam batang senjata berkelebat mengancam seluruh tubuh lelaki berambut merah itu. Namun
dengan masih bersila, tubuh orang itu mendadak melayang dan berpindah ke tempat lain. Maka senjata orang-orang itu hanya membabat rerumputan kering.

Pria berwajah kasar tadi kembali menyusul serangan.

Lelaki pemetik kecapi itu hanya menggeser tubuhnya sedikit untuk menghindari sambaran pedang lawan-lawannya. Lalu secara tak terduga kaki kanannya terangkat naik menghantam punggung orang yang terdekat yang saat itu sudah berada di depannya.

Zebbb!

"Heaaah...!"

Tapi pria berwajah kasar yang menjadi sasaran bukan orang bodoh. Mendapat serangan yang tak terduga itu, dia segera bergulingan menjauhi lawan sambil berteriak keras. Kemudian, cepat sekali pedangnya disabetkan ke arah kaki lawan.

"Mampus kau!" teriaknya yang merasa yakin kalau babatan pedangnya itu pasti akan memutuskan kaki lawan.

Namun untuk menjatuhkan si pemetik kecapi tidaklah semudah yang dibayangkannya. Karena pada saat yang tepat, kaki si pemetik kecapi telah lebih dulu menendang cepat ke arah punggung.

Bettt!

Dugkh!

"Aaakh...!"

Terdengar jerit kesakitan ketika ujung kaki lelaki pemetik kecapi itu menghantam punggung tepat dan keras. Tubuh pria tadi itu langsung terpental hingga beberapa meter jauhnya. Dia segera bergegas bangkit berdiri. Wajahnya tampak menyeringai menahan rasa nyeri yang hebat di punggung.

"Uhhh...! Bangsat kau...!" pria berwajah kasar tadi makin maarah ia mengulang serangannya.

Ting! Ting!

"Aaakh!"

Leher pria berwajah kasar tadi tiba-tiba terpenggal bersamaan bunyi dawai kecapi yang di petik satu-satu.

Rekan yang lain membelalak menyaksikan kehebatan yang di hasilkan oleh suara petikan tadi. Seolah-olah kalau ada pedang kasat mata yang memotong leher pria tadi.

"Jutsu Gila!" seru salah satunya.

Mereka sesaat saling tatap. Dan akhirnya di putuskan untuk menyerang bersama-sama.

"Haat!, heyaat!"

Creeeng! Jreeeng!

"Aaaakh…aaah!"

Jeritan menyayat terdengar seketika. Ketika pria kurus tadi memetikan jarinya memetik dawai kecapinya secara bersamaan

Mereka semua terlempar kebelakang laksana di dorong oleh kekuatan tidak nampak. Tidak hanya itu tubuh mereka pun penuh luka sayatan. Bahkan sampai ada yang terpotong beberapa bagian.

"Kyaaaa…" jeritan terdengar dari para wanita.

Begitu mendengar keributan, mereka mencoba cari tahu apa yang terjadi. Dan mereka justeru menjerit mendapati rekan pria mereka telah bermandikan darah dengan kondisi tubuh yang terpotong-potong.

"Kau iblis!"

Jerit salah satu di antara para wanita itu. Tapi..

Ting!

"Ukh!"

Belum sempat ia melanjutkan ucapannya, tubuhnya sudah terbelah dua.

"Kyaaa…"

Sekali lagi para wanita itu menjerit kaget.

Ting! Ting!

Tubuh para wanita itu tumbang dengan tubuh yang seperti habis di bacok.

Pria berambut merah itu menarik sudut bibirnya, lalu meninggalkan tempat itu dan membiarkan mayat-mayat korbannya begitu saja.

-SSS-

Sasuke dan Sakura tengah duduk di sebuah kedai sambil menunggu pesanan makanan mereka.

"Gila!" gerutu salah seorang pengunjung kedai, "Sampai kapan si keparat itu membunuh para pemusik yang kita undang?"

Sakura dan Sasuke saling tatap, keduanya nampak serius dan penasaran mendengar gerutuan salah seorang pengunjung tadi.

"Tapi tidak hanya pemusik yang kita undang. Pemusik undangan lain juga mengalami hal yang sama. Sepertinya keparat ini, sangat membenci pemusik" yang lain menimpali.

"Benar sekali, bahkan kali ini lebih mengerikan lagi. Kalau sebelumnya ia hanya membacok para korbannya. Tapi kali ini ia memotong-motong tubuh korbannya dan membiarkan begitu saja" timpal yang lain.

Sasuke dan Sakura makin penasaran. Tapi itu tidak berlangsung lama karena pesanan mereka sudah datang. Mereka berdua lebih memilih untuk menikmati pesanan mereka dari pada mendengarkan perbincangan pengunjung lain. Mereka juga yakin kalau para pengunjung itu tidak memiliki info yang bisa mereka ketahui lebih jauh.

"Sasu, aku penasaran pada pembunuh itu" suara Sakura di sela-sela santapnya. Ia sedikit berbisik karena tidak ingin ada yang mengetahui.

Sasuke menatap sekilas pada Sakura sambil tersenyum.

Ia kembali melanjutkan makannya.

Sayangnya, suara Sakura yang pelan masih bisa di dengar oleh salah satu pengunjung kedai.

"Hey.. Nona manis. Untuk apa kau mencari pembunuh itu, biarkan saja. Kau juga akan terbunuh nanti. Lebih baik kau melayaniku di ranjang. Sangat di sayangkan jika tubuh mulus dan menggiurkan yang kau miliki di buat cacat oleh pembunuh itu" usai berkata demikian pria tadi tertawa terbahak-bahak di ikuti oleh rekannya yang lain.

"Kurang Ajar!" Sakura langsung berdiri dan menatap tajam pada pria tadi. Ia sangat tersinggung merasa sangat di lecehkan oleh pria tadi.

"Sakura" Sasuke memegang tangan Sakura agar bersabar.

"Huuuh!" Sakura kembali menjatuhkan pantatnya dengan kasar mendengar larangan Sasuke. Ia menjadi kehilangan selera makan akibat marahnya yang sempat membuncah.

"Sabarlah Sakura, jangan membuat keonaran, kita hanya sekedar lewat" Sasuke menenangkan kekasihnya.

Sejak bersama Sakura hampir setahun. Sasuke mengetahui sifat Sakura yang lain. Sakura sangat gampang penasaran, lalu yang lain, Sakura begitu mudah tersinggung. Tapi beruntunglah, Sakura juga penurut, seperti sekarang ini, meski sedang marah, ia tetap mengikuti permintaan Sasuke agar bersabar dan mengendalikan diri.

Sasuke cuma tersenyum menatap wajah cantik kekasihnya yang cemberut sambil menopang dagu.

"Dengarkan saja perintah kawanmu itu. Atau mungkin dia setuju kau melayaniku di ranjang", kembali pria bercambang yang tadi menggoda Sakura, "Benarkan sobat" kali ini ucapannya di tujukan pada Sasuke.

Sasuke tiba-tiba kehilangan senyumnya. Kali ini ia juga tersinggung. Ia berusaha memaafkan ucapan pria bercambang tadi dengan diam dan mengajak Sakura agar bersabar. Tapi kali ini, Sasuke juga mulai marah.

Sedangkan Sakura, ia kembali naik pitam. Ia berdiri dari tempatnya.

"Sakura" kembali suara Sasuke terdengar, tapi kali ini kedengaran menggeram.

"Sasuke, ku mohon, biarkan aku menghajar pria brengsek tidak tahu diri itu" kali ini Sakura memohon. Ia berharap Sasuke kali ini tidak melarang keinginannya.

"Kali ini aku memintamu usahakan jangan sampai membunuhnya" Meski Sasuke menggeram. Sasuke tetap tidak ingin Sakura menjatuhkan tangan terlengas pada pria yang akan menjadi lawannya.

Sakura seperti mendapat angin segar mendapat izin dari kekasihnya. Ia menunjukan seringainya pada pria bercambang tadi.

"Hati-hatilah.. Sakura" meskipun tidak meragukan kemampuan Sakura, tapi Sasuke tetap saja selalu menghawatirkan kekasihnya.

"Aku hanya ingin mengetahui, apakah kemampuannya sebesar omongannya. Tapi kalau terpaksa aku akan membunuhnya" jawab Sakura tanpa menoleh pada Sasuke.

"Hn…" Sasuke tidak jadi melanjutkan makannya. Ia kini mengawasi Sakura, sambil memegang gagang pedangnya. Ia siap melepaskan jutsu Kagutsuchi miliknya jika Sakura kalah dari pria cambang tampang menyebalkan itu.

"Majulah kesini makhluk keparat tak tahu di untung" ejek Sakura. persilangan garis hitam sudah muncul di dahinya dan mulai menjalar keseluruh tubuh.

Sementara pengunjung yang takut perlahan tanpa antri meninggalkan kedai itu. Mungkin mereka sudah sering menyaksikan pertarungan dahsyat dari para Ninja atau para pendekar, yang bisa di katakan petarung pilihan.

Pria cambang tadi bukannya tidak melihat, ia hanya mengabaikan karena ia lebih tergiur pada tubuh Sakura yang mungil tapi menggiurkan yang cuma di bungkus gaun qipao itu.

Pria itu melancarkan serangan dahsyat pada Sakura. dengan ini bisa di tandai kalau pria cambang itu bukanlah pepesan kosong.

Sakura mendengus, dengan gerakan lincah, kedua kakinya melangkah kesamping menghindari serangan pria cambang itu yang datang menderu-deru. Ketika serangan datang makin cepat. Tangan kiri Sakura bergerak memapaki serangan yang mengarah ke perutnya.

Plakk!

"Yeaaah!"

Teriakan parau kembali terdengar dari pria cambang itu. Ia sudah yakin sekarang. Sakura tidak bisa ia lumpuhkan begitu saja kecuali dengan kerja keras.

"Haaaiit!"

Sakura tidak gentar menyambut serangan lawannya. Sebentar saja keduanya sudah mulai terlibat pertarungan seru.

Tapi itu tidaklah berlangsung lama.

Ketika pria itu menambah kekuatannya pada serangan.

Sakura mulai menunjukan kebolehannya.

"Hiaat!"

Sakura menggeser tubuhnya kesamping menghindari serangan lawannya. Dengan cepat Sakura menebaskan tangannya mengancam pelipis lawan. Tapi itu hanya gerakan tipuan. Begitu pria cambang mencoba mengelak. Serangan kaki Sakura menghantam dadanya.

Buagh!

"Aakh!"

Pria tadi kontan memekik. Tubuhnya terjajar kebelakang. Dan kesempatan bagi Sakura, ia dengan cepat menarik belatinya.

Jlebb!

Tapp!

Meski pria bercambang berhasil menahan lengan Sakura, tapi gerakannya masih kalah cepat. Ujung belati Sakura telah menancap dada pria cambang.

Karena tidak dalam dan membahayakan, tikaman Sakura masih belum menghabisi sisa umur pria cambang. Ia malah memegangi tangan Sakura dengan kencang dan bersiap melakukan serangan balasan..

Ia sedikit membelalak ketika Sakura justeru menyeringai. Dan..

"Cuh!"

"Aaakh!"

Sakura sedikit menyemburkan ludahnya. Pria itu menjerit keras sambil memegangi wajahnya yang di sembur oleh Sakura. Beberapa saat kemudian ia tewas dengan tubuh menghitam.

Melihat lawannya sudah terkapar, Sakura mendengus masih kesal, "Hey kalian!" bentaknya pada rekan pria bercambang tadi, "Jika kalian tidak ingin senasib dengan sampah ini. Pergi dan bawa bangkai keparat ini"

Meskipun berwajah cantik, tapi mendapati tatapan pembunuh dari Sakura, membuat rekan pria bercambang tadi menjadi ketakutan. Mereka pun mengikuti perintah Sakura.

Melihat sudah selesai, Sasuke beranjak dari tempatnya dan membayar makanan mereka termasuk ganti rugi kerusakan yang di timbulkan oleh kekasihnya dan pria cambang tadi.

"Tu..tuan. ini terlalu banyak" sahut si pemilik kedai antara tidak percaya dan senang.

"Ambil saja, anggap saja itu adalah traktiran untuk pelangganmu yang tadi tidak sempat membayar, karena ketakutan akibat kekasihku yang mengamuk"

"Terima kasih Tuan" jawab pemilik kedai senang. Mungkin ia akan menutup awal kedainya. Bayaran yang di berikan Sasuke sudah jauh melebihi keuntungan dari hasil satu minggu.

"Huh! Dia tidak ada apa-apanya" gerutu Sakura ketika Sasuke mengajaknya pergi.

"Tentu saja. Di racuni gitu" sahut Sasuke melenggang pergi mendahului Sakura.

Sasuke juga ragu, bisa mengalahkan Sakura jika bertarung dengan tangan kosong, bukan karena Sakura lebih kuat. Melainkan senjata racun jika di aktipkan dalam tubuh Sakura. semakin di lukai justeru semakin mengancam bagi lawan.

"Aku juga tidak akan mampu" imbuh Sasuke perlahan tapi masih di dengarkan oleh sakura.

"Sasukeee.." Sakura menggerutu. Kekesalannya makin bertambah, karena merasa di ledek kekasihnya.

Dan hasilnya, Sasuke harus merelakan indera pendengarannya di isi omelan kekasihnya.

...

...

...

...

TO BE CONTINUE

.

.

.

He… he… he… karena ini awal semester baru, kayaknya bisa deh update kilat, nggak terlalu sibuk soalnya.