PROLOGUE
Bagi Viktor Nikiforov, menjadi salah satu prajurit terbaik Rusia adalah suatu kehormatan, sekaligus suatu petaka tersendiri.
Di usianya yang sudah menginjak kepala tiga, ia saat ini memimpin pasukan perdamaian Rusia di salah satu daerah konflik di Afrika Utara. Konflik vertikal antara rakyat dan pemerintah yang memuncak pada upaya separatisme telah terjadi selama bertahun-tahun disertai dengan pengungsi serta korban yang sudah mencapai angka ratusan ribu jiwa, membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa akhirnya menurunkan pasukan dari salah satu negara terkuat di dunia itu, berharap dengan demikian masalah bisa segera terselesaikan.
Namun tampaknya, tak semua pihak lantas setuju. Penolakan dari kedua kubu yang tengah berkonflik semakin memburuk, dan satu-satunya kesepakatan yang pernah mereka buat adalah menjadikan pasukan perdamaian organisasi negara-negara di dunia itu sebagai musuh bersama.
Konvoi dan patroli harian di daerah pinggiran ibukota yang seharusnya berjalan lancar berubah bencana ketika Viktor dan pasukannya tiba-tiba saja diserang. Beruntung mereka selamat, dan dapat menangkap beberapa militan untuk kemudian diinterogasi. Namun naas, salah satu peluru menembus bahu sang komandan, membuatnya cukup banyak kehilangan darah.
"Salahmu dan kepribadian divamu itu," ujar Yuri Plisetsky, prajurit termuda di bawah komandonya, ketus. Tandu membawa Viktor ke tenda beremblem Palang Merah tak jauh dari lokasi—terlalu berisiko jika ia harus menunggu hingga tiba di kamp pasukan Rusia, sementara Dokter Plisetsky yang tengah sibuk merengut tak membawa peralatan lengkapnya. Viktor hanya tersenyum meringis, dengan mata memicing ditimpa sinar mentari nan garang khas Benua Hitam.
Viktor menunggu di dalam tenda yang penuh sesak oleh sesama prajurit, penduduk sipil, hingga militan yang tertangkap dan terluka. Ia tak pernah bisa berhenti kagum pada jiwa paramedis yang tergabung dalam ICRC, memberikan bantuan pada pihak manapun tak peduli apakah ia kawan atau lawan.
Yuri akan berseloroh "dasar naif" dengan nada sama ketus, tapi toh baginya Yuratchka kecil hanya kucing manis dengan cakar-cakar yang lupa digunting.
"Maaf menunggu, kau tak apa-apa? Bisa kulihat lukamu?"
Sebuah suara lembut menariknya kembali ke dunia nyata, membuatnya mendongak pada sesosok pemuda yang dengan cepat berlutut di samping tandu yang ia gunakan. Setelah sekian bulan berada di medan konflik, Viktor nyaris tak pernah lagi mendengar suara selain teriakan dan letusan. Suara dari pemuda berkacamata biru itu membuat telinganya berjentik saking halusnya. Rompi merah terang dengan lambang palang merah yang ia gunakan tampak berwarna gelap di beberapa titik karena darah, sementara tanda pengenalnya menunjukkan tulisan "dr. Yuuri Katsuki", "Japan", dan sejumlah data lainnya.
Tangan sang dokter menyentuh tangannya yang tanpa sadar meremas erat bahu yang tertembak, menjauhkannya dari daerah luka. Mata itu mengernyit lalu menggumam 'luka tembak' pelan. Ia kembali mendongak, lalu kembali mengernyit—kali ini kebingungan—pada Viktor yang terus terdiam.
"...Sir...?"
Viktor tahu Yuri akan meneriakinya bila ia berkata begini, tapi di tengah peperangan...
"...Красивый..."
...ia menemukan malaikat.
Notes:
Красивый - Russian: Beautiful/lovely.
