Journey; perjalanan.
.
.
allihyun presents
Journey
Daiki/Satsuki Fanfiction
Semacam Fanon (maybe). Ficlet. OOC (maybe). Using given name 'cause its sounds cute :3
Kuroko no Basuke ( c ) Tadatoshi Fujimaki
Journey ( c ) allihyun
No profit gained from this fanfiction.
.
.
Dai/Suki : Journey
Menemukan Aomine Daiki dan Momoi Satsuki berjalan bersisian bukanlah sebuah keajaiban. Banyak spekulasi mencitrakan mereka sebagai sepasang kekasih, atau minimal sedang dalam masa penjajakan untuk mengenal lebih dekat satu sama lain.
Tapi, bukan itu.
Mereka adalah sahabat, mengenal satu sama lain bukan karena keinginan, lebih pada kebiasaan. Rumah Daiki yang tepat berada di sebelah rumah Satsuki lebih dari cukup untuk menjadi alasan keduanya saling bertatap muka sampai pada tahap terbiasanya mereka menjumpai pintu kamar masing-masing. Adalah sebuah kewajaran menemukan Daiki tergeletak tanpa kesadaran dengan wajah berselimutkan majalah Mai-chan di kamar Satsuki. Dan tidaklah aneh jika melihat wajah menggerutu Satsuki setiap kali masuk ke kamar Daiki dan selalu menemukan berbagai barang tidak berada pada tempatnya.
Mereka adalah sahabat, komplemen bagi diri satu sama lain.
.
.
Maka ketika sore ini mereka kembali pulang bersama, setelah bertahun-tahun lamanya juga pulang bersama, tidak ada hal yang tidak biasa yang harus diperhatikan secara khusus. Rute yang mereka tempuh masih sama, jalan memutar yang membuat mereka melewati lapangan basket tempat mereka sering menghabiskan waktu ketika mereka masih belum menginjak usia sepuluh. Berjalan bersisian hampir tanpa kata. Daiki masih memilih berjalan di sisi luar jalan sehingga (tanpa) sengaja Satsuki akan terlindung dari apapun yang melintas di jalan nantinya. Bukan sebagai bentuk sikap gentle Daiki sebagai laki-laki, hanya saja Daiki dan Satsuki sudah terlalu terbiasa dengan formasi seperti itu sebagaimana terbiasanya mereka dengan keberadaan satu sama lain. Jika Tetsuya dulunya adalah bayangan Daiki, maka Satsuki adalah jejak yang akan terus bersama kemanapun kaki Daiki melangkah.
Sesekali Satsuki membuka mulutnya untuk mengomentari hal-hal yang dia anggap menarik dan Daiki akan meresponnya dengan wajah menguap yang sama. Setelahnya, Satsuki akan mengucap serapah atas ketidakpedulian Daiki (hanya main-main, tentu saja) dan lagi-lagi Daiki hanya akan menguap (seolah-olah menguap adalah kegiatan paling menyenangkan di dunia) sambil berucap Satsuki berisik.
Semua berjalan seperti biasanya. Tidak ada yang berbeda.
Setidaknya sampai Satsuki menghentikan langkahnya di depan pagar pintu rumahnya. Dengan nada suara yang juga masih sama, Satsuki mengucap silabel nama Daiki,
"Dai-chan!"
Daiki yang baru saja akan membuka pagar pintu rumahnya yang bersebelahan dengan rumah Satsuki menghentikan laju langkahnya dan menengok malas,
"Hm?"
"Ettoo… Kalau nantinya Dai-chan tidak ada aku, pasti kau akan baik-baik saja kan?"
Daiki mengerjapkan matanya. Satu, dua, tiga.
"Hah? Kau ini bicara apa Satsuki?"
"Jawab saja pertanyaanku, Dai-chan! Katakan kau akan baik-baik saja, ya ya ya?"
Daiki menguap lagi, lalu memangkukan tangannya di pagar dan menatap Satsuki dengan tatapan kau-salah-pake-warna-bra-hari-ini dengan setengah hati.
"Aku bukan bayi jadi aku tidak mengerti kenapa aku harus tidak baik-baik saja kalau kau tidak ada, Satsuki."
"Kaujanji tidak akan membuat onar dan membolos latihan basket lagi?"
"Wakamatsu akan membuat telingaku pecah kalau aku melakukannya."
"Janji jangan pernah membuat Sakurai ketakutan lagi?"
"Hah? Aku kan hanya minta dia membuatkan aku bento berbentuk Mai-chan!"
"Kau memperalat kebaikan Sakurai, Dai-chan! Pokoknya kau jangan terlalu membuat Sakurai takut, jangan sering bolos jam sekolah juga, jangan terlalu sering tidur-tiduran di atap nanti kalau kau ketiduran di sana tidak akan ada yang membangunkanmu!"
"Berisik Satsuki! Aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu apa yang aku lakukan."
"Baguslah kalau begitu, Dai-chan!"
Satsuki tersenyum, lembut, sangat lembut, terlalu lembut, hingga Daiki harus mengamati senyum itu dengan mata sedikit memicing. Keheranannya pada keganjilan sikap Satsuki yang membuat Daiki akhirnya mengalihkan atensi dari senyum Satsuki. Mulutnya sudah setengah terbuka untuk bertanya ketika Satsuki duluan yang menuntaskan keganjilannya sore itu.
"Minggu depan, aku akan pindah ke Iwafune."
Setelah itu Daiki tidak bisa mengelaborasikan segala hal di sekitarnya dengan benar. Yang diingatnya dari potret sore itu hanyalah lambaian surai merah muda Satsuki, senyum ganjilnya yang tak mencapai keping fuchsia-nya dan buku-buku jari Satsuki yang memutih karena mencengkeram pagar rumahnya terlalu kuat. Daiki mungkin bukan tipe pembelajar visual, tapi potret Satsuki di sore hari itu melekat kuat dalam ingatannya tanpa diminta.
Terlalu kuat, sangat kuat.
.
.
[part 1, end]
I must write something (sebelum otak saya bener-bener berdebu), so here I am.
Halooo, salam kenal saya baru di fandom ini.
Sebelumnya cuma suka main di kotak review dan lebih sering lagi jadi siders /krik. Dan oh well, terima kasih buat plotbunny yang jumpalitan di kepala sampai akhirnya saya berani-beraniin publish ficlet ini \O/ Tadinya mau continuation drabble tapi ternyata lebih dari 500word. Jadi yah anggap saja ini ficlet pendek/? ;wwwww; not gomen buat pake given name mereka. Daiki/Satsuki terdengar cuteee
Rencananya mau publish sehari sekali, buat memantik kerja otak saya yang mulai berkarat. Semoga kesampaian. Kalau enggak silahkantaboksajasayapakedaiki .-.
Semoga berkenan. Maaf kalo terkesan coretnyampahcoret.
Terima kasih sudah membaca, mind to review? ;)
Story only 628words
280314, hometown
allihyun.
