My Princess and My Sister

Disclaimer : Yamaha Corporation & Crypton Future Media

Warning : OC, OOC, AU, dll ;-)

Len terpisah dengan saudara kembarku dari bayi dan baru sekarang aku tau kalau dia adalah putri negeri ini, Rin Kagamine. Len ingin selalu berada di sisinya, sehingga Ryu Keino pun membantunya sebisa mungkin, bahkan dengan sebuah pengorbanan besar.

Maret 1890 (Len's PoV)

Namaku Len Haine, putra dari pasangan Ren dan Lin Haine, mantan pelayan istana yang sekarang bekerja sebagai tukang kayu. Aku dibesarkan dan didik bukan sebagai tukang kayu, melainkan sebagai seorang pelayan istana. Kata ayah, kalau umurku sudah 14 tahun, aku akan bekerja di istana sebagai servant (pelayan).

Hari ini aku menemukan sebuah foto di mana saat itu aku masih bayi. Aku tau dari warna rambutku yang honey yellow. Tapi di sampingku juga ada seorang bayi yang sangat mirip, bahkan tidak ada bedanya denganku. Dari wajahnya yang manis, sepertinya dia perempuan. Kami sedang berada di suatu tempat yang tidak kukenal. Sepertinya tempat yang mewah. Aku pun menanyakan tentang foto ini pada ayah Ren.

Tapi, saat aku menanyakan tentang foto ini wajah ayah jadi pucat. "Tou-san, doushite?" Ayah seperti sedang membicarakan sesuatu dengan ibu.

"Len sudah besar. Dia berhak tau semuanya." Lalu ayah mulai bercerita.

Desember 1885 (Normal PoV)

Tanggal 27 Desember Ratu Yellow Country melahirkan 2 orang anak kembar. Kakaknya perempuan, dan memang sudah ditetapkan anak pertama dari Ratu akan menjadi penerus Ratu. Tapi sang adik, yaitu seorang bayi laki-laki yang tidak diduga-duga kelahirannya itu tidak memiliki masa depan yang pasti. Kalau dia tetap tinggal di istana rakyat akan menentangnya.

"Ratu, saya mungkin bisa sedikit membantu.", kata Lin Haine, salah satu pelayan istana. "Saya..."

Belum sempat Lin menyelesaikan pembicaraannya, tiba-tiba prajurit Green Country mendobrak pintu ruangan tersebut.

"Kami diperintahkan untuk menangkap Ratu!" Ratu pun segera menghampiri para prajurit itu dan Lin melarikan diri sambil membawa Len Kagamine, si bayi laki-laki sementara Rin Kagamine, si bayi perempuan tetap berada di keranjang bayi dengan tertutup selimut sehingga para prajurit Green Country tidak dapat melihatnya.

Setelah itu Ratu di bawa ke Green Country dan sejak saat itu tidak terdengar lagi kabar tentangnya. Sementara itu Rin ditemukan oleh salah satu prajurit Yellow Country dan menjadi putri yang memiliki jabatan sama pentingnya dengan Ratu, hanya saja belum menjadi ratu yang sah. Rin Kagamine menjadi Ratu yang kurang bijaksana dalam bertindak karena usianya yang masih terlalu muda.

Sementara itu Lin dan Ren Haine, mantan pelayan istana dan pengawal kepercayaan ratu merawat Len Kagamine agar siap untuk hidup di istana suatu hari nanti bersama saudara kembarnya, walaupun mungkin identitas sebenarnya nanti tidak diketahui dan disadari siapapun.

1899 (Len's PoV)

Saat ini aku sudah berdiri di depan istana. Aku siap menjadi pelayan di istana, dan bertemu dengan saudara kembarku. Setelah mendengar cerita ayah beberapa tahun lalu, aku punya keinginan sendiri untuk menjadi pelayan istana. Aku ingin selalu berada di sisi saudara kembarku. Setelah beberapa lama menatap istana, aku pun masuk ke dalam dan langsung diantar oleh para pengawal menemui Putri Rin, saudara kembarku.

Saat melihatnya untuk pertama kalinya, aku agak terkejut. Wajahnya sangat mirip denganku. Rasanya muncul perasaan yang bergejolak di hatiku. Aku ingin sekali memeluknya, tapi...

"Jadi kamu pelayan baruku. Baik! Ini daftar pekerjaanmu.", katanya sambil memberiku secarik kertas. Isinya adalah tugas-tugasku setiap hari. Banyak sekali! Aku sampai terkejut. Mulai dari mencuci pakaiannya, membersihkan kamarnya, mengantarkannya makanan, sampai membeli barang di luar kota.

"Kenapa? Itu memang tugasmu sebagai pelayanku, kan?" Saat mendengarnya berkata seperti itu hatiku rasanya sangat sakit. Seperti teriris dan ditusuk jutaan panah. Tapi aku tetap berusaha tersenyum.

"Baik, Rin-sama. Saya permisi dulu." Aku pun meninggalkan ruangan itu dan langsung diantar ke kamarku oleh salah satu pelayan Rin yang lain. Rambut dark brown-nya agak acak-acakan, dan matanya agak sayu. Tapi sepertinya dia anak yang baik. Aku mencoba menyapanya.

"Ng... Hai! Namaku Len... Len Haine. Namamu siapa?" Anak itu berhenti berjalan dan menatapku. Awalnya pandangannya terlihat suram, tapi perlahan-lahan wajahnya mulai menjadi cerah. Dia membalas senyumku.

"Ryu Keino, panggil saja Ryu. Umurku 14 tahun dan baru jadi pelayan Rin-sama selama 3 bulan." Wah! Umurnya sama denganku! Memang sudah kuduga sih. Ryu mengantarku ke sebuah kamar. Bisa dibilang kamar ini lebih buruk dari kamarku dulu, bahkan jauh lebih buruk dari yang kubayangkan. Ryu menungguku sebentar, lalu ia segera pergi meninggalkan aku. Tapi saat ini aku sedang butuh seorang teman, sehingga aku menarik tangannya.

"Tunggu! Bisa aku bicara sebentar denganmu?"

Ryu's PoV

Namaku Ryu Keino, seorang anak yatim piatu yang bekerja di istana sebagai pelayan sekaligus koki pribadi Rin-sama.

"Tunggu! Bisa aku bicara sebentar denganmu?"

Tentu saja aku tidak bisa menolaknya. Aku memang sebenarnya ingin sekali mengobrol dengannya. Hanya saja aku tidak punya keberanian untuk memulai pembicaraan. Len mengajakku masuk ke kamarnya dan aku duduk di sampingnya di atas tempat tidurnya. Dia mendesah dan sepertinya agak cemas. Aku menatapnya sebentar. Tapi karena dia tidak bicara juga aku pun berdiri untuk segera pergi mengerjakan tugasku yang lain.

"Tunggu! Aku mau menceritakan sesuatu padamu!" Dia menggenggam tanganku. Baru kali ini ada yang mencegah kepergianku, sehingga aku pun duduk kembali di sampingnya. Seperti terhipnotis!

"Aku..." Len terlihat agak gugup "Sebenarnya nama asliku Len... Kagamine." Aku sangat terkejut! Tentu saja! Kagamine adalah nama dari keluarga kerajaan di istana ini! Pantas saja dari tadi aku merasa dia mirip dengan seseorang. Dia sangat mirip dengan Rin-sama. Malah sepertinya mereka hampir tidak memiliki perbedaan sama sekali! Aku memang pernah mendengar kalau Rin-sama sebenarnya memiliki adik kembar, tapi tidak kuduga Len-lah orangnya.

Aku mulai berbicara. Padahal biasanya kalau ada orang bercerita aku hanya diam dan mendengarkan.

"Len, apa aku boleh tau, kenapa kamu tidak menceritakan saja sebenarnya?" Aku melihat Len terdiam. "Kalau tidak mau cerita, tidak apa-apa. Kalau begitu aku pergi dulu..." Tiba-tiba Len mencegahku berdiri.

"Aku akan cerita, jadi jangan pergi." Aku melihat mata birunya yang memancarkan tatapan memohon. Aku pun mendekat ke Len dan mendengarkannya bercerita.

"Aku ingin selalu berada di sampingnya dan melindunginya. Tapi aku tidak akan bisa melakukan hal itu kalau aku dipenjara." Dipenjara? Kenapa dia harus dipenjara?

"Kamu belum tau, ya?" Aku menggeleng "Sudah menjadi peraturan kalau anak pertama Ratu negeri ini menjadi pemimpin negara berikutnya. Tapi kelahiranku tidak pernah diduga sebelumnya, sehingga kalau aku sudah besar pasti banyak yang menentang keberadaanku yang tidak berguna ini di istana. Lama-lama aku bisa dipenjara juga, kan?" Aku berpikir sebentar. Kasihan sekali Len. Pasti hatinya sakit menerima perlakuan Rin-sama yang agak egois.

"Aku harus pergi. Tugasku masih menumpuk. Kamu juga sebaiknya segera pergi mengerjakan tugasmu sebelum Rin-sama marah." Kali ini Len membiarkan aku pergi. Dia masih duduk di kasurnya dengan tatapan sedih. "Sayonara, Len-sama.", kataku sambil menutup pintu. Aku segera berlari menuju dapur untuk memasak makanan untuk Rin-sama.

Len's PoV

"Sayonara, Len-sama." Aku tercengang mendengarnya. Dia memanggilku Len-sama? Padahal aku dan dia sama-sama seorang pelayan pribadi Rin. Ternyata benar, Ryu memang anak yang baik. Aku sepertinya merasa lebih tenang setelah bercerita padanya.

Aku mengambil daftar tugasku. Sekarang saatnya aku mengantarkan makanan pada Rin. Sebenarnya aku senang karena akhirnya aku bisa melihat Rin lagi, tapi entah kenapa hatiku agak sakit. Aku bangun dari tempat tidur dan keluar dari kamar.

Setelah bertanya pada beberapa pelayan lain, akhirnya aku menemukan letak dapur. Seorang koki berambut dark brown memberikan nampan padaku dan meletakkan makanan Rin di atasnya. Sepertinya aku mengenal koki ini, tapi wajahnya tertutup nampan makanan. Tapi tiba-tiba koki itu melihat ke arahku.

"Len! Jadi kamu yang mengantarkan makanan ke Rin-sama?" Ternyata koki itu Ryu.

"Ng... Gomen, Len-sama."

"Len saja." Aku jadi tidak enak melihatnya menunduk begitu padaku.

Ternyata tugas utamanya memang memasak. Pantas saja matanya sayu dan agak sembab. Pasti karena banyak memotong bawang. "Aku ikut, ya? Aku tinggal melepaskan celemek ini dulu." Lalu aku dan Ryu pergi ke kamar Rin. Pintu kamar Rin besar sekali. Pasti di dalamnya sangat luas. Aku mengetuk pintu.

"Rin-sama, saya mengantarkan makan siangmu.", kataku. Setelah beberapa menit akhirnya Rin membukakan pintu untuk kami.

"Taruh di meja itu.", katanya sambil menunjuk sebuah meja besar di samping tempat tidurnya. Aku menaruh nampan makanan sementara Rin mengkritik masakan Ryu tadi pagi. Ryu hanya bisa menunduk sambil mengangguk patuh. Aku jadi agak kasihan melihatnya. Aku pun memberanikan diri untuk berbicara agar suasana lebih tenang. Aku pun mulai berkata sambil tersenyum semanis mungkin.

"Ng... Rin-sama, anda ingin makan apa sebagai cemilan sore ini?" Rin menatapku tajam, lalu ia tersenyum. Wajahnya manis sekali saat tersenyum!

"Aku suka brioche dan secangkir teh hangat."

"Baik, Rin-sama. Kami permisi dulu.", kataku sambil menunduk. Entah kenapa aku merasa sangat senang ketika melihat senyuman Rin. Seperti sudah merasakan kebahagiaan hidup! Tapi saat aku dan Ryu hendak keluar kamar Rin mencegah kami.

"Tunggu! Maukah kalian menemaniku ke pantai?" Aku mengangguk, sementara Ryu hanya tersenyum, walau tipis sebagai jawaban iya.

"Bagus! Ayo pergi sekarang!" Kami pun keluar dari istana dan pergi ke pantai. Pantai terasa sangat panas, dan sepertinya Rin agak kepanasan. Dia mengipasi dirinya sendiri yang berkeringat. Aku pun memberikan kain yang aku bawa untuk mengeringkan keringatnya dan ikat rambutku untuk mengikat rambutnya. Rasanya aku makin kepanasan karena rambutku tidak diikat, tapi melihat Rin senang berada di pantai aku jadi ikut senang.

"Len, coba ke sini!", seru Rin memanggilku. Aku pun menghampirinya.

"Pejamkan dulu matamu. Ini kejutan!" Aku menurut saja. Setelah beberapa menit aku pun diperbolehkan membuka mataku. Rin memberiku cermin. Ternyata Rin membuat model rambutku menjadi sama seperti model rambutnya! Aku terlihat sangat mirip dengan Rin saat ini, sementara Rin yang rambutnya diikat terlihat mirip denganku.

"Sudah kuduga, kita itu mirip ya!" Rin tersenyum lagi. Kali ini senyumnya terlihat manis sekali dengan dihiasi sedikit tawa. Aku jadi ikut merasa bahagia. Aku pun membalas senyumnya.

"Benar, saya juga senang bisa mirip dengan Rin-sama."

"Kalau begitu, nanti di istana kamu coba pakai salah satu gaunku, ya!" Sebenarnya aku bingung mau berkata apa, tapi entah kenapa aku merasa tidak bisa dan tidak ingin menolak. Sehingga aku hanya tersenyum dan mengangguk.

"Saya akan melakukan apapun untuk kebahagiaan Rin-sama." Kulihat wajah Rin tersenyum. Aku ingin membuatnya selalu tersenyum seperti ini.

Ryu's PoV

Aku merasakan angin pantai yang sejuk. Sehingga walaupun udara terasa panas aku masih bisa menikmati angin. Ketika sedang asyik aku mendengar Len dipanggil oleh Rin-sama. Aku pun menoleh ke arah mereka. Aku melihat Rin-sama sedang merombak rambut Len sehingga mirip dengannya. Aku juga meliha rambut Rin-sama dikuncir dengan ikat rambut Len sehingga dia juga mirip dengan Len.

Mereka berdua terlihat mirip sekali. Naru kali ini akku melihat Rin-sama tersenyum dann tertawa seperti itu. Ternyata wajah Rin-sama manis juga. Aku tidak menyangka kalau Rin-sama terlihat begitu manis saat tersenyum. Entah kenapa ketika melihat Len dan Rin-sama sedang tertawa bersama aku jadi merasa ikut senang. Padahal mereka berada 100 meter di depanku.

Aku pun memutuskan untuk menghampiri mereka. Sebenarnya aku ingin ikut bersenang-senang bersama mereka, tapi karena kulihat sudah hampir jam setengah 3, aku pun memutuskan untuk hanya mengingatkan mereka untuk segera kembali ke istana karena sudah hampir waktunya cemilan.

Kami pun kembali ke istana. Selama perjalanan Len dan Rin-sama asyik bercanda dan tertawa. Mereka terlihat cocok sekali. Kalau saja Rin-sama tau kalau Len itu adiknya, aku yakin pasti mereka menjadi pasangan anak kembar yang akur. Tapi sifat mereka begitu berlawanan. Len sangat rendah hati dan suka tersenyum, sedangkan Rin-sama agak sombong, egois, dan dingin. Memang kelihatannya Len tidak keberatan dan sepertinya dia menyayangi Rin-sama apa adanya.

"Kenapa kamu melihat kami seperti itu?" Aku terhenyak mendengar seruan Rin-sama. Tanpa sadar aku terus memperhatikan mereka dari tadi. Aku sangat takut Rin-sama marah karena kadang dia bisa seenaknya memutuskan hukuman berat seperti penjara dan hukuman mati.

"Ng... Gomen, Rin-sama" Aku hanya bisa meminta maaf sambil menunduk. Aku tidak berani menatap wajah Rin-sama secara langsung. Biasanya di saat-saat seperti ini dia akan memarahiku habis-habisan. Pernah aku mendapat hukuman cambuk yang lukanya masih bisa kurasakan sampai saat ini hanya karena aku salah memasukan bumbu saat memasak omelet.

"Ya sudah. Yang penting kamu sudah minta maaf." Eh? Rin-sama tidak marah, tapi hanya berkata halus seperti itu? Aku merasa sangat lega. Aku ingin mencoba tersenum kepadanya sekali saja. Aku pun mencoba menoleh ke Rin-sama sambil tersenyum.

"Arigatou, Rin-sama. Saya senang melihat Rin-sama tersenyum." Rin-sama terlihat terkejut mendengar perkaanku. Aku kan tidak pernah berbicara basa-basi kepadanya, termasuk membahas cuaca sekalipun. Rin-sama membuang mukanya dariku dan kembali mengobrol dengan Len. Apa aku tidak akan pernah mendapat senyumnya itu?

Beberapa lama kemudian kami sampai di istana. Aku pun meminta ijin kepada Rin-sama untuk pergi sambil menundukan badan.

"Rin-sama, saya akan membuat brioche dan teh hangat untuk cemilan Rin-sama. Apa ada pesanan lain?"

"Tidak. Sudah, pergi sana! Aku ingin melakukan sesuatu dulu di kamar. Ayo ikut aku, Len!"

"Tapi tugas saya banyak yang belum selesai..."

"Sudah, ikut saja!" Mereka pun pergi meninggalkan aku sedirian di depan aula istana. Lebih baik sekarang aku segera mulai membuat brioche.

Len's PoV

Tanganku ditarik oleh Rin untuk segera pergi meninggalkan Ryu. Sebenarnya aku kasihan pada Ryu yang dari tadi erus menerus mendapat perlakuan dingin dari Rin, tapi aku juga tidak tega menolak ajakan Rin. Setelah ini aku harus menemuinya.

"Nah Len, silahkan duduk dulu.", kata Rin setelah kami masuk ke kamarnya. Ia sedang mengambil sesuatu di lemarinya. Sebenarnya perasaanku tidak enak. Sepertinya Rin akan melakukan sesuatu padaku. Tiba-tiba Rin datang sambil membawa salah satu gaun oranyenya yang menurutku sangat mewah. Dia memberikan gaun itu padaku.

"Cepat pakai! Aku mau lihat!" Aku menatap gaun itu ragu-ragu. Mana mungkin aku memakai benda seperti ini? Tapi Rin langsung melempar gaun itu ke arahku dan secara spontan kutangkap.

"Cepat pakai!" Rin duduk dengan kaki kanan di atas kaki kirinya sambil menungguku memakai gaun itu. Apa boleh buat, aku tidak bisa menolak permintaan seorang Oujo-sama, kan? Aku pun memakai gaun itu.

Setelah memakai gaun itu sebenarnya aku merasa kurang nyaman. Tapi Rin malah tertawa.

"Cocok! Cocok sekali! Ternyata kita memang mirip, ya!" Wajahku memerah. Aku pun menunduk agar wajahku tidak terlihat oleh Rin.

"Saya pergi dulu mengambil makanan anda, Rin-sama" Tanpa basa-basi lagi aku langsung menunduk dan pergi menuju dapur.

Ketika sampai di dapur, Ryu terlihat terkejut melihatku. Dia kenapa? Kan ini memang tugasku. Dia terlihat bingung dan menyerahkan nampan makanan dengan ragu-ragu.

"Kamu kenapa? Sini nampannya!" Aku pun langsung mengambil nampan dengan paksa. Ryu bengong. Dia kenapa sih?

"Kamu kenapa?"

"R- Rin-sama?" Dia berkata tergagap sambil menunjuk ke arahku. Aku sadar apa yang terjadi. Aku lupa melepas gaun Rin! Sudah begitu aku juga lupa mengikat rambutku. Aku yakin, pasti sekarang wajahku memerah. Untung saja aku bisa mengatasinya dengan cepat.

"Aku... Barusan aku disuruh memakai gaun ini oleh Rin, jadi aku lupa melepasnya." Ryu masih bengong menatapku. Tapi tidak lama kemudian dia tersenyum. Senyum yang menurutku merupakan senyum paling manis yang pernah ia keluarkan.

"Ternyata kalian memang mirip, ya!" Saat itu juga aku yakin kalau dia memang anak yang sangat baik. Aku pun segera membawa nampan makanan berisi brioche, seteko teh,dan cangkir teh itu ke kamar Rin. Ketika Rin membukakan pintu ia langsung tertawa.

"Ya ampun! Kita lupa kamu masih memakai gaunku! Aku penasaran bagaimana wajah Ryu." Aku pun balas tersenyum semanis mungkin sambil meletakan nampan brioche itu di atas meja tadi siang. Aku pun menuangkan teh ke dalam cangkir dengan sangat hati-hati. Ini pengalaman pertama aku menuangkan teh ke dalam sebuah cangkir anggota kerajaan! Salah tuang, nyawaku taruhannya.

"Oh iya Len, bisakah kamu membeli bahan makanan untuk besok di Green Country?" Aku menoleh dan tersenyum.

"Apapun kulakukan untuk Tuan Putri"

Aku pun pergi ke Green Country yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan Yellow Country. Saat sedang mengagumi bangunan megah yang tidak kutemui di Yellow Country, tiba-tiba topi di kepalaku terbang tertiup angin dan ditangkap oleh seorang gadis berambut twintails berwarna hijau tosca. Dia mengembalikan topiku sambil tersenyum manis sekali.

"Sayonara!", kata gadis itu sambil melambaikan tangannya dan pergi bersama seorang laki-laki berambut ocean blue. Saat itu juga aku sadar kalau aku mengalami Fall in love in the first sight.

Setelah membeli semua bahan makan dan kembali ke istana, aku pun dipanggil untuk menghadap pada Rin di singgasananya. Kulihat Rin dan beberapa panglima besar kerajaan sedang membicarakan sesuatu. Setelah para panglima itu pergi, Rin mulai berbicara padaku.

"Len, kami merencanakan untuk menyerang Green Country nanti malam. Tugasmu adalah membunuh semua orang berambut hijau, terutama hijau tosca!" Aku terkejut. Tapi saat aku masih tercengang Rin berjalan pergi. Kulihat dia menjatuhkan selembar kertas. Sepertinya itu foto seseorang. Ketika aku mengambil dan melihat siapa orang dalam foto itu, aku sadar bahwa Rin sebenarnya cemburu pada gadis twintails yang kutemui tadi. Foto itu adalah foto seorang pemuda berambut ocean blue yang kutemui bersama gadis twintails tadi.

Sebenarnya hatiku sakit, sangat sakit. Tapi aku hanya ingin membuat hati Rin bahagia. Aku pun menyanggupinya.

Malam harinya, aku menemui gadis twintails itu saat ia sedang berlari ke dalam hutan. Pasti ia kabur saat pasukan Yellow Country menyerang Green Country. Aku pun menyembunyikan belati di tanganku sambil menghampiri gadis itu.

"Hai! Kamu yang kemarin, kan? Terima kasih ya!", kataku berbasa-basi. Gadis itu menatapku dengan tatapan penuh tanda tanya. Aku meremas belati yang ada di balik punggungku. Kau harus melakukannya, Len! Aku pun mendekati gadis itu dan mengajaknya bicara sebentar. Saat ia lengah, aku segera menusuk perutnya dengan belati yang kupegang.

Gadis itu pun jatuh ke dalam pelukanku. Dia tersenyum.

"Aku tau kamu bukan orang jahat. Aku yakin pasti ada alasan kuat yang membuatmu harus membunuhku.", kata gadis itu sambil tersenyum manis. Aku mulai meneteskan air mataku.

"Gomenezai... Percayalah, aku sebenarnya tidak ingin membunuhmu..." Sebenarnya masih banyak yang ingin kukatakan padanya, tapi gadis itu pun telah menghembuskan nafas terakhirnya. Sambil terus menangis aku memeluk tubuh gadis itu.

"Daisuki... dayo", kataku sambil perlahan—lahan meletakan tubuh gadis itu di tanah. Aku pun pergi dari tempat itu sambil menangis dan membunuh semua orang berambut hijau yang kutemui selama perjalananku.

Ketika kembali ke istana, aku segera menghampiri Rin. Rin terlihat sangat terkejut melihatku yang berlumuran darah dan belati di tanganku yang sekarang terlihat berwarna merah.

"Gomen, Rin-sama. Sepertinya saya telah membuatmu takut.", kataku sambil tersenyum. Aku pun menyerahkan foto yang tadi sore terjatuh kepada Rin.

"Aku sudah menyingkirkan gadis yang selalu bersama orang ini." Aku terus berusaha untuk terseyum walaupun sebenarnya hatiku sangat sakit. Rin terlihat terkejut, tapi perlahan-lahan ia tersenyum.

"Arigatou, Len!" Aku pun membalasnya dengan senyuman.

"Gouitte, Rin-sama." Aku pun segera meminta ijin untuk kembali ke kamarku.

Rin's PoV

Sebenarnya aku merasa ada yang aneh dengan sikap Len barusan. Biasanya dia selalu tersenyum manis yang selalu membuatku merasa senang dan tenang, sehingga ikut tersenyum bersamanya. Tapi senyumnya barusan terlihat palsu dan terpaksa. Aku merasa bahwa aku harus mengikutinya untuk melihat keadaannya.

Ketika aku mengintip ke kamarnya, aku melihat Len sedang menangis di bantalnya. Saat itulah aku sadar kalau sebenarnya Len juga menyukai Miku Hatsune, gadis twintails yang disukai Kaito Shion, pria ocean blue yang kusukai. Diam-diam aku menyesal telah memerintahkan Len untuk membunuh Miku. Baru kali ini aku mmelihat cowok menangis, dan aku tidak menyangka cowok itu adalah seorang Len Haine, satu-satunya orang yang bisa membuat hatiku senang.

Aku melihat Len melepas bantal yang dipeluknya. Wajahnya kacau dan matanya merah dan sembab. Pipinya juga basah oleh air matanya. Dia pun menaruh bantal itu di tempatnya dan ia mulai berbaring untuk tidur. Perlahan aku menutup pintu kembali sambil berkata, "Oyasumi, Len."

Len's PoV

Pagi-paginya ketika bangun aku masih merasa sangat sedih. Mataku juga terasa panas. Aku pun langsung menampar pipiku sendiri sambil berkata dalam hati. Bodoh! Aku tidak boleh seperti ini! Kalau Rin melihatku menangis, pasti dia juga ikut sedih, kan? Aku pun mulai berjalan keluar kamar. Di luar aku langsung bertemu Ryu yang baru keluar dari kamarnya.

"Ohaiyo, Len..." Ryu terlihat terkejut melihat banyak noda darah dipakaianku. "Kamu kenapa?"

Aku mencoba tersenyum dan berjalan pergi meninggalkannya. Jangan sampai dia tau kejadian semalam. Aku sudah cukup banyak merepotkannya dan membuatnya sedih.

Aku pun segera mengganti pakaianku dan pergi ke balkon istana yang berada di lantai 3. Pemandangan di luar memperlihatkan seluruh ppenjuru Yellow Country. Tapi tiba-tiba aku elihat sekelompok orang yang membawa pedang dan api sedang berjalan menuju istana ini sambil menyerukan nama Rin. Aku sadar ini ada kaitannya dengan kejadian semalam. Aku pun segera berlari menghampiri Ryu.

"Ryu! Ini darurat. Tolong kamu jaga Rin dan bawa ia lari ke hutan! Sekarang ayo temui Rin!" Di kamarnya yang berada di lantai 4, Rin juga melihat sekelompok orang itu. Aku pun segera menarik tangan Rin sambil memegang sebuah jubah berwarna hitam.

"Rin-sama, anda ingat kan kalau kita mirip? Pakailah jubah ini dan saya akan memakai salah satu pakaianmu. Pergilah bersama Ryu dan jangan sampai terlihat pasukan di luar sana." Aku merasakan pundakku basah. Ternyata Rin sedang menangis dalam pelukanku.

"Jangan bodoh, Len! Kamu bisa mati kalau begini..." Rin kembali terisak.

"Saya kan sudah pernah bilang, apapun akan saya lakukan demi Rin-sama." Aku mengecup dahi Rin dan pergi menghadang pasukan itu di depan pintu depan. Sementara itu Rin dan Ryu kabur lewat pintu belakang. Rin, aku melakukan ini hanya untukmu. Jaga dirimu baik-baik.

Rin's PoV

Aku dan Ryu pun meninggalkan Len yang sudah memakai gaunku dan melepas ikat rambutnya. Aku melangkahkan kakiku dengan mantap. Bodoh! Aku tidak peduli dengan orang bodoh sepertimu yang mau mati demi aku, Len! Jangan pikir aku akan menangisimu!

Ryu membimbingku menuju hutan lewat satu jalan yang sepi. Di tengah hutan aku dan Ryu pun duduk di bawah sebuah pohon yang rindang sambil melepas lelah. Aku melihat ke arah Ryu yang terlihat bersedih. Tapi ketika aku kembali menundukkan kepalaku, Ryu memanggilku.

"Rin-sama, sebenarnya nama Len bukanlah Len Haine, melainkan Len Kagamine." Mataku terlonjak kaget. Kagamine adalah nama keluargaku, keluarga kerajaan!

"Saat penyerangan 14 tahun yang lalu, Len diambil oleh salah satu mantan pelayan istana, Lin dan Ren Haine dan dibesarkan oleh mereka. Dia pun bekerja di istana agar bisa menjaga Rin-sama." Aku merasakan mataku memanas. Aku mulai menangis. Aku tidak menyangka, ternyata orang yang selama ini kubuat menderita adalah adik kembarku sendiri. Ryu melihat ke arahku.

"Apa Rin-sama menyayangi Len?" Aku tersentak dengan itu.

"Tentu saja! A-aku sangat menyayanginya!" Ryu pun tersenyum. Senyum termanis yang kulihat darinya selama ini.

"Kalau begitu..." Ryu mengeluarkan rambut palsu berwarna kuning yang mirip sekali dengan rambutku. "Saya akan memakai ini. Dengan getah pohon rambut palsu ini tidak akan bisa terlebas dari kepala saya. Dan mata saya akan saya beri lensa berwarna blue sapphire agar bisa sama persis dengan mata Rin-sama. Sekarang tinggal menukar pakaian saya dengan pakaian Rin-sama."

Aku tercengang mendengarnya. Padahal aku sudah bersikap begitu egois dan kasar padanya. Aku sampai tidak bisa berkata apa-apa. Ryu yang sudah menukar pakaiannya dengan pakaianku pun pergi meninggalkan aku.

"Saya berjanji Len akan selamat!", katanya sambil melambaikan tangannya. Senyumnya itu mungkin merupakan senyum terakhirnya yang kulihat.

Len's PoV

Setelah ditangkap oleh pasukan tadi, aku dimasukan ke dalam penjara bawah tanah yang gelap. Dari jendela kecil di dinding penjara, aku melihat cahaya yang menerobos masuk lewat lubang pada jendela. Tiba-tiba saja terbayang wajah Rin yang sedang tersenyum. Tanpa sadar aku kembali menangis.

Setelah mengusap air mataku, tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggilku.

"Len! aku di atas sini!" Kemudian orang itu turun dengan melompat dari jendela. Ternyata dia adalah Ryu! Tapi dia terlihat sangat mirip dengan Rin karena memakai rambut palsu berwarna kuning dan lensa berwarna biru. Aku menatapnya. Aku tidak menyangka dia rela melakukan ini untuk aku dan Rin.

"Ini peta menuju tempat Rin. Tolong jaga dia dan kalian harus hidup bahagia sebagai saudara kembar yang akur, ya!" Saat itulah aku merasa kalau itu adalah senyum terakhir Ryu. Aku dibantu Ryu untuk kabur lewat jendela. Aku menunduk dan melihat ke arah Ryu di bbawah sana. Aku melihat Ryu melambaikan tangannya ke arahku.

"Sayonara, Len!" Aku merasa mataku kembali memanas. Aku pun membalas Ryu dengan senyumanku yang paling manis.

"Sayonara, Ryu!"

Aku pun berlari menuju tempat yang ditujukan pada peta yang diberikan Ryu. Di sana aku melihat Rin sedang duduk di bawah pohon yang rindang dan sejuk.

"Rin!" Sepertinya Rin mendengar panggilanku. Dia pun mengangkat kepalanya dan berlari memelukku.

"Kenapa tidak bilang kalau kamu adik kembarku, Len? Gomen... Aku sudah jadi kakak yang jahat." Aku pun memeluk Rin dan mengusap kepalanya lembut. Aku hanya bisa tersenyum dan sekali lagi kami pun tertawa bersama, tapi sekarang bukan sebagai oujo-sama dan meshitsukai, tapi sebagai sepasang anak kembar.

Aku melirik ke arah jam di tanganku. Ternyata sudah jam 12 siang!

"Rin, cepatlah! Kita harus pergi!"

"Ke mana?"

"Ikut saja!" Aku pun segera menarik tangan Rin sambil berlari ke tempat... hukuman mati Ryu.

Ryu's PoV

Jam menunjukan waktu 2.30 siang. Berarti setengah jam lagi aku akan mendapat hukuman mati. Dua orang pengawal menghampiriku dan membawaku ke alun-alun. Di sana terdapat papan pancung yang sangat besar. Aku tidak merasa takut. Aku melakukan ini semua demi kebahagiaan putri dan sahabatku.

Aku terdiam menatap papan pancung itu. Tidak kusangka aku akan meninggal di papan pancung sebagai musuh tiga negara. Bahkan sepertinya setengah dari warga Yellow Country ada yang membenci Rin-sama. Mereka datang sambil menyerukan nama Rin-sama untuk dibunuh.

Aku menatap sekeliling untuk mencari Rin-sama dan Len. aku hanya ingin melihat putri dan sahabatku untuk yang terakhir kalinya. Tapi sepertinya mereka tidak akan datang. Jarak hutan tempat mereka berada dan tempat ini kan sangat jauh. Walaupun mereka sudah berangkat 2 jam yang lalu mereka juga tidak akan sampai tepat waktu.

Waktu menunjukkan pukul 2.50 siang. Aku pun diperintahkan untuk naik ke tempat papan pancung berada. Lalu aku menatap papan itu tajam. Aku akan meninggal demi putri dan sahabatku, jadi aku tidak boleh takut! Aku terus berusaha agar tidak gentar menghadapi papan pancung yang besar itu. Iba-tiba terbayang di kepalaku saat-saat bersama Rin-sama 2 bulan lalu.

Saat itu aku sedang mengantarkan makanan untuk Rin-sama untuk yang pertama kainya karena banyak pelayan pribadi Rin-sama yang mengundurkan diri. Aku gemetaran dan nampan di tanganku jatuh sehingga peralatan makan dari kaca itu pun pecah. Aku mendapat hukuman cambuk yang tidak akan pernah kulupakan. Tapi Rin-sama telah memperlihatkan senyuman terindah yang pernah kulihat.

Aku juga teringat saat-saat pertama kali aku bertemu Len, satu-satunya orang yang peduli padaku. Aku akan melindunginya walau nyawa taruhannya. Tiba-tiba jam gereja menunjukkan pukul 2.55 siang. Aku pun memasang kepalaku pada papan pancung.

Aku pun menatap semua orang sambil menunduk. 3 menit lagi aku mati. Tiba-tiba aku melihat dua orang berambut kuning mendekatiku. Satu rambunya dikuncir, dan satunya lagi memakai jubah berwarna hitam. Mereka Rin-sama dan Len! aku melihat ke arah mereka dan mereka melihat ke arahku. Mereka memanggil namaku sekeras mungkin.

"RYU!" Tapi, pada saat itu juga aku mendengar suara KRASH! yang sangat keras dan seketika itu juga pandanganku menjadi gelap.

Normal PoV

Rin dan Len menatap pelayan dan sahabat mereka yang berada di papan pancung. Ryu pun menatap mereka dengan pandangan penuh arti.

"RYU!", Rin dan Len berteriak memanggil pelayan dan sahabat mereka sekeras mungkin bersama-sama. Saat itu juga pisau pancung dijatuhkan dan langsung memotong leher Ryu sehingga kepalanya jatuh ke lantai di depan papan pancung. Rin menutup mulutnya melihat kepala pelayannya itu terpotong semudah itu. Len jatuh terduduk karena kakinya lemas melihat darah sahabatnya bermuncratan ke mana-mana. Mereka mulai menangis.

"Ryu... Gomen, Ryu... Gomen... karena aku seumur hidup kamu tidak pernah bahagia...", kata Rin sambil terisak. Dia menghapus air matanya dengan jubahnya. Sementara itu Len menangis keras menangisi sahabatnya.

"Kenapa kamu pergi, Ryu? Kenapa aku mau meninggalkanmu di sel tadi siang? Aku memang bodoh!" Len terus menangis sambil memukul-mukul tanah di depannya. Rin menepuk pundak adiknya untuk menenangkannya.

"Kalau kamu menangis seperti ini, Ryu akan sedih melihatmu." Len menganngkat kepalanya dan melihat wajah kakanya tersenyum manis.

"Dia melakukan ini demi kebahagiaan kita, jadi kita harus bahagia!" Len menghapus air matanya dan mengangguk. Ia berusaha tersenyum sambil menatap Rin. Mereka pun menatap langit sambil tersenyum.

Kamu lihat, Ryu? Kematianmu tidak akan sia-sia karena kami akan hidup dengan bahagia. Semoga kita bisa kembali menjadi sahabat setelah kehidupan kita yang selanjutnya.

THE END